Anda di halaman 1dari 25

ETIKA BISNIS

TEORI ETIKA DAN PROFESI BISNIS

Oleh:
Kelompok 5:
Anggota kelompok :
1. Made Krisna Purna Nugraha (1907531235)
2. Ni Komang Yuli Trirahayu (1907531239)
3. Annisa Kania Alstaluna (1907531240)

Program Studi S1 Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mana
telah memberikan kami semua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan
tugas Etika Bisnis pada pertemuan ke-2, dimana tugas ini dapat selesai seperti
waktu yang telah direncanakan. Tersusunnya tugas ini tentunya tidak lepas dari
peran serta berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara materil dan
spiritual, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dosen pengampu mata kuliah Etika Bisnis
2. Anggota kelompok yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada
penulis sehingga makalah ini dapat terselesaikan
3. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan dorongan semangat agar
makalah ini dapat kami selesaikan

Tak ada gading yang tak retak, untuk itu kamipun menyadari bahwa tugas
yang telah kami susun dan kami kemas masih memiliki banyak kelemahan serta
kekurangan-kekurangan baik dari segi teknis maupun non-teknis. Untuk itu
penulis berharap kepada semua pihak agar dapat memberikan saran dan kritik
yang membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan mendatang. Dan
apabila di dalam makalah ini terdapat hal-hal yang dianggap tidak berkenan di
hati pembaca mohon untuk dimaklumi.

Denpasar, 19 September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN....................................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2

1.3 Tujuan.............................................................................................................2

BAB II......................................................................................................................3

PEMBAHASAN......................................................................................................3

2.1 Etika Normatif................................................................................................3

2.2 Hakikat Bisnis................................................................................................6

2.3 Karakteristik Bisnis........................................................................................9

2.4 Pergeseran Paradigma dari pendekatan stockholder ke stakeholder............10

2.5 Tanggung Jawab Moral dan Sosial Bisnis....................................................12

2.6 Kode Etik berbagai Profesi...........................................................................16

BAB III...................................................................................................................20

PENUTUP..............................................................................................................20

3.1 Simpulan.......................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Etika bisnis merupakan etika terapan.Etika bisnis merupakan aplikasi
pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi, teknologi,
transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Pembahasan tentang etika
bisnis harus dimulai dengan menyediakan kerangka prinsip-prinsip dasar
pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan istilah baik dan benar, hanya
dengan cara itu selanjutnya seseorang dapat membahas implikasi-implikasi terhadap
dunia bisnis.Etika dan Bisnis, mendeskripsikan etika bisnis secara umum dan
menjelaskan orientasi umum terhadap bisnis, dan mendeskripsikan beberapa
pendekatan khusus terhadap etika bisnis, yang secara bersama-sama menyediakan
dasar untuk menganalisis masalah-masalah etis dalam bisnis.
Perbincangan tentang "etika bisnis" di sebagian besar paradigma pemikiran
pebisnis terasa kontradiksi interminis (bertentangan dalam dirinya sendiri), mana
mungkin ada bisnis yang bersih, bukankah setiap orang yang berani memasuki
wilayah bisnis berarti ia harus berani (paling tidak) "bertangan kotor".
Apalagi ada satu pandangan bahwa masalah etika bisnis seringkali muncul
berkaitan dengan hidup matinya bisnis tertentu, yang apabila "beretika" maka
bisnisnya terancam pailit. Disebagian masyarakat yang nir normative dan hedonistik
materialistk, pandangan ini tampkanya bukan merupakan rahasia lagi karena dalam
banyak hal ada konotasi yang melekat bahwa dunia bisnis dengan berbagai
lingkupnya dipenuhi dengan praktik-praktik yang tidak sejalan dengan etika itu
sendiri.
Namun kalau bisnis punya etika,maka pertanyaan yang segera timbul adalah
manakah norma-norma atau prinsip etika yang berlaku dalam kegiatan bisnis.
Apakah prinsip-prinsip itu berlaku universal, terutama mengingat kenyataan
mengenai bisnis global yang tidak mengenal batas-batas negara dewasa ini?
Demikian pula, bagaimana caranya agar prinsip-prinsip tersebut bisa operasional
dalam kegiatan bisnis? Inilah beberapa pertanyaan yang ingin kami jawab dalam

1
bab ini. Pada akhir bab ini kami akan singgung secara sekilas apa yang dikenal
sebagai stakeholder, yang dengan itu memperlihatkan relevansi sekaligus juga
operasionalisasi etika bisnis, khususunya prinsip-prinsip etika bisnis, dalam kegiatan
bisnis suatu perusahaan.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas dapat ditarik beberapa rumusan masalah yaitu :
1. Apa pengertian dari hakikat bisnis?
2. Apa saja karakteristik bisnis?
3. Bagaimana Pergeseran Paradigma dari pendekatan stockholder ke pendekatan
stakeholder?
4. Bagaimana tanggung jawab moral dan sosial bisnis?
5. Bagaimana kode etik berbagai profesi?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan paper ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari hakikat bisnis.
2. Untuk mengetahui karakteristik bisnis
3. Untuk mengetahui Pergeseran Paradigma dari pendekatan stockholder ke
pendekatan stakeholder
4. Untuk mengetahui tanggung jawab moral dan sosial bisnis
5. Untuk mengetahui kode etik berbagai profesi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Teori Etika dan Profesi Bisnis


