Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PAI

AL-MUHKAM WAL MUTASYABIH

NAMA ANGGOTA :

 M. FAQIH FAJRUNNAJA
 M. ILHAM AKBAR
 NAAFI UL MAJID
 RISKI SATYA M
Daftarisi
Daftarisi 1
BAB I
Pendahuluan 2
Latarbelakangmasalah 2
Rumusanmasalah 2
Tujuan Pembelajaran 2
BAB II
Pembahasan 3
Pengertian Al-Muhkam Al-Mutasyabih 4
Perkembangan (sejarah) Ilmu Muhkam dan Mutayabih 4
Macam-macam Ayat Mutasyabih 4
Sikap ParaUlamaTerhadapAyat-ayat Al-Mutasyabih 8
Hikmahdannilaipendidikan dari adanya Al-Muhkamdan Al-Mutasyabih 10
BAB III
Penutup 11
Kesimpulan 11
Saran12
DAFTAR PUSTAKA 12

1|AL-MUHKAM WA AL-MUTASYABIH
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang masalah
Al-Qur’an adalah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui
malaikat jibril secara berangsur sebagai pedoman untuk umat islam. Pada saat zaman nabi
muhammad saw,belum terdapat ulumul quran,yaitu ilmu yang membahas segala hal tentang al
quran.hal itu terjadi karena saat itu nabi secara langsung akan menjawab persoalan atau
permasalahan yang bersangkutan dengan al quran,setelah nabi tiada,permasalahan tetap
bermunculan,seperti banyaknya peyimpangan bacaan ataupun minimnya pemahaman
masyarakat awam.sebagai responnya maka mulai bermunculuan berbagai ilmu ilmu alquran
untuk menjawab persoalan dan menjaga kemurnian al quran sebagai pedoman hidup.
Diantara banyak permasalahan yang muncul,salah satunya adalah masalah kepahaman
terhadap ayat alquran yang jelas (muhkam) dan yang belum jelas (mitasyabih), hingga dalam
penafsiran Al-Quran (tentang ayat muhkam mutasyabih-red) terdapat perbedaan-perbedaan.
Permasalahan ini sangat riskan sekali dan harus dipelajari secara mendalam. Banyak
terjadi perbedaan antara firqoh satu dengan lainnya karena adanya perbedaan pandangan
terhadap suatu ayat.
Rumusan masalah
1) Apa pengertian dari Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih?
2) Bagaimana sejarah perkembangan ilmu muhkam dan mutasyabih ?
3) Bagaimana sebab terjadinya tasabuh dalam Al Quran ?
4) Apa saja macam ayat mutasyabih?
5) BagaimanaSikap paraUlamaterhadapAyat-ayat Al-Mutasyabih ?
6) Apahikmah dan nilai pendidikandariadanya Al-Muhkamdan Al-
Mutasyabih ?
Tujuan Pembelajaran
1) Dapat mengetahui pengertian dari Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih
2) Dapat mengetahui perkembangan ilmu muhkam dan mutayabih
3) Dapat mengetahui sebab terjadinya tasabuh dalam Al Quran
4) Dapat mengetahui macam ayat mutasyabih
5) Dapat mengetahui sikap para ulama’ terhadap ayat al-mutasyabih
6) Dapat mengetahui hikmah dan nilai pendidikan dari adanya Al-Muhkam
dan Al-Mutasyabih

BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Al-Muhkam Al-Mutasyabih

2|AL-MUHKAM WA AL-MUTASYABIH
Manna’ Khalil Al-Qattan menjelaskan Muhkam dan Mutasyabih dalam buku
studi Ilmu-Ilmu Qur’an, bahwa menurut bahasa Muhkam berasal dari ‫حكمت ال د اب ة‬

‫واحكمت‬yang artinya “saya menahan binatang itu”, juga bisa diartikan,”saya memasang

