KELAS XI
2019
1
BAB 6
Sistem Hukum dan Peradilan di indonesia
4.15 Menyaji hasil penalaran 4.15.1 Menalar tentang sistem hukum dan peradilan di
tentang sistem hukum dan Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar
peradilan di Indonesia sesuai Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
dengan Undang- Undang Dasar 4.15.2 Menyaji hasil penalaran tentang sistem hukum
Negara Republik Indonesia dan peradilan di Indonesia sesuai dengan Undang-
Tahun 1945 Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2
A. Sistem Hukum di Indonesia
1. Makna dan Karakteristik Hukum
Di dalam hukum terdapat beberapa unsur, di antaranya sebagai berikut.
a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
b. Peraturan itu dibuat dan ditetapkan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
c. Peraturan itu bersifat memaksa.
d. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Adapun yang menjadi karakteristik dari hukum adalah adanya perintah dan larangan;
perintah atau larangan tersebut harus dipatuhi oleh semua orang.
Hukum berlaku di masyarakat dan ditaati oleh masyarakat karena hukum memiliki
sifat memaksa dan mengatur. Hukum dapat memaksa seseorang untuk menaati tata tertib
yang berlaku di dalam masyarakat dan terhadap orang yang tidak menaatinya akan diberikan
sanksi yang tegas. Dengan demikian, suatu ketentuan hukum mempunyai tugas berikut.
a. Menjamin kepastian hukum bagi setiap orang di dalam masyarakat.
b. Menjamin ketertiban, ketenteraman, kedamaian, keadilan, kemakmuran, kebahagian,
dan kebenaran.
c. Menjaga jangan sampai terjadi perbuatan “main hakim sendiri” dalam pergaulan
masyarakat.
2. Penggolongan Hukum
a. Berdasarkan sumbernya
1) Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-
undangan.
2) Hukum kebiasaan, yaitu hukum yang terletak dalam aturan-aturan kebiasaan.
3) Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu
perjanjian antarnegara (traktat).
4) Hukum yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
c. Berdasarkan bentuknya
1) Hukum tertulis, yang dibedakan atas dua macam berikut
a) Hukum tertulis yang dikodifikasikan, yaitu hukum yang disusun secara
lengkap, sistematis, teratur, dan dibukukan sehingga tidak perlu lagi
peraturan pelaksanaan. Misalnya, KUH Pidana, KUH Perdata, dan KUH
Dagang.
b) Hukum tertulis yang tidakdikodifikasikan yaituhukum yang meskipun tertulis,
tetapi tidak disusun secara sistematis, tidak lengkap, dan masih terpisah-
pisah sehingga sering masih memerlukan peraturan pelaksanaan dalam
3
penerapan. Misalnya undang-undang, peraturan pemerintah, dan keputusan
presiden.
2) Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang hidup dan diyakini oleh warga masyarakat
serta dipatuhi dan tidak dibentuk menurut prosedur formal, tetapi lahir dan tumbuh di
kalangan masyarakat itu sendiri.
f. Berdasarkan sifatnya
1) Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimana pun juga
harus dan mempunyai paksaan mutlak. Misalnya, melakukan pembunuhan maka
sanksinya secara paksa wajib dilaksanakan.
2) Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-
pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian.
Atau dengan kata lain, hukum yang mengatur hubungan antarindividu yang baru
berlaku apabila yang bersangkutan tidak menggunakan alternatif lain yang
dimungkinkan oleh hukum (undang- undang). Misalnya, ketentuan dalam pewarisan
ab-intesto (pewarisan berdasarkan undang-undang), baru mungkin bisa
dilaksanakan jika tidak ada surat wasiat (testamen).
g. Berdasarkan wujudnya
1) Hukum objektif, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara dua orang atau lebih
yang berlaku umum. Dengan kata lain, hukum dalam suatu negara yang berlaku
umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu.
2) Hukum subjektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku
terhadap seorang atau lebih. Hukum subjektif sering juga disebut hak.
h. Berdasarkan isinya
1) Hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan
individu (warga negara), menyangkut kepentingan umum (publik). Hukum publik
terbagi atas:
a) Hukum Pidana, yaitu mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan, memuat
larangan dan sanksi.
4
b) Hukum Tata Negara, yaitu mengatur hubungan antara negara dengan
bagian-bagiannya.
c) Hukum Tata Usaha Negara (administratif), yaitu mengatur tugas kewajiban
pejabat negara.
d) Hukum Internasional, yaitu mengatur hubungan antar negara, seperti hukum
perjanjian internasional, hukum perang internasional, dan sebagainya.
3) Hukum privat (sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara individu satu dengan
individu lain, termasuk negara sebagai pribadi. Hukum privat terbagi atas:
a) Hukum Perdata, yaitu hukum yang mengatur hubungan antarindividu secara
umum. Contoh, hukum keluarga, hukum kekayaan, hukum waris, hukum
perjanjian, dan hukum perkawinan.
b) Hukum Perniagaan (dagang), yaitu hukum yang mengatur hubungan
antarindividu dalam perdagangan. Contoh, hukum tentang jual beli, hutang
piutang, pendirian perusahaan dagang, dan sebagainya.
5
d) Pengadilan Militer Pertempuran.
4) Peradilan Tata Usaha Negara yang terdiri atas:
a) Pengadilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota kabupaten
atau kota, dan
b) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota
provinsi.
b. Mahkamah Konstitusi
b. Peradilan Agama
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama
dan Pengadilan Tinggi Agama. Kekuasaan kehakiman pada peradilan agama berpuncak
pada Mahkamah Agung.
1) Pengadilan Agama
Pengadilan agama berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi
wilayah kabupaten atau kota. Pengadilan agama merupakan pengadilan tingkat pertama dan
dibentuk berdasarkan keputusan presiden (kepres). Perangkat atau alat kelengkapan
pengadilan agama terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, sekretaris, dan juru sita.
Pimpinan pengadilan agama terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. Hakim dalam
pengadilan agama diangkat dan diberhentikan oleh presiden selaku kepala negara atas usul
Menteri Agama berdasarkan persetujuan ketua Mahkamah Agung. Ketua dan wakil ketua
pengadilan agama diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama berdasarkan persetujuan
ketua Mahkamah Agung. Wakil ketua dan hakim pengadilan agama diangkat sumpahnya
oleh ketua pengadilan agama.
2) Pengadilan Tinggi Agama
Pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi
wilayah provinsi. Pengadilan tinggi agama merupakan pengadilan tingkat banding. Perangkat
atau alat kelengkapan pengadilan tinggi agama terdiri atas pimpinan, hakim anggota,
panitera, dan sekretaris. Pimpinan pengadilan tinggi agama terdiri atas seorang ketua dan
seorang wakil ketua. Ketua Pengadilan Tinggi Agama diambil sumpahnya oleh ketua
6
Mahkamah Agung. Hakim anggota pengadilan tinggi agama adalah hakim tinggi. Wakil ketua
dan hakim pengadilan tinggi agama diambil sumpahnya oleh ketua pengadilan tinggi agama.
c. Peradilan Militer
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi Pengadilan Militer,
Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran.
Dalam peradilan militer dikenal adanya oditurat yaitu badan di lingkungan TNI yang
melakukan kekuasaan pemerintahan negara di bidang penuntutan dan penyidikan
berdasarkan pelimpahan dari Panglima TNI. Oditurat terdiri atas oditurat militer, oditurat militer
tinggi, oditurat jenderal, dan oditurat militer pertempuran.
e. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi merupakan perwujudan dari pasal 24 C Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi terdiri dari 9 (sembilan) orang
hakim konstitusi yang diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh DPR, presiden, dan
Mahkamah Agung dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Susunan organisasinya terdiri
atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7
(tujuh) anggota hakim konstitusi.
Untuk kelancaran tugas Mahkamah Konstitusi dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal
dan Kepaniteraan, yang susunan organisasi, fungsi, tugas, dan wewenangnya diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Presiden atas usul Mahkamah Konstitusi.
Masa jabatan hakim konstitusi adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya
untuk satu kali masa jabatan. Ketua dan Wakil ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi
untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun. Hakim konstitusi adalah pejabat negara.
7
4. Tingkatan Lembaga Peradilan
a. Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri)
Pengadilan tingkat pertama dibentuk berdasarkan keputusan presiden. Pengadilan
tingkat pertama mempunyai kekuasaan hukum yang meliputi satu wilayah kabupaten/kota.
Fungsi pengadilan tingkat pertama adalah memeriksa tentang sah atau tidaknya
penangkapan atau penahanan yang diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada
ketua pengadilan dengan menyebutkan alasan-alasannya. Wewenang pengadilan tingkat
pertama adalah memeriksa dan memutuskan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
undang-undang, khususnya tentang dua hal berikut.
1) Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau
penghentian tuntutan.
2) Ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada
tingkat penyidikan atau tuntutan.
Dalam hal kasasi, yang menjadi wewenang Mahkamah Agung adalah membatalkan atau
menyatakan tidak sah putusan hakim pengadilan tinggi karena putusan itu salah atau tidak
sesuai dengan undang-undang. Hal tersebut dapat terjadi karena alasan berikut.
1) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh perundang- undangan
yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya perbuatan yang bersangkutan.
2) Melampaui batas wewenang.
3) Salah menerapkan atau karena melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
8
5. Peran Lembaga Peradilan
a. Lingkungan Peradilan Umum
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh pengadilan negeri,
pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung. Pengadilan negeri berperan dalam proses
pemeriksaan, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat
pertama. Pengadilan tinggi berperan dalam menyelesaikan perkara pidana dan perdata
pada tingkat kedua atau banding. Di samping itu, pengadilan tinggi juga berwenang mengadili
di tingkat pertama dan terakhir apabila ada sengketa kewenangan mengadili antara
pengadilan negeri dalam daerah hukumnya.
