Anda di halaman 1dari 15

ILMU TAKHRIJ AL-HADIST

Makalah Ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Studi Hadis

Dosen Pengampu : Dr.Hj.Khusniati Rofiah,M.SI.

Disusun Oleh
Kelas/Kelompok : HKI.A/Sepuluh (10)

Achmad Nur Kariim (101200003)


Anggi Nursyahfudin (101200018)
Anisa’ Rahmawati (101200020)

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang suatu apapun.
Tak lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah
Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.
Penulisan makalah berjudul ‘Ilmu Qiraat Al – Qu’ran’ bertujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Al Qu’ran Study . Pada makalah diuraikan surat penjelasan dan pengertiannya.
Selama proses penyusunan makalah, kami mendapatkan bantuan dan referensi dari beberapa
pihak,buku, dan karya ilmiyah.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Besar harapan kami agar
pembaca berkenan memberikan umpan balik berupa kritik dan saran. Semoga makalah ini
bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Aamiin.

Ponorogo,20 September 2020

Kelompok 10

ii

2
DAFTAR ISI

Cover ……………………………………………………………........................................... i
Kata Pengantar ……………………………………………………….................................... ii
Daftar Isi ………………………………………………………............................................. iii
BAB I
Pendahuluan.......................................................................................................................... .. 1
BAB II
Pembahasan............................................................................................................................. 2
BAB III
Kesimpulan..............................................................................................................................11
Dafar Pustaka ................................................................................................................. ........12

iii

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadist merupakan sumber hukum dalam Islam setelah Al-Qur’an, hadist
disampaikan oleh Rasulullah SAW atas petunjuk Allah SWT, Allah SWT
memerintahkan Rasul-Nya untuk memberikan penjelasan akan Al-Qur’an yang
diturunkan padanya. Rasulullah SAW telah menjelaskan Al-Qur’an pada umatnya
secara terperinci maupun secara global, hal itu di interpretasikan dengan perkataan,
perbuatan, dan taqrir atau persetujuan yang ditetapkan olehnya, yang mana disebut
hadits sehingga sempurnalah Al-Qur’an.
Dalam rangka untuk mengetahui apakah suatu hadits yang kita terima merupakan
hadits yang sahih, hasan, ataupun dhaif, sehingga memudahkan kita untuk mengamati
hadits tersebut. Apakah hadits maqbul atau mardud, kegiatan takhrij al-hadits
sangatlah penting. Serta akan menguatkan keyakinan kita untuk mengamalkan hadits
tersebut. Dalam hal ini kita bersama-sama akan membahas tentang cara penyampaian
hadits (takhrij al-hadits).
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan ditelaah dalam makalah ini adalah ;
1. Apa pengertian dari takhrij al-hadits?
2. Bagaimana latar belakang munculnya takhrij al-hadits?
3. Apa saja tujuan dan manfaat takhrij al-hadits?
4. Bagaimana proses dan metode takhrij al-hadits?
5. Apa saja yang termasuk kitab-kitab takhrij al-hadits?
C. Tujuan Pembahasan
Pembahasan masalah tersebut mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut;
1. Untuk mengetahui pengertian takhrij al-hadits?
2. Untuk mengetahui latar belakang munculnya takhrij al-hadits?
3. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat takhrij al-hadits?
4. Untuk mengetahui proses dan metode takhrij al-hadits?
5. Untuk mengetahui yang termasuk kitab-kitab takhrij al-hadits?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Takhrij Al-Hadits


Menurut bahasa (lughah), kata takhrij berasal dari kata khoroja-yakhruju yang
artinya mengeluarkan menempatkan, dan menyelesaikan, sedangkan menurut istilah,
takhrij al-hadits memiliki arti ;
1. Mencari atau mengeluarkan hadits dari persembunyiannya yang terdapat pada
ulama yang memenuhi syarat periwayat hadits.
2. Mencari atau mengeluarkan hadits dari persembunyiannya yang terdapat dalam
kitab hadits induk,kitab asli.
3. Mengungkapkan suatu hadits kepada orang lain dengan mengemukakan para
periwayat hadits tersebut pada rangkaiannya.
4. Mengeluarkan hadits dari kitab induk dan meriwayatkannya kembali.
5. Mengemukakan berbagai riwayat yang dikemukakan berdasarkan riwayatnya
sendiri.

