Anda di halaman 1dari 50

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asuhan Persalinan Normal (APN)

2.1.1. Definisi

Asuhan persalinan normal adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan

mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai

upaya yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip

keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal.

Persalinan adalah proses alamiah dimana terjadi dilatasi serviks, lahirnya bayi dan

plasenta dari rahim ibu (Depkes, 2007).

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang

terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan

presentasi belakang kepada yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik

pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2010).

Asuhan kesehatan ibu pada tahun-tahun terakhir ini terfokus pada : keluarga

berencana untuk membantu para ibu dan suaminya merencanakan kehamilan yang

diinginkan, asuhan antenatal terfokus untuk mempersiapkan kelahiran, mengetahui

tanda-tanda bahaya, dan memastikan kesiapan menghadapi komplikasi kehamilan,

asuhan pasca keguguran untuk penatalaksanaan kegawatdaruratan akibat keguguran

dan kaitannya dengan kesehatan reproduksi lainnya, persalinan yang bersih dan

aman serta pencegahan komplikasi, penatalaksanaan komplikasi yang terjadi selama

persalinan dan setelah bayi lahir (Depkes, 2007).

Universitas Sumatera Utara


2.1.2. Lima Benang Merah Asuhan Persalinan Normal

Lima benang merah dalam asuhan persalinan dan kelahiran bayi, yaitu:

membuat keputusan klinik; asuhan sayang ibu dan sayang bayi; pencegahan infeksi;

pencatatan; rujukan.

1. Membuat Keputusan Klinik

Membuat keputusan klinik adalah proses pemecahan masalah yang akan

digunakan untuk merencanakan asuhan bagi ibu dan bayi baru lahir. Hal ini

merupakan suatu proses sistematik dalam mengumpulkan dan analisis informasi,

membuat diagnosis kerja (menentukan kondisi yang dikaji adalah normal atau

bermasalah), membuat rencana tindakan yang sesuai dengan diagnosis,

melaksanakan rencana tindakan dan akhirnya mengevaluasi hasil asuhan atau

tindakan yang telah diberikan kepada ibu dan/atau bayi lahir (Depkes, 2007).

2. Asuhan Sayang Ibu dan Sayang Bayi

Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya

kepercayaan dan keinginan sang ibu. Cara yang paling mudah untuk

membayangkan asuhan sayang ibu adalah dengan menanyakan pada diri sendiri.

“Seperti inikah asuhan yang ingin saya dapatkan?” salah satu prinsip dasar

asuhan sayang ibu adalah dengan mengikutsertakan suami dan keluarga selama

proses persalinan dan kelahiran bayi.

3. Pencegahan Infeksi

Tindakan pencegahan infeksi tidak terpisah dari komponen-komponen lain

dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan-tindakan

pencegahan infeksi antara lain: cuci tangan, memakai sarung tangan, memakai

Universitas Sumatera Utara


perlengkapan (celemek / baju penutup, kacamata, sepatu tertutup), menggunakan

asepsis atau teknik aseptik, memproses alat bekas pakai, menangani peralatan

tajam dengan aman, menjaga kebersihan dan kerapian lingkungan serta

pembuangan sampai secara benar (Depkes, 2007).

4. Pencatatan (dokumentasi)

Pencatatan rutin adalah penting karena dapat digunakan sebagai alat bantu

untuk membuat keputusan klinik dan mengevaluasi apakah asuhan atau

perawatan sudah sesuai atau efektif, untuk mengidentifikasi kesenjangan pada

asuhan yang diberikan dan untuk membuat perubahan dan peningkatan asuhan

keperawatan. Partograf adalah bagian yang terpenting dari proses pencatatan

selama persalinan (Depkes, 2007).

5. Rujukan

Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas kesehatan rujukan

atau yang memiliki sarana lebih lengkap diharapkan mampu menyelamatkan

jiwa para ibu dan bayi baru lahir.

Persalinan dibagi ke dalam empat kala, yaitu :

1. Kala I: dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm).

Persalinan ini dibagi ke dalam dua fase, yakni fase laten (8 jam) serviks

membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 sampai 10

cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif. Partograf dipakai untuk

memantau kemajuan persalinan dan membantu petugas kesehatan di dalam

menentukan keputusan dalam penatalaksanaan. Partograf memberi peringatan

pada petugas kesehatan bahwa suatu persalinan berlangsung lama, adanya gawat

Universitas Sumatera Utara


ibu dan janin, bahwa ibu mungkin perlu dirujuk. Untuk menggunakan partograf

dengan benar, petugas mencatat kondisi ibu dan janin (Saifuddin, 2010).