Mahkamah Agung mempunyai kekuasaan tertinggi dalam lapangan peradilan di Indonesia.
Mahkamah Agung berperan dalam proses pembinaan lembaga peradilan yang berada
di bawahnya. Mahkamah Agung mempunyai kekuasaan dan kewenangan dalam pembinaan,
organisasi, administrasi, dan keuangan pengadilan. Dalam pasal 20 ayat (2) Undang-Undang
RI Nomor 48 Tahun 2009, disebutkan bahwa Mahkamah Agung mempunyai wewenang
berikut.
1) Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat
terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung.
2) Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang.
3) Kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang, seperti memberikan
pertimbangan hukum kepada presiden dalam permohonan grasi dan rehabilitasi.
9
persetujuan Menteri Hukum dan Perundang-undangan harus diadili oleh pengadilan
militer.
e. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan
kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai 4 (empat)
kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk perkara-perkara berikut.
1) Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3) Memutus pembubaran partai politik.
4) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Adapun ciri-ciri seseorang yang berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku dapat
dilihat dari perilaku yang diperbuatnya seperti:
1. disenangi oleh masyarakat pada umumnya;
2. tidak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain;
3. tidak menyinggung perasaan orang lain;
4. menciptakan keselarasan;
5. mencerminkan sikap sadar hukum; dan
6. mencerminkan kepatuhan terhadap hukum.
Sanksi norma hukum adalah tegas dan nyata. Hal tersebut mengandung pengertian
sebagai berikut.
1) Tegas berarti adanya aturan yang telah dibuat secara material. Misalnya,
dalam hukum pidana mengenai sanksi diatur dalam pasal 10 KUHP. Dalam
10
pasal tersebut ditegaskan bahwa sanksi pidana berbentuk hukuman yang
mencakup:
a) Hukuman Pokok, yang terdiri atas:
(1) hukuman mati
(2) hukuman penjara yang terdiri dari hukuman seumur hidup dan
hukuman sementara waktu (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-
kurangnya 1 tahun)
b) Hukuman Tambahan, yang terdiri:
(1) pencabutan hak-hak tertentu
(2) perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu
(3) pengumuman keputusan hakim
2) Nyata berarti adanya aturan yang secara material telah ditetapkan kadar
hukuman berdasarkan perbuatan yang dilanggarnya. Contoh: pasal 338 KUHP,
menyebutkan “barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam,
karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
Tugas
Perilaku yang mencerminkan sikap patuh terhadap hukum harus kita tampilkan dalam
kehidupan sehari di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa, dan negara. Berkaitan
dengan hal tersebut, lakukanlah identifikasi contoh perilaku yang dapat kalian tampilkan
yang mencerminkan kepatuhan terhadap hukum di tempat kalian magang!
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11
BAB 7
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
12
Angkatan Kerja adalah menurut UU No.20 Tahun 1999 Pasal 2 Ayat 2 adalah
penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja atau mempunyai pekerjaan,
namun sementara tidak bekerja dan pengangguran.
Bukan Angkatan Kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak
mempunyai pekerjaan. dan tidak sedang mencari pekerjaan (pelajar, mahasiswa, ibu-
ibu rumah tangga) serta menerima pendapatan, tetapi bukan merupakan imbalan
langsung atas suatu kegiatan produktif (pensiunan, veteran perang, dan penderita
cacat yang menerima santunan).
13
Menyadari pentingnya tenaga kerja pada setiap lapisan, yakni perusahaan, pemerintah,
dan masyarakat, maka diperlukan suatu pemikiran agar tenaga kerja/pekerja agar dapat
menjaga keselamatannya dalam menjalankan pekerjaan yang diamanatkan kepadanya.
Begitu pula dengan kesehatan dan jaminan lainnya. Pemikiran-pemikiran tersebut merupakan
salah satu bentuk perlindungan kerja bagi para tenaga kerja. Namun demikian, begitu
besarnya potensi tenaga kerja di Indonesia tidak diimbangi dengan pemahaman konsep
perlindungan kerja. Dan ironisnya mayoritas dari mereka justru cenderung mengabaikannya.
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2, yang dimaksud sebagai tenaga kerja adalah setiap
orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik
untuk kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia, mempunyai peranan yang sangat besar
dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana pembangunan untuk
mencapai kesejahteraan umum dan kualitas kehidupan yang semakin baik. Oleh karenanya,
upaya perlindungan tenaga kerja terhadap bahaya yang dapat timbul selama bekerja
merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendasar. Dengan adanya perlindungan tersebut
diharapkan agar tenaga kerja dapat bekerja dengan aman dan nyaman sehingga dapat
meningkatkan produktivitas kerja.
Tidak kalah pentingnya, perlindungan tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-
hak dasar para pekerja/buruh dan menjamin kesempatan, serta menghindarkan dari
perlakuan diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan
keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha dan
kepentingan pengusaha. Hal ini merupakan esensi dari disusunnya Undang-undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Di antara perundang-undangan yang berkenaan dengan perlindungan tenaga kerja ialah:
1. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, “Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.”
2. Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945, “Setiap orang berhak atas jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.”
3. Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945 “setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
4. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
5. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan hubungan
Industiral.
14
Dalam konteks ini, seorang pekerja/buruh diperlakukan tak ubahnya alat yang dapat
menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya, sehingga berakibat pada:
a) Kesewenang-wenangan pengusaha,
b) Tuntutan kerja maksimal,
c) Upah yang sebatas pada upah minimum regional/provinsi,
d) Kurang diperhatikannya masa kerja pekerja/buruh, dan sebagainya.
e) Diskriminasi golongan
Meskipun perbuatan diskriminasi dilarang, namun tak pelak bahwa hal ini masih sering
terjadi di kalangan masyarakat, seperti mengenai jenis kelamin, ras, latar belakang sosial,
fisik, dan sebagainya.
Secara teoretis dikenal ada tiga jenis perlindungan kerja, yaitu sebagai berikut.
1. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha
kemasyarakatan, yang tujuannya untuk memungkinkan pekerja/buruh mengenyam dan
mengembangkan perikehidupannya sebagaimana manusia pada umumnya, dan
khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga. Perlindungan sosial ini
disebut juga dengan kesehatan kerja.
2. Perlindungan teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha
untuk menjaga agar pekerja/buruh terhindar dari bahaya kecelakaan yang dapat
ditimbulkan oleh alat-alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Perlindungan ini lebih sering
disebut sebagai keselamatan kerja.
3. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-
usaha untuk memberikan kepada pekerja/buruh suatu penghasilan yang cukup guna
memenuhi keperluan sehari-hari baginya dan keluarganya, termasuk dalam hal
pekerja/buruh tidak mampu bekerja karena sesuatu di luar kehendaknya. Perlindungan
jenis ini biasanya disebut dengan jaminan sosial.
15
B. Hakikat Kontrak Kerja
Kontrak Kerja/Perjanjian Kerja menurut Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi
kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
Menurut pasal 54 UU No 13 Tahun 2003, Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis
sekurang kurangnya harus memuat:
1. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha
2. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh
3. jabatan atau jenis pekerjaan
4. tempat pekerjaan
5. besarnya upah dan cara pembayarannya
6. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh
7. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
8. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dani. tanda tangan para pihak dalam
perjanjian kerja.
Pada dasarnya untuk menyatakan suatu perjanjian kerja dianggap sah atau tidak
maka wajib untuk memperhatikan ketentuan dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa “supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu
dipenuhi empat syarat” yaitu
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. suatu pokok persoalan tertentu
4. suatu sebab yang tidak terlarang
Kontrak kerja menurut bentuknya ada dua yaitu berbentuk lisan dan tulisan.
1) Berbentuk Lisan/ Tidak tertulis
Meskipun kontrak kerja dibuat secara tidak tertulis, namun kontrak kerja jenis ini tetap
bisa mengikat pekerja dan pengusaha untuk melaksanakan isi kontrak kerja tersebut.
Tentu saja kontrak kerja jenis ini mempunyai kelemahan fatal yaitu apabila ada
beberapa isi kontrak kerja yang ternyata tidak dilaksanakan oleh pengusaha karena
tidak pernah dituangkan secara tertulis sehingga merugikan pekerja.
2) Berbentuk Tulisan
Perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tulisan, dapat dipakai sebagai bukti tertulis
apabila muncul perselisihan hubungan industrial yang memerlukan adanya bukti-bukti
dan dapat dijadikan pegangan terutama bagi buruh apabila ada beberapa
kesepakatan yang tidak dilaksanakan oleh pengusaha yang merugikan buruh.
16
Dibuat dalam rangkap 2 yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, masing-
masing buruh dengan pengusaha harus mendapat dan menyimpan Perjanjian
Kerja (Pasal 54 ayat 3 UU 13/2003).
Jenis perjanjian kerja menurut waktu berakhirnya dibedakan menjadi dua macam,
yaitu:
a) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang pekerjanya sering disebut karyawan kontrak
adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan
kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.
