Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KELOMPOK 2A

LAPORAN TUTORIAL KEPERAWATAN KRITIS


SKENARIO 2 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN MULTISYSTEM DYSFUNCTION : MULTIPLE ORGAN
DYSFUNCTION (MODS)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKES SURYA GLOBAL


YOGYAKARATA
2020
PENYUSUN

1. Okta Imanila ANGGOTA 04.17.4478


2. Nur Hanipa ANGGOTA 04.17.4476
3. Osa Puspita Dewi ANGGOTA 04.17.4479
4. Nur Laila Sari Rumra ANGGOTA 04.17.4477
5. Novita sari khouw KETUA 04.17. 4474
6. NL. Sitti Aryaningsih ANGGOTA 04.17.4472
7. Miya Wahidah Muttaqin ANGGOTA 04.17.4470
8. Mera Susanti ANGGOTA 04.17.4469
9. Nur Athiroh Annisa NOTULEN 04.17.4475
10. Namira ANGGOTA 04.17.4471
BAB I
PENDAHULUAN
A. Kasus
Seorang laki-laki usia 47 tahun di rawat di ICU dengan internal bleeding
post laparatomi sepsis hemothoraks CF 2-6 lateral dextra. Sebelumnya
pasien mengalami kecelakaan lalu lintas motor dengan arah yang
berlawanan. Pasien terpasang drainase pada abdomen hari ke 4. Tanda-
tanda vital 110/70 mmHg, RR 21X/menit, Nadi 110 X/menit, Suhu
36,8oC. Terpasang ventilator dengan data CPAP, FiO2: 40%, PEEP: 8,
SaO2: 97%. Hasil cek laboratorium BUN: 30 mg/dl, Albumin: 2,9 g/dl,
Platelet: 9,3 (nilai normal: 150.000 – 400.000mm3 ), Na: 140 mmol/dl,
Kalium: 4 mmol, Hb: 11,7, leukosit: 14000.
B. Daftar Kata Sulit
1. Sepsis hemathorak
2. Internal bleeding post laparatomi sepsis hemothoraks
C. Daftar Pertanyaan
1. Bagaimana penanganan yang tepat pada kasus tersebut?
2. Peran perawat dari kasus tersebut?
3. Apa yang perlu diperhatikan lebih spesifik terkait keadaan pasien?
4. Tujuan di lakukan tindakan drainase pada pasien?
5. Peran keluarga di kasus tersebut?
6. Apa Tindakan prioritas yang harus dilakukan pada kasus tersebut?
7. Dari hasil cek darah (laboratorium) kesimpulan apa yang bisa kita
ambil?
8. Bagaimana perawatan pasien mods?
9. Bagaimana penanganan internal bleeding?
10. Penyebab pendarahan post laparatomi?
11. Apa penyebab kondisi pasien saat ini?
12. Tanda gejala dan komplikasi apalagi yg mungkin terjadi pd pasien?
13. Pemeriksaan apa saja yg bisa dilakukan untuk memastikan kondisi
pasien?
14. Bagaimana perjalanan penyakit pasien?
15. Apa resiko yang sangat rentan terjadi jika tidak segera di berikan
penanganan pada pasien tersebut?
BAB II
HASIL

a. Klarifikasi istilah
1. Sepsis hemathorak
 Sepsis hemothorax adalah kondisi adanya darah pada
cavum pleura.
 Sepsis hemathorak ada kondisi dimana akumulasi atau
penumpukan darah pada dada dan paru paru.
 Kondisi terdapatnya akumulasi pendarahan dibagian pleura,
diantara rongga dinding paru serta paru-paru
 Sepsis adalah kondisi dimana bakteri menyebar ke seluruh
tubuh melalui aliran darah dengan kondisi infeksi yang
sangat berat, bisa menyebabkan organ-organ tubuh gagal
berfungsi dan berujung pada kematian.
 Hemothorax merupakan kondisi dimana darah terkumpul di
antara dinding dada dan paru-paru.
 Terdapat pendarahan pada bagian dada atau dalam paru,
sepsis disebabkan oleh mikroorganisme, akibat dari infeksi
karena ada pendarahan didalam toraks tersebut.
 Tumpukannya darah di dalam rongga paru.
2. Internal bleeding post laparatomi sepsis hemothoraks
 Pendarahan didalam tubuh, pasca pembedahan di dinding
perut.
 Pendarahan yang didalam setelah laparotomi sepsis
hemothoraks
 Pendarahan di bagian dalam post op laparatomi sepsis
hemathorak

D. Jawaban pertanyaan
1. Bagaimana penanganan yang tepat pada kasus tersebut?
Jawaban :
 Pemberian oksigen atau alat bantu pernafasan untuk menjaga
kestabilan oksigen pada pasien.
 Cek ttv, Melakukan perawatan luka post op dan sering menjaga
kesterilan luka, Memeriksa resiko pendarahan, Dan
memperhatikan cairan pasien.

2. Peran perawat dari kasus tersebut?


Jawaban :
 Memberikan asuhan keperawatan yang sesuai, Memberikan
semangat, motivasi dan sering berinteraksi dengan pasien,
BHSP, Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga
terkait kondisi pasien dengan sebenar-benarnya.
 Perawat harus care untuk penyembuhan pasien dengan cara
sering memonitor TTV pasien, lebih sering monitor terkait
output input dari cairan pasien, dan juga bisa memberikan
dorongan dan motivasi kepada pasien, juga pihak keluarga dan
selalu memberikan penjelasan setiap tindakan yang akan
dilakukan.