2. Kala II : dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini

biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi. Usaha yang

dilakukan pada kala II adalah sebagai berikut :

a. Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu.

Kehadiran seseorang untuk mendampingi ibu agar merasa nyaman,

menawarkan minuman, mengipasi dan memijat ibu.

b. Menjaga kebersihan

Ibu tetap dijaga kebersihannya agar terhindar infeksi. Bila ada darah lendir

atau cairan ketuban segera dibersihkan.

c. Mengipasi dan masase

Menambah kenyamanan bagi ibu.

d. Memberi dukungan mental

Untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan ibu, dengan cara menjaga

privasi ibu, penjelasan tentang kemajuan persalinan, penjelasan tentang

prosedur yang akan dilakukan dan keterlibatan ibu.

e. Mengatur posisi ibu

Bantu ibu untuk memperoleh posisi ibu yang paling nyaman baginya. Ibu

dapat berganti posisi secara teratur selama kala II persalinan karena hal ini

seringkali dapat mempercepat kemajuan persalinan. Ibu mungkin merasa

dapat berperan secara lebih efektif pada posisi tertentu.

Universitas Sumatera Utara


f. Menjaga kandung kemih tetap kosong

Anjurkan ibu untuk berkemih sedikitnya setiap 2 jam, atau lebih sering atau

bila kandung kemih ibu terasa penuh. Bantu ibu ke kamar mandi, berikan

pula bantuan agar ibu dapat duduk di atas penampung urin jika ibu tidak bisa

berjalan ke kamar mandi. Kandung kemih yang penuh dapat menghalangi

kontraksi dan penurunan kepala bayi. Hal ini akan menambah rasa sakit,

kesulitan untuk melahirkan plasenta, perdarahan paska persalinan dan

menghambat penatalaksanaan distosia bahu

g. Memberikan cukup minuman

Anjurkan ibu untuk mendapat suapan (makanan ringan dan minum air)

selama persalinan dan kelahiran bayi. Sebagian ibu masih ingin makan

selama fase laten persalinan, tetapi setelah memasuki fase aktif mereka

hanya menginginkan cairan saja. Anjurkan anggota keluarga menawarkan

ibu minum sesering mungkin dan makanan ringan selama persalinan.

Makanan ringan dan cairan yang cukup akan memberikan lebih banyak

energi dan mencegah dehidrasi. Dehidrasi bisa memperlambat kontraksi dan

atau membuat kontraksi menjadi tidak teratur dan kurang efektif.

h. Membimbing mengedan

3. Kala III : dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang

berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Melakukan manajemen aktif kala III,

antara lain :

Pemberian suntikan oksitosin :

a. Segera berikan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk diberi ASI.

Universitas Sumatera Utara


b. Letakkan kain bersih di atas perut

c. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain

d. Memberitahukan pada ibu bahwa ia akan disuntik

e. Selambat-lambatnya dalam waktu 2 menit setelah bayi lahir, segera suntik

oksitoksin 10 IU secara IM pada 1/3 bawah paha kanan bagian luar.

4. Kala IV, dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.

Setelah plasenta lahir :

a. Lakukan pemijatan uterus untuk merangsang uterus berkontraksi.

b. Evaluasi tinggi fundus uteri dengan meletakkan jari tangan secara melintang

antara pusat dengan fundus uteri. Fundus uteri harus sejajar dengan pusat

atau lebih bawah. Misalnya, jika dua jari bisa diletakkan di bawah pusat dan

di atas fundus uteri, maka disebut dengan “dua jari di bawah pusat”.

c. Perkiraan kehilangan darah secara keseluruhan

Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah secara tepat karena

seringkali bercampur dengan cairan ketuban atau urin dan mungkin terserap

di handuk, kain atau sarung. Tidak mungkin menilai kehilangan darah secara

akurat dengan menghitung sarung karena ukuran sarung bermacam-macam

dan mungkin diganti jika terkena sedikit darah atau pada saat benar-benar

basah oleh darah. Meletakkan wadah atau pispot di bawah bokong ibu untuk

mengumpulkan darah bukanlah cara yang efektif untuk mengukur

kehilangan darah dan bukan merupakan cerminan asuhan sayang ibu,

berbaring di atas wadah atau pispot sangat yang tidak nyaman dan

menyulitkan ibu untuk memegang dan menyusui bayinya. Satu cara untuk

Universitas Sumatera Utara


menilai kehilangan darah adalah dengan cara melihat darah tersebut dan

memperkirakan berapa botol berukuran 500 ml yang bisa dipenuhi darah

tersebut.