‘hikmah’ pada binatang itu”. Hikmah dalam ungkapan ini berarti kendali.Muhkam
berarti (sesuatu) yang dikokohkan, jadi kalam Muhkam adalah perkataan yang seperti
itu sifatnya. Mutasyabih secara bahasa berarti tasyabuh, yakni bila salah satu dari 2
(dua) hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain, karena adanya kemiripan diantara
keduanya secara konkrit maupun abstrak. Jadi, tasyabuh Al-Kalam adalah kesamaan
dan kesesuaian perkataan, karena sebagainya membetulkan sebagian yang lain.
Adapun menurut pengertian terminologi (istilah), muhkam dan mutasyabih
memiliki arti sebagai berikut:
1) Menurut kelompok Ahlussunnah, ayat-ayat muhkam adalah ayat yang
maksudnya dapat diketahui dengan gamblang, baik melaui takwil (metafora)
ataupun tidak. Sementara itu, ayat-ayat mutasyabih adalah ayat-ayat yang
maksudnya hanya dapat diketahui Allah, seperti saat kedatangan Hari Kiamat,
keluarnya Dajjal, dan arti huruf-huruf muqaththa’ah.
2) Menurut Al- Mawardi, ayat-ayat muhkam adalah yang maknanya dapat
dipahami akal, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah sebaliknya.
3) Menurut Imam Al-Razi, ayat-ayat muhkam ialah ayat yang menunjukkan makna
kuat, yaitu lafal nash dan lafal zahir. Mutasyabih ialah ayat menunjukkan makna
tidak kuat, yaitu lafal mujmal, muawwal dan musykil.
4) Menurut Ibnu Abi Hatim mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat
yang harus diimani dan diamalkan, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat
yang harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan.
5) Menurut mayoritas Ulama Ahlul Fiqh yang berasal dari pendapat Ibnu Abbas
mengatakan, lafadz muhkam adalah lafadz yang tak bisa ditakwilkan melainkan
hanya satu arah/segi saja. Sedangkan lafadz yang mutasyabbih adalah lafadz
yang bisa ditakwilkan dalam beberapa arah/segi, karena masih semakna.
Dari pengertian-pengertian ulama diatas, sudah dapat disimpulkan bahwa inti
pengertian dari ayat-ayat muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak
samar lagi dan tidak menimbulkan pertanyaan jika disebutkan. Yang termasuk dalam
kategori ayat-ayat muhkam itu nash (kata yang menunjukkan sesuatu yang dimaksud
dengan terang dan tegas) dan zhahir (makna lahir). Adapun pengertian dari ayat-ayat
mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya belum jelas. Yang termasuk dalam

3|AL-MUHKAM WA AL-MUTASYABIH
kategori ayat-ayat mutasyabih adalah mujmal (global), mu’awwal (harus ditakwil),
musykil, dan mubham (ambigius).
Perkembangan (sejarah) Ilmu Muhkam dan Mutayabih
Secara tegas dapat dikatakan bahwa asal mula adanya ayat-ayat muhkamah dan
mutasyabihat ialah dari Allah SWT. Allah SWT memisahkan atau membedakan ayat-
ayat yang muhkam dari yang mutasyabih, dan menjadikan ayat muhkam sebagai
bandingan ayat yang mutasyabihat.
Sehubungan dengan persoalan ini, Ibnu Habib An-Naisabari pernah
mengemukakan tiga pendapat mengenai kaitan ayat-ayat Al-Qur’an terhadap muhkam-
mutasyabih.
Pertama, seluruh ayat Al-Qur’an adalah muhkam berdasarkan firman Allah dalam
QS. Hud : 1
ٍ ‫صلَت ِمن لَ ُدن َح‬
‫كيم َخبي ٍر‬ ِ ‫ كِتاب أ‬....
ِّ ُ‫ُحك َمت آياتُهُ ثُ َّم ف‬ ٌ
Artinya :
“SebuahKitab yang disempurnakan (dijelaskan) ayat-ayatnya“ (Q.S. Hud: 1)

Kedua, Al–Qur’an seluruhnyamutasyabihberdasarkanfirman Allah dalam Q.S Az-


zumar :23 

Artinya: Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa
(mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut
kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah.
Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun. (Q.S Az-
zumar :23)

Ketiga, sebagianayatAl-Qur’an muhkamdanlainnyamutasyabih berdasarkan firman


Allah dalam Q.S Ali Imron : 7

Artinya: (Ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan
kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari
orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-
orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku
memutuskan diantaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya.”(Q.S Ali
Imron :7)
Sebab Terjadinya Tasabuh dalam Al Quran
A. Kesamaran Lafal
1. Kesamaran Lafal Mufrad, dibagi menjadi 2 (dua) :

a) Kesamaran lafal Mufrad Gharib (asing)


Contoh : Lafal dalam ayat 31 surat Abasa : kata Abban jarang terdapat dalam
Al – Qur’an, sehingga asing. Kemudian dalam ayat selanjutnya , ayat 32 :

4|AL-MUHKAM WA AL-MUTASYABIH
(untuk kesenangan kamu dan binatang – binatang ternakmu), sehingga jelas
dimaksud Abban adalah rerumputan.

b) Kesamaran Lafal Mufrad yang bermakna Ganda.


