Anda di halaman 1dari 13

Nama: Dwi Rahayu Purbasari

NPM: 240110180044
Materi: Kekritisan Lahan dan Kriterianya

Kekritisan Lahan dan Kriterianya

Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015 – 2019, pemerintah


memprioritaskan 15 DAS prioritas yang akan dipulihkan terlebih dahulu. Dari 15
DAS yang menjadi prioritas untuk dipulihkan, enam DAS di antaranya berada di
Pulau Jawa, yakni Citarum, Ciliwung, Cisadane, Serayu, Bengawan Solo, dan
Brantas. Cara menentukan DAS prioritas salah satunya adalah dengan menganalisis
lahannya, menganalisis kekritisan lahan, kemampuan lahan, besar indeks
erosi, morfoerosi, dan lain lain.

Definisi Lahan Kritis


1. Lahan kritis adalah lahan yang fungsinya kurang baik sebagai media produksi
untuk menumbuhkan tanaman yang dibudidayakan atau yang tidak
dibudidayakan ( UU RI No 37, tahun 2014 Tentang Konservasi Tanah dan Air).
2. Lahan kritis adalah lahan di dalam maupun di luar kawasan hutan yang telah
mengalami kerusakan sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai
pada batas yang ditentukan atau diharapkan (Permenhut No P.32/Menhut-
II/2019 Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan
daerah Aliran Sungai (RTKRHL DAS))
3. Lahan kritis adalah lahan yang tidak mampu secara efektif digunakan untuk
lahan pertanian sebagai media pengatur tata air, maupun sebagai pelindung
alam lingkungan
4. Lahan kritis adalah lahan atau tanah yang saat ini tidak produktif karena
pengelolaan dan penggunaan tanah yang tidak atau kurang memperhatikan
syarat – syarat konservasi tanah dan air sehingga menimbulkan erosi,
kerusakan kimia, fisik, tata air dan lingkungannya.
Faktor penyebab
Penyebab kekritisan lahan diantaranya yaitu :
1. Keadaan Geomorfologi
Menunjukkan bagaimana keadaan morfologi, tanah, topografi, serta
menunjukkan apakah suatu daerah tersebut rentan terjadi erosi, banjir, tanah
longsor dan kekeringan, dimana hal ini berhubungan dengan kemampuan lahan
atau daya dukung wilayah.
2. Iklim
Tingginya curah hujan yang berpotensi merusak lahan (erosivitas tinggi)
3. Aktivitas Manusia
Contohnya yaitu penebangan hutan illegal, kebakaran hutan, eksploitasi hutan,
penggunaan lahan berlebihan, lahan perkebunan, industry, jalan pertanian dan
penggunaan lahan tidak menerapkan kaidah konservasi tanah dan air.

Kriteria Lahan Kritis


Parameter tertentu lahan kritis berdasarkan Permenhut Nomor
32/Menhut-II/2009 meliputi :
1. Penutupan lahan
2. Kemiringan lereng
3. Tingkat bahaya erosi
4. Produktivitas
5. Manajemen

Daerah aliran sungai adalah wilayah yang mempunyai faktor penentu kualitas
lahan yang sangat kompleks, baik di wilayah bagian hulu, tengah, maupun
hilir. Perubahan tersebut jika tidak terkendali akan memicu degradasi kualitas
daerah aliran sungai. Untuk itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kembali
fungsi dan peruntukan lahan, sehingga kualitas daerah aliran sungai seimbang dan
lestari.

Faktor Penyebab Lahan Kritis


1. Kekeringan
Biasanya terjadi di daerah – daerah bayangan hujan. Daerah bayangan hujan
artinya berada di balik – balik gunung ataupun bukit.
2. Faktor genangan air yang terus menerus
Seperti di daerah pantai yang selalu tertutup rawa – rawa.
3. Erosi tanah dan masswasting
Biasanya terjadi di daerah dataran tinggi, pegunungan dan daerah yang miring.
Masswasting adalah gerakan tanah menuruni lereng.
4. Pengolahan lahan yang kurang memperhatikan aspek – aspek
kelestarian lingkungan
Lahan kritis dapat terjadi di dataran tinggi pegunungan, daerah yang miring
atau bahkan di dataran rendah
5. Masuknya material yang dapat bertahan lama ke lahan pertanian
(Tidak dapat diuraikan oleh bakteri), misalnya plastik. Plastik dapat bertahan
hingga 200 tahun di dalam tanah, sehingga sangat mengganggu kelestarian
kesuburan tanah. Pembekuan air, biasanya terjadi di daerah kutub atau
pegunungan yang sangat tinggi.

Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu

1. Pengumpulan data yang eksentif


Didukung oleh strategi pengelolaan data yang terpadu, perlu dilaksanakan
sebelum terencana pengelolaan DAS dirumuskan (Identifikasi karakteristik
DAS)
2. Perumusan tujuan dan sasaran
Secara jelas, spesifik, dan terukur dengan memperlihakan penilaian masyarakat
terhadap barang dan jasa dari sistem DAS. Peraturan dan kebijaksanaan
pemerintah, adat istiadat masyarakat, kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan pengelolaan DAS.
3. Identifikasi dan memformulasikan beberapa rencana kegiatan sebagai
alternative
4. Evaluasi alternative kegiatan pengelolaan yang diimplementasikan, sehingga
dapat menghasilkan bentuk kegiatan yang paling tepat, dimana secara teknis
dapat dilaksanakan, secara social politik dapat diterima, dan secara
ekonomipun terjangkau.
5. Penyusunan rancang kegiatan atau program pengelolaan DAS
6. Berupa usulan rencana yang dianggap paling memenuhi kriteria untuk
tercapainya pembangunan yang berkelanjutan
7. Legistimasi dan sosialisasi rencana yang telah disusun kepada pihak – pihak
yang terkait.

ANALISIS SPASIAL
Salah satu cara menentukan kekritisan lahan yaitu dengan bantuan analisis
spasial, karena lebih memudahkan dimana nilai dari setiap klasifikasi yaitu bobot
dikali skor. Nilai – nilainya itu dapat berupa :
1. Peta tutupan lahan, dapat diperoleh dari Lapan
2. Peta kemiringan lahan, dapat diperoleh dari DAM
3. Peta manajemen, dapat diperoleh dari BPDAS
4. Peta erosi, dapat diperoleh dari BPDAS
5. Peta jenis tanah, dapat diperoleh dari BPDAS
Analisis terhadap beberapa parameter penentu lahan kritis menghasilkan data
spasial lahan kritis. Parameter penentu lahan kritis berdasarkan Permenhut
Nomor P.32/Menhut-II/2009, meliputi :
1. Penutupan lahan
2. Kemiringan lereng’tingkat bahaya erosi
3. Produktivitas
4. Manajemen
Skoring dan Pembobotan untuk Penentuan Lahan Kritis (Kawasan Hutan
Lindung)
1. Kriteria % bobot : Penutupan lahan (50) Kelas :
a. Sangat baik
Besaran/ deskripsi >80%, skor : 5
b. Baik
Besaran/ deskripsi 61 - 80%, skor : 4
c. Sedang
Besaran/ deskripsi 41 - 60%, skor : 3
d. Buruk
Besaran/ deskripsi 21 - 40%, skor : 2
e. Sangat buruk
Besaran/ deskripsi <20%, skor : 1
Keterangan : Dinilai berdasarkan presentase penutupan tajuk pohon
2. Kriteria % bobot : Lereng (20) Kelas :
a. Datar
Besaran/ deskripsi <8%, skor : 5
b. Landai
Besaran/ deskripsi 8 - 15%, skor : 4
c. Agak Curam
Besaran/ deskripsi 16 - 25%, skor : 3
d. Curam
Besaran/ deskripsi 26 - 40%, skor : 2
e. Sangat Curam
Besaran/ deskripsi >40%, skor : 1
3. Kriteria % bobot : Erosi (20) Kelas :
a. Ringan
Besaran/ deskripsi 0 dan I, skor : 5
b. Sedang
Besaran/ deskripsi II, skor : 4
c. Berat
Besaran/ deskripsi III, skor : 3
d. Sangat Berat
Besaran/ deskripsi IV, skor : 2
Keterangan : Dihitung dengan menggunakan rumus USLE
4. Kriteria % bobot : Manajemen (10) Kelas :
a. Baik
Besaran/ deskripsi Lengkap *), skor : 5
b. Sedang
Besaran/ deskripsi tidak lengkap, skor : 3
c. Buruk
Tidak ada besaran/ deskripsi, skor : 1 Keterangan :
*) = tata batas kawasan ada pengamanan, pengawasan, ada penyuluhan yang
dilaksanakan.
Skoring dan Pembobotan untuk Penentuan Lahan Kritis (Lahan Pertanian)
1. Kriteria % bobot : Produktivitas (30) Kelas :
a. Sangat tinggi
Besaran/ deskripsi >80%, skor : 5
b. Tinggi
Besaran/ deskripsi 61 - 80%, skor : 4
c. Sedang
Besaran/ deskripsi 41 - 60%, skor : 3
d. Rendah
Besaran/ deskripsi 21 - 40%, skor : 2
e. Sangat rendah
Besaran/ deskripsi <20%, skor : 1
Keterangan : Dinilai berdasarkan rasio terhadap produksi komoditi umum
optimal pada pengelolaan tradisional
2. Kriteria % bobot : Lereng (20) Kelas :
a. Datar
Besaran/ deskripsi <8%, skor : 5
b. Landai
Besaran/ deskripsi 8 - 15%, skor : 4
c. Agak Curam
Besaran/ deskripsi 16 - 25%, skor : 3
d. Curam
Besaran/ deskripsi 26 - 40%, skor : 2
e. Sangat Curam
Besaran/ deskripsi >40%, skor : 1
3. Kriteria % bobot : Erosi (20) Kelas :
a. Ringan
Besaran/ deskripsi 0 dan I, skor : 5
b. Sedang
Besaran/ deskripsi II, skor : 4
c. Berat
Besaran/ deskripsi III, skor : 3
d. Sangat Berat
Besaran/ deskripsi IV, skor : 2
Keterangan : Dihitung dengan menggunakan rumus USLE
4. Kriteria % bobot : Manajemen (10) Kelas :
a. Baik
Besaran/ deskripsi : penerapan teknologi konservasi tanah lengkap dan sesuai
petunjuk teknis, skor : 5
b. Sedang
Besaran/ deskripsi tidak lengkap / tidak terpelihara, skor : 3
c. Buruk
Tidak ada besaran/ deskripsi, skor : 1
Skoring dan Pembobotan untuk Penentuan Lahan Kritis (Kawasan Lindung
di Luar Kawasan Hutan)
1. Kriteria % bobot : Vegetasi Permanen (50) Kelas :
a. Sangat baik
Besaran/ deskripsi >40%, skor : 5
b. Baik
Besaran/ deskripsi 31 - 40%, skor : 4
c. Sedang
Besaran/ deskripsi 21 - 30%, skor : 3
d. Buruk
Besaran/ deskripsi 10 - 20%, skor : 2
e. Sangat buruk
Besaran/ deskripsi <10%, skor : 1
2. Kriteria % bobot : Lereng (10) Kelas :
a. Datar
Besaran/ deskripsi <8%, skor : 5
b. Landai
Besaran/ deskripsi 8 - 15%, skor : 4
