DIGESTER BIOGAS:
Instalasi sanitasi, Pabrik pupuk dan
Pembangkit energi Masyarakat
Oleh
Budy Rahmat
LPPM
Universitas Siliwangi
2
DIGESTER BIOGAS:
Instalasi sanitasi, Pabrik pupuk dan
Pembangkit energi Masyarakat
Penulis:
Budy Rahmat
ISBN : 978-602-99904-8-5
Editor :
Prof. Dr. Ir. Benny Joy, MS
Prof. Aripin, Ph.D.
Penyelaras bahasa:
Ir. Yaya Sunarya, M.Sc
Penerbit :
LPPM Unsil
Redaksi:
Gedung LPPM Unsil
Jl. Siliwangi No. 24, Kota Tasikmalaya-46115
Telepon +62265 330634
Faksimil +62265 325812
Email: lppm@unsil.ac.id
Distributor Tunggal :
CV Genera Persada
Jl. Gunung Sari No. 7
Telepon +62265 330729
Tasikmalaya-46111
Email: irhmemethikmat@gmail.com
5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR iii
....................................................................
DAFTAR ISI v
....................................................................................
I PENDAHULUAN 1
...................................................................
1.1. Latar Belakang 1
................................................................
1.2. Rumusan Masalah 3
...........................................................
1.3. Tujuan 3
..............................................................................
1.4. Manfaat 4
............................................................................
II TINJAUAN TEORI 5
............................................................
2.1. Pembentukan Biogas 5
......................................................
2.1.1. Proses yang Terjadi 5
........................................................
2.1.2. Faktor yang Berpengaruh 7
..............................................
2.1.3. Kondisi Optimum 11
..........................................................
2.1.4. Bahan Baku Biogas 13
.......................................................
2.1.5. Praperlakuan Substrat 22
...................................................
24
2.2. Digester Biogas
...............................................................
2.2.1. Pengertian dan Fungsi Digester 24
...................................
2.2.2. Komponen Digester Biogas 24
........................................
6
2.2.3. Tipe Digester 28
................................................................
2.2.4. Parameter Operasional 34
................................................
2.2.5. Komponen Upgrade Biogas 35
........................................
2.2.6. Rekayasa Kondisi Digester 46
..........................................
2.2.7. Pertimbangan dalam Membangun Digester 47
................
III METODOLOGI 49
...................................................................
3.1. Pengujian Digester Biogas sebagai Instalasi
Sanitasi di Pemukiman 49
..............................................
3.1.1. Waktu dan Tempat Percobaan .................................. 49
3.1.2. Bahan dan Alat Percobaan ......................................... 49
3.1.3. Metode Percobaan 49
......................................................
3.1.4. Prosedur Percobaan 51
....................................................
3.2. Pengujian Digester Biogas dalam Sanitasi Limbah
Industri Pangan .......................................................... 53
3.2.1. Waktu dan Tempat Percobaan ................................. 53
3.2.2. Bahan dan Alat Percobaan ....................................... 53
3.2.3. Metode Percobaan .................................................... 54
3.2.4. Prosedur Percobaan ................................................. 56
.
3.3. Digestat Biogas sebagai Pupuk Organik Pertanian. 58
3.3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ................................ 58
3.3.2. Bahan dan Alat Percobaan ....................................... 58
3.3.3. Metode Percobaan .................................................... 58
3.3.4. Prosedur Percobaan ................................................. 60
3.4. Digester Biogas sebagai Pembangkit Energi …....... 62
3.4.1. Rancang-bangun Digester Biogas 400 L .................. 62
7
3.4.2. Tujuan, Luaran dan Manfaat .................................. 62
3.4.3. Bahan dan Alat ..................................................... 63
3.4.4. Prosedur Percobaan .................................................. 64
IV PEMBAHASAN ............................................................... 67
4.1. Efektivitas Digester Biogas sebagai Instalasi
Sanitasi Limbah Pemukiman 67
…...............................
4.1.1. Hasil Karakterisasi Limbah Pemukiman ................... 67
4.1.2. Pembuatan Digester ............................................. 68
4.1.3. Fluktuasi pH Substrat ............................................... 68
4.1.4. Produksi Biogas ........................................................ 70
4.1.5. Penurunan Padatan Total Substrat .......................... 73
4.2. Aplikasi Digester Biogas dalam Instalasi Sanitasi .
Limbah Industri Tahu ............................................ 74
4.2.1. Penempatan Digester Biogas .................................. 74
4.2.2. Produksi Biogas Harian .......................................... 75
4.2.3. Total Produksi Biogas ............................................ 76
4.2.4. Monitoring pH ........................................................ 77
4.2.5. Uji Pendidihan Air .................................................. 78
8
4.4.5. Perkembangan Aplikasi Biogas sebagai
Sumber Energi 95
..................................................................
V KESIMPULAN .............................................................. 104
DAFTAR PUSTAKA ..................................................... 106
GLOSARI ........................................................................ 111
I
PENDAHULUAN
9
Lebih lanjut, Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012
mengatur, bahwa penanganan sampah terdiri lima tahap, yaitu : pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah
dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat secara bertahap dan terencana,
serta didasarkan pada kebijakan dan strategi yang jelas. Ketentuan ini
bermaksud: (i) melindungi kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan;
(ii) menekan resiko kecelakaan dan bencana dalam pengelolaan sampah
rumah tangga dan sampah sejenisnya; serta (iii) mendukung pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan.
Permasalahan pengelolaan sampah tersebut dapat diminimalkan
dengan menerapkan pengelolaan sampah yang terpadu, di antaranya ialah
pengolahan sampah menjadi energi (waste to energy). Salah satu bentuk
energi yang dihasilkan dari sampah adalah biogas, yaitu energi terbarukan
yang dibuat dari bahan organik berupa sampah biomassa, kotoran ternak,
limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta bahan selulosa
lainnya. Sebagai upaya mencegah emisi gas metana ke atmosfer yang tidak
terkendali sekaligus mengurangi risiko pemanasan global. Selain itu,
residu proses pembentukan biogas merupakan bahan yang ramah
lingkungan dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik (Persson dan
Wellinger, 2006).
Luostarinen dkk. (2011) mengemukakan bahwa, meningkatnya
penggunaan teknologi biogas di seluruh dunia karena tuntutan produksi
energi terbarukan, daur-ulang bahan limbah dan pengurangan emisi gas
metana yang berbahaya. Teknologi biogas memberi solusi multiguna untuk
semua masalah tersebut di atas dengan proses secara simultan dan
terkendali. Proses ini menghasilkan : (i) biogas, yaitu gas kaya metana
yang dapat dimanfaatkan sebagai energi terbarukan untuk berbagai
keperluan; dan (ii) residu atau digestat adalah campuran senyawa yang
kaya nutrisi bagi tanaman.
Stucki dkk. (2011) mengatakan penggunaan biogas untuk bahan
bakar berbeda dengan bahan bakar fosil, sebab karbon dioksida yang
dilepaskan pembakaran biogas berasal dari produk tanaman dalam
fotosintesis. Emisi dari pembakaran biogas ini tidak menghasilkan
tambahan karbon dioksida di atmosfer, sehingga tidak berpengaruh
terhadap perubahan iklim, sepanjang tanaman terus mengasimilasi karbon
dioksida dari udara.
10
Tempat untuk menjamin terjadinya proses penguraian atau digesti
bahan organik yang tidak dikehendaki secara biologis-anaerob dinamakan
reaktor atau digester. Jadi proses digesti anaerob secara terencana dan
terkendali bisa berlangsung bila tersedia sebuah digester. Gas metana yang
dihasilkan dari sebuah digester disalurkan ke alat pengguna atau
dikompresi dalam tabung penyimpanan merupakan proses terkendali agar
gas tidak bebas ke atmosfer. Residu cair atau padat yang disebut digestat
bisa ditampung dari saluran keluar digester untuk dimanfaatkan sebagai
pupuk organik tanaman.
Menurut Widodo dkk. (2009) sosialisasi pemanfaatan teknologi
biogas telah lama dilakukan oleh pemerintah, bahkan sudah dikenal di
Indonesia sejak tahun 1980-an. Namun sampai saat ini aplikasi teknologi
ini belum mengalami perkembangan yang menggembirakan karena adanya
beberapa kendala meliputi: kurangannya akhli teknologi biogas, digester
tidak berfungsi akibat kesalahan konstruksi, desain digester yang rumit,
proses membutuhkan penanganan secara manual dan rinci dan biaya
konstruksi yang mahal.
Digester biogas tidak bisa dianggap sebagai mesin pengolah sampah
mekanik, meskipun wujudnya terbuat dari tembok dan atau logam, namun
digester harus dilihat sebagai suatu perangkat yang bekerja berdasarkan
sistem proses biokimia yang membutuhkan persyaratan internal dan
ekstenal. Rangkaian proses biokimia ini diperani oleh enzim-enzim yang
intra atau ekstra seluler dari berbagai konsorsium mikroorganisme sesuai
tahapannya.
Ekpektasi kita terhadap aplikasi digester biogas sebagai solusi
masalah limbah dan alternatif penyediaan pupuk serta energi bagi
masyarakat, oleh karena itu untuk mencegah atau meminimalkan
kegagalan kerjanya, diperlukan pemahaman dan pengkajian secara ilmiah
dan teknis yang lebih mendalam sebagai pendekatan baru dalam
perancangan, pembangunan dan pengembangan digester biogas.
11
2) Sejauhmanakah digester biogas berperan sebagai instalasi sanitasi?
3) Bagaimanakah peran digester biogas sebagai penghasil pupuk
organik?
4) Sejauhmanakah kinerja digester biogas sebagai pembangkit energi
bagi masyarakat?
1.3. Tujuan
Penulisan buku ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1) Pemahaman proses biokimia dalam digester biogas
2) Intensifikasi peran digester biogas dalam proses sanitasi limbah
pemukiman dan industri makanan
3) Aplikasi digester biogas sebagai perangkat penghasil pupuk organik
4) Mengetahui perkembangan aplikasi digester biogas sebagai
pembangkit energi bagi masyarakat.
1.4. Manfaat
12
II
TINJAUAN TEORI
16
degradasi protein atau adanya amonia dalam pengisian. Sedangkan
akumulasi VFA menurunkan nilai pH.
Nilai pH dalam digester anaerob terutama dikendalikan oleh sistem
bufer bikarbonat. Oleh karena itu, nilai pH dalam digester tergantung pada
tekanan parsial CO2, konsentrasi alkali, dan komponen asam dalam fasa
cair. Jika akumulasi basa atau asam terjadi, kapasitas penyangga akan
melawan perubahan pH ini, sampai tingkat tertentu. Bila kapasitas
penyangga sistem itu terlampaui, akan terjadi perubahan nilai pH yang
drastis yang menghambat proses DA. Oleh karena itu, nilai pH tidak
dianjurkan sebagai suatu parameter pemantauan proses yang berdiri
sendiri. Kapasitas bufer substrat DA dapat bervariasi, misal untuk substrat
pupuk kandang kapasitas bufernya bervariasi dengan musim dan bisa
dipengaruhi oleh komposisi pakan ternak (Seadi dkk.,2008; Luostarinen
dkk., 2011).
17
NH 3 T NH 3
H
1
k
a
18
konsentrasi VFA tidak dapat direkomendasikan sebagai parameter
pemantauan proses yang berdiri sendiri (Seadi dkk., 2008).
Unsur mikro seperti besi, nikel, kobalt, selenium, molibdenum atau
tungsten sama-sama penting untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup
mikroorganisme DA sebagai nutrisi makro dan mikro nutrisi karbon,
nitrogen, fosfor, dan sulfur. Rasio optimal nutrisi makro karbon, nitrogen,
fosfor, dan belerang (C: N: P: S) dianggap 600:15:5:1. Kurangnya
penyediaan nutrisi dan digestibilitas substrat yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan hambatan dan gangguan dalam proses DA (Seadi dkk.,
2008). Inhibitor lain yang mungkin terjadi misalnya oksigen, senyawa
disinfektif, logam berat dengan konsentrasi tinggi, nitrat, sulfat, asam 2-
bromoetansulfonat (BES), metana terklorinasi, dan senyawa dengan ikatan
karbon tak jenuh seperti asetilena (Luostarinen dkk., 2011).
20
pH 7 – 7,5
Suhu 30 – 37 oC
Rasio C/N 20 – 30
lambat
Pengadukan
14 – 30 hari
Waktu retensi
< 200 mg/L
Sulfida
Logam berat terlarut < 1 mg/L
Natrium < 5.000 mg/L
Kalsium < 2.000 mg/L
Magnesium < 1.200 mg/L
Amonia < 1.700 mg/L
Gambar 2.2. Klasifikasi sumber bahan baku biogas (Steffen dkk., 1998).
Tabel 2.2. Hasil biogas dan kadar metana dari bahan baku pertanian
Hasil
VS Waktu Kadar
TS biogas
Bahan baku (% retensi CH4
(% DS) (m3/kg
DS) (hari) (%)
VS)
Kohe sapi 5-12 75-85 20-30 0,20-0,30 55-75
Kohe ayam 10-30 70-80 >30 0,35-0,60 60-80
Kotoran babi 3-81 70-80 20-40 0,25-0,50 70-80
Whey (dadih) 1-5 80-95 3-10 0,80-0,95 60-80
Dedaunan 80 90 8-20 0,10-0,30 BA
Jerami 70 90 10-30 0,35-0,45 BA
Limbah taman 60-70 90 8-30 0,20-0,50 BA
Hasil
VS Waktu Kadar
TS biogas
Bahan baku (% retensi CH4
(% DS) (m3/kg
DS) (hari) (%)
VS)
Silase rumput 15-25 90 10 0,56 BA
Limbah buah 15-20 75 8-20 0,25-0,50 BA
Limbah 10 80 10-20 0,50-0,60 70-80
makanan
BA= belum dianalisis
24
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil energi bersih yang bisa
diperoleh dari biomassa ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Faktor yang mempengaruhi hasil energi bersih yang dapat
diperoleh dari biomassa (Ertem, 2011).