2.1 Etika Normatif
1. Teori Deontologi
Deontologi berasal dari bahasa Yunani, Deon yang berarti diharuskan, yang
wajib, sesuai dengan prosedur ( Magins, 1975:80; Pratley, 1997:173 ) . Teori
Deontologi menilai tindakan itu baik atau buruk berdasarkan aturan – aturan,
prosedur, atau kewajiban. Etika deontologi menekankan kewajiban manusia
untuk bertindak secara baik. Misalnya memberikan pelayanan yang baik pada
konsumen,mengembalikan utang sesuai kesepakatan, dsb. Dalam menilai
seluruh tindakan, kemauan baik harus selalu dinilai paling pertama dan menjadi
kondisi dari segalanya.
Ada tiga prinsip yang harus dipenuhi dalam menerapkan teori deontologi, yaitu
:
1. Tindakan harus dijalankan berdasarkan aturan, prosedur, dan kewajiban
agar tindakan punya nilai moral.
2. Suatu tindakan sudah dinilai baik apabila dilaksanakan dengan niat baik,
walaupun tujuan tidak tercapai.
3. Dari 2 hal tersebut di atas , kewajiban adalah hal yang penting dari
tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral
universal.
Yang termasuk dalam pandangan Pendekatan Teori Deontologi adalah :
a. Teori hak (right)
Teori hak merupakan aspek dari pendekatan deontologi, karena hak selalu
berkaitan dengan kewajiban. Manusia dalam kehidupannya memiliki
berbagai macam hak, yang di antaranya :

3
1. Hak Moral atau asasi yang mengidentifikasikan seluruh aktivitas atau
keinginan yang dapat secara bebas dilakukan tanpa dibatasi oleh norma
hukum. Misalnya hak untuk hidup
2. Hak Legal yang bersumber dari norma hukum dan dilindungi dalam
lingkungan yurisdiksi suatu system hukum.
3. Hak Warganegara, yaitu hak – hak yang dapat dinikmati sebagai warga
Negara, seperti hak memilih, dan dipilih.
b. Teori Keadilan (justice)
Memberikan seseorang apa yang menjadi haknya akan menyangkut aspek
keadilan ( moral Justice ) yang juga menjadi perhatian dalam pendekatan
deontologi
Ada 3 unsur hakiki dalam pengertian keadilan antara lain :
1. Keadilan tertuju pada orang lain.
2. Keadilan merupakan kewajiban dan harus dilaksanakan, karena
berkaitan dengan hak orang lain.
3. Keadilan menuntut persamaan ( equality )
c. Perhatian (Care)
Pendekatan lain yang ada dalam teori deontologi adalah Ethics of Care
( teori memberi perhatian ). Menurut teori ini, memberi perhatian kepada
orang atau pihak yang mempunyai hubungan khusus (terutama hubungan
ketergantungan) merupakan kewajiban. Misalnya hubungan kekeluargaan,
hubungan pertemanan, dan hubungan yang terkait dengan pekerjaan. Dalam
hal ini tidak semua hubungan menimbulkan kewajiban moral untuk diberi
perhatian. Menurut Velasques ( Satyanugraha, 2003 : 86 ) etika perhatian
memberi penekanan pada dua tuntutan moral yaitu :
1. Setiap orang berada dalam suatu jaringan hubungan dan seharusnya
menjaga dan memelihara hubungan yang konkret dan bernilai dengan
orang – orang yang ada dalam jaringan
2. Setiap orang seharusnya memberikan perhatian khusus pada mereka
yang memiliki hubungan khusus dengan memperhatikan kebutuhannya,
nilainya, keinginannya, dan kesejahteraan konkret berdasarkan

4
persepektif pribadi dan menggapai secara positif kebutuhan, nilai,
keinginan, dan kesejahteraan mereka.

d. Teori Keutamaan (Virtue Theory)


Teori Keutamaan (Virtue Theory) menggunakan keutamaan seperti
kejujuran, kebranian, integritas, kepedulian, kesabaran pengendalian diri dan
kejelekan seperti ketidakjujuran,keserakahan dan kekejaman sebagai awal
untuk moral reasoning (Satyanugraha, 2003:89). Keutamaan didefinisikan
sebagai watak yang telah dimiliki seseorang dan yang memungkinkanya
untuk bertingkah laku baik secara moral.

2. Teori Teleologi (Etika Tujuan atau Manfaat)


Teleologi berasal dari Bahasa Yunani, telos yang berarti tujuan, sasaran,
hasil, akibat (Magnis, 1975:79-80;Pratley,1997:173). Etika teleology menilai
suatu tindakan itu baik atau buruk dari sudut tujuan, hasil, sasaran atau keadaan
optimum yang dapat dicapai. Jadi, teori teleologi mengarah pada tujuan, hasil,
atau akibat yang hendak dicapai untuk membenarkan suatu tindakan atau
kebijakan.
Tujuan, hasil, sasaran, atau akibat bisa dilihat dari dua segi, yaitu apa dan
untuk siapa tujuan, hasil, sasaran, atau akibat tersebut. Dilihat dari sudut apa,
dikenal dua versi teleology, yaitu hedonisme (hedon, dalam Bahasa Yunani
berarti kenikmatan) dan eudaimonisme (daimon, dalam Bahasa Yunani berarti
kebahagiaan) (Magnis, 1975:80;Bertens,1997:235-242). Dorongan untuk
mencari kenikmatan, kegembiraan, atau kesenangan dan sebaliknya menjauhi
serta mencegah rasa sakit atau ketidaksenangan dalam hidup manusia adalah
sesuatu yang manusiawi. Syaratnya adalah tindakan itu tidak merugikan diri
sendiri atau orang lain, serta tidak melalaikan suatu kewajiban.
Dalam pembahasan tentang eudaimonisme, Aristoteles menyatakan
bahwa setiap tindakan manusia mempunyai tujuan. Ada dua macam tujuan,
yaitu tujuan yang dicari demi tujuan selanjutnya (tujuan antara), dan tujuan demi
tujuan itu sendiri. Tetapi, ada tujuan yang baik pada dirinya sendiri, yang

5
disebut kebahagiaan. Oleh karena itu, prinsip yang dipegang adalah
“bertindaklah sedemikian rupa sehingga dapat mencapai kebahagiaan”.
Jika dilihat dari sudut untuk siapa hasil atau akibat itu, maka hedonisme
maupun eudaimonisme tergolong egois, sehingga disebut juga egoisme etis.
Dalam hubungan ini, egosime bisa dibedakan menjadi egoism
hedonistic(hedonism egois) dan egoism eudaimonistic. Untuk egosime
hedonistic berlaku kaidah “bertindaklah sedemikian rupa sehingga mencapai
kenikmatan yang paling besar bagimu atau hindari semua ketidaknikmatan”.
Dalam egoism eudaimonistik berlaku kaidah “bertindaklah sedemikian rupa
sehingga mencapai kebahagiaan terbesar bagimu”.