PKWT harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
didasarkan atas jangka waktu paling lama tiga tahun atau selesainya suatu pekerjaan
tertentu
dibuat secara tertulis dalam 3 rangkap : untuk buruh, pengusaha dan Disnaker
(Permenaker No. Per-02/Men/1993), apabila dibuat secara lisan maka dinyatakan
sebagai perjanjian kerja waktu tidak tertentu
dalam Bahasa Indonesia dan huruf latin atau dalam Bahasa Indonesia dan bahasa
asing dengan Bahasa Indonesia sebagai yang utama;
tidak ada masa percobaan kerja (probation), bila disyaratkan maka perjanjian kerja
BATAL DEMI HUKUM (Pasal 58 UU No. 13/2003).
b) Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu, pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu adalah perjanjian kerja
antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat
tetap. Pekerjanya sering disebut karyawan tetap
Selain tertulis, PKWTT dapat juga dibuat secara lisan dan tidak wajib mendapat pengesahan
dari intstansi ketenagakerjaan terkait. Jika PKWTT dibuat secara lisan maka perusahaan
wajib membuat surat pengangkatan kerja bagi karyawan yang bersangkutan. PKWTT dapat
mensyaratkan adanya masa percobaan kerja (probation) untuk paling lama 3 (tiga) bulan,
bila ada yang mengatur lebih dari 3 bulan, maka demi hukum sejak bulan keempat, si pekerja
sudah dinyatakan sebagai pekerja tetap (PKWTT). Selama masa percobaan, Perusahaan
wajib membayar upah pekerja dan upah tersebut tidak boleh lebih rendah dari upah minimum
yang berlaku.
17
menggugat perusahaan tersebut atas dasar perbuatan melawan hukum atau melaporkan ke
polisi atas tuduhan penggelapan.
Sedangkan, penggelapan diatur dalam Pasal 372 KUHP. Yang termasuk penggelapan
adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya) di mana
penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah.
Misalnya, penguasaan suatu barang oleh pelaku terjadi karena pemiliknya menitipkan barang
tersebut. Atau penguasaan barang oleh pelaku terjadi karena tugas atau jabatannya, misalnya
petugas penitipan barang. Tujuan dari penggelapan adalah memiliki barang atau uang yang
ada dalam penguasannya yang mana barang/uang tersebut pada dasarnya adalah milik
orang lain.
Pada dasarnya, perjanjian kerja tidak harus dilakukan secara tertulis. Berdasarkan
Pasal 50 dan Pasal 51 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh,
yang mana perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan. Akan tetapi, terdapat
pengecualian dalam hal perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT). Dalam Pasal 57 UU
No.13/2003 ditegaskan bahwa PKWT harus dibuat secara tertulis serta harus menggunakan
bahasa Indonesia dan huruf latin. PKWT yang dibuat tidak tertulis dinyatakan sebagai
perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (PKWTT).
Selain itu, dalam hal perusahaan tidak membuat perjanjian kerja secara tertulis
(PKWTT) dengan pekerjanya, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi
pekerja/buruh yang bersangkutan (Pasal 63 UU Ketenagakerjaan). Surat pengangkatan
tersebut sekurang-kurangnya memuat keterangan:
1. nama dan alamat pekerja/buruh;
2. tanggal mulai bekerja;
3. jenis pekerjaan; dan
4. besarnya upah.
Jadi, dalam hal perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu, memang tidak harus
dilakukan dengan perjanjian kerja tertulis, akan tetapi perusahaan wajib membuat surat
pengangkatan bagi pekerjanya.
Dalam Undang – Undang No. 13 tahun 2003 pasal 57 ayat 1 menyatakan bahwa
“Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa
Indonesia dan huruf latin”.
Meski para pihak adalah orang asing, hukum yang berlaku dalam perjanjian tersebut
adalah Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, oleh karena itu PKWT harus dibuat dalam bahasa
Indonesia, dengan terjemahan ke Bahasa Inggris. Segala ketentuan yang mengikat secara
hukum adalah ketentuan yang ditulis dalam Bahasa Indonesia. Bahasa Inggris dalam
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tersebut hanyalah merupakan terjemahan, agar para pihak
mengerti isinya.
Penggunaan tenaga kerja asing pada representative office juga wajib tunduk pada
peraturan ketenagakerjaan Indonesia. Oleh karena itu, apabila ketentuan ketenagakerjaan
kita mengatur mengenai suatu hak bagi tenaga kerja asing yang wajib dipatuhi oleh pemberi
kerja, maka hak-hak tersebut wajib diberikan pada tenaga kerja asing tersebut. Contohnya,
mengenai jaminan sosial tenaga kerja. Seorang tenaga kerja asing juga berhak untuk
memperoleh jamsostek, seperti halnya pekerja WNI
18
C. Sistem Upah
1. Pengertian Sistem Upah
Dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah disebutkan
bahwa upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh
untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilaksanakan, dinyatakan atau
dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut persetujuan atau perundang-
undangan yang berlaku dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara
pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan baik untuk buruh itu sendiri maupun
keluarganya.
Sedangkan dalam pasal 1 angka 30 Undang-Undang Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan memberikan pengertian upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima
dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja
kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja,
kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi
pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan
dilakukan.
Peranan upah disini sangat penting dan upah merupakan ciri khas suatu hubungan kerja,
bahkan dapat dikatakan upah adalah tujuan utama seseorang pekerja/buruh bekerja pada
orang lain atau badan hokum. Oleh karena itulah dibutuhkan peranan pemerintah untuk
menangani permasalahan dalam upah melalui berbagai macam kebijakan. Untuk menjaga
agar jangan sampai upah yang diterima terlalu rendah, maka pemerintah turut menetapkan
standar upah terendah melalui peraturan perundang-undangan. Dan inilah yang disebut upah
minimum.
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 88 ayat (1) menyebutkan setiap pekerja/buruh
berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Memberi upah yang tidak dalam bentuk uang dibenarkan asal tidak melebihi 25% dari
nilai rupiah yang seharusnya diterimanya. Imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada
pekerjanya tidak selamnya disebut sebgai upah, karena bisa jadi imbalan tersebut tidak
masuk dalam komponen upah.
Dalam surat edaran Menteri Tenaga Kerja No. 07/MEN/1990 tentang pengelompokan
komponen upah dan pendapatan non upah disebut bahwa:
1. Termasuk komponen upah:
a. Upah pokok, merupakan imbalan dasar yang dibayrakan kepada pekerja menurut
jenis pekerjaan, dan mengenai besarnya ditentukan berdasarkan perjanjian.
b. Tunjangan tetap, tunjangan ini diberikan bersamaan dengan upah pokok, tunjangan
tetap ini seperti, tunjangan kesehatan, perumahan, anak dan lain-lain. Yang
diberikan kepada buruh dan keluarganya.
c. Tunjanga tidak tetap, diberikan secara tidak tetap bagi pekerja dan keluarganya, dan
tidak dibayakan bersamaan dengan upah pokok.
2. Tidak temasuk komponen upah:
a. Fasilitas, kenikmatan yang bersifat khusus atau untuk meningkatkan kesejahteraan
buruh, seperti kendaraan antar jemput.
b. Bonus, pembayaran yang diterima buruh dari hasil prestasinya di perusahaan
tempatnya bekerja.
c. Tunjangan Hari Raya dan pembagian keutungan lainnya.
Upah dapat ditentukan menurut satuan waktu atau menurut satuan produk yang
dihasilkan oleh pekerja. Upah menurut satuan waktu dapat dihitung dalam bentuk upah per
19
jam, upah per hari, upah per minggu dan seterusnya. Upah perjam biasanya digunakan untuk
pelaksanaan kegiatan yang sifatnya tidak lama, seperti konsultan, penceramah, tenaga bebas
dan sebagainya.Sedangkan upah per bulan biasanya diperuntukkan bagi pekerja yang
sifatnya tetap. Pekerja mempunyai ikatan kerja yang relative lama atau tetap sehingga disebut
pekerja tetap.
Istilah upah biasanya digunakan untuk satua waktu yang relative pendek seperti per jam,
per hari. Sedangkan istilah gaji biasanya mencakup juga tunjangan-tunjangan dan digunakan
untuk satuan waktu yang relative panjang seperti per bulan dan per tahun. Penentuan upah
menurut satuan produk masih mengandung beberapa kelemahan jika dilihat dari segi
perlindungan dan keselamatan kerja, seperti dalam pekerjaan menjahit baju.
Sistem pengupahan menurut satuan waktu pada umumnya memakai pola gaji pokok dan
tunjangan. Gaji pokok adalah gaji dasar yang ditetapkan untuk melaksanakan satu jambatan
atau pekerjaan tertentu pada golongan pangkat dan waktu tertentu. Gaji pokok di suatu
perusahaan disusun menurut jenjang karir di perusahaan tersebut.
Sesuai dengan kondisi perusahaan masing-masing dan antara pengusaha dan para
pekerja, perusahaan memberikan berbagai macam jenis tunjangan yan mempunyai kaitan
langsung dengan pekerjaan atau produk seperti halnya tunjangan jabatan. Tunjangan adalah
suplemen terhadap upah atau gaji pokok daam tiga fungsi yang berkaitan dengan
pelaksanaan tugas, dalam rangka fungsi social seperti tunjangan untuk keluarga dan sebagai
insentif.
Seluruh komponen upah gaji yang dinyatakan dalam bentuk uang dinamakan upah atau
gaji bruto. Berdasarkan upah atau gaji tersebut mungkin masih dipotong pajak penghasilan
dan iuran dan apensiun atau kewajiban lain setelah pengurangan tersebut, pekerja/buruh
akan menerima upah net atau upah bersih yang dibawa ke rumah dan dinamakan take home
pay.
Ketentuan ini sama dengan ketentuan dalam Kepmenakertrans N0. 72 Tahun 1984 yang
dicabut dengan Kepmenakertrans No. 102/Men/VI/2004.
(b) Dilakukan pada hari istirahat dan libur resmi
(1) 6 hari kerja 40 jam seminggu
Untuk 7 jam pertama dibayar 2 kali upah sejam.
Untuk jam ke-8 dibayar 3 kali upah sejam.
Untuk jam ke-9 dan ke-10 dibayar 4 kali upah sejam.
20
Apabila hari libur libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek, upah lembur lima
jam pertama dibayar 2 kali upah sejam. Jam ke-6 dibayar 3 kali upah sejam
dan kerja lembur ke-7 dan ke-8 dibayar 4 kali upah sejam.