25
yang menyebabkan meningkat kompleksitas dan bahkan terhentinya
produksi biogas.
Hasil biogas dapat ditingkatkan dengan menambahkan substrat
tambahan ke dalam kotoran ternak melalui peningkatan kandungan
organik substrat. Hal ini lebih menguntungkan dari sudut pandang
ekonomi.
2) Alga
Bila panen sebagian besar tanaman seperti tebu, bit gula, canola
yang digunakan untuk pembangkit energi menyebabkan persaingan
dengan makanan. Oleh karena itu, penggunaan biomassa tanaman untuk
pembangkit energi bermasalah. Alga menggunakan sinar matahari sebagai
energi dan mendapatkan CO2 dari atmosfer dan mensintesis kebutuhan
karbonnya. Alga memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan
tumbuhan tingkat tinggi karena tingkat pertumbuhan yang lebih cepat dan
bisa dibudidaya di lahan nonpertanian, danau atau laut.
Pemanfaatan alga memiliki banyak keuntungan:
Pemulihan kondisi yang menguntungkan bagi fauna dan flora,
Penurunan bau tak sedap,
Peningkatan penghapusan nitrogen dan fosfor di pantai,
Penurunan pengikatan nutrisi dalam sedimen.
Karena keunggulan ini banyak penelitian telah dilakukan. Baru-baru
ini telah diciptakan teknik pemanenan baru dan dihasilkan produk berharga
oleh beberapa strain alga. Perbaikan ini menyebabkan kenaikan nilai
kepentingan penggunaan organisme ini untuk menghasilkan bioenergi.
Namun biomassa alga memiliki rasio C/N rendah sehingga bisa
menyebabkan masalah dalam digester.
3) Kayu dan jerami
Biomasa yang mengandung lignoselulosa, seperti kayu dan jerami,
dapat terdegradasi baik dengan praperlakuan seperti perlakuan termal dan
kimia. Berbeda dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin adalah jaringan
silang polimer hidrofobik, tahan terhadap degradasi anaerob, waktu
degradasi memakan waktu setidaknya 25 hari dan menyebabkan gangguan
dalam tahap hidrolisis.
26
Jerami adalah substrat lignoselulosa, yang terdiri dari: selulosa (40-
50%), hemiselulosa (25-35%) dan lignin (15-20%) sangat tahan terhadap
degradasi enzimatik. Degradasi enzimatik lignoselulosa biasanya tidak
begitu efisien karena merupakan bahan stabilitas tinggi terhadap serangan
enzimatik atau bakteri. Pemanfaatan hemiselulosa dan gula pentosa masih
merupakan masalah bagi bakteri dalam sistem digesti. Lignin adalah
molekul yang sangat kompleks yang terdiri dari unit fenilpropana terkait
dalam struktur tiga dimensi yang sulit untuk diuraikan. Ada ikatan kimia
antara lignin dan hemiselulosa dan bahkan selulosa. Lignin merupakan
salah satu kelemahan penggunaan bahan lignoselulosa dalam produksi
biogas, karena lignoselulosa membuat tahan terhadap degradasi biologis.
Praperlakuan bertujuan untuk mempercepat tahap hidrolisis,
meningkatkan produksi biogas, dan mengurangi waktu retensi hidrolik. Di
masa depan, fermentasi biomasa semacam ini dalam digester biogas akan
memberikan tenaga yang cukup besar. Itu bisa dianggap tidak menarik
secara ekonomi karena harga bahan kimia yang tinggi dibandingkan
dengan biaya operasional yang rendah, tetapi juga membantu untuk
melindungi lingkungan. Setelah digesti, jumlah kecil bahan berbahaya atau
pengotor akan dilepaskan. Degradasi kayu dan jerami dengan kotoran
ternak cair lebih disukai, karena digesti berjalan lebih stabil.
4) Rumput
Rumput adalah substrat kaya serat dengan potensi biogas yang
tinggi. Substrat ini membutuhkan waktu retensi lebih lama untuk digesti.
Tumbuhan ini dominan di Swedia, dapat tumbuh sebagai padang rumput
permanen atau sebagai tanaman sementara, yang dapat dipanen 2 - 4 kali
dalam setahun. Nilai energi tertinggi bisa diperoleh dari panen pertama,
sedangkan panen terakhir memberikan efisiensi biogas lebih rendah karena
biodegredabilitasnya rendah. Kadar lignin rumput ini biasanya lebih
rendah pada saat panen awal (TS 2-5%) lalu panen akhir meningkat
kandungan TS 30% (Ertem, 2011)
Steffen dkk. (1998) mengemukakan bahwa, limbah pertanian yang
cocok untuk digesti anaerob adalah:
1) Kotoran sapi
Kotoran sapi biasanya dikumpulkan dari kandang. Jerami sering
ditambahkan dalam penggemukan mengakibatkan sedikit variasi dari total
27
padatan. Umumnya ditambahkan sedikit air untuk membersihkan dan
membilas jalan ternak, maka dilusi dengan air minimal. Adapun kotoran
kandang babi dan sapi juga menunjukkan variasi yang besar dalam isi
padatan total, tergantung pada sistem kandang hewan. Tergantung pada
lokasi dan tradisi operasional sapi sering menghabiskan waktu yang lama
merumput di padang rumput, maka pengumpulan kotoran berkurang.
2) Kotoran ayam
Ayam biasanya dipelihara dalam unit skala besar hingga beberapa
ratus ribu hewan. Kotoran ayam mengandung TS yang tinggi (~ 20%) dan
konsentrasi N dalam bentuk NH4 yang pada umumnya kotoran hewan agak
tinggi (~ 8 g/L). Kebanyakan kasus, air terlarut amonia diekskresikan.
Karena ayam mengeluarkan sedikit cairan, maka amonia ditemukan dalam
bentuk kristal dalam kotoran. Kandungan amonia yang tinggi ini yang
dapat menyebabkan efek penghambatan pada digesti, dan berakibat emisi
NH4 tinggi selama penyimpanan pupuk di kandang.
Memelihara ayam di kandang terbuka biasanya menyebabkan
kontaminasi kotoran kandang oleh pasir. Seringkali sistem digester
membentuk sedimen pasir di lapisan bawah yang menyebabkan masalah
operasional dan mengakibatkan volume reaktor berkurang.
3) Kotoran pemeliharaan ternak skala kecil
Pada peternakan kecil hasil pengumpulan kotoran konvensional
dalam pupuk kandang. Hewan biasanya dipelihara di atas jerami, yang
menyerap kotoran sehingga kering masalah isi kering mulai dari TS 10
sampai 30%. Digesti kotoran kandang membutuhkan waktu retensi lebih
tinggi dan sering menuntut praperlakuan kotoran yang tidakh homogen.
Sering ada masalah operasional tambahan, seperti pembentukan lapisan
endapan. Beberapa bahan sampah seperti serutan kayu, karena kadar lignin
yang tinggi sulit terurai secara anaerob dan dapat diperkaya dalam tangki
digesti.
4) Sisa panen dan limbah kebun
Sisa panen dan limbah kebun bisa didaur-ulang untuk lahan
pertanian bisa juga digunakan sebagai bahan baku dalam digester skala
pertanian dan penyediaan pupuk yang dapat diterapkan mudah untuk lahan
28
pertanian. Umumnya residu tersebut akan ditambahkan sebagai substrat
bersama untuk pupuk. Kemungkinan bahan baku untuk DA termasuk
tanaman dan sisa-sisa tanaman (misalnya daun, jagung, kacang, batang
dll.), buah-buahan busuk atau berkualitas rendah, dan sayuran, silo lindi
dan jerami.
5) Tanaman energi
Upaya telah dilakukan untuk membudidayakan tanaman khusus
untuk tujuan DA. Hal ini bisa menjadi menarik bagi negara-negara yang
biaya energi tinggi, sementara lahan pertanian yang cukup tersedia dalam
iklim cocok. Bahkan di Eropa terjadi pertanian kelebihan produksi, maka
DA pada tanaman energi bisa menjadi alternatif yang dapat memanfaatkan
lahan kosong. Namun saat ini tanaman energi untuk DA belum signifikansi
di Uni Eropa. Pada beberapa penelitian dilaporkan penggunaan biomassa
tanaman dengan perlakuan awal (silase) untuk DA pada digester pertanian.
Silase dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama dan digunakan untuk
produksi biogas ketika energi diperlukan.
6) Limbah dan air limbah industri pertanian
Jumlah besar bahan baku pertanian diproses dalam industri
makanan. Selama pengolahan dihasilkan limbah dan air limbah yang bisa
daur ulang sebagai substrat gabungan pada digester pertanian. Kemudian
digestatnya dapat digunakan sebagai pupuk pada lahan pertanian. Khas
limbah dan hasil samping agroindustri termasuk protein dan gula yang
mengandung whey yaitu dari industri susu atau air kotor dari pengolahan
jus buah dan penyulingan alkohol. Berbagai tanaman dan residu tanaman
lainnya dari industri pengolahan, sering digunakan atau diperlakukan
melalui cara lainnya atau dikubur, juga dapat diperlakukan secara anaerob.
Residu tersebut dapat ditambahkan sebagai substrat pendamping pupuk
kandang atau campuran digesti, penyediaan transportasi dari industri
limbah dapat diatur secara rasional.
7) Penilaian dari berbagai bahan baku
Volume rata-rata feses dan urin sebagian besar berbeda dari satu
jenis hewan ke lainnya dan terutama tergantung pada usia dan bobotnya.
Livestock unit (LU) umum digunakan sebagai rasio, yaitu satu LU
merupakan bobot hidup 500 kg dan setara dengan 1ekor sapi, ekor babi
29
atau 250 ayam petelur. Tabel 2.3. memberikan rata-rata bobot, volume
kotoran dan sesuai isi bahan keringnya. Menurut hasil biogas, satu LU sapi,
babi atau ayam menghasilkan rata-rata 0,75, 0,60 atau 12,5 m³ biogas per
LU.
30
Gambar 2.4. Bahan baku dan keterkaitannya dalam berbagai aspek DA
(Steffen dkk., 1998).
Fisika Mekanik
Termal
31
Ultrasonik
Elektrokimia
Kimia Alkali
Asam
Oksidatif
Biologis Mikrobiologis
Enzimatik
Proses gabungan Eksplosi uap
Ektrusi
Termokimia
32
Digester biogas ialah tempat yang dibuat sedemikian rupa agar
terjadi proses digesti anaerob biomassa oleh aktivitas mikroorganisme,
sehingga dihasilkan biogas sebagai produk utama. Inti dari satu instalasi
biogas ialah digester, yaitu tangki reaktor yang kedap udara tempat terjadi
dekomposisi bahan baku, dalam ketiadaan oksigen dan dihasilkan biogas.
Karakteristik umum semua digester, selain menjadi kedap udara, adalah
memiliki suatu sistem masukan bahan baku serta sistem luaran biogas dan
digestat. Di wilayah iklim substropis digester anaerob harus diinsulasi dan
dipanaskan (Seadi dkk., 2008).
Sosialisasi pemanfaatan teknologi biogas telah lama dilakukan
oleh pemerintah, bahkan sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1980-an.
Namun sampai saat ini belum mengalami perkembangan yang
menggembirakan. Beberapa kendalanya adalah kurangnya ahli teknik
biogas, digester tidak berfungsi akibat kesalahan konstruksi, desain yang
rumit, membutuhkan penanganan secara manual secara detail, dan biaya
konstruksi yang mahal. Oleh karena itu, diperlukan pengkajian yang lebih
mendalam secara teknis dan ekonomis serta cara-cara pendekatan baru
dalam pengembangannya (Widodo dkk., 2009).
33
pemasukan disesuaikan dengan kebutuhan untuk memudahlan
pencampuran air dan bahan.
2) Tangki Digester
Digester biogas biasanya dibangun di tempat yang lebih tinggi atau
timbul untuk menghindari genangan saat musim hujan. Pengurugan tanah
atas kubah meberikan fungsi ganda, yaitu: (i) menjadi tutup pelindung
terhadap gangguan; dan (ii) bertindak sebagai isolasi selama musim dingin
untuk mempertahankan suhu konstan di dalam digester.
Bahan bangunan yang digunakan untuk membangun dasar batu bata
dan beton. Batu bata direkat dengan mortar pasir dan semen digunakan
untuk membangun dinding. Penampung gas adalah kelanjutan dinding
digester berbentuk bulatan (kubah) di puncak. Pengerjaan pada
permukaan luar dengan menggunakan plesteran semen atau pengerasan.
Pemolesan (waxing) pada permukaan akhir plesteran pasir semen pada
kubah digunakan sebagai metode untuk membuat penampung gas kedap
udara. Pemolesan bisa digantikan dengan cara pemulasan cairan semen
agar lebih hemat biaya.
34
Gambar 2.5. Desain umum digester biogas tipe kubah tetap (Mears dan Anderson, 2011)
36
sebagai pengeluaran atau perangkap air; (iv) dan katup gas untuk
mengontrol aliran gas ke kompor.
Perlu diperhatikan penggunaan katup gas yang berkualitas dan
pemasangan berjarak minimal 1 meter dari kompor untuk menghindari
kebocoran. Katup harus posisi penutup bila biogas tidak sedang digunakan.
Gas dari kubah disalurkan ke titik aplikasi melalui pipa PVC
berdiameter ½ atau ¾ inci. Pipa hindari terkena sinar matahari langsung
dan berada di permukaans tanah, maka perlu didukung oleh tiang-tiang
kayu, rumah atau pohon seperti kabel listrik atau telepon untuk mencegah
gangguan sengaja atau tidak yang menyebabkan kebocoran gas. Profil pipa
dipertahankan miring untuk mengkeluarkan air pada pembuangan agar
tidak mengganggu aliran gas.