c. Agak Curam
Besaran/ deskripsi 16 - 25%, skor : 3
d. Curam
Besaran/ deskripsi 26 - 40%, skor : 2
e. Sangat Curam
Besaran/ deskripsi >40%, skor : 1
3. Kriteria % bobot : Erosi (10) Kelas :
a. Ringan
Besaran/ deskripsi 0 dan I, skor : 5
b. Sedang
Besaran/ deskripsi II, skor : 4
c. Berat
Besaran/ deskripsi III, skor : 3
d. Sangat Berat
Besaran/ deskripsi IV, skor : 2
Keterangan : Dihitung dengan menggunakan rumus USLE
4. Kriteria % bobot : Manajemen (30) Kelas :
d. Baik
Besaran/ deskripsi : penerapan teknologi konservasi tanah lengkap dan sesuai
petunjuk teknis, skor : 5
e. Sedang
Besaran/ deskripsi tidak lengkap / tidak terpelihara, skor : 3
f. Buruk
Tidak ada besaran/ deskripsi, skor : 1
Setiap skoring dan pembobotan baik di kawasan lindung di luar kawasan
hutan, lahan pertanian, maupun kawasan hutan lindung berbeda – beda, dimana
kriteria yang paling mencolok yaitu pada nomor satu. Namun pada nomor 1 terdapat
perbedaan, dimana pada hutan lindung dengan kriteria penutupan lahan, pada lahan
pertanian dengan kriteria produktivitas, dan pada kawasan lindung di luar kawasan
hutan terdapat vegetasi permanen. Tingkat kekritisan mulai dari sangat
kritis, hingga tidak kritis.
Penutupan lahan
Untuk parameter penutupan lahan dinilai berdasarkan presentase penutupan
tajuk pohon terhadap luas setiap land system (menurut RePPProt) dan
diklasifikasikan menjadi lima kelas.
1. Kelas sangat baik
Presentase penutupan tajuk >80%, skornya 5, skror x bobot (50) yaitu 250.
2. Kelas baik
Presentase penutupan tajuk 61 – 80%, skornya 4, skror x bobot (50) yaitu 200.
3. Kelas sedang
Presentase penutupan tajuk 41 - 60%, skornya 3, skror x bobot (50) yaitu 150.
4. Kelas buruk
Presentase penutupan tajuk 21 - 40%, skornya 2, skror x bobot (50) yaitu 100.
5. Kelas sangat buruk
Presentase penutupan tajuk <200%, skornya 1, skror x bobot (50) yaitu 50.
Tingkat Kekritisan Lahan
Kawasan Hutan Lindung
1. Sangat kritis, besarnya nilai 120 – 180
2. Kritis, besarnya nilai 181 – 270
3. Agak kritis, besarnya nilai 271 – 360
4. Potensial kritis, besarnya nilai 361 – 450
5. Tidak kritis, besarnya nilai 451 – 500 Lahan Pertanian
1. Sangat kritis, besarnya nilai 115 – 200
2. Kritis, besarnya nilai 201 – 275
3. Agak kritis, besarnya nilai 276 – 350
4. Potensial kritis, besarnya nilai 351 – 425
5. Tidak kritis, besarnya nilai 426 – 500
Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan
1. Sangat kritis, besarnya nilai 110 – 200
2. Kritis, besarnya nilai 201 – 275
3. Agak kritis, besarnya nilai 276 – 350
4. Potensial kritis, besarnya nilai 351 – 425
5. Tidak kritis, besarnya nilai 426 – 500
Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak vertikal)
suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar lereng dapat dinyatakan dengan
o
beberapa satuan, diantaranya adalah dengan % (persen) atau dengan (derajat).
Terdapat 5 kelas.
1. Kelas datar
Kemiringan lereng < 8%, dengan skor 5
2. Kelas landai
Kemiringan lereng 8 – 15%, dengan skor 4
3. Kelas agak curam
Kemiringan lereng 16 – 25%, dengan skor 3
4. Kelas curam
Kemiringan lereng 26 – 40%, dengan skor 2
5. Kelas sangat curam
Kemiringan lereng > 40, dengan skor 1
Tingkat Bahaya Erosi
Tingkat bahaya erosi (TBE) dapat dihitung dengan cara membandingkan
tingkat erosi di suatu satuan lahan (land unit) dan kedalaman tanah efektif pada
satuan lahan tersebut. Dalam hal ini tingkat erosi dihitung dengan menghitung
perkiraan rata – rata tanah hilang tahunan akibat erosi lapis dan alur. Perhitungan
tingkat erosi dengan rumus USLE dapat dinyatakan sebagai :
A = R x K x LS x C x P A = jumlah tanah hilang (ton/ha/tahun)
R = erisivitas curah hujan tahunan rata – rata (biasanya dinyatakan sebagai energy
dampak curah hujan (MJ/ha) x Intensitas hujan maksimal selama 30 menit
(mm/jam)
K = indeks erodibilitas tanah (ton x ha x jam) dibagi oleh (ha x mega joule x mm)
LS = indeks panjang dan kemiringan lereng
C = indeks pengelolaan tanaman
P = indeks upaya konservasi tanah
Produktivitas
Data produktivitas merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai
kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian, yang dinilai berdasarkan ratio
terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional. Terdapat
5 skala produktivitas :
1. Kelas sangat tinggi
Ratio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan trasidional
: > 80%, dengan skor 5, skor x bobot (30) yaitu 150
2. Kelas tinggi
Ratio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan trasidional
: 61 - 80%, dengan skor 4, skor x bobot (30) yaitu 120
3. Kelas sedang
Ratio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan trasidional
: 41 - 60%, dengan skor 3, skor x bobot (30) yaitu 90
4. Kelas rendah
Ratio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan trasidional
: 21 - 40%, dengan skor 2, skor x bobot (30) yaitu 60
5. Kelas sangat rendah
6. Ratio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan trasidional
< 20%, dengan skor 1, skor x bobot (30) yaitu 30