3. Apa yang perlu diperhatikan lebih spesifik terkait keadaan pasien?


Jawaban :
 Mempertahankan oksigenasi jaringan yang memadai kepada
pasien.
 Memonitor TTV pasien

4. Tujuan di lakukan tindakan drainase pada pasien?


Jawaban :
 drainase merupakan tindakan membuang materi purulent yang
toksik, sehingga mengurangi tekanan pada jaringan,
memudahkan suplai darah yang mengandung antibiotik dan
elemen pertahanan tubuh serta meningkatkan kadar oksigen di
daerah infeksi.
 Untuk membersihkan saluran pernapasan

5. Peran keluarga di kasus tersebut?


Jawaban :
 Memberikan dukungan.
 Senantiasa berada di samping pasien.
 Melakukan perawatan yang seenggaknya bisa dilakukan oleh
keluarga
 Memberikan extra support kepada pasien.
 Membantu kebutuhan pasien.

6. Apa Tindakan prioritas yang harus dilakukan pada kasus tersebut?


Jawaban :
 Tindakan prioritasnya bisa dilakukan drainase untuk
mengeluarkan cairan yg terdapat didalam paru agar tidak
menimbulkan komplikasi. Karena apabila didalam paru
terdapat cairan pasien akan merasa sesak nafas dan dapat
menimbulkan komplikasi lain.
 Melakukan dengan pengeluaran cairan, agar tidak
menyebabkan terjadinya komplikasi.
 Mengecek airway, breathing, circulationnya apakah ada yang
bermasalah karena pasien habis post op laparatomi.

7. Dari hasil cek darah (laboratorium) kesimpulan apa yang bisa kita
ambil?
Jawaban :
 Hb rendah karena Hb :11,7 dan leukosit 14.000.
 Karena jika leukosit tinggi terdapat infeksi, dikarenakan ketika
leukosit meningkat ada benda asing yang masuk.
 Untuk hasil cek lab BUN atau kadar ureum. Disini menandakan
bahwa kadar ureum 30mg/dl yang dihasilkan adalah tinggi dan
hal ini bisa menandakan bahwa ginjalnya tidak berfungsi
dengan baik. Karena nilai normal dari BUN ialah 7-20mg/dl.
BUN (blood urea nitrogen)

8. Bagaimana perawatan pasien mods?


Jawaban :
 Pasien mods itu harus sangat diperhatikan luka operasi jangan
sampai infeksi dan harus selalu dijaga kebersihannya.
 Perawat harus lebih memperhatikan oksigen yang masuk harus
stabil dan tidak kekurangan.

9. Bagaimana penanganan internal bleeding?


Jawaban :
 Jika internal bleeding seperti dikasus makan dilakukan drainase
agar cairannya yang ada di dalam keluar.
 Bantu korban ke posisi paling nyaman
 Pertahankan suhu tubuh normal seperti memberikan selimut
atau pakaian tertutup
 Pantau sirkulasi dan napas, periksa adanya hambatan napas.
 Penanganan untuk internal bleeding itu, dengan menginsisi
bagian yang mengalami pendarahan kemudian mengeluarkan
cairan/darah kemudian menutup insisi dengan dijahit dan
disterilkan luka kemudian ditutuo dengan kasa dan plester.
 Memanggil perawat atau dokter jika mengalami pendarahan
dari telinga, mulut, hidung, anus, atau bagian tubuh lain yang
terbuka.
 Penanganannya dengan menilai stabilitas pasien dan
memastikan bahwa ABC (airway, breathing, circulation)
dipertahankan dengan baik. Ini termasuk memastikan:
jalan napas pasien terbuka, pasien bernapas, ada cukup
sirkulasi, yang berarti tingkat denyut dan tekanan darah stabil.
 Pasca operasi laparatomi yang tidak mendapatkan perawatan
maksimal dapat memperlambat penyembuhan dan
menimbulkan komplikasi. Pasien pasca laparatomi memerlukan
perawatan yang maksimal untuk mempercepat pengembalian
fungsi tubuh. Hal ini dilakukan segera setelah operasi dengan
latihan napas dan batuk efektif serta mobilisasi dini.

10. Penyebab pendarahan post laparatomi?


Jawaban :
 Penyebab pendarahan laparatomi bisa disebabkan oleh infeksi
dan pasien banyak gerak sehingga luka tersebut terbuka
kembali
 Penyebab pendarahan laparatomi bisa disebabkan oleh infeksi
atau juga terlalu banyak gerakan sehingga luka tidak stabil
dalam menutup.
 Pasca operasi laparatomi yang tidak mendapatkan perawatan
maksimal dapat memperlambat penyembuhan dan
menimbulkan komplikasi. Pasien pasca laparatomi memerlukan
perawatan yang maksimal untuk mempercepat pengembalian
fungsi tubuh. Hal ini dilakukan segera setelah operasi dengan
latihan napas dan batuk efektif serta mobilisasi dini.
 Laparotomi sering dilakukan untuk menaksir tingkat cedera,
menutup pembuluh darah yang robek, dan membuang jaringan
yang rusak dan tidak bisa diperbaiki lagi. Bila penderita
merasakan nyeri perut hebat dan gejala-gejala lain dari masalah
internal yang serius dan kemungkinan penyebabnya tidak
terlihat-usus buntu, tukak peptik yang berlubang atau kondisi
ginekologi, perlu dilakukan operasi untuk menemukan dan
mengoreksinya sebelu terjadi kerusakan lebih lanjut.
 Penyebab pendarahan laparatomi itu termasuk dalam resiko
komplikasi yang terjadi pasca operasi laparatomi.