7) Kompor dan Lampu Gas
Ada kompor yang biasa dibuat khusus untuk biogas, tapi kompor
LPG juga bisa digunakan untuk biogas. Namun bila tekanan biogasnya
kecil, maka kompor LPG perlu dilakukan penutupan sebagian atau seluruh
pemasukan udara pada pangkal nozel gas. Kerusakan kompor sering
muncul akibat korosi pada rangka, penyumbatan lubang pembakar akibat
karat, sehingga api kuning dengan kurang nilai kalori karena kekurangan
asupan udara.
Lampu gas dikenal dengan nama lampu Bunsen yang biasa dipakai
untuk keperluan percobaan di laboratorium.
37
Gambar 2.6. Digester horizontal (Fischer dan Krieg, 2012)
Jenis tangki ini sangat cocok untuk setiap jenis substrat masukan
asalkan laju aliran cukup rendah. Penghapusan jaringan bukanlah masalah
jika ada perangkat mekanis khusus, maka beberapa instalasi dilengkapi
dengan atap beton.
Jenis digester yang digunakan untuk pengolahan hingga 10.000 m³
masukan per tahun.
3) Digester Vertikal
Untuk kuantitas substrat masukan yang lebih besar, misalnya
diatas 30.000 m³ per tahun, digester baja tegak berukuran besar digunakan
(Gambar 2.8). Baja pada umumnya dilapisi untuk menghindari korosi.
Dalam banyak kasus digunakan pelat baja dipabrikasi terlapisi kaca.
Ukuran standar antara 1.500 dan 5.000 m³. Ketinggian antara 15 dan 20 m,
diameter bervariasi antara 10 dan 18 m.
Pencampuran dilakukan dengan mixer terpasang di atap, yang
beroperasi terus menerus. Substrat input pra-pemanasan sebelum
memasuki digester. Waktu retensi hidrolik umumnya 20 hari. Kali ini
39
retensi singkat dapat dipilih karena keuntungan dari pencampuran
kontinyu dan pra-pemanasan.
40
Sebelum dimasukkan ke dalam tangki digester, biomassa dibasahi,
lalu secara mekanik dihancurkan dengan insinkerator sampah. Saat ini
mesin limbah sebagai perangkat penyiapan bahan baku dan juga
menyebutnya sahabat kompos, karena alat itu dapat digunakan untuk
menyiapkan sampah organik untuk digunakan dalam proses dekomposisi
anaerob dan aerob.
Penghalusan memungkinkan bakteri untuk mengakses dan
menguraikan bahan organik lebih mudah; dalam suatu sistem anaerob
transformasi menjadi gas dan pupuk memerlukan waktu 24 jam.
Sedangkan dalam tumpukan kompos aerob transformasi memerlukan
waktu antara 3-6 hari (Culhane, 2012).
Digester biogas ini adukan biomassa dan air hangat (40 °C)
dituangkan ke dalam corong inlet tangki. Inlet ini mengarah ke bagian
tengah dasar tangki digester. Bahan organik yang terdekomposisi keluar
sebagai pupuk cair berkualitas tinggi, melalui outlet di dekat bagian atas
tangki digester luar. Di bagian atas tangki dalam yang terbalik terdapat
outlet biogas.
Sebelum operasi normal, digester biogas harus dimulai dengan
mempersiapkan campuran 1:1 antara kotoran hewan segar dan air, dan
biarkan ini untuk fermentasi anaerob selama beberapa minggu. Volume
campuran ini akan menjadi sekitar 200 liter untuk sebuah digester 3.000
liter atau kira-kira 30-40 kg kotoran hewan per meter kubik ruang tangki
digester. Belum dapat digunakan, itu akan memakan waktu lebih lama
untuk membangun koloni bakteri yang aktif makan. Pengumpanan
sebaiknya hanya dimulai setelah biogas yang mudah terbakar pertama
diproduksi.
Adukan dapat dibuat dalam wadah terpisah atau dalam tangki
digester. Kotoran terjadi berisi secara alamiah bakteri yang mencerna
bahan organik dan menghasilkan metana. Perhatikan bahwa tidak seperti
dalam pembuatan keju yoghurt, digester biogas tidak tergantung pada satu
strain bakteri, tetapi tergantung pada ekologi yang seimbang dari berbagai
jenis mikroorganisme hidrolitik, asidogen, asetogen dan metanogen.
Setelah campuran ini menghasilkan gas yang mudah terbakar,
pemuatan digester dengan biomassa dapat dimulai. Cara terbaik adalah
memulai secara bertahap, misalnya dengan 1/3 dari umpan diberikan pada
41
minggu pertama, 2/3 untuk minggu kedua, dan kemudian ke porsi umpan
normal.
Rasio maksimum adalah sekitar 25 liter adukan feedstock untuk
setiap 1.000 liter ruang digester. Selama operasi normal, kotoran masih
bisa dimasukkan dalam bahan baku. Sebagian besar energi telah diekstrak
dari kotoran, tetapi dapat membantu mempertahankan atau mengisi
populasi bakteri dalam digester dan membantu menyeimbangkan pH. PH
dan suhu digester akan mempengaruhi kinerjanya. Digester biogas lebih
baik pada pH netral; pemuatan berlebih (overfeeding) dengan lemak,
karbohidrat dan bahan baku asam tertentu dapat menurunkan pH dan
kerusakan populasi bakteri; sementara overfeeding dengan protein (hewani
atau nabati) atau bahan kaya nitrogen, seperti: kotoran ayam, bulu, kulit,
rambut atau limbah pemotongan hewan yang dapat meningkatkan pH dan
juga merusak konsorsium bakteri (Culhane, 2012).
Digester tidak bisa disamakan dengan perut (tempat bakteri berasal)
dan memberikan suatu gizi seimbang, atau jika orang berpikir digester itu
sebagai tumpukan kompos cair dan selalu mengamati rasio C/N yang
biasanya sekitar 25:1, sistem harus bertahan selamanya. Jika ekologi
bakteri keluar dari keseimbangan, orang hanya mengembalikan ke pH
netral, menambahkan lebih banyak kotoran, dan mulai dari awal, sehingga
tidak sulit untuk pulih dari yang pengisian yang salah; dan orang tidak
boleh terlalu banyak khawatir tentang "merusak" sistem. Beruntung bahwa
tersedia semua bahan yang dibutuhkan untuk mendapatkan sesuatu bekerja
kembali, sehingga sistem biogas adalah benar-benar yang paling mudah
dan paling demokratis dari semua bentuk energi terbarukan.
Suhu yang tinggi dapat membunuh bakteri, sebaliknya suhu rendah
dapat menyebabkan bakteri menjadi dorman. Di antara kelompok bakteri
metanogen kemungkinan ada perbedaan dalam merespon suhu, beberapa
di antaranya lebih cocok suhu rendah berkisar dari 17 hingga 20 °C
(psikhrofilik). Lainnya berkembang pada suhu tinggi sekitar 57 °C
(termofilik ). Namun secara umum digester biogas bekerja terbaik pada
suhu sekitar 37°C (mesofilik ).
Di kebanyakan iklim non tropis, mungkin akan bermanfaat untuk
menyelimuti dan menghangatkan tangki digester, misalnya dengan sistem
air panas surya. Hal ini dapat membantu untuk menempatkan
42
mikroorganisme psikhrofilik pada lumpur pada bagian dasar digester
dengan suhu yang lebih rendah (Fischer dan Krieg, 2012).
44
Ada beberapa teknologi yang tersedia untuk menghilangkan
kontaminan dan upgrade biogas menjadi bahan bakar kendaraan atau
kualitas gas alam.
1) Penyingkiran Karbon Dioksida
Sebelum menggunakan biogas sebagai bahan bakar kendaraan,
maka kadar karbon dioksida perlu dikurangi. Ada kendaraan yang bisa
memakai biogas tanpa mengeluarkan karbon dioksida, tetapi ada beberapa
alasan karbon dioksida harus dihilangkan.
Penghilangan karbon dioksida meningkatkan nilai kalor dari gas,
sehingga jarak tempuh meningkat untuk setiap satuan volume biogas. Hal
ini juga menyebabkan kualitas gas yang konsisten antar beberapa reaktor
biogas dan memiliki kualitas yang sama dengan gas alam.
Sebelum menambahkan biogas ke dalam jaringan gas alam juga
perlu untuk menghilangkan karbon dioksida untuk mencapai indeks
Wobbe. Saat melepas karbon dioksida dari aliran gas sejumlah kecil
metana juga terbawa. Hal ini penting untuk mencegah lepasnya metana
yang menimbulkan kerugian secara ekonomis dan lingkungan, karena
metana merupakan gas rumah kaca yang kuat.
Persson dan Wellinger (2006) mengatakan ada beberapa metode
untuk mengurangi karbon dioksida. Yang paling umum adalah penyerapan
atau proses adsorpsi. Teknik lain yang digunakan adalah pemisahan
membran dan kriogenik. Salah satu metode yang menarik dalam
pengembangan adalah proses upgrade internal.
45
Mono Pemanasan H2S atmosfer < 0,1
etanol amin
a. Absorpsi
Karbon dioksida dan hidrogen sulfida dapat disingkirkan dalam
biogas melalui proses absorpsi. Kekuatan ikatan berbeda dari CO2 atau
H2S yang lebih polar dan metana yang nonpolar digunakan untuk
memisahkan senyawa ini.
Water scrubbing.Air adalah pelarut yang paling umum dalam
proses ini disebut water scrubbing (WS). Biogas dikompresi dan
dimasukkan ke bagian bawah kolom yang bertemu aliran balik air. Kolom
ini diisi dengan kemasan untuk menciptakan permukaan yang besar antara
gas dan cairan. Karbon dioksida serta hidrogen sulfida lebih larut dalam
air dibandingkan metana. Biogas yang terbawa ke bagian atas kolom
adalah kaya metana dan jenuh air, maka biogas perlu dikeringkan.
Air yang mengandung CO2 dialirkan suatu tangki bertekanan rendah
dan sebagian besar karbon dioksida dilepaskan. Kadang-kadang proses ini
ditingkatkan dengan air stripping (AS) atau vakum. AS membawa oksigen
ke dalam sistem yang merupakan suatu masalah ketika gas digunakan
sebagai bahan bakar atau ketika dimasukkan ke grid. Proses ini dapat
menggunakan air segar seterusnya seperti yang paling umum dilakukan di
pabrik pengolahan limbah karena air tersedia. Hidrogen sulfida yang
dilepaskan ke udara menciptakan masalah emisi. Beberapa sulfur yang
terakumulasi di dalam air dan nanti dapat menyebabkan masalah
penyumbatan pipa. Oleh karena itu direkomendasikan bahwa hidrogen
sulfida dipisahkan sebelumnya.
Penyumbatan dalam kolom absorpsi karena pertumbuhan organik
dapat menjadi masalah pada instalasi ini dan oleh karena itu
direkomendasikan untuk memasang peralatan cuci kolom otomatis.
Pelarut Organik. Selain air, pelarut organik seperti polietilen glikol
dapat digunakan untuk penyerapan karbon dioksida. Selexol® dan
Genosorb® adalah nama dagang bahan kimia itu. Dalam pelarut ini, seperti
air, karbon dioksida dan hidrogen sulfida lebih larut dari metana dan proses
46
berlangsung dengan cara yang sama dengan WS. Perbedaan utama adalah
bahwa karbon dioksida dan hidrogen sulfida lebih larut dalam Selexol dari
pada dalam air. Konsekuensinya adalah bahwa instalasi upgrade kecil
dapat dibangun untuk kapasitas gas yang sama. Dalam proses Selexol juga
air dan hidrokarbon terhalogenasi dipisahkan. Namun banyak energi yang
dibutuhkan untuk meregenerasi Selexol dari hidrogen sulfida dan oleh
karena itu sering lebih baik untuk memisahkan hidrogen sulfida sebelum
absorpsi.
Gambar 2.9. Karbon dioksida memiliki kelarutan tinggi dalam air dari metana. ini
memungkinkan pemisahan dua komponen dalam kolom absorpsi. (Persson
dan Wellinger, 2006)
48
Gambar 2.10. Dalam sebuah pabrik PSA, karbon dioksida dipisahkan pada tekanan
tinggi. Kolom yang diregenerasi pada tekanan berkurang. (Persson dan
Wellinger,2006)
c. Pemisahan Membran
Ada proses dengan pemisahan membran, adalah pemisahan dengan
fase gas pada kedua sisi membran atau itu adalah absorpsi gas-cair yang
berarti bahwa cairan menyerap karbon dioksida berdifusi melalui
membran. Cairan bisa suatu amina dan sistem memiliki selektivitas yang
tinggi dibanding dengan sistem membran padat. Pemisahan terjadi pada
tekanan rendah, sekitar tekanan atmosfir.
Membran dengan fase gas di kedua belah sisi juga bisa disebut
membran kering. Membran bekerja baik di tekanan tinggi > 20 bar atau
pada tekanan rendah 8-10 bar. Pemisahan ini didukung oleh fakta bahwa
molekul ukuran yang berbeda memiliki permeabilitas yang berbeda
melewati membran. Faktor penting lainnya untuk pemisahan adalah
perbedaan tekanan antara kedua sisi membran dan suhu gas. Karbon
dioksida dan hidrogen sulfida lolos melewati membran sedangkan metana
tertahan di sisi inlet. Konsentrasi metana tinggi pada upgrade gas dapat
dicapai dengan ukuran yang membran besar atau beberapa secara seri.