(2) 5 hari kerja 40 jam seminggu
Untuk 8 jam pertama dibayar 2 kali upah sejam.
Untuk jam ke-9 dibayar 3 kali uah sejam.
Untuk jam ke-10 dan ke-11 dibayar 4 kali upah sejam.
Ada ketentuan yang harus diperhatikan, yaitu adanya ketentuan yang menyatakan bahwa
bagi perusahaan yang telah melaksanakan dasar perhitungan upah lembur yang nilainya lebih
baik, perhitungan upah lembur tersebut tetap berlaku.
Sistem upah merupakan kebijakan dan strategi yang menentukan kompensasi yang
diterima pekerja. Kompensasi ini merupakan bayaran atau upah yang diterima oleh pekerja
sebagai balas jasa atas hasil kerja mereka.Terdapat tiga teori pemberian upah, diantaranya:
a. Tawar Menawar
Menyatakan bahwa tingkat upah ditentukan oleh tawar menawar di pasaran tenaga kerja.
Pembeli ialah pengusaha yang membutuhkan tenaga kerja dan penjualnya ialah calon
karyawan, mungkin juga melalui organisasi tenaga kerja sebagai perwakilan mereka. Jika
penawaran lebih besar daripada permintaannya, tingkat upah cenderung turun. Hal ini banyak
terjadi di negara-negara berkembang dengan jumlah penduduk yang tinggi. Sebaliknya, jika
permintaan akan pencari kerja lebih besar daripada penawaran tenaga kerja, tingkat upah
cenderung tinggi. Kondisi ini banyak terjadi di Negara-negara maju dengan jumlah penduduk
yang rendah.
3. Upah Minimum
Sebelum tahun 2000, Indonesia menganut sistem pengupahan berdasarkan kawasan
(regional). Artinya, untuk kawasan yang berbeda, upah minimum yang harus diterima oleh
pekerja juga berbeda. Ini didasarkan pada perbedaan biaya hidup pekerja di setiap daerah.
Akan tetapi, penentuan upah berdasarkan kawasan ini dirasakan masih belum cukup mewakili
angka biaya hidup sebenarnya di tiap daerah. Untuk itu pemerintah melakukan perubahan
peraturan tentang upah minimum.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah
dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, maka pemberlakuan upah minimum
regional (UMR) berubah menjadi upah minimum provinsi (UMP) atau upah minimum
kota/kabupaten. Dengan adanya peraturan baru ini, provinsi-provinsi di Indonesia mulai
menyesuaikan upah minimum di wilayah mereka
21
2. Sistem Upah yang Berlaku di Indonesia
Di Indonesia dikenal beberapa sistem pemberian upah, yaitu :
1. Upah menurut waktu
Sistem upah dimana besarnya upah didasarkan pada lama bekerja seseorang. Satuan waktu
dihitung per jam, per hari, per minggu atau per bulan. Misalnya pekerja bangunan dibayar per
hari / minggu.
2. Upah menurut satuan hasil
Menurut sistem ini, besarnya upah didasarkan pada jumlah barang yang dihasilkan oleh
seseorang. Satuan hasil dihitung per potong barang, per satuan panjang, atau per satuan
berat. Misal upah pemetik daun teh dihitung per kilo.
3. Upah borongan
Menurut sistem ini pembayaran upah berdasarkan atas kesepakatan bersama antara pemberi
dan penerima pekerjaan. Sistem borongan merupakan kombinasi dari upah waktu dan upah
potongan. Sistem ini menetapkan pekerjaan tertentu yang harus diselesaikan dalam jangka
waktu tertentu. Jika selesai tepat pada waktunya ditetapkan upah sekian rupiah. Misalnya
upah untuk membangun rumah, gedung perkantoran dll.
4. Sistem bonus
Sistem bonus adalah pembayaran tambahan diluar upah atau gaji yang ditujukan untuk
merangsang (memberi insentif) agar pekerja dapat menjalankan tugasnya lebih baik dan
penuh tanggungjawab, dengan harapan keuntungan lebih tinggi. Makin tinggi keuntungan
yang diperoleh makin besar bonus yang diberikan pada pekerja.
5. Sistem mitra usaha
Dalam sistem ini pembayaran upah sebagian diberikan dalam bentuk saham perusahaan,
tetapi saham tersebut tidak diberikan kepada perorangan melainkan pada organisasi pekerja
di perusahaan tersebut. Dengan demikian hubungan kerja antara perusahaan dengan pekerja
dapat ditingkatkan menjadi hubungan antara perusahaan dan mitra kerja.
Tenaga kerja merupakan pelaku ekonomi dan pembangunan, baik secara individu
maupun secara kelompok, yang memiliki peranan penting dalam aktivitas perekonomian
nasional, yaitu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia,
tenaga kerja berperan sebagai salah satu penggerak ekonomi dan juga sebagai sumber daya
yang jumlahnya cukup melimpah. Hal ini dapat dilihat pada problema masih tingginya tingkat
pengangguran serta minimnya lapangan pekerjaan.
Menyadari pentingnya tenaga kerja pada setiap lapisan, yakni perusahaan, pemerintah,
dan masyarakat, maka diperlukan suatu pemikiran agar tenaga kerja/pekerja agar dapat
menjaga keselamatannya dalam menjalankan pekerjaan yang diamanatkan kepadanya.
Begitu pula dengan kesehatan dan jaminan lainnya. Pemikiran-pemikiran tersebut merupakan
salah satu bentuk perlindungan kerja bagi para tenaga kerja. Namun demikian, begitu
besarnya potensi tenaga kerja di Indonesia tidak diimbangi dengan pemahaman konsep
perlindungan kerja. Dan ironisnya mayoritas dari mereka justru cenderung mengabaikannya.
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2, yang dimaksud sebagai tenaga kerja adalah setiap
orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik
untuk kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia, mempunyai peranan yang sangat besar
dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana pembangunan untuk
mencapai kesejahteraan umum dan kualitas kehidupan yang semakin baik. Oleh karenanya,
upaya perlindungan tenaga kerja terhadap bahaya yang dapat timbul selama bekerja
merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendasar. Dengan adanya perlindungan tersebut
22
diharapkan agar tenaga kerja dapat bekerja dengan aman dan nyaman sehingga dapat
meningkatkan produktivitas kerja.
Tidak kalah pentingnya, perlindungan tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-
hak dasar para pekerja/buruh dan menjamin kesempatan, serta menghindarkan dari
perlakuan diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan
keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha dan
kepentingan pengusaha. Hal ini merupakan esensi dari disusunnya Undang-undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Di antara perundang-undangan yang berkenaan dengan perlindungan tenaga kerja ialah:
1. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, “Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.”
2. Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945, “Setiap orang berhak atas jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.”
3. Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945 “setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
4. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
5. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan hubungan
Industiral.
Penjagaan secara umum dari bahaya kecelakaan di tempat kerja pada mulanya diatur
dalam “Reglement houdende bepalingen tot beveiligin bij het verblijven in fabrieken en
werkplaatsen” (Peraturan tentang Pengamanan dalam Pabrik dan Tempat Kerja) atau
disingkat “Veiligheidsreglement” (Stbl. 1905 No. 521). Reglement ini pada tahun 1910 diganti
dengan peraturan baru dengan nama “Veiligheidsreglement” (Stbl. 1905 No. 406), hingga
pada akhirnya diganti dengan peraturan nasional kita sendiri, yaitu Undang-undang Nomor 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang ini mengatur ruang lingkup
keselamatan kerja di segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di
dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia, sebagaimana dijabarkan dalam ketentuan Pasal 2 ayat (2).
23
Menurut ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Keselamatan Kerja, syarat-syarat
keselamatan kerja yang harus diperhatikan oleh pengusaha akan diatur lebih lanjut.
Berhubung peraturan perundangan yang dimaksud belum ada hingga kini, maka
perundangan warisan Hindia Belanda menjadi jalan alternatif. Penetapan syarat-syarat
keselamatan kerja di antaranya bertujuan untuk:
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran;
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e. Memberikan pertolongan pada kecelakaan;
f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja/buruh;
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluaskan suhu, kelembapan, debu,
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara, dan getaran;
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikis,
peracunan, infeksi, dan penularan; dst.
24
Selain itu, menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER-
15/MEN/VIII/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Kerja, kewajiban
pengusaha adalah:
1. Menyediakan petugas P3K di tempat kerja;
2. Menyediakan fasilitas P3K di tempat kerja; dan
3. Melaksanakan P3K di tempat kerja.
Menurut International Labour Organization (ILO) ada beberapa cara atau langkah yang
perlu diambil untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja, yaitu melalui:
1. Peraturan perundang-undangan.
2. Standarisasi.
3. Inspeksi.
4. Riset teknis.
5. Riset medis.
6. Riset psikologis.
25
7. Riset statistik.
8. Pendidikan.
9. Latihan.
10. Persuasi.
11. Asuransi.
2. Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja termasuk dalam jenis perlindungan sosial karena ketentuan-ketentuan
mengenai kesehatan kerja ini berkaitan dengan sosial kemasyarakatan. Kesehatan kerja
bermaksud melindungi atau menjaga pekerja/buruh dari kejadian atau keadaan hubungan
kerja yang dapat merugikan kesehatan atau kesusilaannya dalam hal pekerja/buruh
melakukan pekerjaannya.
a) Riwayat Kesehatan Kerja
Menilik pada sejarahnya, kesehatan kerja ini dimaksudkan sebagai perlindungan bagi
buruh terhadap pemerasan (eksploitasi) tenaga buruh oleh majikan yang misalnya untuk
mendapat tenaga yang murah, mempekerjakan budak, pekerja rodi, anak dan wanita untuk
pekerjaan yang berat dan waktu yang tak terbatas[ Kesehatan kerja pertama kali diatur dalam:
(1) Maatregelen ter Beperking van de Kindearrbied en de Nachtarbeid van de Vroewen, yang
biasanya disingkat Maatregelen, yaitu peraturan tentang pembatasan pekerjaan anak
dan wanita pada malam hari, yang dikeluarkan dengan Ordonantie No. 647 Tahun 1925,
mulai berlaku tanggal 1 Maret 1926.