Kata Al – Yamin bisa bermakna tangan kanan, keleluasan atau sumpah.
2. Kesamaran dalam Lafal Murakkab
Kesamaran dalam lafal Murakkab itu disebabkan karena lafal
yangMurakkab terlalu ringkas, terlalu luas atau karena susunan
kalimatnyakurang tertib. Contoh, surah An-Nisa ayat 3:

‫اع‬ ِ ‫وإِ ْن ِخ ْفتم أَاَّل تُ ْق ِسطُوا يِف الْيتامى فَانْ ِكحوا ما طَاب لَ ُكم ِمن الن‬
َ َ‫ث َو ُرب‬
َ ‫ِّساء َم ْثىَن ٰ َوثُاَل‬
َ َ ْ َ َ ُ ٰ َ ََ ُْ َ
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat…”
Ayat di atas sulit diterjemahkan. Karena takut tidak dapat berlaku adil terhadap
anak yatim, lalu mengapa disuruh kawini wanita yang baik-baik, dua, tiga atau empat.
Kesukaran itu terjadi karena susunan kalimat ayat tersebut terlalu singkat.

B. Kesamaran pada Makna Ayat


Kesamaran pada makna ayat seperti dalam ayat – ayat yang menerangkan sifat –
sifat Allah, seperti sifat rahman rahim-Nya, atau sifat qudrat iradat-Nya, maupun sifat –
sifat lainnya. Dan seperti makna dari ihwal hari kiamat, kenikmatan surga, siksa kubur,
dan sebagainya manusia bisa mengerti arti maksud ayat-Nya, sedangkan mereka tidak
pernah melihatnya.
C. Kesamaran pada Lafal dan Makna Ayat
Seperti, ayat 189 surat Al – Baqarah yang artinya:
“Dan bukanlah kebijakan memasuki rumah – rumah dari belakangnya, akan tetapi
kebijakan itu ialah kebijakn orang – orang yang bertakwa”.
Terdapat 5 aspek:
a. Aspek kuantitas (al-kammiyyah), seperti masalah umum atau khusus. Contohnya,
ayat 5 surah At-Taubah:
):‫فا قتلوا المشر كين حيث وجد تموهم (التو بة‬

Artinya: “Maka bunuhlah kaum musyrikin itu di manapun kalian temukan mereka itu”.
Di sini batas kuantitasnya yang harus dibunuh masih samar.

5|AL-MUHKAM WA AL-MUTASYABIH
b. Aspek cara (al-kaifiyyah), seperti bagaimana cara melaksanakan kewajiban agama
atau kesunahannya. Contohnya, ayat 14 surah Thoha:
):‫واقم الصلوة لذ كر ى (طه‬

Artinya: “Dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku (Allah)”.


Dalam ayat ini terdapat kesamaran, dalam hal bagaimana cara salat agar dapat
mengingatkan kepada Allah SWT.
c. Aspek waktu, seperti batas sampai kapan melaksanakan sesuatu perbuatan.
Contohnya, dalam ayat 102 surat Ali Imran:
6):‫يايها الذين امنوا اتقوا اهلل حق تقاته (ال عمران‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar


taqwa kepada-Nya”.
Dalam ayat ini terjadi kesamaran, sampai kapan batas taqwa yang benar-benar itu.
d. Aspek tempat, seperti tempat mana yang dimaksud dengan balik rumah, dalam ayat
189 surah Al-Baqarah:
):‫وليس البر بآن تآتوا البيو ت من ظهور ها (البقة‬

Atinya: “ Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah, juga samar”.


Tempat mana yang dimaksud dengan baliknya rumah, juga samar.
Aspek syarat-syarat melaksanakan sesuatu kewajiban juga samar, seperti bagaimana
syarat sahnya salat, puasa, haji, nikah, dan sebagainya.

Sebab kesamaran dalam ayat tersebut terjadi pada lafalnya, karena terlalu ringkas,
juga terjadi pula pada maknanya, karena termasuk adat kebiasaan khusus orang arab.
Hingga dalam memahami ayat ini akan sulit bagi orang-orang yang bukan termasuk
orang arab. Dan sejatinya ayat ini adalah diperuntukkan untuk orang yang sedang
melakukan ihrom baik haji maupun umroh.