Rumusan Mahmud al-Thahhan tentang takhrij al-hadits adalah :

“Takhrij adalah penunjukan terhadap tempat hadits dalam sumber aslinya yang
dijelaskan sanadnya dan martabatnya sesuai dengan keperluan”

Secara prinsip, kegiatan takhrij meliputi :

1. Periwayatan (penerimaan, pemeliharaan, pertadwinan, dan penyampaian) hadits.


2. Penukilan hadits dari kitab-kitab asal untuk dihimpun dalam suatu kitab tertentu.
3. Mengutip hadits-hadits dari kitab-kitab fan (tafsir, tauhid, fiqih, tasawuf, dan
akhlaq)
4. Membahas hadits-hadits sampai diketahui martabat kualitas (maqbul-mardudnya).

Takhrij sebagai metode untuk menentukan ke-hujah-an sebuah hadits terbagi pada 3
(tiga) kegiatan, yakni :

1. An-Naql
2. At-Tashih, dan
3. Al-I’tibar.
2

2
B. Latar Belakang Munculnya Takhrij Al-Hadits
Jika dilihat secara historis, pada mulanya pencarian hadits tidak didukung oleh
metode tertentu karena memang tidak dibutuhkan. Para ahli hadits mempunyai
kemampuan menghafal (dhabit) dan itu yang menjadi alat sekaligus metode pencarian
hadits bagi mereka. Kegiatan takhrij al-hadits telah mengalami perkembangan seiring
dengan perhatian ulama terhadap pemeliharaan hadits.
Kegiatan takhrij al-hadits pada awalnya adalah berupa pencarian dengan
mengeluarkan hadits dari ulama yang memenuhi syarat sebagai periwayat hadits.
Metode takhrij al-hadits seperti itu adalah yang ditempuh oleh Imam Al-Bukhari,
Imam Muslim, dan Imam al-Sittah yang lainnya.Takhrij al-hadits pada tahap pertama
tersebut adalah dalam bentuk sensus yaitu menelusuri satu-persatu ulama yang
memiliki hadits dari berbagai tempat.
Takhrij al-hadits yang sedang dikembangkan di masa sekarang ini adalah identik
dengan penelitian kepustakaan, yaitu mencari hadits dari berbagai kitab yang memuat
hadits yang lengkap matan dan sanadnya. Kemudian dilanjutkan dengan penelitian
kualitas sanad dan matan hadits.
Kegiatan takhrij al-hadits semakin diminati oleh pengkaji hadits, dengan
beberapa alasan, diantaranya :
1. Kesungguhan untuk memperoleh hadits yang utuh sehingga mereka dapat
mengambil kesimpulan tentang kualitas suatu hadits.
2. Tersedianya alat untuk kegiatan tersebut, karena selain dapat menggunakan
kamus dalam bentuk kitab, juga tersedia program hadits yang dapat diakses
melalui komputer.Hal ini merupakan perkembangan baru dalam penelitian
hadits yang pada periode awal hadits belum ditemukan.1
C. Tujuan dan Manfaat Takhrij Al-Hadist
Tujuan takhrij al-hadits adalah untuk menunjukkan sumber hadits-hadits dan
menerangkan diterima atau ditolaknya hadits-hadits tersebut. Sedangkan manfaat
takhrij secara sederhana adalah :
a. Dapat mengumpulkan berbagai sanad suatu hadist, dan
b. Dapat mengumpulkan berbagai redaksi matan hadist.