2.2 Hakikat Bisnis


Bisnis pada hakikatnya adalah organisasi yang bekerja ditengah-tengah
masyarakat atau merupakan sebuah komunitas yang berada ditengah-tengah
komunitas yang lainnya. Bisnis mempunyai peran penting dalam kehidupan
manusia, mulai dari jaman prasejarah, abad pertengahan, era
merkantilisme,fisiokrat,klasik, sampai jaman modern sekarang ini. (Rindjin,
2004:59). Bisnis merupakan realitas yang sangat kompleks. Kompleksitas bisnis
berkaitan langsung dengan kompleksitas masyarakat. Menurut Bertens(2000:13)
Bisnis sebagai kegiatan sosial pada hakikatnya dapat dipandang dari tiga sudut
yang berbeda, yaitu sudut pandang ekonomi, moral dan hukum.
● Sudut Pandang Ekonomi
Bisnis adalah salah satu kegiatan ekonomis yang terjadi dalam kegiatan
ini adalah tukar menukar, memproduksi-memasarkan, bekerja-mempekerjakan,
dan interaksi manusiawi lainnya dengan maksud memperoleh untung. Bisnis
berlangsung sebagai komunikasi sosial yang menguntungkan para pihak yang
terlibat. Bisnis selalu bertujuan memperoleh keuntungan dan perusahaan dapat
disebut sebagai organisasi yang didirikan untuk memperoleh keuntungan.
Dengan cara cukup jelas, bisnis sering dilukiskan sebagai “to provide products
or services for profit.”

6
Keuntungan atau profit hanya muncul dalam kegiatan ekonomi yang
memakai sistem keuangan. Dalam bisnis modern, untung diekspresikan dengan
uang. Pada pertukaran barang dengan barang(barter) tidak diperoleh profit,
walaupun para pihak memperoleh manfaat. Bisnis merupakan perdagangan yang
bertujuan khusus memperoleh keuntungan financial. Profit yang dihasilkan
dalam kegiatan bisnis bukan diperoleh secara kebetulan, tetapi melalui upaya-
upaya khusus.
Teori ekonomi menjelaskan bagaimana dalam system ekonomi pasar
bebas para pengusaha memanfaatkan sumber daya yang langka untuk
menghasilkan barang dan jasa yang berguna bagi masyarakat. Produsen akan
berusaha meningkatkan penjualan sedemikian rupa sehingga hasil bersih yang
diperoleh akan mengimbangi bahkan melebihi biaya produksi. Para pemilik
perusahaan mengharapkan laba yang bisa dipakai untuk ekspansi atau tujuan
lainnya. Hasil maksimal akan dicapai dengan pengeluaran minimal. Atau
dengan kata lain, efisiensi merupakan kata kunci dalam bisnis. Maksimisasi
keuntungan sangat ditekankan dalam bisnis.
Dipandang dari sudut ekonomis, good business atau bisnis yang baik adalah
bisnis yang membawa banyak untung. Oleh karena itu dapatlah dimengerti
apabila pertimbangan ekonomis menjadi satu-satunya alasan dalam berbagai
pengambilan keputusan bisnis.

● Sudut pandang moral


Dengan tetap mengakui peran sentral dari sudut pandang ekonomis
dalam bisnis, perlu ditambahkan sudut pandang lain dalam bisnis, yaitu moral.
Mengejar keuntungan adalah hal yang wajar, asalkan tidak
mengorbankan/merugikan pihak lain. Kepentingan dan hak orang lain harus
diperhatikan demi kepentingan bisnis itu sendiri. Dari sudut pandang moral,
bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan melainkan juga bisnis
yang baik secara moral. Perilaku yang baik dalam bisnis merupakan perilaku
yang sesuai dengan norma-norma moral.

7
● Sudut pandang hukum
Seperti halnya moral, hukum merupakan sudut pandang normatif, karena
menetapkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Peraturan hukum
merupakan kristalisasi atau pengendapan dari keyakinan moral. Dalam praktek
hukum, banyak masalah timbul dari kegiatan bisnis. Jika perilaku bisnis itu
legal, maka dari sudut moral juga dipandang baik. Bisnis harus menaati
peraturan yang berlaku. Bisnis yang baik berarti bisnis yang patuh pada hukum.
Namun, sikap bisnis belum terjamin etis, bila hanya dibatasi pada hukum saja.
Berikut ini indikator untuk menentukan bahwa suatu bisnis baik menurut
ketiga sudut pandang tersebut adalah: Pertama dari sudut pandang ekonomis,
bisnis yang baik adalah bisnis yang banyak mendatangkan untung. Indikator
keuntungan sangat jelas, yaitu bisa diketahui dari perhitungan laba(rugi). Dari
sudut pandang hukum, indikatornya juga cukup jelas, yaitu bahwa bisnis yang
baik adalah bisnis yang tidak melanggar hukum. Dari sudut pandang moral
menurut Bertens(2000:28) terdapat tiga tolok ukur yang dapat digunakan, yaitu:
1. Hati nurani.
Suatu perbuatan dikatakan baik jika dilakukan sesuai dengan hati nurani.
Tidak semua yang dikatakan hati nurani bisa diandalkan dari segi moral.
Oleh karena itu, penilaian tidak dapat hanya dilakukan dari sudut hati nurani
saja, melainkan harus dilakukan bersamaan dengan norma-norma lain.
2. Kaidah emas.
Cara yang paling obyektif untuk menilai baik buruknya perilaku moral
adalah Kaidah Emas yang secara positif berbunyi “Hendaklah
memperlakukan orang lain sebagaimana Anda sendiri ingin diperlakukan.”
Atau bila dirumuskan secara negatif akan menjadi: “Janganlah lakukan
terhadap orang lain apa yang Anda sendiri tidak ingin dilakukan orang lain
terhadap Anda.”
3. Penilaian masyarakat.
Cara lain yang paling ampuh digunakan untuk menilai perilaku moral
adalah dengan menyerahkannya kepada masyarakat umum untuk dinilai.
Cara ini juga disebut audit sosial. Audit sosial menuntut adanya keterbukaan

