30 Instiper-MeidiSyaflan
30 Instiper-MeidiSyaflan
net/publication/330873324
CITATIONS READS
0 47
12 authors, including:
All content following this page was uploaded by Ngatirah Ngatirah on 05 February 2019.
Abstrak
Upaya merubah predikat negatif kawasan pedesaan menjadi kawasan pertumbuhan ekonomi
baru perlu didukung dengan terjaminnya ketersediaan energi bersih, murah secara berkelanjutan
untuk mengolah bahan baku yang melimpah menjadi produk olahan dengan nilai ekonomi yang
lebih tinggi. Untuk mewujudkan hal tersebut telah dilakukan kajian terhadap faktor-faktor penyebab
kegagalan pengembangan teknologi biogas di daerah Istimewa yogyakarta untuk menyusun strategi
pengembangan baru yang lebih melibatkan para pemanfaat dalam pengambilan keputusan
investasi. Khususnya untuk biodigester biru SNI 7826:2012 oleh tim pengembang yang tergabung
dalam Indonesia Biogas and Bioslurry Development Center (IB2DC) yang berbasis di Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Stiper Yogyakarta
bekerjasama dengan pelaksana konstruksi CV Bina Energi Mandiri Persada (BEMP) salah satu
mitra Yayasan Rumah Energi di Yogyakarta. Dari hasil kajian dan strategi pengembangan
didapatkan hasil bahwa pola sosialisasi secara komprehensif yaitu ceramah dan diskusi serta
pemutaran audiovisual; kunjungan ke lokasi yang sudah berhasil melakukan investasi; keterlibatan
dalam menentukan letak lokasi dan ukuran konstruksi yang dikombinasikan dengan subsidi bahan
baku tenaga ahli konstruksi gratis dan ketersediaan kredit mikro murah adalah yang paling
disenangi masyarakat untuk berinvestasi pada biodigester ini. Dalam jangka waktu 3 tahun IB2DC
dan BEMP berhasil membangun sebanyak 300 unit biodigester biru SNI 7826:2012 berbagai
ukuran yang tersebar di 4 kabupaten di DIY dan jika dikembangkan secara lebih masif dengan
dukungan pemerintah dapat membangun kemandirian pangan dan energi pedesaan.
Kata kunci : Biodigester Biru SNI 7826:2012; Kemandirian pangan, kemandirian energi,
Biogas
Abstract
Efforts to change the negative predicate of rural areas into new economic growth areas need
to be supported by ensuring the availability of clean, cheap energy in a sustainable manner to
process abundant raw materials into processed products with higher economic value. To make this
happen, we have conducted a study on the factors causing the failure of biogas technology
development in the special area of Yogyakarta to develop a new development strategy that involves
more beneficiaries in making investment decisions. Particularly for the biodigester Biru SNI 7826:
2012 by a team of developers incorporated in Indonesia Biogas and Bioslurry Development Center
(IB2DC) based in the Department of Agricultural Processing Technology Faculty of Agricultural
Technology, Stiper Agricultural University Yogyakarta in cooperation with the construction of CV
Bina Energi Mandiri Persada (BEMP) one partner of Yayasan Rumah Energi in Yogyakarta. From
result of study and development strategy got result that comprehensive socialization pattern that is
lecture and discussion and audiovisual playback; visits to locations that have already made a
successful investment; involvement in determining the location and size of the construction
combined with the free material subsidy of free construction experts and the availability of cheap
microcredit is the most favored for the public to invest in this biodigester. Within 3 years IB2DC
and BEMP succeeded in building 300 units of biodigester Biru SNI 7826: 2012 of various sizes
spread over 4 districts in DIY and if developed more massively with the support of government can
build self-sufficiency of food and rural energy.
Keywords: Biodigester Biru SNI 7826: 2012; Food independence, energy independence,
Biogas
A. PENDAHULUAN
Upaya pengembangan biodigester penghasil biogas menggunakan rancangan yang
telah mendapatkan pengakuan secara nasional secara terprogram di Indonesia baru dimulai
pada tahun 2010. Biodigester yang dipakai dalam program Indonesia Domestic Biogas
Program (IDBP) ini disain awal berasal dari Nepal yang diadaptasikan ke Indonesia oleh
lembaga NGO Internasional yang berbasis di Negeri Belanda Humanische Instituut Voor
Onwijkling Samenwerking (Hivos) serta menstandardisasi disainnya untuk kubah tetap
(fixed dome) dengan Standard Nasional Indonesia (SNI) dengan nomer 7826 tahun 2012,
satu satu yang telah terstadardisasi di Indonesia yang sering disebut sebagai BIRU (biogas
rumah). Program ini telah dikembangkan di 16 Propinsi di Indonesia termasuk dikawasan
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Tahun 2013 sekelompok Dosen di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fateta
Instiper mendapatkan kesempatan dilatih oleh Hivos sebagai tenaga pengawas
pembangunan baik secara klasikal maupun praktek membangun konstruksi biodigester
Biru SNI 7826: 2012. Untuk mengefektifkan kerja kelompok tersebut di bentuklah lembaga
penaung yang diberi nama Pusat Pengembangan Biogas dan Bioslurry Indonesia
(Indonesia biogas & bioslurry development centre). Kegiatan awal yang dilakukan adalah
melakukan kajian keberlanjutan introduksi teknologi biogas di DIY sebagai base line study
sebelum terlibat langsung dalam pengembangan biodigester ini di wilayah DIY.