1
Asep Herdi,Memahami Ilmu Hadis,(Bandung:Tafakur,2014),hal.134-136.

3
Apabila dirinci maka ada 20 manfaat takhrij al-hadist sebagai berikut :
1. Dengan melakukan takhrij dapat diketahui sumber-sumber asli suatu hadist
serta ulama yang meriwayatkannya.
2. Takhrij dapat menambah perbendaharaan sanad hadist-hadist melalui kitab-
kitab yang ditunjukinya. Semakin banyak kitab-kitab asal yang memuat suatu
hadist, semakin banyak pula perbendaharaan sanad yang dimiliki.
3. Takhrij dapat memperjelas keadaan sanad. Dengan membandingkan riwayat-
riwayat hadits yang banyak itu maka dapat diketahui apakah riwayat tersebut
mungathi’, maudhu’, dan lain-lain, serta dapat diketahui apakah riwayat
tersebut shahih, dhaif, dan sebagainya.
4. Takhrij memperjelas hukum hadist dengan banyak riwayatnya itu. Terkadang
didapati suatu hadist dhaif melalui suatu riwayat, namun dengan takhrij,
kemungkinan kita akan mendapati riwayat lain yang shahih. Hadist yang
shahih itu akan mengangkat hukum atau kualitas hadist dhaif tersebut ke
derajat yang lebih tinggi.
5. Dengan takhrij dapat diketahui pendapat-pendapat para ulama tentang kualitas
suatu hadist.
6. Takhrij dapat memperjelas perawi hadist yang samar. Seumpama didapatkan
seorang perawi yang belum ada kejelasan identitasnya. Dengan adanya takhrij
kemungkinan akan dapat diketahui nama atau identitas perawinya secara
lengkap.
7. Takhrij dapat memperjelas perawi hadist yang tidak diketahui nama
(sebenarnya) melalui perbandingan diantara sanad-sanadnya.
8. Takhrij dapat menafikan pemakaian “ ” dalam periwayatan hadist oleh
seorang perawi Mudallis.2 Dengan didapatinya sanad yang lain yang memakai
kata yang jelas ketersambungan sanadnya, maka periwayatan yang memakai
“ ” tadi akan nampak pula ketersambungannya.
9. Takhrij dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran
periwayatan.

2
Mudallis berasal dari kata tadlis yang berarti menyembunyikan aib.Dalam ilmu hadist hal yang disembunyikan
adalah sanad atau guru tempat menerima hadist.

4
10. Takhrij dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karena
mungkin saja ada perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar. Dengan
adanya sanad yang lain maka nama perawi itu akan menjadi jelas.
11. Takhrij dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam satu
sanad.
12. Takhrij dapat memperjelas arti kalimat yang asing yang terdapat dalam satu
sanad.
13. Takhrij dapat menghilangkan hukum syadz (kesendirian riwayat yang
menyalahi riwayat tsiqat) yang terdapat pada suatu hadist melalui
perbandingan riwayat.
14. Takhrij dapat membedakan hadist yang mudraj (yang mengalami penyupan
sesuatu) dari yang lainnya.
15. Takhrij dapat mengungkapkan keragu-raguan dan kekeliruan yang dialami
oleh seorang perawi.
16. Takhrij dapat mengungkapkan hal-hal yang terlupakan atau diringkas oleh
seorang perawi.
17. Takhrij dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan dengan
lafadz dengan yang diriwayatkan dengan makna.
18. Takhrij dapat menjelaskan masa dan tempat kejadian munculnya hadist.
19. Takhrij dapat menjelaskan sebab-sebab munculnya hadist, dengan cara
membandingkan sanad-sanad yang ada.
20. Takhrij dapat mengungkapkan kemungkinan terjadinya kesalahan percetakan
dengan melalui perbandingan sanad-sanad yang ada.3
D. Proses dan Metode Takhrij Al-Hadist
Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai
pedoman, yaitu :
1. Takhrij menurut lafaz pertama matan hadist.
2. Takhrij menurut lafaz-lafaz yang terdapat di dalam matan hadist.
3. Takhrij menurut perawi pertama.
4. Takhrij menurut tema hadist.
5. Takhrij menurut klasifikasi (status) hadist.

3
Jon Pamil,”Takhrij Hadis : Langkah Awal Penelitian Hadis”. Jurnal Pemikiran Islam. Vol. 37 No. 1, Januari-Juli
2012, hal. 53-54.
5