11. Apa penyebab kondisi pasien saat ini?


Jawaban :
 Penyebab mods Infeksi, cedera, hipermetabolisme
 Penyebab kondisi pasien saat ini karena kecelakaan lalu lintas
dgn arah berlawanan yang dialami pasien tersebut sehingga
kemungkinan mengalami keparahan di bagian abdomen dan
perlu dilakukan laprotomi.
 Pendarahan dari luka operasi

12. Tanda gejala dan komplikasi apalagi yg mungkin terjadi pd pasien?


Jawaban :
 infeksi, sesak nafas, sakit dada.
 Komplikasi yang mungkin terjadi yaitu kesulitan bernapas,
infeksi saluran pernapasan, penyumbatan cairan pleura di
rongga dada, pleuritis hingga fibrosis paru. Jika semakin parah
dapat menyebabkan ssyok.
 Pendarahan, infeksi, kerusakan organ dalam, reaksi terhadap
obat bius
 MODS atau multi organ distress syndrome merupakan
kumpulan gejala yang ditimbulkan akibat kegagalan fungsi 2
atau lebih organ yang disebabkan oleh suatu kejadian akut,
misalnya sepsis. Sepsis adalah proses infeksi yang terjadi pada
tubuh yang menimbulkan respon peradangan di seluruh tubuh,
yang bila tidak ditangani dengan baik dapat berakhir pada
MODS. Organ yang dapat terkena misalnya ginjal, saluran
cerna, paru, hati, jantung, dsb.
 Tanda kegagalan organ tersebut dapat ditandai dengan:
 Penurunan produksi urine sampai dengan tidak kencing sama
sekali
 Napas cepat sampai dengan henti napas
 Tekanan darah turun
 Gangguan pada darah, bisa ditandai dengan perdarahan spontan
 Kejang, penurunan kesadaran
 Nyeri tekan diatas daerah abdomen, mual, takikardi,
peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
 Komplikasi :
 Pendarahan.
 Dapat menyebabkan infeksi

13. Pemeriksaan apa saja yang bisa dilakukan untuk memastikan kondisi
pasien?
Jawaban :
 Pemeriksaan Laboratorium Radiologi, IVP/sistogram,
Parasentesis perut.
 Foto rontgen atau X-ray: pengambilan gambar rongent thorax
dilakukan apabila mengalami cedera atau patah tulang di
bagian dada dan perut.
 CT scan dada: menunjukkan gambaran secara lengkap
mengenai struktur paru dan rongga pleura sehingga bisa
memastikan adanya kelainan atau tidak.
 Ultrasound (USG): pemeriksaan ini dapat memberikan hasil
penggambaran yang lebih cepat dan akurat dalam mendeteksi
adanya kondisi hemothorax, biasanya dilakukan dalam kondisi
darurat.
 Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh untuk menemukan
sumber infeksi.
 PEMERIKSAAN PENUNJANG
 DPL dengan hitung diferensial dan Pada awal sepsis dapat
ditemukan leukositosis dengan shift kekiri, leukopenia,
trombositopenia. Selanjutnya trombositopenia dapat
memburuk, disertai pemanjangan waktu trombin, penurunan
ibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan
Koagulasi Intravascular Diseminata (KID).
 Guladarah: pada pasien dengan DM dapat ditemukan
Hiperglikemia kemudian dapat menimbulkan ketosis yang
memperburuk hipotensi.
 Evaluasi fungsi organ: ureum, kreatinin, albumin,
SGOT/SGPT, laktat darah, elektrolit dan Hiperventilasi
menimbulkan alkalosis respiratorik. Jika otot pernafasan lelah
terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis metabolic
(peningkatan aniongap) terjadi setelah alkalosis respiratorik.
 C-reactiveprotein (CRP) atau
 Kultur darah dan kultur dari sumber infeksi (urin, pus,
sputum,dll) harus dilakukan disertai uji kepekaan organisme
terhadap Biakan darah harus diperoleh dalam 24 jam.
 sebagai perawat kita lakukan monitor tingkat nyeri yg di
rasakan pasien, lakukan fisioterapi dan berikan obat penurun
nyeri.
 Rontgen, x-ray, ct scan, mri.

14. Bagaimana perjalanan penyakit pasien?


Jawaban :
 Shock adalah keadaan ketidak adekuatan perfusi jaringan,
apabila tidak dikoreksi akan mengakibatkan disfungsi organ
yang progresif, cedera, hingga kematian. Shock adalah suatu
sindrom klinis yang ditandai dengan adanya gangguan sistem
sirkulasi yang mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi dan
oksigenasi untuk mempertahankan metabolism aerobic sel
secara normal
 Pendarahan pada luka pembedahan kemudian menyebabkan
akumulasi cairan di bagian paru paru
 Shok adalah gangguan sistem sirkulasi yang mengakibatkan
oksigen yg masuk kedalam tubuh kurang sehingga terjadinya
shock
 karena kecelakaan menyebabnya trauma pada dada dan
perdarahan di dalam, terus setelah prosedur laparatomi malah
terjadi internal bleeding
 Jika terjadi trauma penetrasi atu non penetrasi kemungkinan
terjadi perdarahan intra abdomen yang serius, pasien akan
memperlihatkan tanda- tanda iritasi yang di sertai penurunan
hitung sel darah merah yyang akhirnya gambaran klasik syok
hemoragik.