8
atau transparansi. Perilaku yang kurang etis biasanya sengaja
disembunyikan. Tingkah laku yang baik secara moral, tidak akan takut
dengan transparansi.

2.3 Karakteristik Profesi Bisnis


Baru belakangan ini bisnis dianggap sebagai sebuah profesi. Profesi
dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan untuk nafkah hidup dengan
menggunakan keahlian dan keterampilan dengan melibatkan komitmen pribadi
dalam melakukan pekerjaan tersebut(Satyanugraha, 2003:10). Bisnis modern
mensyaratkan dan menuntut para pelaku bisnis untuk menjadi orang yang
profesional.Orang yang profesional umumnya adalah orang yang dapat dipercaya
oleh masyarakat untuk melakukan pekerjaan yang menjadi profesinya. Semakin
tajam persaingan, semakin dituntut sikap profesional untuk membangun citra bisnis
yang baik melalui pelayanan kepada masyarakat. Bisnis merupakan kegiatan
menjual citra kepada masyarakat dengan cara memenuhi kebutuhan mereka secara
prima, baik, dan jujur melalui penawaran barang dan jasa yang bermutu dan harga
yang wajar. Oleh karena itu, perlu dibangun citra bisnis sebagai suatu profesi yang
diperlukan dan dihargai.
Profesionalisme akhirnya menjadi keharusan dalam bisnis. Hanya saja sikap
profesional dalam bisnis terbatas pada kemampuan tekhnis menyangkut keahlian
dan keterampilan yang terkait dengan bisnis: manajemen, produksi, pemasaran,
keuangan, personalia, dan seterusnya(Keraf, 1998:46). Orang-orang yang
professional selalu berarti orang-orang yang mempunyai komitmen pribadi yang
tinggi, yang serius dalam pekerjaannya, yang bertanggungjawab atas pekerjaannya
agar tidak sampai merugikan orang lain.

Menurut Keraf (dalam Rindjin, 2004:63) suatu profesi yang diperlukan dan dihargai
mempunyai karakteristik sbb :

9
1. Seseorang memiliki pengetahuan, keahlian, dan keterampilan khusus yang ia
peroleh melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang membentuk
profesinya, yang membedakannya dengan orang lain. Barang atau jasa yang
bermutu dan dengan harga yang kompetitif hanya dapat dihasilkan oleh
profesionalisme.
2. Terdapat kaedah dan standar moral. Pada setiap profesi selalu ada peraturan
yang menentukan bagaimana profesi itu dijalankan. Peraturan yang biasa disebut
kode etik ini sekaligus menunjukkan tanggungjawab profesional dalam
melakukan pekerjaan, seperti kode etik dokter, wartawan, pengacara, akuntan
dsb. Untuk menjaga kemurnian dan ketepatan pelaksanaan kode etik ini,
dibentuklah organisasi profesi. Organisasi profesi ini berkewajiban menjaga
nama baik organisasi, melakukan seleksi anggota baru dan bila perlu
memberikan sanksi kepada anggota yang melanggar kode etik profesi.
3. Seseorang perlu memiliki ijin khusus atau lisensi untuk bisa menjalankan suatu
profesi. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi profesi tersebut dari orang-orang
yang tidak profesional.
4. Memberikan pelayanan dari masyarakat. Keuntungan harus dibayar sebagai
akibat logis dari pelayanan kepada masyarakat, bahkan keikutsertaan dalam
mensejahterakan masyarakat, adalah citra perusahaan yang baik.

2.4 Pergeseran Paradigma dari Pendekatan Stockholder ke Pendekatan


Stakeholder
Shareholders atau stockholders paradigm merupakan sebuah paradigma dimana
Chief Executive Officer(CEO) berorientasi pada kepentingan pemegang saham. Pihak
manajemen sebagai pemegang mandat(agency) berusaha memperoleh keuntungan
sebesar-besarnya untuk menyenangkan dan meningkatkan kemakmuran pemegang
saham(principal). Seakan-akan pemegang saham merupakan pihak yang paling
berpengaruh bagi kelangsungan hidup perusahaan. Orientasi seperti ini,
mengakibatkan evaluasi yang dilakukan atas pengelolaan bisnis hanya dilihat dari
aspek financial. Prestasi manajemen hanya dilihat dari kemampuannya menghasilkan
laba. Hal ini mendorong manajemen menghalalkan berbagai cara demi mengejar