5
Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan diuraikan tentang metode-metode di atas.
1. Takhrij melalui lafaz pertama matan hadist
Metode ini sangat tergantung kepada lafaz pertama matan hadist. Hadist-
hadist dengan metode ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya menurut
urutan huruf-huruf hijaiyah, seperti hadist-hadist yang huruf pertama dari lafaz
pertamanya alif, ba’, ta’, dan seterusnya. Seorang mukharrij yang
menggunakan metode ini haruslah terlebih dahulu mengetahui secara pasti
lafaz pertama dari hadist yang akan di-takhrij-nya, setelah itu, barulah dia
melihat huruf pertamanya pada kitab-kitab takhrij yang disusun berdasarkan
metode ini, dan huruf kedua, ketiga, dan seterusnya.
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan kemungkinan
yang besar bagi seorang mukharrij untuk menemukan hadist-hadist yang
sedang dicari dengan cepat. Akan tetapi, sebagai kelemahan dari metode ini
adalah, apabila terdapat kelainan atau perbedaan lafaz pertamanya sedikit saja,
maka akan sangat sulit untuk menemukan hadist yang dimaksud.
2. Takhrij melalui kata-kata dalam matan hadist
Metode ini adalah berdasarkan pada kata-kata dalam matan hadist, baik
berupa isim (nama benda) atau fi’il (kata kerja). Hadist-hadist yang
dicantumkan adalah berupa potongan atau bagian dari hadist, dan para ulama
yang meriwayatkannya beserta nama kitab-kitab induk hadist yang dikarang
mereka , dicantumkan di bawah potongan hadis-hadis tersebut. Penggunaan
metode ini akan lebih mudah manakala menitikberatkan pencarian hadist
berdasarkan lafaz-lafaznya yang asing dan jarang penggunaannya.
Beberapa keistimewaan metode ini adalah:
1. Metode ini mempercepat pencarian hadist.
2. Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini, membatasi hadist-
hadistnya dalam beberapa kitab induk dengan menyebutkannama kitab,
juz, bab, dan halamannya.
3. Memungkinkan pencarian hadist melalui kata-kata apa saja yang terdapat
dalam matan hadis.

6
Selain mempunyai keistimewaan, metode ini juga mempunyai
kelemahan,diantaranya adalah:

 Adanya keharusan memiliki kemampuan bahasa Arab beserta


perangkat ilmunya secara memadai, karena metode ini menuntut
untuk mengembalikan setiap kata kuncinya kepada kata
dasarnya.Seperti kata muta’ammidan mengharuskan mencarinya
melalui kata ‘amida.
 Metode ini tidak menyebutkan kata perawi dari kalangan sahabat
yang menerima hadist dari Nabi SAW. Karenanya, untuk
mengetahui nama sahabat, harus kembali pada kitab-kitab aslinya
setelah men-takhrij-nya dengan kitab ini.
 Terkadang suatu hadist tidak didapatkan dengan satu kata sehingga
orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain.
3. Takhrij melalui perawi hadist pertama
Metode ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadist, baik perawi
tersebut dari kalangan sahabat, bila sanadnya muttashil sampai kepada Nabi
SAW, atau dari kalangan tabi’in, apabila hadist tersebut mursal. Para
penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini mencantumkan hadist-hadist
yang diriwayatkan oleh para perawi pertama tersebut. Oleh karenanya, sebagai
langkah pertama metode ini adalah mengenal para perawi pertama dari setiap
hadist yang hendak di-takhrij, dan setelah itu barulah mencari nama perawi
pertama tersebut dalam kitab-kitab itu, dan selanjutnya mencari hadist yang
dimaksud diantara hadist-hadist yang tertera dibawah nama perawi pertama
tersebut.
Keuntungan dengan metode ini sekaligus adalah bahwa masa proses
takhrij dapat diperpendek, karena dengan metode ini, diperkenalkan sekaligus
para ulama hadist yang meriwayatkannya beserta kitab-kitabnya. Akan tetapi,
kelemahan dari metode ini adalah ia tidak dapat digunakan dengan baik,
apabila perawi pertama hadist yang hendak diteliti itu tidak diketahui, dan
demikian juga merupakan kesulitan tersendiri untuk mencari hadist diantara
hadist-hadist yang tertera dibawah setiap perawi pertamanya yang jumlahnya
kadang-kadang cukup banyak.
7