15. Apa resiko yang sangat rentan terjadi jika tidak segera di berikan
penanganan pada pasien tersebut?
Jawaban :
 Terganggunya pernafasan/sulit bernafas, dan paling parah
resiko kematian.
 Beresiko pada kematian
 Beresiko infeksi
 Resiko rentan nya bisa terjadi infeksi pada bagian daerah luka
jahitan kalau tidak di lakukan perawatan luka dgn benar dan
steril, dan bisa terjadi perdarahan di akibatkan oleh bisa saja
jahitan pada luka terbuka kembali
Pertanyaan LO
1. IRK
2. Definisi MODS
3. Etiologi MODS
4. Patofisiologi
5. Mekanisme MOD
6. Manifestasi Klinis MODS
7. Penatalaksanaan MODS
8. Pathway MODS
9. ASKEP
III. JAWABAN LO (LEARNING OBJEKTIF)

1. IRK
 "Siapa yang dikehendaki Allah menunjukinya, niscaya Dia
melapangkan dadanya untuk memeluk Islam. Siapa yang
dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Dia menjadikan dadanya
sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit." (QS
al-An’am [6]: 125).
 Nabi SAW bersabda, ''Telah aku tinggalkan kepadamu dua perkara
dan tidak akan tersesat kalian selamanya bila berpegang teguh
kepada keduanya, yakni Kitabullah (Alquran) dan sunnah
Rasulullah.'' 
 “Dari Barangsiapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam
keadaan sehat badannya, aman pada keluarganya, dia memiliki
makanan pokoknya pada hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia
dikumpulkan untuknya.” [HR Ibnu Majah, no. 4141; dan lain-lain;
dihasankan oleh Syaikh Al Albani di dalam Shahih Al Jami’ush
Shaghir, no. 5918]
 َ‫َو َما َج َع ْل ٰنهُ ْم َج َسدًا اَّل يَأْ ُكلُوْ نَ الطَّ َعا َم َو َما َكا نُوْ ا ٰخلِ ِد ْين‬
"Dan Kami tidak menjadikan mereka (rasul-rasul) suatu tubuh
yang tidak memakan makanan, dan mereka tidak (pula) hidup
kekal."
(QS. Al-Anbiya 21: 8)
Kita semua itu hanya sementara semua ciptaan-Nya akan kembali
lagi padaNya
 "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada)
dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman." (QS. Yunus: 57)
 "Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu
tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain
kerugian". (QS. Al-Isra’ : 82)
 QS. An-Nahl (16) : 69 : " Dan makanlah oleh kamu bermacam-
macam sari buah-buahan, serta tempuhlah jalan-jalan yang telah
digariskan tuhanmu dengan lancar. Dari perut lebah itu keluar
minuman madu yang bermacam-macam jenisnya dijadikan sebagai
obat untuk manusia Di alamnya terdapat tanda-tanda Kekuasaan
Allah bagi orang-orang yang mau memikirkan"
 Telah menceritakan kepada kami Harun bin Ma'ruf dan Abu Ath
Thahir serta Ahmad bin 'Isa mereka berkata; Telah menceritakan
kepada kami Ibnu Wahb; Telah mengabarkan kepadaku 'Amru,
yaitu Ibnu al-Harits dari 'Abdu Rabbih bin Sa'id dari Abu Az
Zubair dari Jabir dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
beliau bersabda: "Setiap penyakit ada obatnya. Apabila ditemukan
obat yang tepat untuk suatu penyakit, akan sembuhlah penyakit itu
dengan izin Allah 'azza wajalla." (HR Muslim).