(2) Bepalingen Betreffende de Arbeit van Kinderen en Jeugdige Persoonen ann
Boorvan Scepen, biasanya disingkat “Bepalingen Betreffende”, yaitu peraturan tentang
pekerjaan anak dan orang muda di kapal, yang diberlakukan dengan Ordonantie No. 87
Tahun 1926, mulai berlaku tanggal 1 Mei 1926.
Sebagaimana diketahui, kedua peraturan ini hanya membatasi pada hal-hal tertentu, dan
merupakan tindak lanjut dari beberapa konvensi ILO yang telah diratifikasi oleh pemerintah
Hindia Belanda. Di samping kedua peraturan ini pemerintah Hindia Belanda juga
mengeluarkan peraturan-peraturan lainnya terkait kesehatan kerja. Namun karena sifatnya
yang tidak menyeluruh dan hanya berlaku pada tempat dan golongan tertentu, hal itu justru
menimbulkan pluralitas hukum.
Setelah Indonesia merdeka pun peraturan perundangan mengenai kesehatan kerja ini
tetap mengalami penggodokan, hingga akhirnya dikeluarkanlah Undang-undang Nomor 12
Tahun 1948, yang dimaksudkan sebagai undang-undang pokok yang memuat aturan-aturan
dasar tentang:
(1) Pekerjaan anak;
(2) Pekerjaan orang muda;
(3) Pekerjaan wanita;
(4) Waktu kerja, istirahat, dan mengaso;
(5) Tempat kerja dan perumahan buruh; untuk semua pekerjaan tidak membeda-bedakan
tempatnya, misalnya di bengkel, di pabrik, di rumah sakit, di perusahaan pertanian,
perhubungan, pertambangan, dan lain-lain.
26
b) Tujuan Kesehatan Kerja
Beberapa tujuan diterapkannya prinsip kesehatan kerja, adalah:
1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya,
baik fisik, mental maupun sosial.
2. Mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang disebabkan
oleh kondisi lingkungan kerja.
3. Menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan tenaga kerja.
4. Meningkatkan produktivitas kerja.
27
mempekerjakan anak untuk hal ini diwajibkan melapor ke instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota anak itu dipekerjakan. Laporan tersebut harus
dilakukan paling lambat empat belas hari sebelum pengusaha mempekerjakan anak.
Penggunaan istilah “waktu kerja”, “mengaso” dan “istirahat” ini pada dasarnya bertujuan
untuk mempermudah pengertian, sebab yang dimaksud dengan:
2. Waktu kerja, adalah waktu efektif di mana pekerja/buruh hanya melakukan pekerjaannya.
Waktu kerja menurut Pasal 77 UU No. 13 Tahun 2003, meliputi: (a) 7 jam 1 hari dan 40
jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu, atau (b) 8 jam 1 hari dan 40 jam 1
minggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu.
3. Waktu mengaso, yaitu waktu istirahat bagi pekerja/buruh setelah melakukan pekerjaan 4
jam berturut-turut yang tidak termasuk waktu kerja. Waktu mengaso paling sedikit adalah
30 menit.
4. Waktu istirahat adalah waktu cuti, yaitu waktu di mana pekerja/buruh diperbolehkan untuk
tidak masuk kerja karena alasan-alasan yang diperbolehkan undang-undang. Secara
yuridis, waktu cuti ini dibedakan menjadi empat:
a. Istirahat (cuti) mingguan, yaitu 1 hari untuk 6 hari kerja seminggu, atau 2 hari untuk
5 hari kerja seminggu.
28
b. Istirahat (cuti) tahunan, yaitu sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah pekerja/buruh
yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan terus-menerus (Pasal 79 ayat (2) huruf
c UU No. 13 Tahun 2003).
c. Istirahat (cuti) panjang, yaitu sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada
tahun ke-7 dan 8 masing-masing satu bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja
selama 6 tahun berturut-turut, dan untuk 2 tahun berjalan tidak berhak mengambil
cuti tahunan lagi.
d. Istirahat (cuti) haid, hamil/bersalin. Cuti haid hanya berlaku untuk hari pertama dan
kedua bagi pekerja/buruh perempuan (dengan syarat memberitahukan kepada
pengusaha). Untuk pekerja/buruh perempuan yang sedang hamil dapat mengambil
cuti satu setengah bulan sebelum melahirkan dan setengah bulan setelah melahirkan.
Di samping itu, bagi pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran dapat
mengambil cuti satu setengah bulan sesuai dengan surat keterangan dokter
kandungan atau bidan.
3. Jaminan Sosial
Jaminan sosial di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat diartikan sebagai suatu bentuk perlindungan sosial
untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Sedangkan secara luas, jaminan sosial merupakan berbagai usaha yang dapat dilakukan oleh
masyarakat dan/atau pemerintah. Menurut Sentanoe Kertonegoro, usaha-usaha yang
dimaksudkan ialah usaha-usaha yang berupa pencegahan dan pengembangan, berupa
pemulihan dan penyembuhan, berupa pembinaan, dan di bidang perlindungan
ketenagakerjaan yang khusus ditujukan untuk masyarakat tenaga kerja yang merupakan inti
tenaga pembangunan dan selalu menghadapi resiko-resiko sosial ekonomis, yang
digolongkan dalam Asuransi Sosial (Sosial Insurance).
Sedangkan menurut International Labour Organization (ILO), jaminan sosial adalah
jaminan yang diberikan kepada masyarakat melalui suatu lembaga tertentu yang dapat
membantu anggota masyarakat dalam menghadapi resiko yang mungkin dialaminya. Adapun
kriteria yang harus dipenuhi agar suatu kegiatan dapat dikatakan sebagai program jaminan
sosial meliputi: (a) tujuan berupa perawatan medis, (b) terdapat UU yang mengatur tentang
hak dan kewajiban lembaga, (c) kegiatan diselenggarakan oleh suatu lembaga tertentu.
Pada hakikatnya, jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan untuk memberikan kepastian
berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau
seluruh penghasilan yang hilang karena suatu peristiwa yang menimpa tenaga kerja dalam
melakukan pekerjaan. Terdapat dua aspek penting yang tercakup dalam program jaminan
sosial, yaitu: (1) memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal
bagi tenaga kerja beserta keluarganya, (2) merupakan penghargaan kepada pekerja yang
telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan atau semacamnya.
Menurut Mondy dan Noe, jaminan sosial merupakan bentuk kompenssi atau imbalan
dalam bentuk uang yang tidak diterima oleh pekerja. Yang kemudian Redja menambahkan
bahwa terdapat beberapa teori tentang kompensasi, meliputi teori resiko kerja, teori biaya
sosial rendah, dan teori kompromi sosial.
Selain itu, jaminan sosial juga memiliki ruang lingkup yang meliputi jaminan kecelakaan
kerja, jaminan kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan hari tua.
29
a) Jaminan Kecelakaan Kerja
Jaminan kecelakaan kerja merupakan kecelakaan yang terjadi pada hubungan pekerjaan,
termasuk sakit akibat hubungan kerja atau kecelakaan yang terjadi ketika dari rumah menuju
tempat kerja dan pulang kembali melalui jalan yang biasa dilalui. Pekerja yang tertimpa
kecelakaan kerja berhak atas jaminan kecelakaan kerja berupa penggantian biaya berupa (a)
biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan ke rumah sakit dan/atau ke
rumahnya, termasuk biaya P3K, (b) biaya pemeriksaan dan/atau perawatan selama dirumah
sakit, termasuk rawat jalan, (c) biaya rehabilitasi berupa alat bantu dan/atau alat ganti bagi
tenaga kerja yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi karena kecelakaan kerja.
Selain itu, tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja juga diberikan santunan berupa
uang, meliputi:
1. Santunan sementara tidak mampu bekerja, dengan besar santunan 4 bulan pertama 100%
x upah sebulan, 4 bulan kedua 75% x upah sebulan, dan bulan seterusnya 500% x upah
sebulan.
2. Santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya, dibayarkan sekaligus dengan besaran
santunan % sesuai tabel x 70 bulan upah.
3. Santunan cacat total untuk selama-lamanya, dibayarkan secara sekaligus dan secara
berkala dengan besarnya santunan:
(a) sekaligus sebesar 70% x 70 bulan upah,
(b) berkala sebesar Rp 50.000,- selama 24 bulan.
4. Santunan cacat kekurangan fungsi, dibayarkan sekaligus dengan besaran santunan %
berkurangnya fungsi x % sesuai tabel x 70 bulan upah.
5. Santunan kematian, dibayarkan sekaligus dengan besaran 60% x 70 bulan upah,
sekurang-kurangnya sebesar jaminan kematian dan secara berkala dengan besaran Rp
50.000,- selama 24 bulan, serta biaya pemakaman sebesar Rp 600.000,-.
Dalam kaitannya dengan kecelakaan kerja, terdapat suatu jenis kecelakaan yang tidak
dikategorikan sebagai kecelakaan kerja, meliputi:
1. Kecelakaan yang terjadi pada waktu cuti.
2. Kecelakaan yang terjadi di mes/perkemahan yang tidak berada di lokasi tempat kerja.
3. Kecelakaan yang terjadi dalam rangka melakukan kegiatan yang bukan merupakan tugas
dari atasan, untuk kepentingan perusahaan.