Hasil kajian baseline study diharapkan dapat digunakan untuk lebih mempercepat
proses pengembangan biodigester ini di kawasan DIYdalam kerangka untuk menjamin
ketersediaan energy bersih, murah secara berkelanjutan. Hal tersebut mengingat cukup
tingginya populasi ternak sapi dan ternak lainnya yang dapat digunakan sebagai umpan
biodigester biru tersebut. Selain itu produk samping yang keluar dari biodigester biru yang
disebut bioslurry adalah bahan organic yang sudah matang dan siap digunakan langsung
sebagai pupuk organic maupun keperluan lain sehingga dapat menunjang usaha pertanian
sebagai penghasil bahan baku industry pertanian. Kelimpahan energy bersih yang
berkelanjutan dan ketersedian bahan organic bagi tanaman yang berkecukupan diharapkan
menjamin ketersediaan pangan di pedesaan.
B. METODE PELAKSANAAN
Meskipun DIY menjadi salah satu kawasan pengembangan biodigester Biru di
Indonesia tetapi pada kenyataannya di fase awal sangat sulit mendapatkan informasi
tentang keberadaan biodigester ini di daerah ini. Apatah lagi kalau kita akan melakukan
kajian seberapa jauhkah biodigester ini memberikan manfaat bagi para pengguna, karena
tidak ada data yang dapat diakses oleh para peneliti di jajaran birokrasi. Untuk tujuan
tersebut perlu dilakukan survey menggunakan metode non probabilistic khususnya teknik
snow balls, dengan dasar pemikiran ketika berhasil menemukan salah satu biodigester yang
Membangun Kemandirian Pangan Dan Energi Pedesaan Dengan Biodigester Biru SNI 7826:2012 223
Semnas PPM 2017, Hal 222-227 ISBN: 978-602-6923-04-2
dimaksud harapannya akan menghantarkan kepada pemilik yang berikutnya dan seterusnya
sehingga jumlah sampel dianggap cukup. Setiap pengguna yang berhasil di dapatkan
langsung dilakukan wawancara mendalam tentang latar belakang pembangunan
biodigester Biru serta manfaat yang dirasakan oleh pengguna.
Hasil dari wawancara terhadap sampel yang berhasil dijaring selanjutnya
digunakan untuk menyusun strategi pengembangan baru untuk mengeliminir terulangnya
kelemahan model pengembangan sebelumnya. Model pengembangan baru selalu di
evaluasi dan disempurnakan mengacu pada model pengembangan partisipatory budgeting
(PB) yang pernah diimplementasikan pada program investasi desa secara partisipatif
(Meidi Syaflan; 2009).
Membangun Kemandirian Pangan Dan Energi Pedesaan Dengan Biodigester Biru SNI 7826:2012 225
Semnas PPM 2017, Hal 222-227 ISBN: 978-602-6923-04-2
D. KESIMPULAN
Pola pembangunan infrastruktur dikawasan pedesaan khususnya pada program
pengembangan biodigester biru SNI 7826: 2012 yang menggunakan pendekatan
partisipatif dengan melibatkan para pemanfaat secara intensif mulai dari awal perencanaan
memberikan tingkat keberlanjutan yang lebih tinggi daripada pembangunan dengan
pendekatan keproyekan yang lebih mementingkan output ketimbang outcome. Jika
pendekatan partisipatif ini di implementasikan pada skala yang luas akan membuka
kesempatan bagi tersedianya energy bersih dan murah secara berkelanjutan di pedesaan
yang dapat memacu tumbuhnya industry rumah tangga memanfaatkan kelimpahan bahan
baku yang memanfaatkan bioslurry dari biodigester ini sehingga mendukung kemandirian
pangan. Untuk wujudkan hal tersebut perlu dilakukan advokasi oleh kalangan akademik
khususnya lembaga pengabdian masyarakat kepada birokrasi pemerintah untuk lebih
mendengarkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat pedesaan dalam mengambil kebijakan
pembangunan agar mendapat dukungan dan partisipasi penuh masyarakat desa. Jika hal
tersebut dapat dilakukan maka itulah titik awal pertumbuhan ekonomi pedesaan menuju
kemajuan dan kesejahteraan yang lebih baik.
Daftar Pustaka
Benscik, A & Bognar, C., 2007. Success criteria on knowledge based organizational or the
necessity of leadership style change. Problem and Perspectives in Management.
De Groot, L & Bogdanski, A., 2013. Bioslurry: Brown Gold?. A Review of scientific
literature on the co-product of biogas production. FAO, Rome Italia.E-ISBN 978-
92-5-107929-4.
Membangun Kemandirian Pangan Dan Energi Pedesaan Dengan Biodigester Biru SNI 7826:2012 227