Macam-macam Ayat Mutasyabih


Sesuai dengan sebab-sebab adanya ayat mutasyabihat dalam Alquran dengan
adanya kesamaran maksud syarak dalam ayat-ayat-Nya sehingga sulit dipahami umat,
tanpa dikatakan arti yang lain, disebabkan karena bisa dita’wilkan dengan bermacam-
macam maka ayat mutasyabihat itu dibagi menjadi 3 macam, sebagai berikut:
1. Ayat-ayat mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat
manuia, kecuali Allah SWT.
Contoh:
6|AL-MUHKAM WA AL-MUTASYABIH
 Urusan-urusan ghaib yang diketahui Allah SWT dalam QS
Luqman: 34
Artinya: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah
pengetahuan tentang hari kiamat., dan Dialah yang menurunkan
hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada
seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang
akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat
mengetahui di bumi mana dia akan mati.”
 Dalam Q.S. Al – An’am : 59
Artinya : “Dan pada sisi Allah–lah kunci – kunci semua yang
ghaib, tak ada yang mengetahuinya, kecuali Dia sendiri”
2. Ayat-ayat mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan
jalan pembahasan dan pengkajian yang mendalam.
Contoh:
 Merinci yang mujmal, menentukan yang musytarak,
mengqayyidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang tertib,
dan sebagainya.
3. Ayat – ayat Mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar
ilmu dan sains, bukan oleh semua orang, apa lagi orang awam. Hal ini
termasuk urusan-urusan yang hanya diketahui Allah SWT dan orang –
orang yang rosikh (mendalam) ilmu pengetahuannya,dimana hal
tercantum dalam QS.Ali Imron: 7
Artinya: “Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu.
Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok
isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-
orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka
mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya
untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak
ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang
mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang
berakal.”
Contoh:
 Tentang Asal-usul besi
7|AL-MUHKAM WA AL-MUTASYABIH
Artinya: ”Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami
dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami
turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya
manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami turunkan besi
yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai
manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu)
dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya
dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”(QS.Al-
Hadid: 25)

SikapParaUlamaTerhadapAyat-ayat Al-Mutasyabih
Pada dasarnya perbedaan pendapat para Ulama dalam menanggapi sifat-sifat
mutasyabihat dalam Al-Qur’an dilatarbelakangi oleh perbedaan pemahaman atas firman
Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 7.
Subhi Al-Shalih membedakan pendapat para ulama ke dalam dua mazhab, yaitu:
1. Mazhab Salaf
Yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat
mutasyabihat ini dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri. Para
Ulama Salaf mengharuskan kita berwaqaf (berhenti) dalam membaca QS.
Ali Imran : 7 pada lafal jalalah. Hal ini memberikan pengertian bahwa
hanya Allah yang mengerti takwil dari ayat-ayat mutasyabihat yang ada.
Mazhab ini juga disebut mazhab Muwaffidah atau Tafwid.
Beberapa ulama’ yang mengikuti madzhab ini diantaranya:
1. Al-Bukhari, Muslim, dan yang lainnya mengeluarkan sebuah
riwayat dari Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW
pernah bersabda ketika mengomentari QS. ‘Ali Imran ayat 7 :
“Jika engkau menyaksikan orang-orang yang mengikuti ayat-ayat
mutasyabih untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari
takwilnya, orang itulah yang dicela Allah, maka berhati-hatilah
menghadapi mereka.”

8|AL-MUHKAM WA AL-MUTASYABIH
2. Ibn Abu Dawud, dalam Al-Mashahif,  mengeluarkan sebuah
riwayat dari Al-A’masy. Ia menyebutkan bahwa diantara qira’ah
Ibn Mas’ud disebutkan :
“Sesungguhnya penakwilan ayat-ayat mutasyabih hanya milik
Allah semata, sedangkan orang-orang yang mendalami ilmunya
berkata, “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabih.”
3. Imam Malik pernah ditanya mengenai pengertian lafadz istawa. Ia
mengatakan: Istawa adalah diketahui. dan bagaimananya adalah
sesuatu yang tidah diketahui. Bertanya tentangnya adalah Bid’ah.