Biogas yang dikompresi dan dikeringkan sebelum dilewatkan ke
membran. Pemisahan hidrogen sulfida diperlukan sebelum biogas dapat
digunakan untuk kendaraan atau diinjeksikan ke jaringan gas.
d. Pemisahan Kriogenik
Metana memiliki titik didih -160 °C pada tekanan atmosfer
sedangkan karbon dioksida -78 °C. Ini berarti bahwa karbon dioksida dapat
dipisahkan dari biogas sebagai cairan dengan mendinginkan campuran gas
itu pada tekanan tinggi. Metana dapat dikeluarkan dalam fase gas atau cair,
tergantung pada bagaimana sistem dibangun. Ketika juga metana
terkondensasi, nitrogen yang memiliki titik didih yang lebih rendah
dipisahkan. Karbon dioksida yang dipisahkan bersih dan bisa dijual.
Sampai tahun 2006 metode ini hanya diuji pada percontohan di Eropa.
Untuk menghindari pembekuan dan masalah lain dalam proses
kriogenik, kontaminan seperti air dan hidrogen sulfida perlu dipisahkan
awal. Prinsip pemisahan kriogenik adalah bahwa biogas dikompresi dan
49
kemudian didinginkan dengan penukar panas diikuti dengan langkah
ekspansi misalnya dalam turbin ekspansi. Pendinginan dan ekspansi
tersebut menyebabkan karbon dioksida terkondensasi. Setelah karbon
dioksida disingkirkan sebagai cairan, lalu gas dapat didinginkan untuk
menkondensasikan metana.
50
a. Penyingkiran hidrogen sulfida
Hidrogen sulfida terbentuk dari pencernaan protein dan bahan lain
yang mengandung sulfur. Karena hidrogen sulfida sangat korosif
dianjurkan untuk dipisahkan pada proses awal upgrade biogas. Hal ini
dapat dihapus di ruang pencernaan, dalam aliran gas atau dalam proses
upgrade. Beberapa metode yang paling umum untuk menghilangkan
hidrogen sulfida, bahkan pemberian besi klorida terhadap lumpur digester
atau pemberian udara / oksigen ke digester.
Desulfurisasi biologis. Mikroorganisme dapat digunakan untuk
mengurangi kadar sulfida dalam biogas, terutama mengubahnya menjadi
unsur sulfur dan beberapa sulfat. Mikroorganisme pengoksidasi belerang
terutama dari keluarga Thiobacillus. Mikroorganisme ini umumnya ada
dalam bahan baku, maka tidak perlu diinokulasi. Selain itu, sebagian
mikroorganisme itu adalah autotrof, yang berarti bahwa bisa menggunakan
karbon dioksida dari biogas sebagai sumber karbon.
Oksigen perlu ditambahkan ke biogas untuk desulfurisasi biologis,
harus dalam jumlah stoikiometri dan kebutuhannya tergantung pada
konsentrasi hidrogen sulfida, yang biasa kadarnya 2 hingga 6% dari udara
dalam biogas.
Metode yang paling sederhana untuk desulfurisasi adalah dengan
menambahkan langsung oksigen atau udara ke ruang digester. Dengan
metode ini kadar hidrogen sulfida dapat dikurangi hingga 95% menjadi
kadar yang lebih rendah dari 50 ppm. Tentu saja ada beberapa faktor yang
mempengaruhi tingkat penurunan seperti suhu, tempat dan jumlah udara
yang ditambahkan serta waktu reaksi. Ketika menambahkan udara
kedalam biogas langkah-langkah keamanan perlu dipertimbangkan untuk
menghindari kelebihan udara. Biogas adalah bahan peledak pada kisaran
5-15% dalam udara.
Desulfurisasi biologis juga dapat terjadi dalam biofilter terpisah diisi
badan plastik yang melekat mikroorganisme desulfurisasi. Di unit biogas
yang mengalir naik bertemu cairan aliran berlawanan yang terdiri dari
kondensat gas dan cairan lumpur limbah atau larutan mineral. Sebelum
biogas memasuki unit, 5-10% udara ditambahkan. Dalam proses kadar
hidrogen sulfida dapat dikurangi dari 3.000 sampai 5.000 ppm menjadi 50
hingga 100 ppm. Amonia dipisahkan pada waktu yang sama.
51
Perlakuan besi klorida terhadap lumpur digester. Tingkat hidrogen
sulfida dalam biogas dapat dikurangi dalam ruang digester dengan
menambahkan besi klorida (FeCl2). Besi (Fe2+) bereaksi dengan ion sulfida
(S2-) dan membentuk sulfida besi (FeS). Kadar hidrogen sulfida berkurang
menjadi sekitar 100 - 150 ppm.
Serapan karbon aktif. Karbon aktif dapat digunakan untuk konversi
secara katalitik hidrogen sulfida menjadi unsur sulfur dan air. Seperti
desulfurisasi biologis, oksigen perlu ditambahkan untuk proses ini.
Karbon diresapi dengan kalium iodida atau asam sulfat untuk
meningkatkan laju reaksi. Sulfur yang mengandung karbon dapat
diregenerasi atau diganti dengan karbon segar bila telah jenuh. Serapan
karbon aktif adalah metode umum untuk pemisahan hidrogen sulfida
sebelum sistem upgrade dengan PSA.
Besi hidroksida atau oksida. Hidrogen sulfida bereaksi dengan besi
hidroksida atau oksida membentuk sulfida besi (FeS). Bila bahan ini telah
jenuh dapat diregenerasi atau diganti. Dalam regenerasi, sulfida besi
dioksidasi oleh udara dan oksida besi atau hidroksida besi dijumput
bersama dengan unsur sulfur.
Oksida besi yang mengisi bahan dapat dioksidasi serat baja
(pelapisan karat) serutan kayu ditutupi dengan besi oksida atau pelet yang
terbuat dari lumpur merah, produk limbah dari produksi aluminium.
Serutan kayu sangat populer di Amerika Serikat karena berbiaya rendah
dan memiliki rasio yang besar permukaan terhadap volume. Rasio tertinggi
diperoleh pada pelet. Pelet yang umum pada instalasi pengolahan tinja
Jerman dan Swiss.
Perlakuan larutan NaOH. Suatu larutan natrium hidroksida (NaOH)
dapat digunakan untuk memisahkan hidrogen sulfida. Sodium hidroksida
bereaksi dengan hidrogen sulfida membentuk natrium sulfida atau natrium
hidrogen sulfida. Kedua garam ini adalah tidak larut yang berarti bahwa
regenerasi tidak mungkin dilakukan.
52
mesin CHP dan dapat dihilangkan dengan metode yang sama digunakan
untuk karbon dioksida.
4) Penyingkiran siloksana
Senyawa silikon organik kadang-kadang terkandung dalam biogas
dari tempat pembuangan sampah dan lumpur kotoran, karbon aktif dapat
digunakan untuk memisahkannya. Metode ini sangat efektif tetapi bisa
mahal karena menghabiskan karbon tanpa dapat diregenerasi dan perlu
diganti. Ini berarti biaya untuk pembuangan serta biaya untuk karbon baru.
Metode lain untuk menghapus senyawa ialah absorpsi dalam suatu
campuran cairan hidrokarbon.
Kadar siloksana dalam biogas juga dapat dikurangi melalui
pendinginan gas dan memisahkan cair terkondensasi. Ada contoh sistem
pendinginan gas ke -25°C yang menghasilkan efisiensi 26%. Gas dapat
didinginkan hingga -70°C menyebabkan siloksana membeku, sehingga
memcapai efisiensi 99%. Pendinginan gas juga dapat dikombinasikan
dengan suatu sistem karbon aktif, memberikan karbon waktu hidup lebih
tahan lama.
5) Penyingkiran oksigen dan nitrogen
Jika oksigen atau nitrogen ada dalam biogas ini adalah tanda bahwa
udara telah tersedot ke dalam sistem. Ini umum dalam biogas yang
dikumpulkan dari TPA dengan tabung permeabel dengan menerapkan
sedikit tekanan di bawah.
Rendahnya tingkat oksigen dalam gas tidak masalah, tetapi bila
tinggi dapat menimbulkan risiko ledakan. Dalam beberapa proses upgrade
seperti PSA dan membran kandungan oksigen dan nitrogen juga
berkurang.
6) Penyingkiran air
Biogas jenuh dengan uap air ketika meninggalkan ruang digesti.
Sebelum biogas digunakan sebagai bahan bakar kendaraan atau
dimasukkan ke dalam jaringan gas perlu dikeringkan. Pengeringan juga
bisa diperlukan bila menggunakannya untuk CHP, terutama untuk turbin
gas. Refrigerasi adalah metode umum untuk pengeringan biogas. Gas ini
didinginkan dengan penukar panas dan air terkondensasi dipisahkan.
53
Untuk mencapai titik embun yang rendah gas dapat dikompresi dahulu
sebelum didinginkan.
Adsorpsi air pada permukaan agen pengering adalah metode yang
umum digunakan untuk mencapai titik embun sangat rendah yang
diperlukan dalam aplikasi bahan bakar kendaraan (yaitu ≤ - 40 °C ;
tekanan 4 bar). Agen pengering bisa digunakan silika gel atau aluminium
oksida. Untuk memastikan operasi terus-menerus biasanya sistem terdiri
dari dua tabung, satu untuk operasi dan satu untuk regenerasi. Tabung
yang dikemas dengan agen pengeringan dan gas lembab melewatinya.
Pengeringan bisa dilakukan pada tekanan tinggi atau atmosfer. Hal ini
mempengaruhi metode regenerasi, yaitu ketika pengeringan pada tekanan
naik maka aliran kecil dari gas kering terkompresi dan digunakan untuk
regenerasi. Jika pengeringan dilakukan pada tekanan atmosfer, udara dan
pompa vakum digunakan untuk regenerasi. Kerugian dengan metode yang
terakhir terjadi penambahan udara ke biogas.
Metode pengeringan lain yang dapat digunakan adalah penyerapan
air dalam glikol atau garam higroskopis. Garam baru dibutuhkan untuk
menambah agar menggantikan garam yang telah jenuh atau bahkan telah
larut. Medium pengering bisa dijumput oleh pengeringan pada suhu tinggi.
7) Biaya upgrade biogas
Total biaya untuk pembersihan dan peningkatan biogas berasal dari
biaya investasi, operasional instalasi, dan pemeliharaan peralatan. Ketika
memproduksi biogas untuk bahan bakar kendaraan, maka bagian yang
paling mahal perlakuan adalah penyingkiran karbon dioksida.
Investasi dalam suatu instalasi dengan perlakuan kualitas lengkap
untuk bahan bakar kendaraan tergantung pada beberapa faktor. Salah satu
faktor utama tentu saja ukuran instalasi. Kenaikan investasi meningkat
dengan kapasitas instalasi, tetapi pada saat yang sama investasi per unit
kapasitas terpasang menurun untuk pabrik yang lebih besar. Investasi
khusus untuk pabrik mengolah 300 m3 gas per jam adalah 1 juta Euro
seperti yang ditunjukkan oleh grafik di bawah ini biaya investasi tahun
1998 dan 2006 untuk 16 instalasi di Swedia (Persson dan Wellinger, 2006).
54
Gambar 2.11. Grafik hubungan biaya investasi dan kapasitas pabrik
* 1 Krona Swedia (SEK) = Rp 1.744
55
Motel mikroorganisme tersebut dapat dibangun dengan
menggunakan pipa plastik bekas, berusaha untuk memperkecil dampak
aliran gas dan lumpur di dalam tangki. Pipa plastik vertikal dengan lubang
melintang di dalamnya untuk membiarkan makanan dan gelembung keluar
untuk bekerja dengan baik sebagai media kolam filtrasi yang digunakan
untuk mendorong pertumbuhan bakteri. Di Palestina orang memasukkan
cangkang kacang almond dan pistachio; idenya adalah agar memiliki
media mengambang tempat bakteri dapat membentuk biofilm aktif.
Semakin luas permukaan untuk populasi bakteri dan secara teoritis
semakin mudah memberi makan; tersedia lebih biofilm yang lebih efisien
membuat bakteri dapat bekerja dan menghasilkan lebih banyak gas dan
pupuk (Culhane, 2012).
56
3) Tepi dasar digester setidaknya harus bejarak dua meter dari struktur
lain untuk menghindari resiko mengganggu atau merusak selama
pembangunan.
4) Digester harus berjarak minimal 10 meter dari sumur air tanah atau
badan air permukaan untuk melindungi air dari pencemaran.
5) Dipilih lokasi yang menjamin digester mendekati suhu optimal 35 oC.
Salah satu batasan pembuatan desain digester biogas untuk
masyarakat di pedesaan adalah biaya pembuatan, kemudahan
pengoperasian serta perawatan. Digester biogas jenis kubah yang dibuat
dari bahan tembok dan beton umumnya memerlukan biaya yang tinggi.
Pembangunan digester sebagai penghasil energi alternatif memerlukan
perhitungan teknis dan desain yang optimum untuk mendapatkan gas
sesuai harapan. Selain mengurangi polusi, pembuatan desain juga harus
disesuaian dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk investasi dan biaya
pengeluaran lain.
57
III
METODOLOGI
58
C= kotoran sapi (sebagai kontrol)
Perlakuan A,B, dan C tersebut disusun dalam rancangan acak
lengkap (RAL) dengan enam kali ulangan, sehingga secara keseluruhan
dibutuhkan 24 unit percobaan seperti pada Gambar 3.1.
1 2 3 4 5 6
B C B C A A
7 8 9 10 11 12
C A C A B C
13 14 15 16 17 18
B B A C B A
19 20 21 22 23 24
A B C A C B
Gambar 3.1. Tata Letak Percobaan. Perlakuan A B, dan C dialokasikan secara acak
penuh pada Petak 1 sampai dengan 24 .
ΣT 2 JK t KTt
Perlakuan (t) t-1 JK t FK KTt Fhit
DBt KTg
r
JK g
Galat (g) (rt-1)(t-1) JKg = JKu- JKt KTg
DB g
59
Umum (u) (rt-1) JKu = Σ X2 – FK
2
Keterangan : Faktor koreksi = FK G
Variabel respons yang diamati
rt pada percobaan ini adalah : (a) pH
substrat; (b) produksi biogas harian; dan (c) padatan total (total solids/TS).