2. Definisi MODS
 Berdasarkan konsensus The American College of Chest Physicians
(ACCP)/ Society of Critical Care Medicine (SCCM) tahun 1992, Sindrom
Disfungsi Organ Multipel (Multiple Organ Dysfunction Syndrome/
MODS) didefinisikan sebagai adanya fungsi organ yang berubah pada
pasien yang sakit akut, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan
lagi tanpa intervensi. Disfungsi dalam MODS melibatkan >2 sistem organ
(Herwanto & Amin,2009).
 MODS (Multiple Organ Dysfunction Syndrome) adalah keadaan kacaunya
fisiologi sehingga fungsi organ tidak dapat menjaga homeostasis (Grace &
Borley, 2011).
 Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS) sebelumnya lebih dikenal
dengan Multiple Organ Failure (MOF) atau Multisystem Organ Failure
(MSOF) didefinisikan sebagai adanya penurunan fungsi organ pada pasien
dengan penyakit akut yang menyebabkan ketidakmampuan untuk
mempertahankan homeostasis tanpa intervensi, biasanya melibatkan dua
atau lebih sistem organ (SCCM Consensus Conference Commitee,1992).
 didefinisikan sebagai adanya penurunan fungsi organ pada pasien dengan
penyakit akut yang menyebabkan ketidakmampuan untuk
mempertahankan homeostasis tanpa intervensi, biasanya melibatkan dua
atau lebih sistem organ (SCCM Consensus Conference Commitee, 1992).
 Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) adalah perubahan fungsi
organ pada klien dengan penyakit akut seperti hemostasis yang tidak dapat
diatasi tanpa intervensi, disebut MODS jika organ yang mengalami
kegagalan dua atau lebih organ (Black & Hawks, 2014). Deskripsi MODS
menunjukkan bahwa terjadi infeksi laten atau tidak terkontrol (Hermanto
& Amin, 2009)
 MODS memiliki angka kematian yang tinggi, dan pada sebagian besar
pasien dukungan hidup tidak akan meningkatkan harapan hidup melainkan
memperpanjang proses kematian dan menghabiskan biaya perawatan di
ruang ICU (Fry, 1988)
 Sindroma Disfungsi Organ Multipel (Multiplle Organ Dysfunction
Syndrome/MODS) didefinisikan sebagai adanya fungsi organ yang
berubah (melibatkan ≥ 2 sistem organ) pada pasien yang sakit akut,
sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan lagi tanpa intervensi
(Smeltzer, 2001). Multi Organ Disfungsi System (MODS), sebelumnya
dikenal sebagai kegagalan organ multiple (MOF) atau kegagalan organ
multi system (MSOF), diubah organ fungsi pada pasien akut yang
membutuhkan medis, intervensi untuk mencapai homeostatis. Penggunaan
“kegagalan organ multiple” atau “kegagalan organ multi system” harus
dihindari karena frase yang didasarkan pada parameter fisiologis untuk
menentukan apakah atau tidak organ tertentu yang gagal (Hamric &
Spross, 2010).
3. Etiologi MODS
 Suatu studi, multisenter, observasional di Eropa, Sepsis Occurrence in
Acutely Ill Patients (SOAP), dalam Herwanto & Amin melaporkan MODS
terjadi lebih sering pada pasien-pasien sepsis (75 vs. 43%) dibandingkan
dengan pasien-pasien ICU lain.
Faktor risiko utama terjadinya MODS adalah sepsis dan Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS), beratnya penyakit (berdasarkan
Acute Physiology and and Chronic Health Evaluation/APACHE II dan
III), shock dan hipotensi berkepanjangan, terdapat fokus jaringan mati,
trauma berat, operasi besar, adanya gagal hati stadium akhir, infark usus,
disfungsi hati, usia >65 tahun, dan penyalahgunaan alkohol. (Herwanto &
Amin,2009).
Kelompok di Denver yakni Offner dan Moore, Moore et al,dan Sauaia et
al6 menekankan bahwa faktor risiko MODS pada pasien-pasien trauma
meliputi transfusi darah masif, trauma abdomen mayor, dan fraktur
multipel. (Herwanto & Amin,2009)
 Penyebab MODS meliputi jaringan yang mati, jaringan yang cedera,
defisit perfusi, dan sumber inflamasi yang persisten (Black & Hawks,
2014). Sedangkan orang yang beresiko tinggi mengalami MODS adalah
orang yang memiliki respon imun yang rendah seperti lansia, klien dengan
penyakit kronis, klien dengan gizi buruk, klien dengan kanker, korban
trauma berat dan klien yang menderita sepsis (Black & Hawks, 2014).
Menurut Balk R.A 2000 dalam Herwanto & Amin, 2009 faktor resiko
tinggi terjadinya mots adalah systemic inflammatory response syndrome
(SIRS), syok dan hipotensi berkepanjangan, trauma berat, operasi besar,
gagal hati stadium akhir, infark usus, disfungsi hati, usia >65 tahun
 mengenali faktor resiko yang dapat mengarah ke insiden MODS yaitu
umur lebih dari 65 tahun, adanya defisit persisten oxygen delivery setelah
resusitasi pada kondisi shock akibat gangguan sirkulasi, jaringan mati,
trauma berat, operasi mayor, dan gagal hati yang telah ada sebelumnya
(Slotman, 1997).
 Kejadian MODS sebagian besar disebabkan oleh infeksi. Penyebab lain
adalah trauma dan proses inflamasi non-infeksi, seperti :
a. Infeksi (bakteri, virus)
b. Trauma (trauma multiple, pasca operasi, heat injury, iskemia visceral)
c. Inflamasi (HIV, eklamsia, gagal hati, tranfusi masif)
d. Non infeksi (reaksi obat, reaksi tranfusi) (Hamric & Spross, 2010).
Sedangkan faktor predisposisi terjadinya MODS menurut temuan dari
sistem skoring APACHE II adalah :
a. Umur lebih dari 65 tahun,
b. Defisit persisten oxygen delivery setelah resusitasi pada kondisi shock
akibat gangguan sirkulasi,
c. Jaringan mati, trauma berat, operasi mayor,
d. Gagal hati yang telah ada sebelumnya (Guntur, 2007).

4. Patofisiologi
 Penjelasan yang pasti belum ditemukan. Respon lokal dan sistemik yang
diprakarsai oleh kerusakan jaringan. kegagalan pernapasan adalah umum
dalam 72 jam pertama. Setelah yang satu ini mungkin melihat kegagalan
hati (5-7 hari), perdarahan gastrointestinal (10-15 hari), dan gagal ginjal
(11-17 hari)
 Akibat dari jejas local atau infeksi, mediator-mediator proinflamasi
dilepaskan untuk melawan antigen-antigen asing dan mempercepat
penyembuhan luka. Kemudian akan diikuti pelepasan mediator-mediator
anti-inflamasi untuk meregulasi proses ini. Homeostasis dicapai dan
pasien sembuh. Bila jejas patologis berat, dan mekanisme pertahanan
lokasi tidak berhasil mengatasinya, maka mediator-mediator inflamasi
akan masuk ke dalam sirkulasi sistemik dan merekrut leukosit-leukosit
baru di daerah inflamasi. Terjadilah respons terhadap stress di seluruh
tubuh. Sekali lagi, mediator-mediator anti-inflamasi dilepaskan ke dalam
sirkulasi sistemik untuk memperbaiki kaskade proinflamasi sehingga
tercapai kembali homeostasis. Bila respon proinflamasi sistemik yang
terjadi sifatnya berat, atau bila respon anti-inflamasi sebagai
kompensasinya tidak adekuat sehingga gagal meregulasi respons
proinflamasi, terjadilah ketidakseimbangan dengan predominan respons
proinflamasi. Pada keadaan ini didapat tanda-tanda SIRS, dan mulai
didapat ancaman terjadinya disfungsi organ. Sebaliknya, bila terjadi
predominansi respon anti inflamasi, dengan akibat alergi dan
imunosupresi, keadaan ini dinamakan compensatory antiinflamatory
response syndrome disingkat CARS, kelangsungan hidup bergantung pada
tercapainya homeostasis. Bila homeostasis tidak berhasil dicapai,
sampailah pada fase terakhir proses patogenik ini, immunological
dissonance. Pada fase ini keseimbangan antara proses pro dan anti
inflamasi hilang (Hamric & Spross, 2010).

