Anda di halaman 1dari 4

10 Cara BICARA Agar Anak Mau MENDENGAR

Entah dia keras kepala atau pura-pura tak punya telinga. Kok sulit sekali membuat si prasekolah mau
mendengarkan kita ya.

“Sayang, Mama kan sudah bilang, kalau habis minum, gelasnya langsung ditaruh di dapur dong. Biar
bisa dicuci Mbak,” ujar Karina pada Riani. Namun, si 4 tahun itu bergeming dan tetap asyik dengan
teddy bear pink-nya. Karina yang berusaha memahami putrinya mencoba bersabar lalu dengan iseng
ibu 2 putri itu berkata, “Riani ikut Mama belanja yuk! Serta merta anaknya yang duduk di TK A itu
melempar bonekanya dan langsung menggandeng lengan sang bunda. “Yuk, Ma! Sekarang, ya!” ujar
Riani dengan riang.

Nah, kena deh! Ternyata telinga Riani pilih-pilih saat mau mendengarkan. Kalau hal-hal yang
menyenangkan, responsnya langsung positif. Tapi uh, jangan harap deh kalau dia dimintai tolong
ini-itu apalagi kalau disuruh dengerin nasihat yang panjang lebar. Kalaupun mau mendengar,
biasanya sih masuk telinga kiri keluar telinga kanan.

Anak prasekolah umumnya memang sudah bisa memahami perkataan orang lain dengan baik. Tapi
kalau dia berlaku seperti Riani (merespons hanya untuk hal-hal yang menguntungkan dirinya saja)
lantaran karena mereka masih memiliki sifat egosentris. Ini menjawab mengapa anak 3-5 tahun tak
melulu mau mendengar perkataan orangtua.

LIHAT SITUASI DAN KONDISI

Jadi bagaimana dong biar si prasekolah mau mendengarkan kita? Berhubung anak hanya mau
mendengar hal yang menurutnya menyenangkan, cara kita menyampaikan isi pesan perlu diubah
sehingga tak terkesan memerintah, menyuruh, menegur, ataupun melarang. Coba saja pada anak
yang sedang asyik nonton teve, mana mau dia mendengarkan permintaan kita untuk mematikan
teve, karena itu mengganggu kesenangannya.

Jadi? Yuk kita bersama-sama belajar bagaimana berbicara dengan si prasekolah. Berikut kiat-kiat
yang disarankan psikolog Sritje H. Hikmat, Psi:

* Ketahui kemampuan pemahamannya

Misal, orangtua bertanya, “Kenapa kamu melakukan itu?” Barangkali akan lebih enak bila
mengatakan, “Ibu ingin tahu apa yang baru kamu lakukan itu.” Kalimat yang bernada menghakimi,
mengancam, atau bahkan menuduh, membuat anak terpojok. Ketimbang bilang, “Kamu harus tidur
siang,” coba katakan, “Kamu, kan, sejak pagi capek main. Sepertinya, sih, sekarang enakan tidur
siang deh.” Hindari berkata, “Kamu harus membereskan mainan,” gantilah dengan, “Yuk, ibu bantu
kamu untuk membereskan mainanmu.”

Jangan ucapkan kalimat bertanya yang mendorong anak berkata tidak. Misal, “Mau enggak kamu
membereskan mainanmu?” Tapi cukup katakan, “Sayang deh kalau mainanmu berantakan di
mana-mana. Kita bereskan yuk!” Ingat, anak tak mau diperintah. Daripada mengatakan, “Awas,
makan jangan sampai berantakan, ya. Habis makan, taruh piring di tempat cucian,” lebih baik
ucapkan, “Sayang, coba di mana sebaiknya kamu menyimpan piring ini?” Dengan begitu, anak juga
belajar untuk berpikir mencari solusi.

Berbicaralah dengan kalimat-kalimat yang tak sekadar menjurus pada jawaban ya atau tidak.
Contoh, “Senang di sekolah tadi?” alternatif yang lebih bijak adalah, “Tadi main apa yang seru di
sekolah?” Setelah itu, bicarakan topik-topik yang menarik bagi si prasekolah.

* Gunakan kalimat pendek

Kata-kata yang diucapkan sebaiknya pendek atau sederhana. Tidak terlalu berpanjang-panjang
apalagi berbelit-belit. Sesekali perhatikan bagaimana si prasekolah berkomunikasi dengan teman
sebayanya. Cermatilah caranya. Bila anak memperlihatkan gejala bahwa dirinya tak berminat diajak
ngobrol, boleh jadi itu karena ucapan kita tak dipahaminya entah karena bertele-tele, atau karena
berupa kalimat-kalimat perintah dan melarang. Semakin kita bertele-tele, maka anak akan semakin
menutup telinganya.

* Posisi badan sejajar

Posisikan badan kita sejajar dengan tinggi badan si prasekolah dan jangan terlalu jauh darinya.
Dengan begitu, perhatian anak bisa lebih mudah terfokus dan menangkap pesan atau dialog yang
dilontarkan orangtua. Jika anak terlihat tidak memerhatikan, sentuhlah dia untuk menarik
perhatiannya. Sikap itu menunjukkan keseriusan kita dalam berkomunikasi. Kalau perlu, dekap anak
saat kita mengajaknya berbicara.

