a. Klarifikasi istilah
1. Sepsis hemathorak
Sepsis hemothorax adalah kondisi adanya darah pada
cavum pleura.
Sepsis hemathorak ada kondisi dimana akumulasi atau
penumpukan darah pada dada dan paru paru.
Kondisi terdapatnya akumulasi pendarahan dibagian pleura,
diantara rongga dinding paru serta paru-paru
Sepsis adalah kondisi dimana bakteri menyebar ke seluruh
tubuh melalui aliran darah dengan kondisi infeksi yang
sangat berat, bisa menyebabkan organ-organ tubuh gagal
berfungsi dan berujung pada kematian.
Hemothorax merupakan kondisi dimana darah terkumpul di
antara dinding dada dan paru-paru.
Terdapat pendarahan pada bagian dada atau dalam paru,
sepsis disebabkan oleh mikroorganisme, akibat dari infeksi
karena ada pendarahan didalam toraks tersebut.
Tumpukannya darah di dalam rongga paru.
2. Internal bleeding post laparatomi sepsis hemothoraks
Pendarahan didalam tubuh, pasca pembedahan di dinding
perut.
Pendarahan yang didalam setelah laparotomi sepsis
hemothoraks
Pendarahan di bagian dalam post op laparatomi sepsis
hemathorak
D. Jawaban pertanyaan
1. Bagaimana penanganan yang tepat pada kasus tersebut?
Jawaban :
Pemberian oksigen atau alat bantu pernafasan untuk menjaga
kestabilan oksigen pada pasien.
Cek ttv, Melakukan perawatan luka post op dan sering menjaga
kesterilan luka, Memeriksa resiko pendarahan, Dan
memperhatikan cairan pasien.
7. Dari hasil cek darah (laboratorium) kesimpulan apa yang bisa kita
ambil?
Jawaban :
Hb rendah karena Hb :11,7 dan leukosit 14.000.
Karena jika leukosit tinggi terdapat infeksi, dikarenakan ketika
leukosit meningkat ada benda asing yang masuk.
Untuk hasil cek lab BUN atau kadar ureum. Disini menandakan
bahwa kadar ureum 30mg/dl yang dihasilkan adalah tinggi dan
hal ini bisa menandakan bahwa ginjalnya tidak berfungsi
dengan baik. Karena nilai normal dari BUN ialah 7-20mg/dl.
BUN (blood urea nitrogen)
13. Pemeriksaan apa saja yang bisa dilakukan untuk memastikan kondisi
pasien?
Jawaban :
Pemeriksaan Laboratorium Radiologi, IVP/sistogram,
Parasentesis perut.
Foto rontgen atau X-ray: pengambilan gambar rongent thorax
dilakukan apabila mengalami cedera atau patah tulang di
bagian dada dan perut.
CT scan dada: menunjukkan gambaran secara lengkap
mengenai struktur paru dan rongga pleura sehingga bisa
memastikan adanya kelainan atau tidak.
Ultrasound (USG): pemeriksaan ini dapat memberikan hasil
penggambaran yang lebih cepat dan akurat dalam mendeteksi
adanya kondisi hemothorax, biasanya dilakukan dalam kondisi
darurat.
Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh untuk menemukan
sumber infeksi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL dengan hitung diferensial dan Pada awal sepsis dapat
ditemukan leukositosis dengan shift kekiri, leukopenia,
trombositopenia. Selanjutnya trombositopenia dapat
memburuk, disertai pemanjangan waktu trombin, penurunan
ibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan
Koagulasi Intravascular Diseminata (KID).
Guladarah: pada pasien dengan DM dapat ditemukan
Hiperglikemia kemudian dapat menimbulkan ketosis yang
memperburuk hipotensi.
Evaluasi fungsi organ: ureum, kreatinin, albumin,
SGOT/SGPT, laktat darah, elektrolit dan Hiperventilasi
menimbulkan alkalosis respiratorik. Jika otot pernafasan lelah
terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis metabolic
(peningkatan aniongap) terjadi setelah alkalosis respiratorik.
C-reactiveprotein (CRP) atau
Kultur darah dan kultur dari sumber infeksi (urin, pus,
sputum,dll) harus dilakukan disertai uji kepekaan organisme
terhadap Biakan darah harus diperoleh dalam 24 jam.
sebagai perawat kita lakukan monitor tingkat nyeri yg di
rasakan pasien, lakukan fisioterapi dan berikan obat penurun
nyeri.