2. Mazhab Khalaf
Yaitu orang-orang yang mentakwilkan (mempertangguhkan) lafal yang mustahil
dzahirnya kepada makna yang layak dengan zat Allah. Dalam memahami QS. Ali-
Imran : 7 mazhab ini mewaqafkan bacaan mereka pada lafal “Warraasikhuuna fil ‘Ilmi”.
Hal ini memberikan pengertian bahwa yang mengetahui takwil dari ayat-ayat
mutasyabih adalah Allah dan orang-orang yang Rasikh (mendalam) dalam ilmunya.
Mazhab ini disebut juga Mazhab Muawwilah atau Mazhab Takwil.
Beberapa ulama’ yang mengikiti madzhab ini diantaranya:
1. Imam An-Nawawi, didalam Syarah Muslim, ia berkata, “Pendapat
inilah yang paling shahih karena tidak mungkin Allah mengkhitabi
hamba-hambaNya dengan uraian yang tidak ada jalan untuk
mengetahuinya”.
2. Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Ishaq Asy-Syirazi mengatakan, “Tidak
ada satu ayat-pun yang maksudnya hanya diketahui Allah. Para ulama
sesungguhnya juga mengetahuinya. Jika tidak, apa bedanya mereka
dengan orang awam?”.
Sedang Ar-raghib Al-Ashfahany mengambil jalan tengah dalam masalah ini.
Beliau membagi mutasyabih dari segi kemungkinan mengetahuinya menjadi tiga bagan:
1. Bagian yang tak ada jalan untuk mengetahuinya, seperti waktu tibanya
hari kiamat.
2. Bagian manusia menemukan sebab-sebab mengetahuinya, seperti lafadz-
lafadz yang ganjil, sulit difahami namun bisa ditemukan artinya.
3. Bagian yang terletak di antara dua urusan itu yang hanya diketahui oleh
Ulama’ yang mumpuni saja.

9|AL-MUHKAM WA AL-MUTASYABIH
Berikut ini adalah beberapa contoh perbedaan pendapat diantara mereka:
1. Lafal “Ístawa” pada Al-Qur’an surah Thaha ayat 5. Allah berfirman:
ْ ‫الرَّمْح ُن َعلَى الْ َع ْر ِش‬
‫اسـتَوى‬
Artinya: “(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas
‘Ars”.
Dalam ayat ini diterangkan bahwa pencipta langit dan bumi ini adalah
Allah Yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas Arsy. Menurut
mazhab Salaf, arti kata Istiwa’ sudah jelas, yaitu bersemayam (duduk) di
atas Arsy (tahta). Namun tata cara dan kafiatnya tidak kita ketahui dan
diharuskan bagi kita untuk menyerahkan sepenuhnya urusan
mengetahui hakikat kata Istiwa’ itu kepada Allah sendiri. Sedangkan
mazhab Khalaf memaknakan Istiwa’ dengan ketinggian yang abstrak
berupa pengendalian Allah terhadap alam ini tanpa merasa kepayahan.

2. Lafal “yadun”  pada Al-Qur’an surah Al-Fath ayat 10. Allah


berfirman:Artinya: ”Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada
kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah tangan Allah di
atas tangan mereka”. Pada ayat di atas terdapat lafal yadun yang secara
bahasa berarti tangan. Para ulama salaf mengartikan sebagaimana adanya
dan menyerahkan hakikat maknanya kepada Allah. Sedangkah ulama
Khalaf memaknai lafal yadun dengan “kekuasaan” karena tidak mungkin
Allah itu mempunyai tangan seperti halnya pada makhluk.

Hikmah dan nilai pendidikan dari adanya Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih


Al-Quran adalah rahmat bagi seluruh alam, yang didalamnya terdapat berbagai
mukzijat dan keajaiban serta berbagai misteri yang harus dipecahkan oleh umat di dunia
ini. Allah tidak akan mungkin memberikan sesuatu kepada kita tanpa ada sebabnya.
Di bawah ini ada beberapa hikmah tentang adanya ayat-ayat muhkam dan
mutasyabih, diantara hikmahnya adalah :

1. Andai kata seluruh ayat Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muhkamat, maka


akan sirnalah ujian keimanan dan amal karena pengertian ayat yang jelas.

2. Apabila seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat, niscaya akan padamlah


kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia orang yang benar
keimanannya yakin bahwa Al-Qur’an seluruhnya dari sis Allah, segala yang
datang dari sisi Allah pasti hak dan tidak mungkin bercampur dengan
kebatilan. Artinya “Tidak akan datang kepadanya (Al-Qur’an) kebatilan,
baik dari depan maupun dari belakang, yang diturunkan dari Tuhan yang
Maha Bijaksana lagi Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji”.(Q.S. Fushshilat
[41]: 42).