10
keuntungan. Tindakan demikian mengakibatkan adanya pihak-pihak lain yang
dirugikan.
Paradigma shareholders kemudian mengalami pergeseran, karena pada
kenyataannya manajemen dihadapkan pada banyak kepentingan yang pengaruhnya
perlu diperhitungkan dengan seksama. Bagaimanapun juga dalam kegiatan bisnis
akhirnya muncul kesadaran bahwa dalam usaha memperoleh laba, selain
shareholders wajib juga diperhatikan kepentingan pihak-pihak lain yang terkena
dampak kegiatan bisnis. Pihak berkepentingan(stakeholders) adalah individu atau
kelompok yang dapat dipengaruhi atau mempengaruhi tindakan, keputusan,
kebijakan, praktek, dan tujuan organisasi bisnis. Perusahaan berdiri ditengah-tengah
lingkungan. Lingkungan merupakan satu-satunya alasan mengapa bisnis itu ada.
Pendekatan stakeholders terutama memetakan hubungan-hubungan yang
terjalin dalam kegiatan bisnis pada umumnya. Pendekatan ini berusaha memberikan
kesadaran bahwa bisnis harus dijalankan sedemikian rupa agar hak dan kepentingan
semua pihak terkait yang berkepentingan dengan suatu kegiatan bisnis dijamin,
diperhatikan, dan dihargai. Pendekatan ini bermuara pada prinsip tidak merugikan
hak dan kepentingan pihak manapun dalam kegiatan bisnis. Hal ini menuntut agar
bisnis dijalankan secara baik dan etis demi hak dan kepentingan semua pihak yang
terlibat dalam suatu kegiatan bisnis.
Pada Umumnya stakeholders dapat dibagi kedalam dua kelompok, yaitu:
1. Kelompok Primer.
Kelompok primer terdiri dari pemilik modal atau saham(shareholders),
kreditur, penyalur dan pesaing atau rekanan. Yang paling penting diperhatikan
dalam suatu kegiatan bisnis tentu saja adalah kelompok primer karena hidup
matinya atau berhasil tidaknya bisnis suatu perusahaan sangat ditentukan oleh
relasi yang saling menguntungkan yang dijalin dengan kelompok primer
tersebut. Demi keberhasilan dan kelangsungan bisnis, perusahaan tidak boleh
merugikan satupun kelompok stakeholders primer di atas. Dengan kata lain,
perusahaan harus menjalin relasi bisnis yang baik dan etis dengan kelompok
tersebut:jujur, bertanggungjawab dalam penawaran barang dan jasa, bersikap
adil terhadap mereka, dan saling memahami satu sama lain. Di sinilah kita

11
menemukan bahwa prinsip etika menemukan tempat penerapannya yang paling
konkret dan sangat sejalan dengan kepentingan bisnis untuk mencari
keuntungan.
2. Kelompok sekunder.
Kelompok sekunder terdiri dari pemerintah setempat,pemerintah
asing,kelompok sosial,media massa,kelompok pendukung,masyarakat pada
umumnya dan masyarakat setempat.
Dalam situasi tertentu kelompok sekunder bisa sangat penting bahkan
bisa jauh lebih penting dari kelompok primer, karena itu sangat perlu
diperhitungkan dan dijaga kepentingan mereka. Misalnya kelompok sosial
semacam LSM, baik dibidang lingkungan hidup, kehutanan, maupun hak
masyarakat lokal. Demikian pula pemerintah nasional maupun asing. Juga,
media massa dan masyarakat setempat. Dalam kondisi sosial, ekonomi, politik
semacam Indonesia, masyarakat setempat bisa sangat mempengaruhi hidup
matinya suatu perusahaan. Ketika suatu perusahaan beroperasi tanpa
memberikan kesejahteraan, nilai budaya, sarana dan prasarana lokal, lapangan
kerja setempat dan seterusnya, akan menimbulkan suasana sosial yang tidak
kondusif dan tidak stabil bagi kelangsungan bisnis perusahaan tersebut.
Jika ingin berhasil dan bertahan dalam bisnisnya, maka perusahaan harus
pandai menangani dan memperhatikan kepentingan kedua kelompok
stakeholders tersebut secara berimbang. Perusahaan dituntut untuk tidak hanya
memperhatikan kinerja dari aspek keuangan semata, melainkan juga dari aspek-
aspek lain secara berimbang.

2.5 Tanggung jawab Moral dan Sosial Bisnis

Tanggung jawab perusahaan adalah tindakan dan kebijakan perusahaan dalam


berinteraksi yang didasarkan pada etika. secara umum etika dipahami sebagai aturan
tentang prinsip dan nilai moral yang mengarahkan perilaku sesorang atau kelompok
masyarakat mengenai baik atau buruk dalam pengambilan keputusan. Menurut Jones,
etika berkaitan dengan nilai-nilai internal yang merupakan bagia dari budaya

12
perusahaan dan membentuk keputusan yang berhubungan dengan tanggung jawab
social. Terdapat 3 pendekatan dalam pembentukan tanggung jawab social:
1. Pendekatan moral yaitu tindakan yang didasrkanpada prinsip kesatuan
2. Pendekatan kepentingan bersama yaitu bahwa kebijakanmoral harus didasarkan
pada standar kebersamaan, kewajaran dan kebebasan yang bertanggung jawab
3. Kebijakan bermanfaat adalah tanggung jawab sosial yang didasarkan pada nilai
apa yang dilakukan perusahaan menghasilkan manfaat besar bagi pihak
berkepentingan secara adil.
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility  adalah
suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah
memiliki suatu tanggung jawab terhadapkonsumen, karyawan, pemegang saham,
komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.
Pengertian tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR sangat beragam.
Intinya, CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk
meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, tetapi untuk pembangunan
sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga, dan berkelanjutan. Beberapa
nama lain yang memiliki kemiripan dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR
adalah corporate giving, corporate philanthropy, corporate community relations,
dan community development.
Tanggung jawab perusahaan ( CSR ) yang baik (good CSR) memadukan empat
prinsip good corporate governance, yakni fairness, transparency, accountability,
dan responsibility, secara harmonis. Ada perbedaan mendasar di antara keempat
prinsip tersebut (Supomo, 2004). Tiga prinsip pertama cenderung bersifat
shareholders-driven karena lebih memerhatikan kepentingan pemegang saham
perusahaan.
a. Syarat bagi Tanggung Jawab Moral
- Tindakan itu dijalankan oleh pribadi yang rasional
- Bebas dari tekanan, ancaman, paksaan atau apapun namanya
- Orang yang melakukan tindakan tertentu memang mau melakukan tindakan itu
Berdasarkan tiga syarat diatas, dapat disimpulkan bahwa hanya orang yang
berakal budi dan punya kemauan bebas yang bisa bertanggung jawab atas