Berdasarkan rancangan percobaan di atas, dapat ditentukan kriteria
penerimaan atau penolakan hipotesis dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Jika F hitung > F tabel taraf 5%, maka hipotesis diterima sehingga
data dapat dilakukan uji lanjutan dengan Uji Jarak Berganda
Duncan.
b. Jika F hitung < F tabel taraf 5%, maka hipotesis ditolak sehingga
data tidak perlu dilakukan uji lanjutan.
Bila F signifikan, dilanjutkan Uji Jarak Berganda Duncan dengan
rumus :
LSR (α.dbg.p) = SSR (α.dbg.p) . Sx
Keterangan : LSR: least significant range; Dbg: derajat bebas galat; SSR: studenized
significant range; α : taraf nyata 5%; p : jumlah perlakuan; Sx : galat baku
rata-rata
60
2) Penyiapan digester
Gambar 3.2 menunjukkan diagram skematik satu set digester skala
laboratorium (10 L) yang digunakan dalam percobaan ini. Untuk keperluan
penelitian ini dibuat tiga set digester (A, B, dan C).
Gambar 3.2. Skema satu set Digester Anaerob (Rahmat dkk., 2014b)
Keterangan : (1) Jerigen 10 L sebagai ruang digesti; (2) Limbah sebagai substrat
digesti; (3) Pipa pengeluaran biogas; (4) Kran pengambilan sampel
substrat; (5) Pipa pengalir biogas ke pengukur volume; (6) Panci
sebagai penampung air penyekat gas; (7) Gelas ukur penampung
biogas; (8) Statif; (9) Termometer; (10) Pipa pengalir biogas ke
manometer; dan (11) Manometer.
61
ukur posisi terbalik dengan berdasarkan perhitungan bahwa, jumlah air
yang dipindahkan sama dengan volume biogas yang diproduksi. Digester
ditempatkan dalam ruangan laboratorium selama waktu retensi 20 hari.
3) Pengamatan
(i) Karakterisasi Limbah Pemukiman.
Karakterisasi limbah yang terkumpul dilakukan pemisahan dan
penimbangan masing-masing komponen, meliputi : sisa dan limbah
bahan makanan, kertas, plastik, logam, dan lainnya.
(ii) pH substrat dalam digester : ialah pH sampel diambil dan diukur pada
0,1, 2, dan 3 minggu setelah setelah inkubasi (selama waktu retensi
20 hari).
(iii) Produksi biogas harian : ialah angka yang menyatakan banyaknya
volume biogas yang tertampung pada gelas pengukur setiap hari
selama 20 hari waktu retensi.
(iv) Padatan total (Total Solids/TS) dalam substrat.TS ialah banyaknya
zat padat organik dan anorganik dalam substrat yang ditentukan
dengan dianalisis penimbangan dan pemanasan/penguapan lalu
dihitung dengan rumus :
62
Bahan yang harus dipersiapkan untuk percobaan ini adalah : (i)
sebagai bahan perlakuan, meliputi : limbah cair tahu, kotoran domba,
jerami padi, serasah bambu, dan limbah krop kobis; (ii) bahan penunjang :
akuades, alkohol, air bersih, dan alat tulis umum.
Alat yang diperlukan dalam percobaan adalah : (i) lima set digester
biogas kapasitas 50 L terbuat dari drum, pelat, dan pipa; (ii) jariken 20 L,
ember 10 L, dan corong; dan (iii) peralatan laboratorium seperti:
manometer U, pHmeter lapangan, termometer tangan, timbangan analitis,
timbangan teknis, stopwatch dan gelas ukur, pipet ukur, gelas piala,
sarung tangan, dan jas laboratorium.
Gambar 3.3. Tata Letak Percobaan. Perlakuan A hingga E dialokasikan secara acak
pada setiap Digester
63
Untuk membuktikan adanya pengaruh perlakuan terhadap semua
variabel respons yang diamati, maka analisis data menurut Gomez dan
Gomez (1984) dilakukan berdasarkan model matematika sebagai berikut:
Yijk = μ + ri +tj + Єijk
Keterangan :
Yij : nilai pengamatan dari perlakuan ke-j pada ulangan ke-i
μ : nilai rata-rata umum
tj : pengaruh perlakuan ke-j
ri : pengaruh ulangan/kelompok taraf ke-i
Єij : pengaruh faktor random terhadap perlakuan ke-j dan kelompok ke-i
Penyajian analisis varian dengan rancangan acak kelompok
berdasarkan model linier di atas adalah seperti pada Tabel 3.2.
ΣT 2 JK p
Fhit
KTp
Perlakuan(t) t-1 JK t FK KTp
r DB p KTg
JK g
Galat (g) (r-1)(t-1) JKg = JKu- JKt - KTg
DB g
JKr
3) Rancangan Analisis
64
Berdasarkan rancangan percobaan di atas, dapat ditentukan kriteria
penerimaan atau penolakan hipotesis dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Jika F hitung > F tabel taraf 5%, maka hipotesis diterima sehingga
data dapat dilakukan uji lanjutan dengan Uji Jarak Berganda
Duncan.
b. Jika F hitung < F tabel taraf 5%, maka hipotesis ditolak sehingga
data tidak perlu dilakukan uji lanjutan.
Bila F signifikan, dilanjutkan Uji Jarak Berganda Duncan dengan
rumus :
LSR (α.dbg.p) = SSR (α.dbg.p) . Sx
Keterangan : LSR: least significant range; Dbg: derajat bebas galat; SSR:
studenized significant range; α : taraf nyata 5%; p : jumlah
perlakuan; Sx : galat baku rata-rata
65
Setiap digester (Gambar 3.4) terbuat dari sebuah drum metal
berukuran 60 liter berfungsi sebagai tangki digester. Digester ini
mengadopsi tipe tegak dengan kubah tetap, sehingga penampung gas
bersatu dengan tempat berlangsungnya proses DA. Pada bejana digester ini
terpasang: (i) sebuah pipa pemasukan substrat berukuran diameter 8 cm
terpasang dengan sudut 30o terhadap dinding vertikal pada ketinggian 15
cm dari dasar bejana; (ii) sebuah pipa pengeluaran residu digestat
berukuran 8 cm terpasang dengan sudut 45 o terhadap dinding vertikal pada
ketinggian 25 cm dari dasar bejana; (iii) shaft pengaduk terpasang kedap
gas berada di pusat silinder bejana memiliki dua bilah pengaduk yang
terpasang 15 dan 40 cm dari dasar bejana; dan (iv) sebuah pipa pengeluaran
biogas berdiameter 0,8 cm tersambung ke instalasi pengukur volume gas.
Semua koneksi dilakukan dengan pengelasan logam yang harus diperiksa
untuk menghidari kebocoran gas.
b. Penyiapan Bahan Biogas
Sampel LCT masing-masing diambil 200 L dari setiap lokasi di
lima pengrajin tahu di Nagrog secara mewakili, kemudian semua dicampur
dan diaduk secara homogen. Limbah homogen ini merupakan bahan
biogas yang akan digunakan dalam percobaan.
Masing-masing bahan organik penambah rasio C/N, meliputi:
kotoran domba, jerami padi, serasah bambu, atau sisa sayuran dirajang
menjadi rajangan yang lolos kasa kawat berukuran 1,5 cm x 1,5 cm.
Selanjutnya LCT ditambah 5 kg rajangan bahan penambah rasio C/N
sesuai rancangan percobaan.
c. Pelaksanaan Digesti
Setiap digester diisi dengan 50 L liter campuran bahan sesuai
perlakuan lalu diinkubasikan selama 20 hari. Mulai 1 hari setelah inkubasi
(hsi) dilakukan pengamatan semua parameter yang diteliti.
d. Pengamatan
(i) pH substrat dalam digester. pH bahan substrat sampel diambil
dan diukur pada 1, 2,3, dan 4 minggu setelah setelah inkubasi.
(ii) Volume biogas. Volume biogas yang terbentuk diukur sejak 1
hingga 20 hsi. Kemudian dihitung akumulasi per minggunya.
66
(iii) Tekanan gas. Tekanan biogas yang terbentuk diukur sejak 1
hingga 20 hsi.
(iv) Uji pendidihan air (water boiling test): ialah uji untuk
menentukan waktu yang dibutuhkan mendidihkan 100 mL air
diukur pada 1, 2,3, dan 4 minggu setelah setelah inkubasi.
(v) Bobot kering substrat. Bobot kering substrat ialah bobot yang
diperoleh hasil pengeringan oven sampai 120 oC selama 1 jam
dilakukan sebelum diaplikasikan ke digester.
𝐽𝐾𝑃 𝐾𝑇𝑃
Perlakuan 4 ƩX𝑖 2 ⁄𝑟– FK 3,01
𝐷𝐵𝑃 𝐾𝑇𝐺
𝐽𝐾𝐺
Galat 16 JKT-JKU-JKP
𝐷𝐵𝐺
Total 24 ∑ Xij² – FK
68
Ada perbedaan pengaruh
F hit > F 0,05 Berbeda nyata
antar perlakuan
Jika berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan uji jarak
berganda Duncan pada taraf nyata 5 persen dengan rumus sebagai berikut
:
√𝐾𝑇 𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡
S x=
𝑟
SSR (α.dbg.p)
LSR = SSR.Sx
Keterangan :
Sx = Galat baku rata-rata (standard error)
KTG = Kuadrat Tengah Galat
r = Jumlah ulangan pada tiap nilai tengah
perlakuan yang dibandingkan.
α = Taraf nyata.
Dbg = Derajat bebas galat.
P = range (perlakuan)
LSR = Least Significant Range.
70
d. Bila larutan fermentasi berbau seperti bau tape pertanda bahwa
pupuk cair sudah jadi dan bila belum berbau tape ada
kemungkinan reaksi fermentasi belum sempurna atau tidak jadi.
5) Pemberian Perlakuan
Cara aplikasi pupuk cair dengan frekuensi umur tanaman pada 14,
21, 28, 35 dan 42 HST (hari setelah tanam). Pupuk cair diaplikasikan
dengan konsentrasi 50 ml/liter air, disiramkan kedalam media tanam pada
setiap polibag percobaan sesuai konsentrasi perlakuan. volume aplikasi
pupuk cair per polibag adalah 100 ml.
6) Pemeliharaan
a. Penyiangan
Penyiangan dilakukan di sekitar tanaman kedelai apabila tumbuh
gulma yaitu dengancara dicabut.Penyiangan dilakukan agar tidak terjadi
penyerapan unsur hara antara tanamanpokok dengan gulma.
b. Penyiraman
Penyiraman dilakukan berdasarkan tingkat kekeringan media
tanam. Kebutuhan air untuk penyiraman disesuaikan dengan kapasitas
lapang media tanam yang digunakan.
c. Penyulaman
Penyulaman dilakukan satu minggu setelah tanam dengan tujuan
untuk mengganti benih kedelai yang mati atau tidak tumbuh.
71
sumber daya seperti ini dengan aplikasi tekonologi sederhana agar mudah
diterapkan sampai ke segenap pelosok.
72
j. Kantung plastik (polyethylene) lebar 50 cm dan panjang 4 m
sebagai balon penampung biogas
k. Delapan buah klem selang ¾ inci, 10 buah skrup ulir 3 mm panjang
3 cm,
l. Tali plastik ukuran 5 mm panjang 10 m
73
Gambar 3.5. Digester Biogas : 1) Kran buka-tutup gas; 2) pipa saluran gas; 3) corong
pengisian substrat; 4) saluran pemasukan substrat; 5) saluran pengeluaran
residu; dan 6) tabung digester.
Gambar 3.6. Katup Pengaman : 1) Saluran gas; 2) pipa PVC bentuk T yang terendam 5
cm dalam air ; 3) botol air mineral 600 mL; dan 4) air sebagai pengatur
keamanan tekanan gas.
Gambar 3.7. Skema Balon Penampung Biogas : 1) Kantung plastik (polyethylene) ukuran
bentang kempis 240 cm x 50 cm; 2) saluran keluar gas; 3) Kran gas; 4)
saluran ke alat pembakar; dan 5) saluran gas dari reaktor.
74
2) Prosedur pembuatan
a. Dua buah drum 200 L yang masing-masing telah dibuang bundaran
bagian atasnya, lalu keduanya disambung berhadapan dengan las
sehingga membentuk silinder tertutup kapasitas 400 L. Silinder ini
merupakan tabung digester biogas.
b. Dua potong pipa besi diameter 6 cm masing sepanjang 60 cm untuk
saluran masuk (entrance tube) dan saluran keluar (exit tube).
c. Pipa saluran masuk dirangkai las dengan separuh tabung bekas
refrigeran sebagai corong pemasukan substrat. Pipa saluran ini
dipasang pada satu sisi digester pada ketinggian 10 cm dengan sudut
450. Pada sisi lain digester dipasang pipa saluran keluar dengan
ketinggian 10 dan sudut 450. Corong pemasukan dan pipa saluran
keluar diberi penutup untuk mencegah air hujan masuk ke digester.
d. Di tengah punggung tabung digester (tapi tidak tepat pada las
sambungan) dipasang fitting ulir jantan ½ inci untuk pemasangan kran
(valve) saluran gas.
e. Semua proses penyambungan dan perangkaian komponen diuji
kerapatannya untuk mencegah kebocoran biogas dan substrat.
f. Tabung digester dipendam dalam lubang galian tanah horizontal
dengan maksud untuk memaksimalkan dukungan tanah terhadap
badan digester dan terjaganya suhu di dalamnya. Bagian digester yang
muncul ke permukaan tanah sekitar 10 cm.
g. Saluran dan kran dibiarkan terbuka sebelum selesainya pengisian
substrat pertama.