d. Periksa perineum dari pendarahan aktif.

e. Evaluasi kondisi ibu secara umum

Penting sekali untuk tetap berada di samping ibu selama 2 jam pertama

setelah persalinan. Evaluasi : tekanan darah, nadi, tinggi fundus uteri,

kandung kemih dan pendarahan (setiap 15 menit dalam 1 jam pertama dan

30 menit dalam 2 jam pertama), pemijatan uterus, temperatur tubuh ibu,

menilai pendarahan (Depkes, 2007).

2.2 Partograf

2.2.1. Pengertian

Partograf merupakan alat bantu untuk memantau persalinan dengan cara

mencatat semua pengamatan dalam satu grafik. Penting diingat bahwa partograf

hanyalah suatu alat untuk mengelola persalinan, tetapi tidak merupakan alat untuk

mengidentifikasi penyulit atau komplikasi yang telah ada sebelum persalinan

(JHPIEGO, 2007).

Oleh karena itu, seorang bidan harus memahami dan mengerti tujuan dan

manfaat dari partograf termasuk juga para calon bidan. Jika digunakan dengan

tepat dan konsisten, partograf akan membantu penolong persalinan untuk

mencatat kemajuan persalinan, mencatat kondisi ibu dan janinnya, mencatat

asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran, menggunakan informasi

Universitas Sumatera Utara


yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit persalinan, menggunakan informasi

yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang sesuai dan tepat waktu

(JHPIEGO, 2007).

2.2.2. Peran Bidan Dalam Pemakaian Partograf

Peranan seorang bidan dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak harus saling

mendukung sehingga dalam menjalankan peranannya bidan dilengkapi dengan

fasilitas yang memadai sehingga siap dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena

itu, World Health Organization (WHO) merancang suatu alat untuk memantau

persalinan dengan mencatat semua pengamatan dalam sebuah grafik yang disebut

partograf, untuk dapat memantau kemajuan persalinan yang berguna dalam

mengambil keputusan klinik dan mengenal bahaya secara dini (Sumapraja, 2011).

Sebagai titik tolak evaluasi pertolongan persalinan diharapkan partus lama

semakin berkurang untuk dapat menurunkan angka kematian maternal dan perinatal

sehingga mampu menunjang sistem kesehatan nasional menuju tingkat

kesejahteraan masyarakat (Manuaba, 2008).

Asuhan Persalinan Normal (APN) sebagai dasar melakukan pertolongan

persalinan untuk mencegah terjadinya partus lama. APN mengandalkan penggunaan

partograf sebagai salah satu praktik pencegahan dan deteksi dini. Partograf

merupakan lembar berupa grafik yang digunakan untuk melakukan pemantauan

persalinan normal (Suyekti, 2011).

Universitas Sumatera Utara


Sebagai bagian dari program ”Safe Motherhood Initiative“, Partograf

diluncurkan pada tahun 1987 oleh WHO dengan maksud untuk meningkatkan

manajemen tenaga kesehatan dan mengurangi angka morbiditas dan angka kematian

ibu dan janin. Partograf telah diuji dalam sidang multisenter di Asia Tenggara yang

melibatkan 35.484 wanita. Pengenalan partograf dengan protokol yang disepakati

telah terbukti dapat mengurangi persalinan lama dari 6,4% menjadi 3,4%.

Kegawatan bedah caesaria turun dari 9,9% menjadi 8,3% dan lahir mati intrapartum

dari 0,5% menjadi 0,3%, kehamilan tunggal tanpa faktor komplikasi mengalami

perbaikan (Lancet, 2004).

Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya

mendapatkan asuhan yang aman, adekuat, dan tepat waktu serta membantu

mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka

(JHPIEGO, 2007).

Partograf sangat penting untuk menurunkan angka kematian kejadian sectio

caesarean persalinan di atas 18 jam, nilai apgar score 7 dan angka kematian

maternal maka diharapkan bidan sebagai pemberi asuhan primer pada pelayanan

kebidanan perlu menggunakan partograf (Manuaba, 2009).