Rontgen, x-ray, ct scan, mri.
15. Apa resiko yang sangat rentan terjadi jika tidak segera di berikan
penanganan pada pasien tersebut?
Jawaban :
Terganggunya pernafasan/sulit bernafas, dan paling parah
resiko kematian.
Beresiko pada kematian
Beresiko infeksi
Resiko rentan nya bisa terjadi infeksi pada bagian daerah luka
jahitan kalau tidak di lakukan perawatan luka dgn benar dan
steril, dan bisa terjadi perdarahan di akibatkan oleh bisa saja
jahitan pada luka terbuka kembali
Pertanyaan LO
1. IRK
2. Definisi MODS
3. Etiologi MODS
4. Patofisiologi
5. Mekanisme MOD
6. Manifestasi Klinis MODS
7. Penatalaksanaan MODS
8. Pathway MODS
9. ASKEP
III. JAWABAN LO (LEARNING OBJEKTIF)
1. IRK
"Siapa yang dikehendaki Allah menunjukinya, niscaya Dia
melapangkan dadanya untuk memeluk Islam. Siapa yang
dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Dia menjadikan dadanya
sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit." (QS
al-An’am [6]: 125).
Nabi SAW bersabda, ''Telah aku tinggalkan kepadamu dua perkara
dan tidak akan tersesat kalian selamanya bila berpegang teguh
kepada keduanya, yakni Kitabullah (Alquran) dan sunnah
Rasulullah.''
“Dari Barangsiapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam
keadaan sehat badannya, aman pada keluarganya, dia memiliki
makanan pokoknya pada hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia
dikumpulkan untuknya.” [HR Ibnu Majah, no. 4141; dan lain-lain;
dihasankan oleh Syaikh Al Albani di dalam Shahih Al Jami’ush
Shaghir, no. 5918]
ََو َما َج َع ْل ٰنهُ ْم َج َسدًا اَّل يَأْ ُكلُوْ نَ الطَّ َعا َم َو َما َكا نُوْ ا ٰخلِ ِد ْين
"Dan Kami tidak menjadikan mereka (rasul-rasul) suatu tubuh
yang tidak memakan makanan, dan mereka tidak (pula) hidup
kekal."
(QS. Al-Anbiya 21: 8)
Kita semua itu hanya sementara semua ciptaan-Nya akan kembali
lagi padaNya
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada)
dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman." (QS. Yunus: 57)
"Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu
tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain
kerugian". (QS. Al-Isra’ : 82)
QS. An-Nahl (16) : 69 : " Dan makanlah oleh kamu bermacam-
macam sari buah-buahan, serta tempuhlah jalan-jalan yang telah
digariskan tuhanmu dengan lancar. Dari perut lebah itu keluar
minuman madu yang bermacam-macam jenisnya dijadikan sebagai
obat untuk manusia Di alamnya terdapat tanda-tanda Kekuasaan
Allah bagi orang-orang yang mau memikirkan"
Telah menceritakan kepada kami Harun bin Ma'ruf dan Abu Ath
Thahir serta Ahmad bin 'Isa mereka berkata; Telah menceritakan
kepada kami Ibnu Wahb; Telah mengabarkan kepadaku 'Amru,
yaitu Ibnu al-Harits dari 'Abdu Rabbih bin Sa'id dari Abu Az
Zubair dari Jabir dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
beliau bersabda: "Setiap penyakit ada obatnya. Apabila ditemukan
obat yang tepat untuk suatu penyakit, akan sembuhlah penyakit itu
dengan izin Allah 'azza wajalla." (HR Muslim).
2. Definisi MODS
Berdasarkan konsensus The American College of Chest Physicians
(ACCP)/ Society of Critical Care Medicine (SCCM) tahun 1992, Sindrom
Disfungsi Organ Multipel (Multiple Organ Dysfunction Syndrome/
MODS) didefinisikan sebagai adanya fungsi organ yang berubah pada
pasien yang sakit akut, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan
lagi tanpa intervensi. Disfungsi dalam MODS melibatkan >2 sistem organ
(Herwanto & Amin,2009).
MODS (Multiple Organ Dysfunction Syndrome) adalah keadaan kacaunya
fisiologi sehingga fungsi organ tidak dapat menjaga homeostasis (Grace &
Borley, 2011).
Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS) sebelumnya lebih dikenal
dengan Multiple Organ Failure (MOF) atau Multisystem Organ Failure
(MSOF) didefinisikan sebagai adanya penurunan fungsi organ pada pasien
dengan penyakit akut yang menyebabkan ketidakmampuan untuk
mempertahankan homeostasis tanpa intervensi, biasanya melibatkan dua
atau lebih sistem organ (SCCM Consensus Conference Commitee,1992).
didefinisikan sebagai adanya penurunan fungsi organ pada pasien dengan
penyakit akut yang menyebabkan ketidakmampuan untuk
mempertahankan homeostasis tanpa intervensi, biasanya melibatkan dua
atau lebih sistem organ (SCCM Consensus Conference Commitee, 1992).
Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) adalah perubahan fungsi
organ pada klien dengan penyakit akut seperti hemostasis yang tidak dapat
diatasi tanpa intervensi, disebut MODS jika organ yang mengalami
kegagalan dua atau lebih organ (Black & Hawks, 2014). Deskripsi MODS
menunjukkan bahwa terjadi infeksi laten atau tidak terkontrol (Hermanto
& Amin, 2009)
MODS memiliki angka kematian yang tinggi, dan pada sebagian besar
pasien dukungan hidup tidak akan meningkatkan harapan hidup melainkan
memperpanjang proses kematian dan menghabiskan biaya perawatan di
ruang ICU (Fry, 1988)
Sindroma Disfungsi Organ Multipel (Multiplle Organ Dysfunction
Syndrome/MODS) didefinisikan sebagai adanya fungsi organ yang
berubah (melibatkan ≥ 2 sistem organ) pada pasien yang sakit akut,
sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan lagi tanpa intervensi
(Smeltzer, 2001). Multi Organ Disfungsi System (MODS), sebelumnya
dikenal sebagai kegagalan organ multiple (MOF) atau kegagalan organ
multi system (MSOF), diubah organ fungsi pada pasien akut yang
membutuhkan medis, intervensi untuk mencapai homeostatis. Penggunaan
“kegagalan organ multiple” atau “kegagalan organ multi system” harus
dihindari karena frase yang didasarkan pada parameter fisiologis untuk
menentukan apakah atau tidak organ tertentu yang gagal (Hamric &
Spross, 2010).
3. Etiologi MODS
Suatu studi, multisenter, observasional di Eropa, Sepsis Occurrence in
Acutely Ill Patients (SOAP), dalam Herwanto & Amin melaporkan MODS
terjadi lebih sering pada pasien-pasien sepsis (75 vs. 43%) dibandingkan
dengan pasien-pasien ICU lain.
Faktor risiko utama terjadinya MODS adalah sepsis dan Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS), beratnya penyakit (berdasarkan
Acute Physiology and and Chronic Health Evaluation/APACHE II dan
III), shock dan hipotensi berkepanjangan, terdapat fokus jaringan mati,
trauma berat, operasi besar, adanya gagal hati stadium akhir, infark usus,
disfungsi hati, usia >65 tahun, dan penyalahgunaan alkohol. (Herwanto &
Amin,2009).
Kelompok di Denver yakni Offner dan Moore, Moore et al,dan Sauaia et
al6 menekankan bahwa faktor risiko MODS pada pasien-pasien trauma
meliputi transfusi darah masif, trauma abdomen mayor, dan fraktur
multipel. (Herwanto & Amin,2009)
Penyebab MODS meliputi jaringan yang mati, jaringan yang cedera,
defisit perfusi, dan sumber inflamasi yang persisten (Black & Hawks,
2014). Sedangkan orang yang beresiko tinggi mengalami MODS adalah
orang yang memiliki respon imun yang rendah seperti lansia, klien dengan
penyakit kronis, klien dengan gizi buruk, klien dengan kanker, korban
trauma berat dan klien yang menderita sepsis (Black & Hawks, 2014).
Menurut Balk R.A 2000 dalam Herwanto & Amin, 2009 faktor resiko
tinggi terjadinya mots adalah systemic inflammatory response syndrome
(SIRS), syok dan hipotensi berkepanjangan, trauma berat, operasi besar,
gagal hati stadium akhir, infark usus, disfungsi hati, usia >65 tahun
mengenali faktor resiko yang dapat mengarah ke insiden MODS yaitu
umur lebih dari 65 tahun, adanya defisit persisten oxygen delivery setelah
resusitasi pada kondisi shock akibat gangguan sirkulasi, jaringan mati,
trauma berat, operasi mayor, dan gagal hati yang telah ada sebelumnya
(Slotman, 1997).