75
IV
PEMBAHASAN
76
Kondisi ini menarik untuk dipelajari lebih jauh mengingat
karakteristik sampah makanan ini adalah : (i) memiliki kontribusi terbesar
terhadap akumulasi volume sampah domestik di semua level, baik di
rumah, TPS, hingga TPA; (ii) penurunan volumenya benar-benar
tergantung kepada dekomposisi, karena bukan merupakan bahan yang
dipulung untuk didaur-ulang; dan (iii) dekomposisinya perlu waktu
sehingga sering menjadi masalah pencemaran lingkungan. Oleh karena itu
perlu merekayasa proses dekomposisi yang dipercepat dan dihasilkan
produk yang bermanfaat, seperti yang dilakukan dalam proses digesti
anaerob (DA) dalam digester biogas. Sedangkan limbah plastik, kertas,
logam merupakan bahan yang biasa dipulung lalu diperjual-belikan karena
untuk didaur-ulang, maka akumulasi limbah semacam itu di lingkungan
relatif tidak menjadi permasalahan.
77
8
7 2
9
6
1
4
10
3
5
78
6,4
6,2
6
pH
5,8
5,6
A
5,4
B
5,2
C
5
4,8
0 1 2 3
Waktu digesti (minggu)
Gambar 4.2. Fluktuasi pH substrat selama digesti 21 hari
hidrolisis
CO2 + H2O H2CO3
reduksi
H2CO3 + 4 H2 CH4 + 3 H2O
80
30000
25000 A
B
Volume biogas (cm3)
20000
C
15000
10000
5000
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
50000
Volume biogas (cm3)
40000
30000
20000
10000
0
A B C
Gambar 4.4. Total volume biogas yang dihasilkan oleh Digester A, B, dan
C selama 20 hari waktu retensi
Fakta hasil pengukuran produksi biogas harian dan total
membuktikan bahwa, sampah makanan dari rumah tangga secara madiri
maupun dicampur dengan kotoran sapi memiliki potensi untuk
82
menghasilkan biogas yang cukup besar. Potensi konversi ini perlu
mendapat perhatian yang lebih intensif mengingat sampah makanan belum
banyak dikaji dan dimanfaatkan. Volumenya yang besar selalu menjadi
masalah pencemaran lingkungan, seperti: air lindi di tempat penampungan
atau pun pembuangan, penghasil bau ke udara, menurunkan kualitas
perairan secara biotik dan kimiawi.
Kuantitas total volume biogas yang dihasilkan adalah berbanding
lurus dengan tingkat degradasi secara biologis dan taraf konversi limbah
organik menjadi biogas oleh bakteri metanogen.
140
120
A
100
B
80 C
60
40
20
0
0 1 2 3 4
Waktu digesti (minggu)
84
Gambar 4.6. Lima set digester biogas sedang beroperasi (Rahmat dkk., 2014a).
85
Gambar 4.7. Produksi biogas harian Perlakuan A,B, C, D dan E
86
Tabel 4.2. Pengaruh penambahan bahan organik terhadap produksi
biogas LCT
A (LCT) 0 a
B (LCT + Kotoran domba) 14.183 e
C (LCT + Jerami padi) 895 b
D (LCT + Serasah bambu) 2.400 c
E (LCT + Limbah kobis) 7.250 d
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut Uji Beda Berganda Duncan taraf 5%.
4.2.4. Monitoring pH
Fakta pada Gambar 4.8. menunjukkan fluktuasi pH yang normal,
yaitu masih pada kisaran pH optimum untuk proses DA, yakni 6,4 hingga
7,2 sehingga variabel ini bukan merupakan faktor pembatas dalam
menghasilkan biogas pada konteks rekayasa rasio C/N substrat pada
penelitian ini. Luostarinen dkk. (2011) mengemukakan bahwa peningkatan
suhu dalam satu kisaran optimal bisa meningkatkan proses DA, tetapi pada
87
suhu lebih tinggi dari optimal mebuat rusaknya konsorsium
mikroorganisme tertentu, karena protein dan komponen seluler
mikroorganisme bisa rusak ireversibel.
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata menurut Uji Beda Berganda Duncan taraf 5%.
88
Teknologi DA merupakan salah satu bagian strategi yang
berdayaguna dan efektif dalam pengelolaan air limbah atau buangan
industri. Penerapan teknologi ini selain murah dan praktis untuk limbah
dengan beban kandungan bahan organik dan bobot molekul tinggi, mampu
mereduksi energi terkandung dalam limbah untuk pengelolaan lingkungan.
Penggunaan digester biogas memiliki keuntungan, antara lain yaitu
mengurangi efek gas rumah kaca, mengurangi bau yang tidak sedap,
mencegah penyebaran penyakit, menghasilkan energi dan hasil samping
berupa pupuk padat dan cair. Pemanfaatan limbah dengan cara seperti ini
secara ekonomi akan sangat kompetitif seiring naiknya harga bahan bakar
minyak dan pupuk anorganik. Di samping itu, cara-cara ini merupakan
praktek pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (Rahmat dkk.,
2014a).
90
Untuk meningkatkan konsentrasi hara dalam digestat dapat
ditempuh prosedur pemekatan larutan, yaitu untuk mereduksi jumlah air
sebagai pelarut dalam larutan, maka konsentrasi hara setelah pemekatan
dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
V1.K1 = V2.K2
yaitu: V1 ialah volume larutan awal; K1 ialah konsentrasi larutan awal; V2
ialah volume larutan hasil pemekatan; dan K 2 ialah konsentrasi larutan
hasil pemekatan. Contoh perhitungan dengan mengambil nilai rata-rata
pada Tabel 4.5. Bila semula tersedia digestat 200 L lalu dipekatkan
sehingga menjadi volumenya menjadi 1 L, maka konsentrasi unsur hara
nitrogen (K2) menjadi:
200 L (0,0788 %) = 1 L (K2)
K2 = 200 x 0,0788 %
K2 = 15,76 %
Pemilihan metode pemekatan menjadi hal yang penting untuk
pertimbangan lebih lanjut, terutama bila digunakan cara penguapan pelarut
air secara termal karena beberapa hara mudah menguap.
Bila konsentrasi dan dosis aplikasi yang digunakan mengikuti
anjuran berdasarkan hasil percobaan sebelumnya, maka pemberian
digestat akan memberikan efek yang signifikan terhadap peningkatan
pertumbuhan dan produksi tanaman. Seperti telah dilaporkan beberapa
peneliti bahwa, digestat sebagai salah satu jenis pupuk organik yang kaya
akan unsur hara. Ada pun manfaat lainnya sama seperti halnya bahan
organik lain ketika diaplikasikan pada tanah akan memberi keuntungan
terhadap sifat fisik, biologi dan kimia tanah. Syarat tanah sebagai media
tumbuh dibutuhkan kondisi fisik dan kimia yang baik. Keadaan fisik tanah
yang baik apabila dapat menjamin pertumbuhan akar tanaman dan mampu
sebagai tempat aerasi dan lengas tanah, yang semuanya berkaitan dengan
peran bahan organik. Peran bahan organik yang paling besar terhadap sifat
fisik tanah meliputi : struktur, konsistensi, porositas, daya mengikat air,
dan yang tidak kalah penting adalah peningkatan ketahanan terhadap erosi
(Suntoro, 2003).
Lebih lanjut dikatakan Suntoro (2003) bahwa, pengaruh bahan
organik terhadap sifat kimia tanah seringkali dikaitkan dengan
91
kemampuanya meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK). Bahan organik
merupakan sumber muatan negatif, sehingga bahan organik (humus)
dianggap mempunyai susunan koloid seperti lempung, namun humus tidak
semantap koloid lempung, namun bersifat dinamik, mudah dihancurkan
dan dibentuk. Dilaporkan bahwa penambahan jerami 10 ton /ha pada pada
tanah Ultisol mampu meningkatkan 15,18 % KTK tanah dari 17,44
menjadi 20,08 cmol/kg.
Bahan organik berpengaruh terhadap sifat biologi tanah yang
meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme tanah. Bahan
organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi
mikroorganisme yang hidup di dalam tanah. Mikroorganisme tanah saling
berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik karena bahan
organik menyediakan karbon sebagai sumber energi untuk tumbuh (Tim
Biru, 2010).
Pengaruh digestat terhadap produksi tanaman beragam tergantung
kepada jenis dan kondisi tanah, kualitas benih, iklim, dan faktor-faktor
lain. Namun, pada dasarnya pemakaian digestat akan memberi manfaat
terhadap media tumbuh bagi tanah dan tanaman, adalah sebagai berikut:
1) Memperbaiki struktur fisik tanah sehingga tanah menjadi lebih
gembur.
2) Meningkatkan kemampuan tanah mengikat atau menahan air lebih
lama yang bermanfaat saat musim kemarau.
3) Meningkatkan kesuburan tanah. Tanah menjadi lebih banyak dan
lengkap kandungan haranya.
4) Meningkatkan aktivitas mikroorganisme dan cacing tanah yang
bermanfaat untuk tanah dan tanaman.
Bila disimpan dan digunakan dengan benar, digestat dapat
memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman rata-
rata sebesar 10 - 30% lebih tinggi dibanding pupuk kandang biasa.
Penelitian di Indonesia pada pertanian dengan digestat juga memperoleh
rata-rata kenaikan hasil yang sama (Yayasan Rumah Energi, 2013).
Digestat sebagai pupuk organik telah banyak digunakan di areal
pertanian di Indonesia untuk komoditas sayur-sayuran daun dan buah
(tomat, cabai, labu siam, timun, dll.), umbi (seperti wortel, kentang, dll.),
pohon buah-buahan (buah naga, mangga, kelengkeng, jeruk, pepaya,
92
pisang, dll.), tanaman pangan (padi, jagung, singkong, dll.) dan tanaman
lain (kopi, coklat dan kelapa). Sedangkan penelitian di luar negeri
memperlihatkan pemakaian digestat pada padi, gandum, dan jagung dapat
meningkatkan produksi masing-masing sebesar 10%, 17%, dan 19%.
Dengan pemakaian digestat, produksi meningkat sebesar 21% pada
kembang kol, 19% pada tomat, dan 70% pada buncis.
Utami dkk.(2014) mengemukakan bahwa, digestat sangat
bermanfaat untuk produksi pertanian yang berkelanjutan, ramah
lingkungan dan bebas polusi. Digestat biogas kaya akan unsur hara seperti
nitrogen, fosfor, kalium dan bahan organik yang bermanfaat. Pupuk dari
digestat biogas mempunyai manfaat yang sama dengan pupuk kandang
yaitu untuk memperbaiki struktur tanah dan memberikan unsur hara yang
diperlukan tanaman. Digestat ini merupakan bahan organik yang telah
mengalami proses fermentasi, sehingga kualitasnya tentu memiliki
beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan bahan dasarnya yang
belum mengalami proses fermentasi. Perlakuan fermentasi dapat
meningkatkan kualitas bahan organik, terutama pada rasio C/N dan
kandungan haranya.
Petani di Malang Jawa Timur telah mengaplikasikan digestat pada
tanaman kacang panjang, wortel, dan jagung. Petani ini merasa puas
dengan hasil tanaman yang diperoleh, dengan mengaplikasikan digestat
pada lahan pertaniannya. Dilaporkan tanaman kacang panjang yang diberi
perlakuan digestat menunjukan penampakan yang lebih segar, sehat, dan
hijau.
Sapi, kambing, dan kelinci diamati di lahan yang baru aplikasi
digestat, ternyata tetap makan rumput pada lahan itu. Hal ini menunjukkan
bahwa aplikasi digestat tersebut tidak menimbulkan kerugian palatabilitas
(derajat kesukaan pada makanan tertentu) dibandingkan dengan penerapan
substrat mentah (Seadi dkk., 2008).
95
Gambar 4.9. Diagram luas yang terkena dampak dan persistensi bau setelah
aplikasi digestat dibanding kohe mentah (Jorgensen, 2009)
97
b. Model standar dua lubang sejajar dengan dinding dan alas semen.
Jika menggunakan model lubang ini, digestat yang didapat masih
banyak mengandung cairan karena air tidak meresap. Lubang ini
juga bisa digunakan untuk membuat kompos.
c. Model standar dengan dua lubang berbeda ketinggian dan terdapat
penyaring cairan dengan dinding dan alas semen . Jika
menggunakan model lubang ini, cairan digestat dialirkan dari
lubang pertama (yang lebih tinggi) ke lubang di bawahnya
sehingga bahan padat dan cair terpisah. Dengan model ini, Anda
bisa mendapatkan dua jenis digestat (padat dan cair) dengan
metode penyaringan yang sederhana. Meski demikian, lubang
penampung digestat ini tidak dapat digunakan untuk pembuatan
kompos.
Gambar 4.10. Bak pemisah digestat (Sumber: Yayasan Rumah Energi, 2013)
98
seng, asbes atau genteng dan padukan dengan tanaman merambat seperti
labu siam, timun, paria, dan lain-lain atau anyaman daun kelapa. Untuk
memperoleh digestat kering yang berkualitas, maka pengeringan digestat
basah secara alami (diangin-anginkan atau kering udara) selama 30 hingga
40 hari. Digestat padat akan lebih cepat kering bila setiap dilakukan
seminggu 1 atau 2 kali pembalikan secara merata.
4) Penyimpanan digestat
Bila tidak digunakan langsung di lahan, simpanlah digestat cair atau
padat di tempat yang terlindung dari sinar matahari langsung. Digestat cair
dapat disimpan di dalam ember, drum plastik tertutup atau bak yang ada
atapnya sedangkan digestat padat yang kering dapat disimpan di dalam
karung plastik atau goni lalu ditempatkan di dalam tempat yang terlindung
dari hujan dan sinar matahari langsung.