4. Kecelakaan yang terjadi pada waktu yang bersangkutan meninggalkan tempat kerja
untuk kepentingan pribadi.
b) Jaminan Kematian
Kematian pada umumnya menimbulkan kerugian finansial bagi mereka yang
ditinggalkannya, baik berupa kehilangan mata pencaharian maupun biaya perawatan selama
di rumah sakit hingga pemakaman. Sehingga dengan adanya hal tersebut, program jaminan
sosial tenaga kerja, pemerintah mengadakan program jaminan kematian.
Kematian yang di maksudkan disini ialah meninggal pada waktu pekerja menjadi peserta
jaminan sosial atau sebelum melewati enam bulan sejak pekerja berhenti bekerja, yang
santunan tersebut diberikan kepada ahli waris pekerja yang di prioritaskan mulai dari
istri/suami yang sah, anak dibawah 21 tahun yang belum menikah dan belum bekerja, orang
tua, cucu, kakek/nenek, saudara kandung, dan mertua. Apabila pekerja yang meninggal tidak
memiliki ahli waris, maka yang diberikan hanya biaya pemakaman saja, yang diberikan
kepada para pengurus pemakaman tenaga kerja tersebut. Jaminan kematian ini diberikan
kepada ahli waris tenaga kerja yang meninggal sebelum mencapai usia 55 tahun. Karena
30
setelah mencapai usia tersebut, tenaga kerja yang bersangkutan akan mendapat jaminan hari
tua.
Besarnya jaminan kematian sebesar 0,30% dari upah pekerja selama sebulan yang
ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha yang secara rutin harus dibayar langsung oleh
pengusaha kepada Badan Penyelenggara. Jaminan yang diterima berdasarkan program ini
ialah:
1. Biaya pemakaman sebesar Rp 1.000.000,- apabila pekerja meninggal karena
kecelakaan/penyakit dalam hubungan kerja/hubungan industrial.
2. Santunan berupa uang sebesar Rp 5.000.000,- yang diberikan kepada ahli waris pekerja
tersebut.
Para ahli waris atau pihak yang berhak menerima santunan, bail berupa santunan dan
biaya pemakaman mengajukan permohonan kepada Badan Penyelenggara dengan
melampirkan bukti-bukti berupa kartu peserta dan surat keterangan kematian. Dalam hal
magang atau murid, dan mereka yang memborong pekerjaan, serta narapidana meninggal
dunia bukan karena kecelakaan kerja yang berhubungan dengan hubungan kerja, maka
keluarga yang ditinggalkan tidak berhak atas jaminan kematian.
31
4. Kemasyarakatan, bisa mengurangi perselisihan antara tenaga kerja dengan pemberi
kerja yang pada akhirnya dapat mencegah timbulnya keresahan sosial.
32
Selain itu, hukum ketenagakerjaan juga mengatur hubungan antara tenaga kerja
dengan pengusaha. Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha
dan pekerja/buruh. Hubungan kerja terdiri dari dua macam yaitu hubungan kerja berdasarkan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja
Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Perjanjian kerja yang dibuat tersebut dapat dilakukan secara
tertulis atau lisan. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis harus dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Mengenai hubungan kerja
tersebut diatur di Bab IX Pasal 50-66 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Perjanjian kerja yang dibentuk antara pengusaha dan pekerja/buruh haruslah berlandaskan
dan sesuai dengan substansi dari UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan
peraturan hukum lainnya yang terkait.
Dalam Undang-Undang RI No. 13 Tentang Ketenagakerjaan terdapat 193 Pasal dan
18 BAB, yaitu:
1. Bab I Ketentuan Umum (Definisi-definisi ketenagakerjaan, tenaga kerja, mogok kerja
dll)
2. Bab II Landasan Asas dan Tujuan
3. Bab III Kesempatan dan Perlakuan yang Sama
4. Bab IV Perencanaan Tenaga dan Informasi
5. Bab V Pelatihan Kerja (Pelatihan kerja, magang, dll)
6. Bab VI Penempatan Tenaga Kerja (Penempatan kerja dalam dan luar negeri, pindah
kerja dll)
7. Bab VII Perluasan Kesempatan Kerja
8. Bab VIII Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Ketentuan, perizinan, kewajiban dll)
9. Bab IX Hubungan Kerja (Perjanjian Kerja, pemborongan pekerjaan, dll)
10. Bab X Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejahteraan (Perlindungan penyandang
cacat; anak; perempuan, aturan waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja,
pengupahan, kesejahteraan)
11. Bab XI Hubungan Industrial (Fungsi pemerintah, serikat pekerja/buruh, organisasi
untuk pengusaha, Bipartit, Tripartit, peraturan perusahaan, aturan pembuatan
perjanjian kerja bersama, lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial,
mogok kerja, perusahaan lock out dll)
12. Bab XII Pemutusan Hubungan Kerja (Ketentuan dan syarat-syarat PHK, besaran
pesangon dll)
13. Bab XIII Pembinaan (Pembinaan ketenagakerjaan)
14. Bab XIV Pengawasan (Ketentuan-ketentuan pengawasan ketenagakerjaan)
15. Bab XV Penyidikan (Penyidik pegawai negeri sipil)
16. Bab XVI Ketentuan Pidana dan Sanksi Administrasi (Ketentuan pidana, sanksi
administrasi atas pelanggaran-pelanggaran)
17. Bab XVII Ketentuan Peralihan
18. Bab XVIII Ketentuan Penutup (Ordonansi dan aturan lainnya tentang
ketenagakerjaan)
33
pengusaha maka hal tersebut akan dapat menyebabkan perselisihan-perselisihan tertentu
antara pengusaha dan pekerja. Jika perselisihan itu terjadi, maka peraturan hukum di
Indonesia telah mengaturnya di dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial. Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan
pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha
dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan
mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Setiap bentuk
perselisihan tersebut memiliki cara atau prosedur tersendiri untuk menyelesaikannya baik itu
melalui perundingan bipartit, mediasi, konsiliasi, arbitrase, atau diselesaikan di Pengadilan
Hubungan Industrial.
Peraturan-peraturan terkait Ketenagakerjaan:
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial
Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Undang-Undang No. 39 Tahun 200 tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
Undang-Undang No. 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81
Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce (Konvensi ILO No. 81
Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan)
Undang-Undang No. 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO Convention No.182
Concerning the Prohibition and Immediate Action for Elimination of the Worst Forms
of Child Labour (Konvensi ILO No.182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera
Penghapusan Bentuk Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak)
Undang-Undang No. 21 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No. 111
concerning Discrimination in Respect of Employment and Occupation (Konvensi ILO
mengenai Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan)
Undang-Undang No. 20 Tahun 1999 Pengesahan tentang ILO Convention No. 138
concerning Minimum Age for Admission to Employment (Konvensi ILO mengenai Usia
Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja)
Undang-Undang No. 19 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No. 105
concerning the Abolition of Forced Labour (Konvensi ILO mengenai Penghapusan
Kerja Paksa)
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Hari Tua
Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Pensiun
Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Kerja Dan Jaminan Kematian
Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pengawasan
Terhadap Penyelenggaraan Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
Di Luar Negeri
Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Serta Pelaksanaan Pendidikan Dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping
Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden
Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan
34
Peraturan Presiden No. 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan
Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006 tentang Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja
Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2011 tentang Pemeriksaan Kesehatan dan
Psikologi Calon Tenaga Kerja Indonesia
Peraturan Presiden No. 45 Tahun 2013 tentang Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja
Indonesia
Peraturan Presiden No.12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
35
Pada dasarnya sebuah serikat buruh/serikat pekerja harus terbuka untuk menerima
anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku dan jenis kelamin. Jadi sebagai
seorang karyawan di suatu perusahaan, anda hanya tinggal menghubungi pengurus serikat
buruh/serikat pekerja di kantor anda, biasanya akan diminta untuk mengisi formulir
keanggotaan untuk data. Ada pula sebagian serikat pekerja yang memungut iuran bulanan
kepada anggotanya yang relatif sangat kecil berkisar Rp. 1,000 - Rp. 5,000, gunanya untuk
pelaksanaan-pelaksanaan program penyejahteraan karyawan anggotanya.
Banyak sekali keuntungan menjadi anggota serikat pekerja, terlebih jika serikat
pekerja perusahaan anda sudah berafiliasi ke federasi serikat pekerja dan konfederasi serikat
pekerja. Sebagai contoh, anggota serikat pekerja akan mendapatkan program-program
training peningkatan kemampuan kerja dan diri seperti training negotiation skill, training
pembuatan perjanjian kerja bersama, dll. Selain itu, anggota serikat pekerja juga akan
mendapat bantuan hukum saat tertimpa masalah dengan perusahaan yang berkaitan dengan
hukum dan pemenuhan hak-hak sebagai karyawan.
Dalam pasal 14, UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Buruh/Serikat Pekerja tertera
bahwa seorang pekerja/buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat
pekerja/serikat buruh di satu perusahaan. Apabila seorang pekerja/serikat buruh dalam satu
perusahaan namanya tercatat di lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, yang
bersangkutan harus menyatakan secara tertulis satu serikat pekerja/serikat buruh yang
dipilihnya.
pekerja dapat berhenti sebagai anggota Serikat Buruh/Serikat Pekerja dengan syarat
ada pernyataan tertulis. Pekerja juga dapat diberhentikan dari Serikat Buruh/Serikat Pekerja
sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga Serikat
Buruh/Serikat Pekerja yang bersangkutan.
Pekerja, baik sebagai pengurus maupun sebagai anggota Serikat Buruh/Serikat
Pekerja yang berhenti atau diberhentikan tetap harus bertanggung jawab atas kewajiban yang
belum dipenuhinya terhadap Serikat Buruh/Serikat Pekerja (pasal 17 UU No. 21 tahun 2000).