5. Mekanisme MODS
 Secara umum, perjalanan MODS dibagi menjadi 4 stadium klinis:
a. Stadium 1: pasien mengalami peningkatan kebutuhan volume cairan,
alkalosis respiratorik ringan, disertai dengan oliguria, hiperglikemia, dan
peningkatan kebutuhan insulin.
b. Stadium 2: pasien mengalami takipnea, hipokapnia, hipoksemia,
disfungsi hati moderat, dan mungkin abnormalitas hematologi.
c. Stadium 3: terjadi syok dengan azotemia dan gangguan keseimbangan
asam basa, serta abnormalitas koagulasi yang signifikan.
d. Stadium 4: pasien membutuhkan vasopresor, mengalami oliguria/anuria,
diikuti kolitis iskemik dan asidosis laktat (Guntur, 2007).

6. Manifestasi Klinis MODS


 Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda
tanda sepsis non spesifik, meliputi demam, menggigil, dan gejala
konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah, atau kebingungan. Pada pasien
sepsis kemungkinan ditemukan:
Perubahan sirkulasi
Penurunan perfusi perifer
Takikardia
Tachypnea
Pyresia atau temperature <36oc
Hipotensi
 Gangguan Sirkulasi:
Bradikardi, denyut jantung < 50 permenit
Hipotensi, tekanan arteri rata-rata < 50 mmHg permenit
Ventrikel takikardi atau fibrilasi
Metabolik asidosis (pH < 7,2)
 Gangguan Respirasi:
Frekuensi nafas permenit <5 atau >40
Hiperkapni
Hipoksemia
 Gangguan Ginjal
Output urine <400 cc/24 jam
Kreatinin serum > 150 mmol/l
 Gangguan Hematologi
Leukopenia <1000 sel/mm3
Trombositopeni <20.000/mm3
Bukti adanya koagulasi intravaskuler diseminata
 Gangguan Hepar
Defek koagulasi
Peninggian enzim hepar
 Gangguan Gastrointestinal
Ileus paralitik
Gastroparesis
perdarahan
 Gagal Neurologis : GCS < 6 (Smeltzer, 2001).
7. Penatalaksanaan MODS
 Pencegahan adalah langkah yang utama dan terpenting, dilakukan
terutama pada pasien sakit berat, karena hingga saat ini belum ditemukan
terapi yang spesifik untuk MODS. Manajemen pasien MODS yang
terutama adalah suportif, sedangkan terapi spesifik diarahkan untuk
mengidentifikasi dan menterapi penyakit dasar. Infeksi dan sepsis adalah
kondisi tersering sebagai penyebab MODS. Oleh karena itu sangat perlu
dilakukan investigasi terhadap kemungkinan adanya infeksi aktif pada
setiap kasus MODS dengan pemeriksaan kultur dari lokasi infeksi hingga
dengan pemeriksaan diagnostik lain.
 Strategi pencegahan yang paling efektif sekaligus merupakan strategi
terapi yang paling efektif, yakni mengatasi infeksi dan membersihkan
jaringan mati. Cara-cara yang telah terbukti efektif meliputi aplikasi teknik
pembedahan yang baik, pengendalian infeksi nosokomial, serta mencegah
ulkus dekubitus. Terapi antimikroba yang tepat (bila perlu secara empiris)
dengan dosis yang tepat yang diberikan secara dini pada penyakit infeksi
akan memperbaiki keluaran. Tatalaksana suportif yang utama pada pasien
MODS,sesuai dengan disfungsi sistem organ yang paling sering terjadi,
meliputi manajemen hemodinamik, respirasi, ginjal, hematologi,
gastrointestinal, endokrin, dan tidak kalah pentingnya adalah nutrisi.
 Prinsip manajemen hemodinamik adalah mempertahankan oksigenasi
jaringan pada pasien risiko tinggi. Pemberian oksigen cukup
dipertahankan sesuai kadar yang adekuat yang dapat dipantau dari perfusi
organ berupa volume urin, adanya asidosis laktat, ataupun elevasi segmen
ST pada EKG. Manajemen yang disarankan berupa penggantian volume
intravaskuler secara cepat untuk mengoreksi hipoperfusi jaringan yang
ditandai oleh deficit basa arteri (atau, bila terdapat gagal ginjal, laktatemia)
>2 mmol/L. Bila koreksi tidak tercapai, dapat diberikan inotropik untuk
meningkatkan curah jantung, atau dengan transfuse packed red cell untuk
meningkatkan kadar hemoglobin. Manajemen respirasi diarahkan untuk
membantu oksigenasi dan ventilasi untuk menjamin suplai oksigen yang
cukup ke jaringan. Manajemen yang disarankan adalah intubasi dini dan
ventilasi mekanik, inhalasi NO, serta pemberian keksametason dosis tinggi
pada fase fibroproliferatif ARDS. Intubasi dini dan ventilasi mekanik
dapat membantu mengurangi aliran darah ke diafragma dan otot-otot bantu
nafas, namun harus dilakukan penilaian apakah keuntungannya jauh
melebihi kerugiannya (Herwanto & Amin, 2009).
 Manajemen pasien MODS bersifat suportif, sedangkan terapi spesifik
diarahkan untuk mengidentifikasi dan menterapi penyakit dasar. Saat ini
tatalaksana yang makin baik telah menurunkan mortalitas akibat MODS.
Pencegahan menjadi langkah yang utama dan terpenting karena hingga
saat ini belum ditemukan suatu terapi yang spesifik. Namun, pada
prinsipnya dibagi atas 2 yakni prevensi dan pengobatan dengan hal ingin
dicapai terdapatnya adekuat oksigenasi jaringan, mengobati infeksi,
adekuat nutrisional support dan bila mungkin melakukan tindakan seperti
hemodialisis. Adapun tindakan yang perlu dilaksanakan :
a. Pembedahan : teknik pembedahan yang baik sangat penting, karena
penelitian didapat 40% kasus MODS disebabkan karena kesalahan
pembedahan. Infeksi nosokomial menaikkan mortalitas menjadi 2 kali
lipat. Cuci tangan, ruangan isolasi serta pelapisan kateter IV dengan
silikon/ zat antibakteri dapat mengurangi insiden MODS.
b. Resusitasi untuk mengatasi shock dan monitor kulit, tekanan darah,
temperature, aliran urin, O2 saturasi dan asam laktat dan pH.