Luostarinen dkk.(2011) mengatakan bahwa, digestat harus disimpan
dalam tangki penyimpanan tertutup untuk meminimalkan penguapan
amonia. Semakin tinggi suhu dalam penyimpanan, semakin tinggi adalah
risiko kehilangan nitrogen. Hal ini bukan semata-mata karena nilai pupuk
nitrogen, tetapi juga efek buruk amonia terhadap lingkungan
Hasil studi Finlandia menunjukkan bahwa penguapan amonia dan
efek pengasaman yang dihasilkan terhadap lingkungan adalah ancaman
pupuk kandang yang paling bahaya. Sehubungan dengan penggunaan
biogas, risiko itu bahkan lebih menonjol dibandingkan dengan pupuk
kandang mentah karena pH rendah dan kandungan amonium lebih tinggi.
Emisi amonia dari digestat sebagian besar berasal dari aplikasi di lapangan
(96%), sedangkan pupuk kandang mentah emisi amonia lebih banyak di
tempat penyimpanan. Selain itu, penyimpanan digestat dalam tangki
penyimpanan menurunkan emisi sebesar 65% dibandingkan dengan
penyimpanan terbuka.
5) Pengelolaan Kualitas Digestat
a. Analisis kimia. Aplikasi digestat sebagai pupuk pertanian harus
dilakukan dalam rencana pemupukan terpadu. Dosis yang tepat
didapat setelah digestat dianalisis kimia. Sampel digestat
ditentukan kandungan N, P dan K, bobot kering, bahan teruapkan
dan nilai pH-nya. Jika instalasi biogas terkontaminasi dengan
99
logam berat dan senyawa organik yang persisten harus
ditentukan, agar konsentrasinya tidak boleh melebihi batas yang
ditentukan. Apilkasi yang aman sebagai pupuk membutuhkan
sanitasi digestat, bebas dari bibit penyakit menular dan kotoran
fisik.
b. Pengelolaan hara. Salah satu aspek penting daur ulang digestat
ialah untuk pemberian hara pada lahan pertanian. Pencucian nitrat
atau overloading fosfor dapat terjadi karena tidak tepat
penanganan, penyimpanan dan aplikasi digestat sebagai pupuk.
Di Eropa ada pembatasan masukan nitrogen ke dalam tanah
pertanian, yang bertujuan untuk melindungi tanah dan air
permukaan dari polusi nitrat dan yang diperbolehkan maksimum
170 kg N/ha/tahun (Seadi dkk., 2008).
Aplikasi digestat sebagai pupuk harus dilakukan berdasarkan
rencana pemupukan. Rencana pemupukan dijabarkan untuk setiap
lahan pertanian, sesuai dengan jenis tanaman, perkiraan hasil
panen, persentase pemanfaatan hara dalam digestat, jenis tanah
(tekstur, struktur, kualitas, pH), cadangan unsur hara makro dan
mikro dalam tanah, tanaman sebelumnya, kondisi irigasi, dan
geografis wilayah.
c. Pengendalian kualitas. Lebih lanjut Seadi dkk. (2008)
menyatakan bahwa penggunaan digestat yang aman harus
dipertimbangkan beberapa hal di bawah ini :
Pengendalian terhadap stabilitas proses DA (suhu, waktu
retensi) untuk mendapatkan produk akhir digestat yang stabil
Sanitasi digestat agar efektif mengurangi patogen.
Pengambilan dan analisis sampel digestat secara berkala
Pemakaian digestat yang terintegrasi dalam rencana
pemupukan lahan pertanian
Pemilihan jenis dan jumlah bahan baku yang teliti yang diberi
keterangan dan deskripsi lengkap tentang: asal, komposisi,
pH, bobot kering, kadar logam berat dan senyawa organik
yang persisten, kontaminasi patogen dan potensi bahaya
lainnya.
100
4.4. Aplikasi Digester Biogas sebagai Pembangkit Energi
4.4.1. Penyiapan Adukan Substrat
Pembuatan substrat pertama kali dilakukan dengan memilih kotoran
sapi yang relatif segar yang ditandai warna hijau kecoklatan dan tercium
bau khas kotoran ternak (Rahmat 2008). Hal ini untuk menjamin
keberadaan bakteri metanogen dalam substrat yang dibuat sehingga proses
pembentukan biogas dalam digester berjalan optimal.
Gambar 4.11. Pencampuran kotoran hewan dan air untuk membentuk adukan
substrat biogasn(Rahmat, 2008).
102
Vbiogas = π r2 p = 3,14 x (18 cm)2 x 242 cm = 246.201,12 cm3 = 246,2 L
= 0,246 m3. Balon ini dapat terisi penuh dalam waktu 4 hari.
Pengukuran produktivitas biogas dari digester ini ditentukan dengan
cara mengamati lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengisi kantung
plastik berkapasitas empat liter. Isi kantung ini terlebih dahulu dikalibrasi
dengan mengisi empat liter air. Pengamatan waktu pengisian ini dilakukan
10 kali.
246,2 L
T x 1 jam 84,9 jam 3,5 hari
2,9 L
Hal itu bila dibanding dengan pendapat Ertem (2011) yang
menyatakan bahwa, produktitas biogas per kg VS kohe sapi, kohe ayam,
dadih dan limbah makanan masing-masing adalah 200-300 L (dalam
waktu retensi 20-30 hari), 350-600 L (lebih dari 30 hari), 800-950 L (3-10
hari) dan 500-600 L(10-20 hari).
103
4.4.4. Uji Pendidihan Air
Pertama kali lampu Bunsen digunakan untuk melihat pembakaran
gas yang dihasilkan. Ternyata nyala api yang muncul berwarna biru bersih
dan tanpa asap bila komposisi biogas dan udara tepat. Bila nyala api
mengerucut dan terlihat seperti hendak padam, berarti pasokan gas terlalu
kecil. Sebaliknya, jika pada ujung lidah api muncul nyala warna kuning-
kemerahan berarti terlalu deras pasokan gas (Rahmat 2008).
Selanjutnya, pengujian pemanfaatan biogas yang mengisi kapasitas
balon itu dengan digunakan kompor elpiji dapur, namun tidak berhasil
dinyalakan. Hal ini disebabkan banyaknya aliran biogas yang dihasilkan
masih terlalu kecil dibanding volume udara sehingga belum mencapai rasio
minimal terjadinya proses pembakaran. Oleh karena itu, dibuat kompor
mini yang memiliki 12 lubang berdiameter 2,5 mm tempat munculnya
nyala api pada bidang bakar berdiameter 26 mm, yang bagian tengah
bidang ini memiliki silinder ventilasi udara diameter 13 mm. Pipa tembaga
6 mm yang dipasangi kran sebagai saluran gas menuju kompor ini (Gambar
4.12).
104
Ternyata kompor ini mampu mendidihkan 1 L air dalam waktu 10
menit. Meskipun sementara ini belum dilakukan pengukuran secara
kuantitatif, volume biogas sekitar separuh isi balon penampung mampu
untuk memasak 4 bungkus mie instan dan untuk menggoreng 0,5 kg
kentang.
Komposisi biogas yang dihasilkan dari DA itu terbesar adalah gas
metana (CH4) sekitar 54-70% serta gas karbondioksida (CO2) sekitar 27-
45%. Gas metana merupakan komponen utama biogas yang dimanfaatkan
sebagai bahan bakar yang memiliki banyak manfaat. Biogas mempunyai
nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu sekitar 4.800 sampai 6.700 kkal/m³,
sedangkan gas metana murni mengandung energi 8.900 kkal/m³ (Goendi
dkk., 2008).
Komposisi dan sifat biogas bervariasi tergantung pada jenis bahan
baku, sistem digesti, suhu, waktu retensi, dll. Mengingat biogas dengan
standar kandungan metananya adalah 50%, nilai kalor adalah 21 MJ/Nm³,
densitas dari 1,22 kg/Nm³ dan massa mirip udara (Seadi dkk., 2008).
Hasil penelitian ini memberi jalan untuk dapat melakukan
peningkatan skala digester sesuai ketersediaan bahan organik limbah
(kotoran ternak, ampas pengolahan makanan dan pakan, dll.); serta
kuantitas kebutuhan bahan bakar masyarakat.
Gambar 4.12. Biogas dapat digunakan dalam semua peralatan gas alam dengan dilakukan
peningkatan kualitas (Persson dan Wallinger, 2006)
106
Biogas adalah bahan bakar yang ideal untuk pembangkit tenaga
listrik atau CHP. Sejumlah teknologi yang tersedia dan diterapkan seperti
diuraikan berikut.
1) Pembakaran internal
Teknologi yang paling umum untuk pembangkit listrik ialah
pembakaran internal. Mesin tersedia dalam ukuran dari beberapa kilowatt
hingga beberapa megawatt. Mesin gas baik mesin SI (spark ignition) atau
mesin dual fuel.
Mesin diesel injeksi berbahan bakar ganda atau minyak nabati yang
sangat populer karena memiliki efisiensi listrik yang baik. Di sisi lain
mesin itu memiliki emisi yang lebih tinggi, kecuali jika menggunakan
katalis SNCR.
Mesin SI dilengkapi dengan sistem pengapian normal dan suatu
sistem pencampuran udara dan gas yang menyiapkan campuran yang
mudah terbakar. Mesin SI dapat menjadi mesin stoikhometrik atau
pembakaran kurus. Mesin stoikhometrik itu beroperasi tanpa kelebihan
udara dan dengan demikian dapat juga menggunakan katalis yang umum
pada kendaraan tugas ringan. Mesin pembakaran kurus lebih sering terjadi
pada ukuran yang lebih besar dan umumnya memiliki efisiensi yang lebih
tinggi.
2) Turbin gas
Turbin gas merupakan teknologi yang mapan pada ukuran di atas
800 kW. Pada beberapa tahun terakhir mesin skala kecil, yang disebut
turbin mikro pada kisaran 25 sampai 100 kW juga telah berhasil
diintroduksi dalam penggunaan biogas. Turbin mikro ini memiliki
efisiensi sebanding dengan mesin SI kecil dengan emisi rendah dan
memungkinkan pemulihan uap tekanan rendah yang menarik untuk
aplikasi industri dan biaya pemeliharaan sangat rendah.
107
Gambar 4.13. Skema struktur turbin mikro
108
Fitur Mesin Mesin Diesel Mesin Turbin
bensin SI pengapian jet Diesel SI mikro
Efesiensi (%) 24-29 30-38 35-42 26-29
Ada berbagai tipe sel bahan bakar yang cocok untuk biogas, dinamai
sesuai dengan jenis elektrolit yang digunakan (Seadi dkk., 2008)., yaitu:
1) PEM (polymer electrolyte membrane- Fuel cell) ialah sel bahan
bakar yang bekerja pada suhu rendah yang dapat digunakan untuk
biogas. Karena suhu operasi 80 °C, panas dapat diberikan
109
langsung ke jaringan pemanas/penghangat air. Jenis elektrolit
yang digunakan mempengaruhi lama pelayanan PEM, yang
sangat sensitif terhadap kotoran dalam bahan bakar gas, termasuk
karbon dioksida, maka pembersihan gas sangat penting.
2) PAFC (phosphoric acid fuel cell ) ialah sel bahan bakar yang
bekerja pada suhu menengah yang sering menggunakan gas alam.
Dibandingkan sel bahan bakar lainnya, efisiensi listriknya lebih
rendah, tetapi keunggulannya kurang sensitif terhadap adanya
karbon dioksida dan karbon monoksida dalam gas.
3) MCFC (molten carbonate fuel cell) adalah sel bahan bakar yang
bekerja pada suhu tinggi yang menggunakan aliran fluida karbon
sebagai elektrolit. MCFC sensitif terhadap karbon monoksida dan
toleran konsentrasi karbon dioksida hingga 40%. Karena suhu
operasi 600 -700 °C, terjadi konversi metana menjadi hidrogen,
yang berlangsung dalam sel. Hilang panas itu bisa dimanfaatkan
untuk turbin lebih hilir.
4) SOFC (solid oxide fuel cell) adalah sel bahan bakar jenis lain
yang bersuhu tinggi, beroperasi pada 750 – 1.000 °C. SOFC
memiliki efisiensi listrik yang tinggi dan reformasi metana ke
hidrogen dapat terjadi dalam sel. Penggunaan biogas cocok
karena sensitivitasnya terhadap belerang rendah.
111
Kendaraan berat biasanya dikonversi untuk berjalan pada gas
metana saja, tetapi dalam beberapa kasus juga mesin bahan bakar ganda
(dual fuel/DF) telah digunakan. Mesin DF masih memiliki sistem injeksi
diesel asli dan gas yang dinyalakan oleh suntikan sejumlah kecil minyak
diesel. Mesin DF biasanya memerlukan sedikit pengembangan mesin dan
mempertahankan driveabilitas yang dengan sama kendaraan diesel.
Namun nilai emisi tidak sebaik kendaraan khusus gas yang sesuai dan
teknologi mesin tetap kompromi antara pengapian busi (SI) dan mesin
diesel.
Tabel 4.10. Emisi dan efisiensi mesin tugas berat modern yang dioperasikan
dengan solar atau gas atau suatu mode bahan bakar ganda (Persson
dan Wellinger, 2006)
Parti Efisi
Tipe Mesin CO HC NMHC NOx
kel ensi
---------------- g/kWh ----------------- %
ETC Euro III 5,45 1,50 0,70 5,00 0,16 39,7
ETC Euro IV 4,00 1,10 0,55 3,50 0,03 39,2
ETC Euro V 4,00 1,10 0,55 2,00 0,03 38,1
EEV Euro III 3,00 0,66 0,40 2,00 0,02 -
Euro II dgn Inj. Diesel 3,00 5,20 0,80 7,50 0,004 38,7
Gas =1 dg kat. 3 way 2,30 0,03 0,01 0,40 0,004 32,5
Gas kurus dg kat. oks. 0,04 0,40 0,02 1,70 0,004 30,0
112
bakar. Namun, keduanya jauh lebih baik daripada mesin DF meskipun
pada efisiensi berkurang.