Prinsip tanya dan dengar (anamnesis), lihat dan raba (pemeriksaan fisik),

tentukan masalah/kebutuhan dan lakukan tindakan yang tepat masih tetap dipakai

dalam menggunakan partograf untuk memantau kemajuan persalinan.

Anamnesis (tanya dan dengar), menggali masalah yang dihadapi oleh ibu

dengan pertanyaan yang terarah, jelas, dan mendengarkan jawabannya dengan

Universitas Sumatera Utara


cermat, oleh karena itu si ibu harus diberi kesempatan atau peluang untuk

mengemukakan pengalamannya seluas-luasnya. Pemeriksaan fisik (lihat dan rasa),

untuk menemukan (mengidentifikasi) masalah yang dihadapi si ibu. Melakukan

periksa pandang dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi) dan mendengar

(auskultasi) dan membaui. Anamnesis membantu penemuan tanda-tanda tersebut

ditemukan dengan tepat. Fase laten adalah awal persalinan yang disebut Kala I,

ditandai oleh dilatasi serviks 0-3 cm dan pendataran serviks. Fase aktif adalah

proses persalinan sejak pembukaan serviks 4 cm sampai dengan anak lahir.

2.2.3. Bagian-Bagian Partograf

Bagian-bagian partograf dapat dijabarkan di bawah ini dengan urutan seperti

pada grafik yang tampak pada gambar, yaitu sebagai berikut:

1. Identitas dan keadaan ibu, termasuk:

a) Nomor pendaftaran ibu

b) Tanggal/jam kedatangan ibu

c) Nama dan umur ibu

d) Keterangan mengenai jumlah gravida, para dan abortus (GPA)

e) Keadaan ketuban, waktu pecahnya ketuban

f) His ada/tidak, bila ada sejak kapan

2. Denyut jantung janin per menit diperiksa untuk memantau kondisi janin,

dengan janin.

Universitas Sumatera Utara


3. Ketuban diamati apakah:

a) Utuh/belum pecah (ditulis U), atau

b) Sudah pecah dan cairan ketuban:

= jernih (ditulis J)

= bercampur mekonium (ditulis M)

= bercampur darah (ditulis D)

= tidak ada/absen (ditulis A)

4. Penyusupan (tulang kepala) atau molase, yang bila ditemukan pada kepala yang

masih tinggi menandakan kemungkinan adanya disproporsi sefalopelvik. Kolom

diisi sebagai berikut:

O = tulang kepala terpisah dan sutura masih ada

+ = tulang kepala menempel satu sama lain

++ = tulang kepala tumpang tindih

+++ = tulang kepala tumpang tindih berat.

5. Pembukaan serviks (dalam cm) adalah pengamatan yang paling penting untuk

memantau kemajuan persalinan. Pembukaan digambarkan dengan tanda x pada

kolom yang sesuai. Fase laten, fase aktif, garis waspada (garis diagonal

pertama) dan garis tindakan (garis diagonal kedua) akan dijelaskan lebih rinci

kemudian.

6. Penurunan kepala adalah sangat penting dalam memantau kemajuan persalinan.

Turunnya kepala digambar dengan tanda (O) lingkaran.

Universitas Sumatera Utara


7. Waktu dicatat dengan menggunakan waktu kedatangan sebagai titik nol. Waktu

sebenarnya dicatat di bawah garis jam.

8. His dicatat di bawah garis waktu. Adanya his bersamaan dengan pembukaan

serviks dan turunnya kepala menunjukkan kemajuan persalinan.

9. Obat-obatan dan cairan intravena yang diberikan dicatat di kotak yang tersedia.

10. Nadi, tekanan darah dan temperatur dicatat di tempat yang tersedia.

11. Jumlah urin dicatat tiap kali ibu buang air kecil. Protein dan reduksi urin

diperiksa bila diperlukan dan bila reagensnya tersedia.

2.2.4 Konsep Partograf (WHO)

Friedman adalah orang yang pertama kali menemukan hubungan antara

pembukaan serviks, penurunan kepala janin, dan waktu persalinan. Pada tahun

1954, Friedman menemukan bahasa gambaran hubungan pembukaan serviks dan

waktu persalinan terbentuk S yang kemudian dikenal dengan kurva Friedman.