c. Debridement dari jaringan yang telah membusuk

d. Mengatasi infeksi yang terjadi baik infeksi intra abdominal, sepsis,


infeksi oleh karena pemasangan kateter, infeksi yang berasal dari usus dan
infeksi daari daerah lainnya.

e. Memberikan nutrisi yang cukup baik dengan enteral, parenteral, bila


perlu memberikan kalori yang berlebih. Pada MOSF non kalori intake 23-
35 kalori/kg/hari (3-5 gr/kg/hari glukosa ditambah dengan 0,5-1
gm/kg/hari protein), untuk memberikan kalori digunakan keseimbangan
harris benedict.

f. Terapi yang diberikan kortikosteroid dan prostaglandin-1 inhibitor.


Kemudian diberikan pula imunoterapi, fibronisentin yang merupakan
suatu glikoprotein kompleks yang merangsang fagositosis, dan dapat pula
diberikan ibuprofen.

g. Kontrol kausa : hal terpenting dalam penatalaksanaan MODS adalah


menghilangkan factor presipitasi dan penyebab atau sumber infeksi
(Hamric & Spross, 2010).

 Skor prediksi MODS pasca multitrauma

Skor prediksi ini didesain sebagai instrumen yang digunakan pada triage
untuk menstratifikasi pasien yang berisiko mengalami MODS pascatrauma
(skor prediksi >0,5/50% berpeluang mengalami MODS) akan ditransfer ke
pusat trauma level-I/Major Trauma Center (MTC) yang dilengkapi oleh
ahli bedah trauma yang bersiaga 24 jam disertai fasilitas surgical intensive
care unit (SICU) sehingga intervensi yang tepat dan dilakukan sedini
mungkin dapat memutuskan mata rantai perburukan SIRS-MODS-MOF-
meninggal sejak awal. Pasien yang diprediksi lebih tidak mungkin akan
mengalami MODS pasca trauma (skor <0,5) akan dirujuk ke pusat trauma
level II-III/Trauma Unit (TU). Dengan signifikansi ISS ≥26, SIRS, syok
hipovolemik derajat 2 atau lebih, leukositosis ≥12,000 sebagai predikotr
univariat MODS, dan laktat-RTS sebagai satu model prediktor, kami
mengusulkan algoritma triage untuk pasien multitrauma yang merupakan
modifikasi algoritma triage yang disusun oleh Jansen et al.14 (2015),
member dari the Major Trauma Oversight Group (MTOG) for the Scottish
National Trauma System Implementation Group.

8. Pathway MODS
9. ASKEP Pengkajian sampai Intervensi

 Pengkajian

Manifestasi yang terlihat pada pasien MODS dapat menjadi kriteria yang
digunakan untuk mendiagnosis MODS. Salah satu kriteria yang digunakan
untuk mendiagnosis MODS adalah Apache II yang terdiri dari (Black &
Hawks,2014) :

- Kegagalan kardiovaskular (terdapat satu atau lebih hal berikut)


 Tekanan arteri rata – rata < 49 mmHg ( tekanan sistolik < 60
mmHg)
 Terjadi takikardi ventrikel atau fibrilasi ventrikel
 pH serum kurang dari sama dengan 7,24 dengan PaCO2 kurang
dari sama dengan 40 mmHg
- Kegagalan Pernapasan (terdapat satu atau lebih hal berikut)
 RR kurang dari sama dengan 5 kali permenit atau lebih sama
dengan 49 kali permenit dengan PaCO2 lebih dari sama dengan 50
mmHg
 Bergantung pada ventilator pada hari kedua
- Kegagalan Ginjal (terdapat satu atau lebih hal berikut)
 Produksi urin kurang dari sama dengan 479 ml/24 jam atau kurang
dari sama dengan/8 jam
 BUN serum lebih dari sama dengan 100 mg/dl
 Kreatinin serum lebih dari 3,5 mg/dl
- Kegagalan Neurologis
Skor GCS kurang dari sama dengan 6
- Beragam Kegagalan hepatik
 Bilirubin serum lebih dari sama dengan 6 mg%
 Masa protombin lebih dari sama dengan 4 detik tanpa adanya
antikongulan sistemik

Urutan klasik akumulasi MODS adalah gagal respirasi (dalam 72 jam


pertama) mendahului gagal hati (5-7 hari) dan intestinal (10-15 hari),
diikuti gagal ginjal (11-17 hari) (Hermanto & Amin, 2009)

 Analisis Data
Masalah
Data Etiologi Keperawatan

DS : Infeksi bakteri Pola napas


pasien mengatakan ↓ tidak efektif
sesak napas
Rangsangan pada sistem
DO: imunologi

Aktivasi makrofag

Pelepasan mediator
inflamasi
Lipopolisakarida

RR : 40 x permenit Kolaps kardiovaskuler

Terpasang oksigen ↓
kanul 5 lpm
Sirkulasi O2 tidak
  adekuat

Infeksi bakteri

Rangsangan pada sistem


imunologi

Aktivasi makrofag

DS: – ↓
DO:
Pelepasan mediator
akral dingin basah inflamasi
pucat Lipopolisakarida

TD : 80/40 mmHg ↓
Gangguan
HR : 124x / menit Kolaps kardiovaskuler perfusi
jaringan

DS:  – Bakteri hipertermi


DO: ↓

S: 39oC Jaringan sel infeksi


 