Kejadian MODS sebagian besar disebabkan oleh infeksi. Penyebab lain
adalah trauma dan proses inflamasi non-infeksi, seperti :
a. Infeksi (bakteri, virus)
b. Trauma (trauma multiple, pasca operasi, heat injury, iskemia visceral)
c. Inflamasi (HIV, eklamsia, gagal hati, tranfusi masif)
d. Non infeksi (reaksi obat, reaksi tranfusi) (Hamric & Spross, 2010).
Sedangkan faktor predisposisi terjadinya MODS menurut temuan dari
sistem skoring APACHE II adalah :
a. Umur lebih dari 65 tahun,
b. Defisit persisten oxygen delivery setelah resusitasi pada kondisi shock
akibat gangguan sirkulasi,
c. Jaringan mati, trauma berat, operasi mayor,
d. Gagal hati yang telah ada sebelumnya (Guntur, 2007).
4. Patofisiologi
Penjelasan yang pasti belum ditemukan. Respon lokal dan sistemik yang
diprakarsai oleh kerusakan jaringan. kegagalan pernapasan adalah umum
dalam 72 jam pertama. Setelah yang satu ini mungkin melihat kegagalan
hati (5-7 hari), perdarahan gastrointestinal (10-15 hari), dan gagal ginjal
(11-17 hari)
Akibat dari jejas local atau infeksi, mediator-mediator proinflamasi
dilepaskan untuk melawan antigen-antigen asing dan mempercepat
penyembuhan luka. Kemudian akan diikuti pelepasan mediator-mediator
anti-inflamasi untuk meregulasi proses ini. Homeostasis dicapai dan
pasien sembuh. Bila jejas patologis berat, dan mekanisme pertahanan
lokasi tidak berhasil mengatasinya, maka mediator-mediator inflamasi
akan masuk ke dalam sirkulasi sistemik dan merekrut leukosit-leukosit
baru di daerah inflamasi. Terjadilah respons terhadap stress di seluruh
tubuh. Sekali lagi, mediator-mediator anti-inflamasi dilepaskan ke dalam
sirkulasi sistemik untuk memperbaiki kaskade proinflamasi sehingga
tercapai kembali homeostasis. Bila respon proinflamasi sistemik yang
terjadi sifatnya berat, atau bila respon anti-inflamasi sebagai
kompensasinya tidak adekuat sehingga gagal meregulasi respons
proinflamasi, terjadilah ketidakseimbangan dengan predominan respons
proinflamasi. Pada keadaan ini didapat tanda-tanda SIRS, dan mulai
didapat ancaman terjadinya disfungsi organ. Sebaliknya, bila terjadi
predominansi respon anti inflamasi, dengan akibat alergi dan
imunosupresi, keadaan ini dinamakan compensatory antiinflamatory
response syndrome disingkat CARS, kelangsungan hidup bergantung pada
tercapainya homeostasis. Bila homeostasis tidak berhasil dicapai,
sampailah pada fase terakhir proses patogenik ini, immunological
dissonance. Pada fase ini keseimbangan antara proses pro dan anti
inflamasi hilang (Hamric & Spross, 2010).
5. Mekanisme MODS
Secara umum, perjalanan MODS dibagi menjadi 4 stadium klinis:
a. Stadium 1: pasien mengalami peningkatan kebutuhan volume cairan,
alkalosis respiratorik ringan, disertai dengan oliguria, hiperglikemia, dan
peningkatan kebutuhan insulin.
b. Stadium 2: pasien mengalami takipnea, hipokapnia, hipoksemia,
disfungsi hati moderat, dan mungkin abnormalitas hematologi.
c. Stadium 3: terjadi syok dengan azotemia dan gangguan keseimbangan
asam basa, serta abnormalitas koagulasi yang signifikan.
d. Stadium 4: pasien membutuhkan vasopresor, mengalami oliguria/anuria,
diikuti kolitis iskemik dan asidosis laktat (Guntur, 2007).