UU No. 21 tahun 2000 mengenai Serikat Buruh/Serikat Pekerja mengatur tentang tata cara
pemberitahuan dan pencatatan Serikat Buruh/Serikat Pekerja dalam pasal 18-24.
Serikat Buruh/Serikat Pekerja, federasi dan konfederasi yang telah dibentuk harus
memberitahukan keberadaannya kepada instansi pemerintah setempat yang
menangani urusan perburuhan.
Dalam surat pemberitahuan, harus dilampirkan daftar nama anggota, pendiri dan
pengurusnya serta salinan peraturan organisasi
Badan pemerintah setempat harus mencatat serikat yang telah memenuhi persyaratan
dan memberikan nomor pendaftaran kepadanya dalam kurun waktu 21 hari kerja
setelah tanggal pemberitahuan. (Apabila sebuah serikat belum memenuhi persyaratan
yang diminta, maka alasan penundaan pendaftaran dan pemberian nomor
pendaftaran kepadanya harus diserahkan oleh badan pemerintah setempat dalam
tenggang waktu 14 hari setelah tanggal penerimaan surat pemberitahuan)
Serikat harus memberitahukan instansi pemerintah diatas bila terjadi perubahan
dalam peraturan organisasinya. Instansi pemerintah tersebut nantinya harus
menjamin bahwa buku pendaftaran serikat terbuka untuk diperiksa dan dapat diakses
masyarakat luas.
Serikat Yang telah memiliki nomor pendaftaran wajib menyerahkan pemberitahuan
tertulis tentang keberadaan mereka kepada pengusaha/perusahaan yang terkait
36
Selengkapnya mengenai prosedur pendaftaran Serikat Buruh/Serikat Pekerja diatur oleh
Keputusan Menteri No.16/MEN/2001 tentang Prosedur Pendaftaran Resmi Serikat
Pekerja/Serikat Buruh.
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang
telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak :
Melakukan perundingan Perjanjian Kerja Bersama dengan pihak manajemen
Mewakili pekerja dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial di dewan dan
lembaga perburuhan
Membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha
peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh.
Mengadakan kegiatan perburuhan selama tidak bertentangan dengan ketentuan
hukum perundang-undangan yang berlaku.
37
b. Menjalin kerja sama bilateral dengan negara-negara penerima TKI maupun dengan
sesama negara pengirim.
c. Peningkatan pemahaman masyarakat mengenai proses mekanisme penempatan
tenaga kerja ke luar negeri guna memperkecil penempatan TKI tanpa dokumen (ilegal)
serta pelarian TKI dari tempat kerja.
d. Promosi dan analisis pasar kerja internasional, serta memanfaatkan pasar kerja formal
secara maksimal, dan sebagainya.
38
5) Asuransi.
3. Perjanjian Bilateral
Pemerintah Indonesia sampai saat ini telah menandatangani perjanjian kerjasama
penempatan TKI (MoU) dengan tiga negara penerima, yaitu Yordania pada tahun 1996,
Kuwait tahun 1996, dan Malaysia tahun 2004. Saat ini sedang dipersiapkan perjanjian
kerjasama penempatan dengan negara Suriah, Qatar, Korea Selatan, Brunei Darussalam,
dan Taiwan.
Guna membantu para pekerja/buruh Indonesia yang berada di luar negeri, saat ini telah
ditempatkan tiga petugas ketenagakerjaan di tiga perwakilan RI, yaitu di KBRI Kuala Lumpur,
Riyadh, dan Arab Saudi. Penambahan jumlah petugas ini bertujuan untuk memberikan
perlindungan bagi TKI dengan mempertimbangkan jumlah penempatan, permasalahan TKI,
dan potensi pasar kerja di setiap negara. Menteri Keuangan dan Meneg PAN juga telah
menyetujui usulan penempatan petugas ketenagakerjaan di Kwait, Kinabalu, Singapura, dan
Hongkong, yang saat ini tinggal menunggu konfirmasi dari Menteri Luar Negeri.
39
Sebelah mata 35
Pendengaran pada kedua belah telinga 40
Pendengaran pada sebelah telinga 20
Ibu jari tangan kiri 12
Ibu jari tangan kanan 15
Telunjuk tangan kanan 9
Telunjuk tangan kiri 7
Salah satu jari lain dari tangan kanan 4
Salah satu jari lain dari tangan kiri 3
Ruas pertama dari telunjuk kanan 4,5
Ruas pertama dari telunjuk kiri 3,5
Ruas pertama jari lain dari tangan kanan 2
Ruas pertama jari lain dari tangan kiri 1,5
Salah satu ibu jari kaki 5
Salah satu telunjuk kaki 3
Salah satu jari kaki lain 2
40
Tugas!
Identifikasilah dari berbagai sumber (buku, internet, koran, majalah, dan lain-lain) 10 masalah
ketenagakerjaan di Indonesia dan solusinya!
No. Masalah Solusi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
41
BAB 8
Sistem Hukum dan Peradilan Internasional
2.17 Disiplin terhadap aturan 2.17.1 Memiliki sikap disiplin terhadap aturan sebagai
sistem hukum dan cerminan sistem hukum dan peradilan
peradilan Internasional. Internasional
2.17.2 Menunjukkan sikap disiplin terhadap aturan
sebagai cerminan sistem hukum dan peradilan
Internasional.
3.17 Menganalisis sistem 3.17.1 Mengemukakan makna hukum internasional
hukum dan peradilan 3.17.2 Menjelaskan asas-asas hukum internasional
Internasional 3.17.3 Mengidentifikasi sumber-sumber hukum
internasional
3.17.4 Mengidentifikasikan subyek-subyek hukum
internasional
3.17.5 Mendeskripsikan peranan lembaga peradilan
internasional
3.17.6 Mengdeskripsikan kewenangan Mahkamah
Internasional
3.17.7 Mendeskripsikan kendala yang dihadapi
Mahkamah Internasional dalam memerankan
sebagai lembaga peradilan internasional
3.17.8 Mengidentifikasi penyebab timbulnya sengketa
internasional
3.17.9 Mengidentifikasi cara manyelesaikan sengketa
internasional sesuai ketentuan baik ditinjau dari
aspek politik, sosiologi, ekonomi dan hukum
3.17.10 Memberikan contoh penyelesaian sengketa
internasional melalui jasa baik konsiliasi,
arbitrase dan melalui mahkamah internasional
yang dilaksanakan secara konsisten dan
dengan penuh tanggung jawab
3.17.11 Mendeskripsikan prosedur mahkamah
internasional dalam penyelesaian masalah
internasional
3.17.12 Mengidentifikasi sistematika keputusan
mahkamah internasional
3.17.13 Menjelaskan dampak suatu negara yang tidak
mematuhi keputusan mahkamah internasional
3.17.14 Menunjukkan contoh sikap menghargai
keputusan mahkamah internasional
4.17 Menyaji hasil analisis 4.17.1 Menalar tentang sistem hukum dan peradilan
tentang sistem hukum Internasional.
dan peradilan 4.17.2 Menyaji hasil penalaran tentang sistem hukum
Internasional dan peradilan Internasional
42
1. Makna hukum internasional
Pada dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini adalah
hukum internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum internasional terbagi
menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata internasional.
Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata.
Sedangkan hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang
mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum
yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing
tunduk pada hukum perdata yang berbeda. (Kusumaatmadja, 1999; 1)
Awalnya, beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai definisi dari
hukum internasional, antara lain yang dikemukakan oleh Grotius dalam bukunya De Jure Belli
ac Pacis (Perihal Perang dan Damai). Menurutnya “hukum dan hubungan internasional
didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua negara”. Ini
ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya. Sedang
menurut Akehurst : “hukum internasional adalah sistem hukum yang di bentuk dari hubungan
antara negara-negara”.
Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara
dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum
bukan negara satu sama lain. (Kusumaatmadja, 1999; 2)
Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran
umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional, yang di dalamnya
terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau pelaku,
serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah
atau peraturan-peraturan hukumnya. Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak
bahwa negara tidak lagi menjadi satu-satunya subyek hukum internasional, sebagaimana
pernah jadi pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana sebelumnya.
Tujuh asas utama yang harus ditegaskan dalam praktik hukum internasional sesuai
dengan resolusi Majlis Umum PBB No. 2625. Asas-asas tersebut adalah :
1. Setiap negara tidak melakukan tindakan berupa ancaman agresi terhadap keutuhan
terhadap wilayah dan kemerdekaan negara lain.
2. Setiap negara harus menyelesaiakan masalah-masalah inernasional dengan cara damai
3. Tidak melakukan intervensi terhadap urusan dalam negeri negara lain.
4. Negara-negara berkewajiban untuk menjalin kerja sama dengan negara lain berdasar
pada piagam PBB
5. Asas persamaan hak dan penentuan nasib sendiri
6. Asas persamaan kedaulatan dari negara
7. Setiap negara harus dapat dipercaya dalam memenuhi kewajiban
43
1. Traktat (perjanjian internasional).
2. Konvensi (kebiasaan internasional).
3. Asas hukum yang diakui oleh negara-negara beradab.
4. Yurisprudensi (putusan pengadilan).
5. Doktrin (ajaran para ahli).
44
b. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan
tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International onetary
Fund, International Labor Organization, dan lain-lain;
c. Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan
tujuan global, antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union.
5. Individu
Pertumbuhan dan perkembangan kaidah-kaidah hukum internasional yang
memberikan hak dan membebani kewajiban serta tanggungjawab secara langsung kepada
individu semakin bertambah pesat, terutama setelah Perang Dunia II. Lahirnya Deklarasi
Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal
10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di
berbagai kawasan, dan hal ini semakin mengukuhkan eksistensi individu sebagai subyek
hukum
6. Kaum Pemberontak / Beligerensi (belligerent)
Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri
suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan
negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus
berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan
meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil oleh adalah
mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri,
walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah
negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut
pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi
atau subyek hukum internasional internasional yang mandiri.