 
Peradangan

Demam

 
 Diagnosa Keperawatan
1. Hipertemi berhubungan dengan respons inflamasi
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sirkulasi oksigen yang tidak
adekuat
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kolaps kardiovaskular
 
 Intervensi Keperawatan
1. Hipertemi berhubungan dengan respons inflamasi
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi 1 x 24 jam hipertermi teratasi

Kriteria hasil:

1. Suhu dalam rentang normal 36,5oC – 37,8oC


2. Tubuh sudah mulai berkeringat
3. Akral hangat, kering, merah
Intervensi Rasional

1)   Pantau tekanan darah klien Demam dapat meningkatkan


secara kontinu konsumsi kebutuhan oksigen
2)   Pantau adanya diaforesis tubuh
dan menggigil Menggigil dapat mengakibatkan
peningkatan kebutuhan
3)   Pantau suhu minimal setiap metabolisme
2 jam
Untuk memonitor peningkatan
  atau penurunan suhu

4)   Lepaskan pakaian yang Pelepasan pakaian yang


berlebihan dan tutupi dengan berlebihan dapat mengakibatkan
klien dengan selimut saja radiasi dan evaporasi akibatnya
suhu tubuh turun
5)   Lakukan tindakan kompres
dingin di aksila, kening, Kompres dingin dapat
tengkuk, dan lipat paha menurunkan temperatur kulit
dengan cepat
6)   Kolaborasikan pemberian
asetaminofen dan evaluasi  
respon klien
Asetaminofen merupakan
metabolit fenasetin yang
mempunyai efek antipiretik dan
analgetik lemah

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sirkulasi oksigen yang tidak
adekuat
Tujuan: Mempertahankan pola nafas normal atau efektif

Kriteria Hasil:

1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
Intervensi Rasional

1)      Pantau frekuensi, irama Pernafasan lambat, periode


kedalaman pernafasan. catat apnea dapat menandakan 
ketidakteraturan pernafasan perlunya ventilasi mekanis
2)      Angkat kepala tempat Untuk memudahkan ekspansi
tidur sesuai aturannya, posisi paru, dan menurunkan
miring sesuai indikasi kemungkinan lidah jatuh yang
menyumbat jalan nafas
 
Mencegah atau menurunkan
3)      Anjurkan pasien untuk atelektasis
nafas dalam yang efektif jika
pasien sadar  

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kolaps kardiovaskular


Tujuan: Mempertankan tingkat kesadaran normal, kognitif dan fungsi
motorik sensorik

Kriteria Hasil:

1. Respon motorik terhadap stimulus baik


2. Verbalisasi baik
3. Orientasi baik
Intervensi Rasional

1)   Pertahankan tirah baring Menurunkan beban kerja miokard


  dan konsumsi oksigen
Hipotensi akan berkembang
2)   Pantau perubahan pada
tekanan darah
bersamaan dengan
  mikroorganisme menyerang aliran
darah
3)   Pantau frekuensi dan
irama jantung, perhatiakan Disritmia jantung dapat terjadi
disritmia sebagai akibat dari hipoksia

4)   Kaji frekuensi nafas, Peningkatan pernafasan dapat


kedalaman dan kualitas terjadi sebagai respon terhadap
efek-efek langsung endotoksin
  pada pusat pernafasan di dlam
otak
 
Penurunan urin mengindikasikan
5)   Catat haluaran urin setiap penurunan perfusi ginjal
jam dan berat jenisnya
Mengetahui status shock berlanjut
6)   Kaji perubahan warna  
kulit,suhu dan kelembapan
Mempertahankan perfusi jaringan
7)   Kolaborasi dalam
pemberian cairan parenteral  

8)   Kolaborasi dalam Mempercepat proses


pemberian obat penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed.8 Vol.
3. Jakarta: EGC.
Guntur, H. (2007). Buku Ajar Ilmu Pennyakit Dalam Jilid 3 Edisi 4. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Hamric, A. B., & Spross, J. A. (2010). Advanced Nursing Practice Second
Edition. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 . Jakarta:
EGC.
JURNAL & REFERENSI

146055370-Askep-Multi-Organ-Disfungsi-Syndrome (1).pdf

181734-ID-respon-stres-pada-pasien-kritis.pdf

6392-14265-1-PB (1).pdf

171066165-Patofisiologi-MODS.pdf

435362036-kel-2-MODS-doc.pdf
FORM PENILAIAN LAPORAN
Nama Kelompok/Kelas : 2A/KP/VII
Hari/Tanggal :
Mata Kuliah : Keperawatan Kritis
Nama Mahasiswa :
1. Nur Athiroh Annisa . 5. Nur Hanifah
2. Okta Imanillah 6. NL.Sitti Aryaningsih
3. Novita sari Khouw 7. Osa Puspita Dewi
4. Miya Wahidah. M 8. Nur Laila Sari Rumra
NO ITEM PENILAIAN 5 4 3 2 1

1. Penulisan laporan sesuai format


yang di berikan

2. Menjelaskan data terkait topic

3. Kesesuaian topic dengan data


penunjang

4. Menjelaskan isi topic dengan jelas


dan rinci

5. Menampilkan data terbaru

6. Menampilkan critical analisis


terhadap topic

7. Memberikan literature/referensi
yang adekuat berdasarkan evidence

8. Menyimpulkan topic secara jelas


dan rinci

9. Menggunakan penulisan yang


benar (EYD) dan kesalahan
penulisan

10. Menampilkan konsistensi penulisan


(topic, tujuan, dan evaluasi)

TOTAL SKOR

NILAI AKHIR
Comments……………………………………………………………………
…………

………………………………………………………………………………
………….
………………………………………………………………………………
………….

Instruktur:
Wenny Widya Swara, S. Kep,. Ners

Anda mungkin juga menyukai