7
4. Takhrij berdasarkan tema hadist
Metode ini berdasarkan pada tema dari suatu hadist. Oleh karena itu,
untuk melakukan takhrij dengan metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan
tema dari suatu hadist yang akan di-takhrij kemudian baru mencarinya melalui
tema itu pada kitab-kitab yang disusun menggunakan metode ini. Seringkali
suatu hadist memiliki lebih dari satu tema. Dalam kasus yang demikian,
seorang mukharrij harus mencarinya pada tema-tema yang mungkin
dikandung oleh hadist tersebut.
Di antara keistimewaan metode ini adalah, bahwa metode ini hanya
menuntut pengetahuan akan kandungan hadist, tanpa memerlukan
pengetahuan tentang lafaz pertamanya, pengetahuan bahasa Arab dengan
perubahan katanya, atau pengetahuan lainnya. Metode ini juga mendidik
ketajaman pemahaman hadist pada diri peneliti, memperkenalkan kepadanya
maksud hadist yang dicarinya dan hadist-hadist yang senada dengannya.
Akan tetapi, metode ini juga tidak luput dari berbagai kekurangan,
terutama apabila kandungan hadist sulit disimpulkan oleh seorang peneliti,
sehingga dia tidak dapat menentukan temanya, maka metode ini tidak
mungkin diterapkan. Demikian juga apabila pemahaman si mukharrij tidak
sesuai dengan pemahaman penyusun kitab, maka dia akan mencari hadist
tersebut di tempat yang salah. Seumpama hadist yang semula disimpulkan
oleh mukharrij sebagai hadist peperangan, ternyata oleh penyusun kitab
diletakkan pada hadist tafsir.
5. Takhrij berdasarkan status hadist
Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para
ulama hadist dalam menyusun hadist-hadist, yaitu penghimpunan hadist
berdasarkan statusnya. Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam
proses pencarian hadis berdasarkan statusnya, seperti hadist-hadist qudsi,
hadist masyhur, hadist mursal, dan lainnya. Seorang peneliti hadist, dengan
membuka kitab-kitab seperti diatas, dia telah melakukan takhrij al-hadits.
Kelebihan metode ini dapat dilihat dari segi mudahnya proses takhrij.
Hal ini karena sebagian besar hadist-hadist yang dimuat dalam kitab yang
berdasarkan sifat-sifat hadist sangat sedikit, sehingga tidak memerlukan upaya
yang rumit. Namun karena cakupannya sangat terbatas, dengan sedikitnya
8

8
hadist-hadist yang dimuat dalam karya-karya sejenis, hal ini sekaligus menjadi
kelemahan dari metode ini.4
E. Kitab-kitab Takhrij Al-Hadist
Kitab yang dianggap sebagai pelopor proses takhrij al-hadist disusun oleh al-
Khatib al-Baghdadi (w. 463 H). Setelah itu muncullah berbagai kitab takhrij al-hadist.
Di antara kitab takhrij al-hadist yang populer ialah Takhrij Fawaidil Muntakhabah
al-Shihah wal Gara’ib yang disusun oleh Abul-Qasim al-Mahrawani, kedua kitab ini
masih berupa manuskrip, dan belum terkodifikasi dengan baik menjadi sebuah
kitab.Ada pula judul sebuah kitab Takhrij Ahadisil Muhazzab yang disusun oleh
Muhammad bin Musa al-Hazimi al-Syafi’i (w. 584 H). Terakhir, kitab al-Muhazzab
yang merupakan karya utama Abu Ishaq al-Syirazi.
Lalu berturut-turut muncullah kitab-kitab takhrij hingga menjadi populer.
Belakangan jumlah kitab takhrij al-hadits sudah mencapai puluhan judul kitab. Ini
menjadi bukti bahwa ulama ahli hadist, lazim disebut al-muhadditsin, mempunyai
perhatian yang sangat besar terhadap kitab-kitab hadist yang telah di-takhrij. Mereka
juga mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap keterjagaan hadist Nabi. Melalui
upaya mereka, tertutuplah segala kesempatan untuk menyelewengkan hadist. Jika
tidak ada usaha serius yang mereka lakukan niscaya ada banyak ketimpangan. Jika itu
terjadi pengembangan ilmu-ilmu syar’i akan mengalami hambatan yang sangat serius,
terutama dalam hal pencarian sumber-sumber hadist.
Setelah itu datanglah masa dimana seorang penuntut ilmu menjumpai sebuah
hadist di dalam kitab yang hanya menyebutkan petunjuk singkat terhadap sumber
aslinya. Orang itu tidak mengetahui cara memperoleh teks hadist dari sumber aslinya.
Ini terjadi karena keterbatasan ilmu mereka tentang cara penyusunan kitab yang
menjadi sumber hadist itu. Pun, ketika ia hendak menguatkan pembahasannya dengan
sebuah hadist, sedangkan ia tahu bahwa hadist itu terdapat di dalam Shahih-Bukhari,
Musnad Ahmad, atau Mustadrak al-Hakim, karena tidak mengetahui sistematika
penyusunannya.

4
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, (Jakarta:PT.MUTIARA SUMBER WIDYA,2001) hal.404-416.