7. Perusahaan Multinasional
Perusahaan multinasional memang merupakan fenomena baru dalam hukum dan
hubungan internasional. Eksistensinya dewasa ini, memang merupakan suatu fakta yang
tidak bisa disangkal lagi. Di beberapa tempat, negara-negara dan organisasi internasional
mengadakan hubungan dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian
melahirkan hak-hak dan kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap
eksistensi, struktur substansi dan ruang lingkup hukum internasional itu sendiri.
45
(Brazil); Shawkat Al-Khasawneh AWN (Jordan); Thomas Burgenthal (Amerika Serikat);
Elaraby Nabil (Mesir); Hisashi Owada (Jepang); Bruno Simma (Jerman) dan Peter Tomka
(Slovakia).
Fungsi utama Mahkamah Internasional adalah menyeleasaikan kasus-kasus
persengketaan internasional yang subjeknya adalah Negara.pasal 34 statuta MI menyatakan
bahwa yang boleh beracara di MI hanyalah subyek hokum Negara (only states may be parties
in cases before the court). 3 kategori Negara :
1. Negara anggota PBB.
2. Negara bukan anggota PBB yang menjadi anggota statuta asal memenuhi persyaratan.
3. Negara bukan anggota statuta MI harus membuat deklarasi bahwa tunduk pada semua
ketentuan Mahkamah Internasional dan piagam PBB.
46
dan keseimbangan jender. Prinsip yang mendasr dari statute Roma ini adalah ICC merupakan
pelengkap bagi yurisdiksi pidana nasional, berarti mahkamah internasional harus
mendahulukan system nasional.
Kewenangan yang dimiliki MPI untuk menegakan aturan hokum internasional adalh
memutus perkara terbatas terhadap pelaku kejahatan berat oleh warga Negara dari Negara
yang telah meratifikasi statute MI.
1. Kejahatan genosida ( the crime of genoside), yaitu tindakan kejahatan yang berupaya
untuk memusnahkan keaseluruhan atau sebagian dari suatu bangsa, etnik, ras ataupun
kelompok keagamaan tertentu.
2. Kejahatan terhadap kemanusiaan( the crimes against humanity), yaitu tindakan
penyerangan yang luas atau sistematis terhadap populasi pensusuk sipil tertentu.
3. Kejahatn perang ( warcrimes), yaitu tindakan yang berkenaan dengan kejahatan perang,
semua tindakan terhadap manusia atau hak miliknya yang bertentangan dengan
konvensi jenewa (misalnya pembunuhan berencana, penyikasaan, dll) dan kejahatan
yang melanggar hokum konflik bersenjata internasional ( menyerang objek-objek sipil
bukan militer)
4. Kejahatan agresi ( the crime of aggression), yaitu tindakan kejahatan yang mengancam
terhadap perdamaian.
5. Sengketa internasional
1. Pegertian Sengketa Internasional
Sengketa internasional (internasional dispute) adalah perselisihan yang terjadi antara
negara dengan negara, negara dengan individu-individu atau negara dengan badan-badan
/lembaga yang menjadi subjek hukum internasional. Sebab terjadi sengketa antara lain 1)
salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian internasional, 2)perbedaan
penafsiranmengenai isi perjanjian internasional, 3) perebutan sumber-sumber ekonomi, 4)
perebutan pengaruh ekonomi, politik, ataupun keamanan regional dan internasional,
5)adanya intervensi terhadap kedaulatan negara lain, 6) penghinaan terhadap harga diri
bangsa
2. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai.
Penyelesaian sengketa secara damai dibedakan menjadi: penyelesaian melalui
pengadilan dan di luar pengadilan. Yang akan dibahas pada kesemapatan kali ini hanyalah
penyelesaian perkara melalui pengadilan. Penyelesaian melalui pengadilan dapat ditempuh
melalui:
a. Arbitrase Internasional
Penyelesaian sengketa internasional melalui arbitrase internasional adalah pengajuan
sengketa internasional kepada arbitrator yang dipilih secara bebas oleh para pihak, yang
memberi keputusan dengan tidak harus terlalu terpaku pada pertimbangan-pertimbangan
hukum. Arbitrase adalah merupakan suatu cara penerapan prinsip hukum terhadap suatu
sengketa dalam batas-batas yang telah disetujui sebelumnya oleh para pihak yang
bersengketa. Hal-hal yang penting dalam arbitrase adalah :
47
1) Perlunya persetujuan para pihak dalam setiap tahap proses arbitrase, dan
2) Sengketa diselesaikan atas dasar menghormati hukum. (Burhan Tsani, 1990; 211)
Arbitrase terdiri dari seorang arbitrator atau komisi bersama antar anggota-anggota
yang ditunjuk oleh para pihak atau dan komisi campuran, yang terdiri dari orang-orang yang
diajukan oleh para pihak dan anggota tambahan yang dipilih dengan cara lain.
Pengadilan arbitrase dilaksanakan oleh suatu “panel hakim” atau arbitrator yang dibentuk atas
dasar persetujuan khusus para pihak, atau dengan perjanjian arbitrase yang telah ada.
Persetujuan arbitrase tersebut dikenal dengan compromis (kompromi) yang memuat:
3) persetujuan para pihak untuk terikat pada keputusan arbitrase;
4) metode pemilihan panel arbitrase;
5) waktu dan tempat hearing (dengar pendapat);
6) batas-batas fakta yang harus dipertimbangkan, dan;
7) prinsip-prinsip hukum atau keadilan yang harus diterapkan untuk mencapai suatu
kesepakatan. (Burhan Tsani, 1990, 214)
b. Peyelesaian Yudisial
Penyelsaian Yudisial adalah suatu penyelesaian sengketa internasional melalui suatu
pengadilan internasional.
48
Jenis penyelesaian sengketa ini juga menggunakan kekerasan senjata, akan tetapi,
masih di bawah kategori perang. Biasanya disebut perang pendek atau tindakan kekerasan
terbatas. Tindakan ini dimaksudkan agar para pihak yang bersengketa mau menyelesaikan
sengketa mereka secara damai (self help)
c. Retorsi
Retorsi adalah tindakan tidak bersahabat yang dilakukan oleh suatu negara terhadap
negara lain yang terlebih dahulu melakukan tindakan tidak bersahabat.
Retorsi juga diartikan sebagai tindakan pembalasan yang dilakukan oleh suatu negara
terhadap negara lain oleh karena negara yang kena retorsi telah melakukan tindakan tidak
sopan dan tidak adil. Wujud Retorsi :
- Pemutusan hubungan diplomatik;
- Pencabutan hak istimewa;
- Penarikan konsesi pajak dan tarif;
- Penghentian bantuan ekonomi.
d. Reprisal
Reprisal adalah upaya paksa untuk memperoleh jaminan ganti rugi, akan tetapi terbatas
pada penahanan orang dan benda. Reprisal merupakan upaya paksa yang dilakukan oleh
suatu negara terhadap negara lain dengan maksud untuk menyelesaikan sengketa yang
timbul oleh karena negara yang dikenai reprisal telah melakukan tindakan yang tidak
dibenarkan. Wujud Reprisal :
- Pemboikotan barang;
- Embargo;
- Demonstrasi angkatan laut;
- Pemboman.
Syarat Reprisal :
- Sasarannya ditujukan kepada negara yang senantiasa melakukan pelanggaran;
- Negara sasaran dituntut terlebih dahulu untuk memenuhi ganti rugi;
- Tindakan reprisal harus proporsional dan tidak boleh berpihak.
e. Blokade Damai
Blokade dilakukan pada waktu damai dengan maksud agar negara yang dikenai blokade
mau memenuhi permintaan negara yang memblokade.
f. Embargo
Embargo merupakan suatu prosedur lain untuk memperoleh ganti rugi. Biasanya
embargo dilakukan dengan melarang ekspor ke negara yang dikenai embargo. Embargo
biasanya dipergunakan sebagai salah satu bentuk sanksi terhadap negara yang senantiasa
melanggar hukum internasiona.
7. Intervensi
Intervensi adalah suatu cara penyelesaian sengketa di mana terdapat campur tangan
pihak ketiga yang berupaya agar para pihak yang bersengketa mau menyelesaikan sengketa
mereka secara damai. Intervensi sebenarnya dilarang, tetapi kadangkala dibenarkan dalam
hal :
- Bila intervensi itu diminta oleh negara yang membutuhkan intervensi;
- Bila intervensi itu dilakukan untuk kepentingan kemanusiaan.
49
4. PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL MELALUI MI
Ada lima aturan yang me njadi dasar dan rujukabn proses persidangan MI : Piagam PBB
(1945), Statuta MI(1945), Aturan Mahkamah (rules of the Court :1970), Panduan Praktik
(practice Directions),dan Resolusi tentang praktik Judisial Internal Mahkamah (Resolution
Councerning The Internal Judicial Practice of the Court) . Mekanisme persidangan (proses
beracara ) MI ;
a. Mekanisme Normal
1. Penyerahan Perjanjian Khusus (Notification of special agreement) atau Aplikasi
(Application)
2. Pembelaan tertulis (Written Pleadings)
3. Presentasi Pembelaan (Oral Pleadings)
4. Keputusan (Judgement)
b. Mekanisme Khusus
1. Keberatan Awal
2. Ketidak hadiran salah satu pihak
3. Keputusan Selasa beracara bersama
5. Intervensi
Tugas!
1. Deskripsikan:
a. Perbedaan hukum nasional dengan hukum internasional
b. Hubungan hukum nasional dengan hukum internasional
2. Paparkan cara mengajukan suatu perkara kepada:
a. Mahkamah Internasional
b. Mahkamah Pidana Internasional
50