Menurut penelitian Herdiks dkk ditemukan bahwa kurva Friedman terdapat

perbedaan antara primigravida pada fase aktif maupun fase laten. Jika seandainya

kedua bentuk asli kurva Friedman disampaikan dan diajarkan pada petugas

kesehatan khususnya bidan, maka akan terdapat berbagai kesulitan dalam

penerapannya.

WHO mencetuskan gagasan modifikasi kurva Friedman menjadi partograf

WHO, partograf ini dimulai dari fase laten yang merupakan dasar sebagai berikut:

fase laten lamanya 8 jam, fase aktif dimulai pada saat pembukaan 3 cm, pada fase

Universitas Sumatera Utara


aktif pembukaan untuk primigravida dan multigravida tidak boleh kurang dari 1

cm/jam, pemeriksaan dalam hanya dilakukan dalam waktu 4 jam, dan

keterlambatan persalinan selama 4 jam memerlukan intervensi medis dengan

mempertimbangkan indikasi, dan keadaan ibu maupun janinnya (Manuaba, 2009)

2.2.5. Pencatatan Selama Fase Laten Persalinan Kala Satu Persalinan

Kala satu dalam persalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase

aktif yang dibatasi oleh pembukaan serviks :

1. Fase Laten : pembukaan serviks kurang dari 4 cm.

2. Fase Aktif : pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm

Selama fase laten persalinan, semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan harus

dicatat. Hal ini dapat direkam secara terpisah dalam catatan kemajuan persalinan

atau pada Kartu Menuju Sehat (KMS) ibu hamil. Tanggal dan waktu harus

dituliskan setiap kali membuat catatan selama fase laten persalinan. Semua

asuhan dan intervensí harus dicatatkan.

Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat secara seksama, yaitu :

a. Denyut jantung janin : setiap ½ jam

b. Frekwensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap ½ jam

c. Pembukaan serviks : setiap 4 jam

d. Penurunan : setiap 4 jam

e. Nadi : setiap ½ jam

f. Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam

g. Produksi urine, aseton dan protein : setiap 2 sampai 4 jam

Universitas Sumatera Utara


Jika ditemui gejala tanda penyulit dalam persalinan, penilaian kondisi

ibu dan bayi, harus lebih sering dilakukan. Lakukan tindakan yang sesuai

apabila dalam diagnosa ditetapkan adanya penyulit dalam persalinan. Jika

frekwensi kontraksi berkurang dalam satu atau dua jam pertama, nilai ulang

kesehatan dan kondisi aktual ibu dan bayinya. Bila tidak ada tanda-tanda

kegawatan atau penyulit, ibu dipulangkan dan dipesankan untuk kembali jika

kontraksinya menjadi teratur dan lebih sering. Jika asuhan dilakukan di rumah,

penolong persalinan boleh meninggalkan ibu hanya setelah dipastikan bahwa

ibu dan bayinya dalam kondisi baik. Pesankan pada ibu dan keluarganya untuk

menghubungi penolong persalinan jika terjadi peningkatan frekwensi

kontraksi. Rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang sesuai jika fase laten

berlangsung lebih dari 8 jam.

Pencatatan selama fase aktif persalinan : partograf

Informasi tentang ibu:

a. Nama, umur

b. Gravida, para, abortus (keguguran)

c. Nomor catatan medic / no puskesmas

d. Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal dan waktu

penolong persalinan mulai merawat ibu)

e. Waktu pecah selaput ketuban

Universitas Sumatera Utara


Kondisi janin :

a. DJJ (denyut jantung janin)

b. Warna dan adanya air ketuban

c. Penyusupan (molase)

Kemajuan persalinan:

a. Pembukaan serviks

b. Penurunan bagian terbawah janin atau presentasi janin

c. Garis waspada dan garis bertindak

Jam dan waktu:

a. Waktu mulainya fase aktif persalinan

b. Waktu actual saat pemeriksaan atau penilaian

Kontraksi uterus:

a. Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit

b. Lama kontraksi (dalam detik)

Obat-obatan dan cairan yang diberikan:

a. Oksitosin

b. Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.

Kondisi ibu

a. Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh

b. Urin (volume, aseton atau protein)

Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam kolom

yang tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan persalinan)

Universitas Sumatera Utara


2.2.4. Mencatat Temuan pada Partograf

Hal-hal yang ditemukan dan harus dicatat dalam partograf adalah sebagai

berikut:

1. Informasi tentang ibu

Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat memulai asuhan

persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai : “Jam atau pukul” pada

partograf dan perhatikan kemungkinan ibu datang dalam fase laten persalinan.