10 | A L - M U H K A M W A A L - M U T A S Y A B I H
3. Al-Qur’an yang berisi ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat,
menjadi motivasi bagi umat Islam untuk terus menerus menggali berbagai
kandungannya sehingga kita akan terhindar dari taklid, membaca Al-Qur’an
dengan khusyu’ sambil merenung dan berpikir.

4. Ayat-ayat Mutasyabihat ini mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk


mengungkap maksudnya, sehingga menambah pahala bagi orang yang
mengkajinya. Jika Al-Quran mengandung ayat-ayat mutasyabihat, maka
untuk memahaminya diperlukan cara penafsiran dan tarjih  antara satu dengan
yang lainnya. Hal ini memerlukan berbagai ilmu, seperti ilmu bahasa,
gramatika, ma’ani, ilmu bayan, ushul fiqh dan sebagainya. Apabila ayat-ayat
mutasyabihat itu tidak ada niscaya tidak akan ada ilmu-ilmu tidak akan
muncul.

Menurut Yusuf Qardhawi, adanya muhkam  dan mutasyabih sebenarnya


merupakan ke-mahabijaksanaan-Nya Allah, bahwa Al-Qur’an ditujukan kepada semua
kalangan, karena bagi orang yang mengetahui berbagai tabiat manusia, di antara mereka
ada yang senang terhadap bentuklahiriyah dan telah merasa cukup dengan
bentuk literal suatu nash. Ada yang memberikan perhatian kepada spritualitas
suatu nash, dan tidak merasa cukup dengan bentuk lahiriyahnya saja, sehingga ada
orang yang menyerahkan diri kepada Allah dan ada orang yang melakukan pentakwilan,
ada manusia intelek dan manusia spiritual. mengajarkan ”ajaran” muhkam dan
mutasyabih kepada manusia agar kita mengakui adanya perbedaan karakter pada setiap
individu, sehingga kita harus menghargainya. Kalau kita sebagai guru, sudah sepatutnya
meneladani-Nya untuk kita aplikasikan dalam menyampaikan pelajaran yang dapat
diterima oleh peserta didik yang berbeda-beda dalam kecerdasan dan karakter.

11 | A L - M U H K A M W A A L - M U T A S Y A B I H
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi dan
tidak menimbulkan pertanyaan jika disebutkan. Sedang mutasyabih adalah ayat-ayat
yang maknanya belum jelas. Ulama berbedapendapat dalam hal memahami ayat-ayat
mutasyabih, yaitu antara bisa tidaknya manusia memahami/memaknaiayat-ayat
mutasyabihat. Sebab munculnya ayat muhkam mutasyabih terbagi menjadi tiga tinjauan
yaitu, Adanya kesamaran dalam lafadz, kesamaran makna ayat dan kesamaran makna
dan ayat. Terdapat tiga macam ayat mutasyabih yaitu ayat yang tidak bisa difahami oleh
manusia, yang bisa difahami semua orang dengan pemahaman yang dalam dan ayat
yang bisa difahami oleh pakarnya saja. Terdapat hikmah dan ayat-ayat muhkamat dan
mutasyabihat yang secara garis besar masuk pada tataran pemahaman dan penggunaan
logika akal.

Saran
Dalam memahami ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat tentunya akan
menemui perbedaan antara ulama satu dengan yang lainnya. Makadari itu, kita sebagai
mahasiswa tidak sepantasnya saling salah menyalahkan pendapat satu dengan yang
lainnya. Karena setiap pendapat yang dikeluarkan oleh para ulama tentu semuanya
memiliki dasar. Kita harus lebih bijak dalam mengatasi perbedaan.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2009, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor:Lintera Antar Nusa
Anwar, Rosihon. 2004, Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Media
Djalal, Abdul, 2008, Ulumul Quran. Surabaya: Dunia Ilmu
Hadi, Abd. 2010, Pengantar Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran, Surabaya:Graha Pustaka
Islamic Media
Hermawan, Acep, 2011. ‘Ulumul Quran:Ilmu Untuk Memahami Wahyu, Bandung:PT
Remaja Rosdakarya
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, 2012, Studi Al-Qur’an. Surabaya : IAIN
Sunan Ampel Press
Zenrif, MF. 2008. Sintesis Paradigma Studi Al-Quran, Malang:UIN Malang Pers

12 | A L - M U H K A M W A A L - M U T A S Y A B I H
13 | A L - M U H K A M W A A L - M U T A S Y A B I H

Anda mungkin juga menyukai