13
tindakannya, dan karena itu relevan untuk menuntuk pertanggungjawaban moral
darinya.
Status Perusahaan
b. Terdapat dua pandangan (Richard T. De George, Business Ethics, hlm.153),
yaitu:
- Legal-creator, perusahaan sepenuhnya ciptaan hukum, karena hanya berdasarkan
hukum. Perusahaan diciptakan oleh negara dan tidak mungkin ada tanpa negara.
Negara dan hukum sendiri adalah ciptaan masyarakat, maka perusahaan juga
ciptaan masyarakat. Perusahaan diciptakan demi kepentingan masyarakat. Maka,
kalua perusahaan tidak berguna lagi bagi masyarakat, masyarakat bisa saja
mengubah atau meniadakannya.
- Legal-recognition, suatu usaha bebas dan produktif. Perusahaan dibuat oleh satu
orang atau kelompok tertentu untuk melakukan kegiatan tertentu dengan cara
tertentu secara bebas demi kepentingan satu orang atau kelompok tersebut.
Dalam hal ini, perusahaan tidak dibentuk oleh negara. Negara hanya
mendaftarkan, mengakui, dan mensahkan perusahaan itu berdasarkan hukum
tertentu. Ini sekaligus juga berarti perusahaan bukan organisasi bentukan
masyarakat.
c.  Lingkup Tanggung jawab Sosial
- Keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan
masyarakat luas. Perusahaan diharapkan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan
yang terutama dimaksudkan untuk membantu memajukan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarkat seperti: keterlibatan social perusahaan dalam ikut
memecahkan masalah ketimpangan social dan ekonomi dengan cara menjalin
kerjasama kemitraan antara pengusaha besar dan kecil, dengan membina
koperasi di lingkungan perusahaan tersebut, dengan dengan menyerap produksi
perusahaan-perusahaan kecil yang dimiliki masyarakat kecil.
- Keuntungan ekonomis. Dalam kerangka ilmiah, keuntungan ekonomi dilihat
sebagai sebuah lingkup tanggung jawab moral dan social yang sah dari suatu
perusahaan. Artinya, perusahaan mempunyai tanggung jawab moral dan social
untuk mengejar keuntungan ekonomi karena dengan hanya itu perusahaan dapat

14
dipertahankan dan semua karyawan serta pihak lain yang terkait bisa dipenuhi
hak dan kepentingannya.
d. Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
- Prinsip utama dalam suatu organisasi profesional, termasuk perusahaan, adalah
bahwa struktur mengikuti strategi. Artinya, struktur organisasi didasarkan dan
ditentukan oleh strategi dari organisasi atau perusahaan itu. Maka, pada tempat
pertama harus dirumuskan terlebih dahulu strategi dari perusahaan.
- Strategi yang diwujudkan melalui struktur organisasi demi mencapai tujuan dan
misi perusahaan perlu dievaluasi secara periodik, salah satu bentuk evaluasi
yang mencakup nilai-nilai dan tanggung jawab sosial perusahaan adalah Audit
Sosial. Dengan audit social bisa dinilai apakah tujuan dan misi perusahaan yang
berkaitan dengan dan didasarkan pada nilai tertentu, termasuk tanggung jawab
moral dan social perusahaan, telah diimplementasikan.
e. Argumen yang Menentang Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan
- Tujuan utama Bisnis adalah Mengejar Keuntungan Sebesar-besarnya. Itu berarti,
sumber daya yang harus dipakai sehemat dan seefesien mungkin untuk
memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Maka, konsep mengenai keterlibatan
perusahaan dalam berbagai kegiatan social harus ditentang karena akan
menimbulkan ketidakefesienan. Itu berarti tanggung jawab social dalam bentuk
keterlibatan social adalah hal yang tidak relevan dengan kegiatan dan hakikat
bisnis itu sendiri.
- Tujuan yang terbagi-bagi dan Harapan yang membingungkan. Keterlibatan
social sebagai wujud tanggung jawab social perusahaan akan menimbulkan
minat dan perhatian yang beragam. Perhatian yang terbagi-bagi dan
membingungkan itu pada akhirnya merugikan perusahaan karena akan
menurunkan kinerja keseluruhan dari perusahaan tersebut.
- Biaya Keterlibatan Sosial Keterlibatan social sebagai wujud tanggung jawab
social. Pada akhirnya yang akan menanggung biaya dari keterlibatan social itu
adalah masyarakat, khususnya konsumen. Jadi, keterlibatan social malah
memberatkan masyarakat. Dengan keterlibatan social tadi perusahaan yang