Ada saling ketergantungan antara CO dan NO x serta CO2 dan NOx.
Untuk mesin Euro IV dan EEV produsen harus memutuskan antara emisi
NOx rendah atau emisi partikel rendah. Teknologi Denox menggunakan
Selective Catalytic Reduction (SCR) menunjukkan keunggulan
dibandingkan teknologi perangkap partikel (EMPA).
Jumlah stasiun pengisian biogas dan gas alam masih cukup di Eropa
dan tempat lain di dunia. Jumlah stasiun pengisian telah melipat selama
beberapa tahun terakhir. Pada akhir tahun 2005 ada 1.600 stasiun pompa
di Eropa. Pada akhir 2006 Jerman harus memiliki 1.000 stasiun beroperasi,
Swiss 100 dan Austria lebih dari 50 (Persson dan Wellinger, 2006).
V
KESIMPULAN
113
Aplikasi digester biogas mampu mereduksi total padatan limbah
pemukiman menjadi 16,8% dan dihasilkan biogas sebanyak 5,5 m3 dari
setiap m3 limbah yang diolah sebagai substrat dalam waktu 20 hari. Limbah
pemukiman ternyata didominasi oleh limbah makanan (50,19%), maka
penanganan sampah dengan pendekatan kumpul-angkut-buang yang
selama ini diandalkan, tidak efektif mereduksi masalah pencemaran
lingkungan yang ditimbulkan oleh limbah makanan, karena limbah ini
hanya tergantung kepada proses dekomposisi di tempat penampungan dan
pembuangan.
Penggunaan digester biogas pada pengolahan limbah cair tahu
secara mandiri tidak menghasilkan biogas karena limbah ini belum
memenuhi syarat sebagai substrat digesti anaerob. Namun limbah cair tahu
setelah diberi perlakuan penambahan bahan organik lain, ternyata
berpengaruh terhadap produksi biogas. Perlakuan penambahan kohe
domba, jerami padi, serasah bambu dan limbah kobis masing-masing
menghasilkan biogas total 2,84 m3, 0,18 m3, 0,48 m3 dan 1,45 m3 untuk
setiap m3 adukan substrat selama 20 hari waktu retensi.
Aplikasi digestat sebagai pupuk organik cair bagi tanaman pertanian
belum memberikan pengaruh yang stabil terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman. Aplikasi digestat sebagai pupuk organik cair pada pertanaman
kedelai, ternyata hanya berpengaruh terhadap hasil bobot 100 biji.
Sedangkan terhadap jumlah polong per rumpun dan bobot polong per
rumpun tidak memberikan peningkatan. Hal ini diakibatkan masih
rendahnya konsentrasi unsur hara dalam digestat, sehingga belum
mencapai batas minimal kebutuhan hara tanaman. Sebagaimana hasil
analisis kimia terhadap digestat tersebut memiliki kandungan air, C-
organik dan N-total, masing-masing adalah 99,49%, 0,16%, 0,079% dan
rasio C/N 2,14. Oleh karena itu diperlukan perlakuan peningkatan
konsentrasi digestat, namun perlakuan ini agar dikerjakan secara hati-hati
agar tidak menyebabkan kehilangan hara penting yang terkandung di
dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Goendi, S.; Tri Purwadi, Andri Prima Nugroho, 2008. Kajian Model
Digester LCT untuk Produksi Biogas Berdasarkan Waktu
Penguraian. Tersedia di http://repository.ipb.ac.id/ Diakses 02
Juni 2012.
Kaswinarni, F., 2007, Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair
Industri Tahu . Tesis Sarjana S-2 pada Program Studi Ilmu
Lingkungan, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro.
Tersedia di http://eprints.undip.ac.id Diakses 06 Januari 2013.
Luostarinen, S., Normak, A., and Edström, M., 2011. Overview of Biogas
Technology. Knowledge Report. Baltic Forum for Innovative
Technologies for Sustainable Manure Management.
116
Mears, E.T., and Anderson, R.H., 2011. Biogas Plant Construction
Manual Fixed-dome Digester: 4 to 20 Cubic Meters. Biogas Plant
Construction Manual: 1-24. US Forces – Afghanistan, Joint
Engineer Directorate.
Nation Master, 2000, Waste Generated per Person per Year. Tersedia di
http://www.nationmaster.com/country-
info/stats/Environment/Waste-generation. Diakses 03 September
2014
Rahmat, B., Tedi Hartoyo, and Yaya Sunarya, 2014a, Biogas Production
from Tofu Liquid Waste on Treated Agricultural Wastes. American
Journal of Agricultural and Biological Science 9(2): 226-231.
117
Tersedia di http://thescipub.com/PDF/ajabssp.2014.226. 231.pdf.
Diakses 02 April 2014.
Rahmat, B., Tini S., Sunarya,Y., dan Kurniati, F., 2014c, Pemanfaatan
Limbah Cair Tahu untuk Pupuk Organik pada Tanaman Kedelai.
Buku Ajar Luaran Penelitian Hibah Bersaing Ditlitabmas Dikti.
Sadzali, I., 2010. Potensi Limbah Tahu sebagai Biogas. Jurnal UI untuk
Bangsa Seri Kesehatan, Sains, dan Teknologi, 1(1):63-69. Tersedia
di http://uiuntukbangsa.files.wordpress.com/2011/06/ . Diakses 23
Februari 2012.
Said, N.I. dan Wahyono, H.D., 1999, Teknologi Pengolahan Air Limbah
Tahu- Tempe dengan Proses Biofilter Anaeraob dan Aerob. Publ.
Kel. Tek. Pengolahan Air Bersih dan Limbah Cair, Dit. Tek.
Lingkungan, BPPT, Tersedia di
http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel. Diakses 23 Februari
2012.
Saidi, M., and Mahmoud, M., 2010, Design and Building of Biogas
Digester for Organic Materials Gained From Solid Waste, Thesis
for the Degree of Master of Fac. of Graduate Studies, An-Najah
National University. Tersedia di
http://scholar.najah.edu/sites/default/files/all-thesis/. Diakses 08
Desember 2012.
Seadi,T.A., Rutz, D., Prassl, H., Köttner, M., Finsterwalder, T., Volk,
S., Janssen, R., 2008, Biogas Handbook. University of Southern
Denmark Esbjerg, Niels Bohrs Vej 9-10, DK-6700 Esbjerg,
Denmark. Tersedia di http://lemvigbiogas.com/. Diakses 16 Juli
2014.
118
Steffen, R., Szolar, O. and Braun, R. 1998. Feedstocks for Anaerobic
Digestion. Institute for Agrobiotechnology Tulln, University of
Agricultural Sciences Vienna.
Stucki, M., Jungbluth, N., and Leuenberger, M., 2011. Life Cycle
Assessment of Biogas Production from Different Substrates.
Eidgenössisches Depart.für Umwelt, Verkehr, Energie und
Kommunikation UVEK. Schlussbericht, Suisse.
Subekti, H., dan Kusnadi, 2014, Cara Mudah Mengolah Sampah Rumah
Tangga. Tersedia di http://bapelkescikarang.or.id. Diaksed 02
September 2014.
Taty Alfiah, 2009, Zat Padat/ Solids. Mata Kuliah Lab Lingkungan,
Teknik Lingkungan ITATS. Tersedia di
http://www.scribd.com/doc/40720269. Diakses 17 Desember 2012.
119
Widodo, T.W., Asari, A., Ana N., dan Elita R., 2009. Design and
Development of Biogas Reactor for Farmer Group Scale .
Indonesian Journal of Agriculture, 2(2): 121-128. Tersedia di
http://www.build-a-biogas-plant.com/pdf . Diakses 08 Desember
2012
Yayasan Rumah Energi, 2013. Biogas Rumah Bio Slurry. Tersedia di:
http://www.biru.or.id/index.php/bio-slurry/. Diakses 08 Oktober
2014.
GLOSARI
120
Aerob: proses perombakan bahan organik oleh miroba dalam kondisi ada
oksigen
Air dadih : (whey) limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan
tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu.
Biogas: ialah campuran gas (metana dan gas-gas lainnya) yang dihasilkan
dari digesti biomassa oleh aktivitas mikroba anaerob. Gas ini mudah
terbakar.
Biomassa: ialah zat organik alami berasal dari mahluk hidup
BK: (berat kering) ialah bobot kering suatu bahan setelah dipanaskan pada
suhu 80 oC selama 2 kali 24 jam.
121
CHP (combined heat and power generation): yaitu pada suatu instalasi
tergabung pembangkit panas dan daya sekaligus
DA: digesti anaerob yaitu proses penguraian biomassa dalam suatu digeter
biogas oleh aktivitas mikroba anaerob, yang akan dihasilkan biogas,
digestat, dan kompos.
Diesel gas: motor yang beroperasi oleh gas dan tanpa penyalaan minyak
Digestat: hasil sampingan dari proses digesti anaerob yang ditujukan untuk
menghasilkan biogas. Digestat bermanfaat untuk pupuk pertanian.
Digester: ialah tempat yang dibuat sedemikian rupa untuk terjadi proses
pencernaan (digesti) biomassa oleh aktivitas mikroorganisme secara
anaerob sehingga dihasilkan biogas sebagai produk utama
122
Digesti: proses penguraian biomassa oleh aktivitas mikroba menjadi
senyawa-senyawa lebih sederhana.
Disosiasi: adalah penguraian suatu zat menjadi beberapa zat lain yang
lebih sederhana
Fuel cell: sel bahan bakar adalah perangkat elektrokimia yang mengubah
energi kimia dari suatu reaksi langsung menjadi energi listrik
Landfill: adalah penimbunan sampah pada suatu lubang tanah, dan ini
bukanlah metode yang berdiri sendiri. Karena dapat juga sistem
campuran, yang disebabkan oleh air mengalir, menembus tempat
ini, ketika air hujan berinfiltrasi ke permukaan landfill
Limbah: buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga).
LCT (Limbah cair tahu): limbah cair pada proses produksi tahu berasal dari
proses perendaman, pencucian kedelai, pencucian peralatan proses
produksi tahu, penyaringan dan pengepresan/pencetakan tahu
LPG : elpiji (liquified petroleum gas, LPG), adalah campuran dari berbagai
unsur hidrokarbon yang berasal dari gas alam. Komponennya
didominasi propana (C3H8) dan butana (C4H10).
Metanogenesis: salah satu tahap proses digesti anaerob yang utama dalam
menghasilkan gas metana.
125
Mixer: adalah pengaduk bahan baku yang berada dalam tangki digester,
yang berfungsi untuk memastikan homogenitas substrat, distribusi
mikroba dan pemerataan suhu.
Motor pilot injeksi gas : motor bakar didasarkan pada prinsip mesin diesel.
Biogas dicampur bersama dengan udara pembakaran lalu ini
melewati sistem injeksi di ruang bakar, yaitu tempat dinyalakan
oleh minyak pengapian yang disuntikkan
Otto gas: motor yang beroperasi sesuai dengan prinsip Otto tanpa
penyalaan minyak
PAFC (phosphoric acid fuel cell ) : ialah sel bahan bakar yang biasa meng-
gunakan gas alam.
PEM (polymer electrolyte membrane Fuel cell): ialah sel bahan bakar yang
dapat digunakan untuk biogas
126
Pemipaan: sistem penyaluran dan koneksi antar tangki dengan pipa dengan
ukuran tertentu
Pupuk organik : yang dibuat dari bahan-bahan organik atau biomassa alami
PVC: (polyvinylchloride) adalah polimer termoplastik, sebagai bahan
bangunan, pakaian, perpipaan, atap, dan insulasi kabel listrik. PVC
relatif murah, tahan lama, dan mudah dirangkai.
Recycle : proses daur-ulang suatu zat untuk menjadikan suatu bahan bekas
menjadi barang baru dengan tujuan mencegah adanya sampah.
Reuse: penggunaan kembali lebih dari satu kali suatu barang dalam rangka
penghematan dan mengurangi pencemaran.
127
Residu : ialah cairan hasil digesti yang bermanfaat sebagai pupuk organik
cair yang keluar dari digester secara periodikSampah: adalah
senyawa atau bahan yang terbuang atau sengaja dibuang atau
harus dibuang
Sampah anorganik: ialah sampah yaang berasal dari sumber daya alam tak
terbaharui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses
industri. Beberapa bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik
dan aluminium.
Silase: adalah pakan hasil fermentasi, dari jerami misanya, yang diberikan
kepada hewan ternak ruminansia atau dijadikan biogas melalui DA.
Silo: adalah struktur yang digunakan untuk menyimpan bahan curah (bulk
materials). Silo umumnya digunakan di bidang pertanian sebagai
penyimpan biji-bijian hasil pertanian dan pakan ternak.
Siloksana (R2 -SiO) : salah satu senyawa berbasis silika polimer dalam R
(alkil, biasanya metil); polimer ini ada sebagai cairan berminyak,
gemuk, karet, resin, atau plastik. Juga dikenal sebagai oksosilana.
SOFC (solid oxide fuel cell): adalah jenis lain dari sel bahan bakar bersuhu
tinggi, beroperasi pada 750 – 1.000 °C.
128
Substrat: adalah bahan organik yang telah berada dalam kondisi
siap/segera bereaksi biokimiawi, karena telah mengandung mikroba
enzim sebagai katalis reaksi.
Tangki digester: ialah bagian utama dari suatu digester yang berbentuk
silinder, yaitu tempat terjadinya proses digesti anaerob.
VFA: (volatile fatty acids) asam lemak volatil senyawa antara (asetat,
propionat, butirat, laktat), dihasilkan selama asidogenesis, dengan
rantai karbon hingga enam atom
Water boiling test: uji lamanya waktu yang dibutuhkan oleh suatu bahan
bakar untuk mendidihkan 100 mL air pada alat pemanas tertentu
129