9
Hingga kini, sudah banyak ulama ahli hadist yang telah menulis kitab tentang
takhrij al-hadits. Jumlahnya puluhan, bahkan mungkin ratusan judul. Beberapa nama
kitab takhrij al-hadits yang populer sebagai berikut.
a. Kitab Takhriju Ahadisil Muhazzab, karya Abu Ishaq As-Syirazi, tulisan
Muhammad bin Musa al-Hazimi (-584 H).
b. Kitab Takhriju Ahadits Mukhtasaril Kabir, karya Ibn al-Hajib tulisan Ahmad bin
Abdul Hadi al-Maqsidi (-774 H).
c. Kitab Nasbur-Rayah Li Ahaditsil Hidayah, karya al-Margigani, tulisan Abdullah
bin Yusuf Az-Zaila’I (-762 H).
d. Kitab Takhrij Ahadisi Kassyaf, karya al-Jahiz, tulisan Az-Zaila’I juga.
e. Kitab Al-Badrul Munir Fi Takhrijil Ahadisi Wal-Asari Waqi’Ati Fis-Syahril
Kabiri, karya Al-Rafa’I, tulisan Umar bin Ali bin al-Mulqin (-804 H).
f. Kitab Al-Mugni ‘An Hamlil Asfar Fil Asfar Fi Takhriji Ma Fil Ihya’ Minal
Akhbar, tulisan Abdurrahman bin al-Husain al-iraqi (-806 H).
g. Kitab-kitab Takhrij Al-Turmudzi yang ditandainya dalam setiap tulisan al-Hafidz
al-iraqi juga.
h. Kitab At-Talkhisul Khabir Fi Takhriji Ahadis Syarhil Wajizil Kabir, kitab al-rifa’i,
tulisan Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Aqalani (852 H).
i. Kitab Ad-Dirayah Fi-Takhriji Ahadisil Hidayah , tulisan al-Hafidz ibn Hajar
juga.5

5
Ahmad Izzan, Studi Takhrij Hadis, (Bandung:Tafakur:2012).hal.6-7.

10

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Takhrij al-hadist adalah mencari atau mengeluarkan hadist dari
persembunyiannya yang terdapat pada ulama yang memenuhi syarat periwayat
hadist dan yang terdapat dalam kitab hadist induk.
2. Kegiatan takhrij al-hadist pada awalnya adalah berupa pencarian dengan
mengeluarkan hadist dari ulama yang memenuhi syarat sebagai periwayat hadist.
Takhrij al-hadist yang dikembangkan di masa sekarang ini adalah identik dengan
penelitian kepustakaan, yaitu mencari hadist dari berbagai kitab yang memuat
hadist yang lengkap matan dan sanadnya. Kemudian dilanjutkan dengan penelitian
kualitas sanad dan matan hadist.
3. Tujuan takhrij al-hadist adalah untuk menunjukkan sumber hadist-hadits dan
menerangkan diterima atau ditolaknya hadist-hadist tersebut. Sedangkan manfaat
takhrij secara sederhana adalah dapat mengumpulkan berbagai sanad suatu hadist,
dan dapat mengumpulkan berbagai redaksi matan hadist.
4. Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai
pedoman, yaitu takhrij menurut lafaz pertama matan hadist, takhrij menurut lafaz-
lafaz yang terdapat di dalam matan hadist, takhrij menurut perawi pertama,
takhrij menurut tema hadist, dan takhrij menurut klasifikasi (status) hadist.
5. Beberapa kitab takhrij al-hadist yang populer antara lain kitab Takhriju Ahadisil
Muhazzab karya Abu Ishaq As-Syirazi, kitab Takhriju Ahadits Mukhtasaril Kabir
karya Ibn al-Hajib, kitab Nasbur Rayah Li Ahadisil Hidayah karya al-Margigani,
dan lain-lain.

11

11
DAFTAR PUSTAKA

Herdi, Asep. 2014. Memahami Ilmu Hadis. Bandung: Tafakur.


Izzan, Ahmad. 2012. Studi Takhrij Hadis. Bandung: Tafakur.
Yuslem, Nawir. 2001. Ulumul Hadis. Jakarta: PT.MUTIARA SUMBER WIDYA.
Jon Pamil. 2012. Takhrij Hadis: Langkah Awal Penelitian Hadis. Jurnal Pemikiran Islam. 37
(1): 53-54.

12

12

Anda mungkin juga menyukai