15
bersangkutan tampak begitu social. Padahal, sesungguhnya tidak. Bahkan
merupakan suatu bentuk penipuan terselubung.
- Kurangnya Tenaga Terampil di Bidang Kegiatan Sosial. Pemimpin perusahaan
tidak profesional dalam membuat pilihan dan keputusan moral yang
mengakibatkan perusahaan tidak punya tenaga terampil yang siap untuk
melakukan kegiatan-kegiatan social tertentu.
f. Argumen yang Mendukung Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan
- Kebutuhan dan Harapan Masyarakat yang Semakin Berubah. Dalam masyarakat
yang semakin berubah, kebutuhan dan harapan masyarakat dalam bisnis ikut
berubah. Untuk bisa bertahan dan berhasil dalam persaingan bisnis modern yang
ketat ini, mereka harus peka dan tanggap terhadap kebutuhan dan harapan
masyarakat yang semakin berubah itu. Misalnya, masyarakat tidak hanya butuh
barang dan jasa tertentu, melainkan juga barang dan jasa dengan mutu yang baik
dan harga yang kompetitif.
- Terbatasnya Sumber Daya Alam. Bisnis diharapkan untuk tidak hanya
mengeksploitasi sumber daya alam yang terbatas itu demi keuntungan
ekonomis, melainkan juga ikut melakukan kegiatan social tertentu yang
terutama bertujuan untuk memilihara sumber daya alam. Ini juga pada akhirnya
akan berguna bagi perusahaan tersebut karena perusahaan tertentu akan sulit
bertahan kalau sumber daya alam yang terbatas itu habis dieksploitasi tanpa
dijaga kelestariannya.
- Lingkungan Sosial yang Lebih Baik. Semakin baiknya lingkungan social dengan
sendirinya akan ikut memperbaiki iklim bisnis yang ada. Misalnya, jika semakin
baiknya kondisi lapangan kerja, kekerasan social akibat pengangguran bisa
dikurangi dan diatasi.
- Perimbangan Tanggung Jawab dan Kekuasaan. Kekuasaan yang terlalu besar
dari bisnis, jika tidak diimbangi dan dikontrol dengan tanggung jawab social,
akan menyebabkan bisnis menjadi kekuatan yang merusak masyarakat.
- Bisnis Mempunyai Sumber Daya yang Berguna. Perusahaan tidak hanya punya
dana, melainkan juga tenaga profesional dalam segala bidang yang dapat
dimanfaatkan atau dapat disumbangkan bagi kepentingan kemajuan masyarakat.

16
- Keuntungan Jangka Panjang. Dengan tanggung jawab dan keterlibatan social
tercipta suatu citra yang sangat positif di mata masyarakat mengenai perusahaan
itu. Dengan peduli terhadap kepentingan masyarakat dan semua pihak terkait,
yang mungkin dalam jangka pendek merugikan secara finansial, dalam jangka
panjang akan sangat menguntungkan bagi perusahaan tersebut.

2.6 Kode Etik berbagai Profesi


Anggota dari suatu profesi umumnya terorganisasi dalam suatu asosiasi atau
organisasi profesi yang memiliki kekuasaan untuk mengatur anggotanya dalam
menjalankan profesinya. Kode etik menyangkut apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan dalam pelaksanaan suatu profesi. Kode etik berisi tuntutan keahlian,
komitmen moral, dan perilaku yang diinginkan dari orang yang melakukan profesi
tersebut. Kode etik pada umumnya disusun untuk mengungkapkan cita-cita dan jiwa
profesi yang bersangkutan dan menjadi norma moral yang berlaku bagi mereka yang
melakukan profesi tersebut.
Kode etik berbagai profesi sudah dikenal sejak lama. Sumpah Hipocrates(abad
ke-5 SM) dapat dipandang sebagai kode etik profesi tertua dalam bidang kedokteran
yang masih digunakan hingga saat ini. Dalam zaman modern sekarang ini terdapat
banyak profesi yang telah mempunyai kode etik. Salah satu fenomena terbaru adalah
mencuatnya kode etik khusus untuk perusahaan pada tahun 1970-an akibat terjadinya
berbagai skandal korupsi dikalangan pebisnis. Perkembangannya dimulai di Amerika
kemudian meluas ke Inggris dan negara-negara Eropa lainnya. Sebagian besar
perusahaan di Amerika dan Eropa telah memiliki kode etik. Di Indonesia hanya
perusahaan-perusahaan internasional yang beroperasi di Indonesia diketahui telah
memiliki kode etik perusahaan.
Kode etik perusahaan atau Patrict Murphy disebut ethic statements dibedakan
dalam tiga macam (Bertens,2000:381):
1. Value Statements (Pernyataan Nilai)
Pernyataan nilai dibuat singkat saja dan melukiskan apa yang dilihat oleh
perusahaan sebagai misinya dan mengandung nilai-nilai yang dijunjung
tinggi perusahaan. Banyak pernyataan nilai yang menegaskan bahwa

17
perusahaan ingin beroperasi secara etis dan menggarisbawahi pentingnya
integritas, kerja tim, kredibilitas, dan keterbukaan dalam komunikasi.
2. Corporate Credo (Kredo Perusahaan)
Kredo perusahaan biasanya merumuskan tanggungjawab perusahaan
terhadap para stakeholder. Dibandingkan dengan pernyataan nilai, kredo
perusahaan biasanya lebih panjang dan meliputi beberapa alinea.
3. Code of Conduct/Code of Ethical Conduct (Kode Etik)
Kode etik (dalam arti sempit) menyangkut kebijakan etis perusahaan
berhubungan dengan kesulitan yang bisa timbul seperti konflik kepentingan,
hubungan dengan pesaing dan pemasok, sumbangan kepada pihak lain, dan
sebagainya. Kode etik umumnya lebih panjang dari kredo perusahaan dan
bisa sampai 50-an halaman.
Perusahaan dapat memiliki salah satu, dua atau ketiga pernyataan etika tersebut.
Dalam pembahasan ini kode etik perusahaan dimaksudkan pernyataan etik
perusahaan pada umumnya, tanpa memperhatikan penggolongan yang dibuat oleh
Patrick Murphy. Mungkin saja penulis lain akan menyebutkan kode etik perusahaan
dengan istilah berbeda.

Setiap perusahaan berusaha memiliki kode etik. Manfaat kode etik bagi
perusahaan dapat disebutkan sebagai berikut(Bertens, 2000:382).