Jarak yang jauh atau kesibukan Anda pada kegiatan tertentu membuat alur komunikasi takkan
sampai dengan baik. Umpama, Anda bicara kepada anak sambil membaca koran di ruang tamu atau
menonton teve. Tentu anak merasa dirinya tidak dianggap penting, omongan kita pun tidak
dianggapnya penting. Akhirnya anak tidak menangkap pesan yang dimaksud.

* Kontak mata
Adanya kontak mata juga menandakan kita bersungguh-sungguh terhadap apa yang diucapkan.
Dengan menatap matanya, anak pun merasa mendapat perhatian dan keberadaannya begitu
penting. Teguran kitayang sebaiknya disampaikan dengan kalimat-kalimat positifdengan begitu akan
dianggap penting juga oleh anak. Misalnya, dalam rangka menegur perbuatan salahnya. Kontak mata
pun tetap diperlukan manakala orangtua dan anak berdialog biasa, memberi perintah, atau
menanyakan sesuatu.

* Momen yang tepat

Tunggu momen yang tepat. Perhatikan, apakah anak sedang asyik dengan kegiatannya? Kalau ya,
mungkin percuma saja mengajaknya bicara. Lebih bijak kalau kita tunggu dulu sejenak, sampai
setidaknya ia tak sibuk-sibuk amat atau sudah menyelesaikan aktivitasnya. Kadang, sulit
mengalihkan perhatian anak dari hal yang sedang ditekuninya. Kalau dia sedang asyik main
mobil-mobilan, jangan langsung diinterupsi. Mulailah dengan pendekatan dulu agar anak tak merasa
kegiatannya diganggu atau tak dipaksa menimpali omongan kita. Apalagi kalau yang dikatakan
orangtua berupa perintah atau larangan. Beri waktu beberapa menit sebelum meminta anak
melakukan sesuatu. Contoh, “Nak, kalau jarum jam yang pendek menunjuk angka 12, kamu makan
ya. Setelah makan, kamu boleh main lagi.” Dengan begitu si prasekolah relatif tak merasa
aktivitasnya terganggu. Lagi pula, dengan cara itu anak memiliki persiapan ketika harus
menghentikan kegiatannya.

* Minta Tolong

Berbicaralah kepada anak dengan cara seperti yang kita harapkan jika orang lain berbicara kepada
kita. Jika hendak minta bantuan, yang pertama kali harus diucapkan adalah “tolong”, bukan? Niscaya
anak tak merasa dipaksa saat diperintah. Sekaligus orangtua juga mengajari anak untuk bersikap
santun.

* Beri contoh

Ajarkan bagaimana pentingnya mendengarkan. Jika anak merasa dirinya didengar, maka ia pun akan
belajar mendengarkan kita. Berilah contoh atau teladan yang baik dengan memberi perhatian yang
tulus saat si prasekolah berbicara. Dengan contoh konkret, anak akan menyerap dan meniru
bagaimana menjadi pendengar yang baik.

* Lakukan bersama

Saat melihat mainan si prasekolah begitu berantakan, takkan efektif bila kita hanya menyuruhnya
membereskan semua. Alangkah bijak bila kita mengajaknya “Kak, ayo kita beresin mainannya.”
Dengan begitu, unsur perintah lebih tersamar. Sekali lagi, anak membutuhkan contoh konkret dari
orangtua. Bukan tidak mungkin, di kemudian hari, anak akan mau melakukan yang kita harapkan
tanpa menunggu disuruh. Langkah ini juga memupuk sikap mandirinya, sekaligus mengajarkan
bagaimana menjalin kerja sama. Dengan bahu-membahu, maka pekerjaan akan lebih cepat selesai.

* Sesekali bersikap tegas

Bersikap selalu lembut sebenarnya kurang baik juga bagi perkembangan si prasekolah. Agar anak
bisa taat aturan, sikap tegas juga perlu ditunjukkan. Misalnya saat anak melakukan ketidakdisiplinan,
tak ada salahnya ditegur. “Kakak, ini sudah waktunya mandi. Ayo matikan tevenya.” Sikap tegas
berarti mengatakan apa yang perlu/harus dilakukan dengan nada bicara yang datar namun jelas.
Dengan bersikap tegas, anak akan merasa segan pada orangtua sehingga tak mau lagi melanggar
aturan.

* Kenali karakter

Satu hal yang tak kalah penting, kenali karakter si prasekolah untuk menemukan gaya berkomunikasi
yang pas dengannya. Anak yang cenderung pemalu atau pasif memang biasanya lebih cuek
ketimbang anak yang terbuka atau aktif. Orangtua yang sehari-hari berhadapan dengan anaknya
diharapkan mau lebih jeli mencoba gaya bicara yang paling efektif untuk masing-masing karakter.
Sesekali mungkin Anda lepas kontrol, kembali ke gaya lama atau cenderung emosional menghadapi
anak yang cuek. Tidak mengapa, tapi ubahlah segera gaya bicara Anda sebelum anak menutup
telinganya rapat-rapat. Selamat mencoba!

Anda mungkin juga menyukai