Manajemen
Manajemen merupakan salah satu kriteria yang digunakan untu menilai lahan
kritis di kawasan hutan lindung, yang dinilai berdasarkan kelengkapan aspek
pengelolaan yang meliputi keberadaan tata batas kawasan, pengamanan serta
dilaksanakan atau tidaknya penyuluhan. Terdapat 3 kelas manajemen :
1. Kelas baik
Besaran/deskripsinya lengkap*), skor 5, skor x bobot (10) = 50.
2. Kelas sedang
Besaran/deskripsinya tidak lengkap, skor 3, skor x bobot (10) = 30.
3. Kelas buruk
Tidak ada besaran/deskripsinya, skor 1, skor x bobot (10) = 10.
Keterangan tanda *) yaitu :
- Tata batas kawasan ada
- Pengamanan pengawasan ada
- Penyuluhan dilaksanakan
Penutup
1. Untuk menyusun perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan yang baik, maka
diperlukan data lahan kritis yang akurat
2. Metodologi yang tepat untuk mengidentifikasi lahan kritis sangat penting untuk
mendapatkan peta dan data lahan kritis yang akurat
3. Hasil identifikasi peta dan data lahan kritis dijadikan acuan bagi para
pengambil kebijakan dalam melakukan program RHL dan meningkatkan daya
dukung DAS.

Anda mungkin juga menyukai