1. Kode etik dapat meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan, karena etika


telah dijadikan sebagian corporate culture. Dengan adanya kode etik, secara
intern pegawai terikat dengan standar etis yang sama dan secara ekstern para
pihak yang berkepentingan akan memaklumi apa yang bisa diharapkan dari
perusahaan tersebut. Reputasi di bidang etika merupakan aset yang sangat
berharga bagi suatu perusahaan.
2. Kode etik dapat membantu menghilangkan kawasan abu-abu(grey area) di
bidang etika. Beberapa ambiguitas moral yang sering merongrong
perusahaan misalnya, menerima komisi atau hadiah, kesungguhan
perusahaan dalam memberantas pemakaian tenaga kerja dibawah umur, dan
keterlibatan perusahaan dalam pelestarian lingkungan hidup.

18
3. Kode etik dapat menjelaskan bagaimana perusahaan menilai tanggungjawab
sosialnya. Tanggungjawab sosial bukanlah keharusan bagi perusahaan.
Melalui kode etik, perusahaan dapat menunjukkan itikad baik terhadap
lingkungan sosialnya.
4. Kode etik menyediakan regulasi sendiri(self regulation) dan dalam batas
tertentu tidak perlu campur tangan pihak pemerintah dalam mengatasi
berbagai persoalan bisnis.

Kode etik perusahaan seringkali menunjukkan sikap optimis yang berlebihan


sehingga diragukan kemampuannya untuk memecahkan persoalan etis dalam
perusahaan. Kritik yang disampaikan terkait kode etik perusahaan adalah:

1. Kode etik sering hanya menjadi slogan belaka. Fungsinya sebatas window
dressing yang membuat pihak luar kagum, padahal belum tentu dijalankan
dengan baik.
2. Kode etik dirumuskan terlalu umum dan tetap memerlukan keputusan
pimpinan dalam berbagai persoalan etis. Jika memerlukan keputusan
pimpinan, maka kode etik sesungguhnya tidak diperlukan lagi.
3. Jarang ada penegakan kode etik dengan member sanksi untuk pelanggaran.
Ada atau tidak ada kode etik dirasakan tidak ada perbedaannya, sehingga
kurang efektif dalam mendorong munculnya perilaku etis.
Untuk mengatasi kekurangan tersebut, suatu kode etik hendaknya:
1. Dirumuskan berdasarkan kesepakatan semua pihak dalam organisasi,
sehingga dapat berfungsi dengan baik.
2. Tidak memuat hal-hal yang kurang berguna dan tidak mempunyai dampak
nyata.
3. Direvisi sewaktu-waktu agar sesuai dengan perkembangan jaman.
Ditegakkan dengan seperangkat sanksi agar setiap permasalahan
terselesaikan dengan baik.

19
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Dari uraian pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan yaitu :
- Bisnis pada hakikatnya adalah organisasi yang bekerja ditengah-tengah
masyarakat atau merupakan sebuah komunitas yang berada ditengah-tengah
komunitas yang lainnya. Menurut Bertens(2000:13) Bisnis sebagai kegiatan
sosial pada hakikatnya dapat dipandang dari tiga sudut yang berbeda, yaitu sudut
pandang ekonomi, moral dan hukum. Bisnis modern mensyaratkan dan
menuntut para pelaku bisnis untuk menjadi orang yang profesional.Orang yang
profesional umumnya adalah orang yang dapat dipercaya oleh masyarakat untuk
melakukan pekerjaan yang menjadi profesinya. Orang-orang yang professional
selalu berarti orang-orang yang mempunyai komitmen pribadi yang tinggi, yang
serius dalam pekerjaannya, yang bertanggungjawab atas pekerjaannya agar tidak
sampai merugikan orang lain.
- Shareholders atau stockholders paradigm merupakan sebuah paradigma dimana
Chief Executive Officer(CEO) berorientasi pada kepentingan pemegang saham.
Pihak manajemen sebagai pemegang mandat(agency) berusaha memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya untuk menyenangkan dan meningkatkan
kemakmuran pemegang saham(principal). Pihak berkepentingan(stakeholders)

20
adalah individu atau kelompok yang dapat dipengaruhi atau mempengaruhi
tindakan, keputusan, kebijakan, praktek, dan tujuan organisasi bisnis. Pada
Umumnya stakeholders dapat dibagi kedalam dua kelompok, yaitu: Kelompok
primer dan kelompok sekunder. Kelompok primer terdiri dari pemilik modal
atau saham(shareholders), kreditur, penyalur dan pesaing atau rekanan.
Sedangkan Kelompok sekunder terdiri dari pemerintah setempat,pemerintah
asing,kelompok sosial,media massa,kelompok pendukung, masyarakat pada
umumnya dan masyarakat setempat.
- Kode etik menyangkut apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam
pelaksanaan suatu profesi. Kode etik berisi tuntutan keahlian, komitmen moral,
dan perilaku yang diinginkan dari orang yang melakukan profesi tersebut. Kode
etik pada umumnya disusun untuk mengungkapkan cita-cita dan jiwa profesi
yang bersangkutan dan menjadi norma moral yang berlaku bagi mereka yang
melakukan profesi tersebut.

21
DAFTAR PUSTAKA

Sutrisna Dewi, 2011, Etika Bisnis; Konsep Dasar Implementasi & Kasus, Cetakan
Pertama, Denpasar, Udayana University Press.
Sonny Keraf, 1999, Etika Bisnis; Tuntutan dan Relevansinya,Jakart:Kanisius
“Gambaran Umum Profesi Bisnis”. Anacahyaningrum.blogspot.com. 30 Juli 2019. 19
September 2020.
http://anacahyaningrum.blogspot.com/2019/05/gambaran-umum-profesi-bisnis-
pada.html

22

Anda mungkin juga menyukai