Skor prediksi ini didesain sebagai instrumen yang digunakan pada triage
untuk menstratifikasi pasien yang berisiko mengalami MODS pascatrauma
(skor prediksi >0,5/50% berpeluang mengalami MODS) akan ditransfer ke
pusat trauma level-I/Major Trauma Center (MTC) yang dilengkapi oleh
ahli bedah trauma yang bersiaga 24 jam disertai fasilitas surgical intensive
care unit (SICU) sehingga intervensi yang tepat dan dilakukan sedini
mungkin dapat memutuskan mata rantai perburukan SIRS-MODS-MOF-
meninggal sejak awal. Pasien yang diprediksi lebih tidak mungkin akan
mengalami MODS pasca trauma (skor <0,5) akan dirujuk ke pusat trauma
level II-III/Trauma Unit (TU). Dengan signifikansi ISS ≥26, SIRS, syok
hipovolemik derajat 2 atau lebih, leukositosis ≥12,000 sebagai predikotr
univariat MODS, dan laktat-RTS sebagai satu model prediktor, kami
mengusulkan algoritma triage untuk pasien multitrauma yang merupakan
modifikasi algoritma triage yang disusun oleh Jansen et al.14 (2015),
member dari the Major Trauma Oversight Group (MTOG) for the Scottish
National Trauma System Implementation Group.
8. Pathway MODS
9. ASKEP Pengkajian sampai Intervensi
Pengkajian
Manifestasi yang terlihat pada pasien MODS dapat menjadi kriteria yang
digunakan untuk mendiagnosis MODS. Salah satu kriteria yang digunakan
untuk mendiagnosis MODS adalah Apache II yang terdiri dari (Black &
Hawks,2014) :
Analisis Data
Masalah
Data Etiologi Keperawatan
Aktivasi makrofag
Pelepasan mediator
inflamasi
Lipopolisakarida
Terpasang oksigen ↓
kanul 5 lpm
Sirkulasi O2 tidak
adekuat
Infeksi bakteri
↓
Aktivasi makrofag
DS: – ↓
DO:
Pelepasan mediator
akral dingin basah inflamasi
pucat Lipopolisakarida
TD : 80/40 mmHg ↓
Gangguan
HR : 124x / menit Kolaps kardiovaskuler perfusi
jaringan
Demam
Diagnosa Keperawatan
1. Hipertemi berhubungan dengan respons inflamasi
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sirkulasi oksigen yang tidak
adekuat
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kolaps kardiovaskular
Intervensi Keperawatan
1. Hipertemi berhubungan dengan respons inflamasi
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi 1 x 24 jam hipertermi teratasi
Kriteria hasil:
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sirkulasi oksigen yang tidak
adekuat
Tujuan: Mempertahankan pola nafas normal atau efektif
Kriteria Hasil:
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
Intervensi Rasional
Kriteria Hasil:
Brunner, & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed.8 Vol.
3. Jakarta: EGC.
Guntur, H. (2007). Buku Ajar Ilmu Pennyakit Dalam Jilid 3 Edisi 4. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Hamric, A. B., & Spross, J. A. (2010). Advanced Nursing Practice Second
Edition. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 . Jakarta:
EGC.
JURNAL & REFERENSI
146055370-Askep-Multi-Organ-Disfungsi-Syndrome (1).pdf
181734-ID-respon-stres-pada-pasien-kritis.pdf
6392-14265-1-PB (1).pdf
171066165-Patofisiologi-MODS.pdf
435362036-kel-2-MODS-doc.pdf
FORM PENILAIAN LAPORAN
Nama Kelompok/Kelas : 2A/KP/VII
Hari/Tanggal :
Mata Kuliah : Keperawatan Kritis
Nama Mahasiswa :
1. Nur Athiroh Annisa . 5. Nur Hanifah
2. Okta Imanillah 6. NL.Sitti Aryaningsih
3. Novita sari Khouw 7. Osa Puspita Dewi
4. Miya Wahidah. M 8. Nur Laila Sari Rumra
NO ITEM PENILAIAN 5 4 3 2 1
7. Memberikan literature/referensi
yang adekuat berdasarkan evidence
TOTAL SKOR
NILAI AKHIR
Comments……………………………………………………………………
…………
………………………………………………………………………………
………….
………………………………………………………………………………
………….
Instruktur:
Wenny Widya Swara, S. Kep,. Ners