Catat waktu pecahnya selaput ketuban.

2. Kondisi janin

Bagan atas grafik pada partograf adalah untuk mencatat denyut jantung janin

(DJJ). Air ketuban dan penyusupan (kepala janin)

a. Denyut jantung janin

Dengan menggunakan metode seperti yang diuraikan pada bagian

pemeriksaan fisik dalam bab ini, nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ)

setiap 30 menit (lebih sering jika ada tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak

pada bagian ini, menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di sebelah

kolom paling kiri menunjukkan DJJ. Catat DJJ dengan memberikan tanda

titik pada garis yang sesuai dengan angka yang menunjukkan DJJ.

Kemudian hubungkan titik yang satu dengan titik lainnya dengan garis tidak

terputus. Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf diantara garis tebal

angka 180 dan 100. tetapi, penolong sudah harus waspada bila DJJ di bawah

Universitas Sumatera Utara


120 atau di atas 160. Catat tindakan-tindakan yang dilakukan yang tersedia

di salah satu dari kedua sisi partograf.

2. Warna dan adanya air ketuban

Nilai air ketuban setiap kali dilakukan pemeriksaan dalam, dan nilai

warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat temuan- temuan dalam

kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ.

Gunakan lambang-lambang berikut ini :

U : Ketuban utuh (belum pecah)

J : Ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih

M : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium

D : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah

K : Ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban (kering)

Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan adanya gawat

janin.

Jika terdapat mekonium, pantau DJJ secara seksama untuk mengenali tanda-

tanda gawat janin selama proses persalinan. Jika ada tanda-tanda gawat janin

(denyut jantung janin < 100 atau < 180 kali per menit), ibu segera dirujuk ke

fasilitas kesehatan yang sesuai. Tetapi jika terdapat mekonium kental, segera

rujuk ibu ke tempat yang memiliki asuhan kegawatdaruratan obstetric dan

bayi baru lahir.

Universitas Sumatera Utara


3. Molase (penyusupan kepala janin)

Penyusupan adalah indikator penting seberapa jauh kepala bayi dapat

menyesuaikan diri dengan bagian keras panggul ibu. Tulang kepala yang

saling menyusup atau tumpang tindih, menunjukkan kemungkinan adanya

disproporsi tulang panggul (CPD). Ketidakmampuan akomodasi akan benar-

benar terjadi jika tulang kepala yang saling menyusup tidak dapat

dipisahkan. Apabila ada dugaan disproporsi tulang panggul, penting sekali

untuk tetap memantau kondisi janin dan kemajuan persalinan.

Lakukan tindakan pertolongan awal yang sesuai dan rujuk ibu dengan

tanda-tanda disproporsi tulang ke fasilitas kesehatan yang memadai. Setiap

kali melakukan pemeriksaan dalam, nilai penyusup kepala janin. Catat

temuan di kotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban.

Gunakan lambang-lambang berikut ini :

0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat

dipalpasi

1 : tulang- tulang kepala janin hanya saling bersentuhan

2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat

dipisahkan

3 : tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan

Kemajuan persalinan

Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan kemajuan

persalinan. Angka 0-10 yang tertera di tepi kolom paling kiri adalah besarnya

Universitas Sumatera Utara


dilatasi serviks. Masing-masing angka mempunyai lajur dan kotak tersendiri. Setiap

angka/kotak menunjukkan besarnya pembukaan serviks. Kotak yang satu dengan

kotak yang lain pada lajur di atasnya, menunjukkan penambahan dilatasi sebesar 1

cm. Skala angka 1-5 juga menunjukkan seberapa jauh penurunan janin. Masing-

masing kotak di bagian ini menyatakan waktu 30 menit.

1. Pembukaan serviks

Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di bagian Pemeriksaan Fisik,

nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering dilakukan jika ada

tanda-tanda penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada

partograf setiap temuan dari setiap pemeriksaan. Tanda 'X' harus dicantumkan

di garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks. Beri tanda

untuk temuan-temuan dari pemeriksaan dalam yang dilakukan pertama kali

selama masa fase aktif persalinan di garis waspada. Hubungkan “X” dari setiap

pemeriksaan dengan garis utuh.

Perhatikan:
1. Pilih angka pada tepi kiri luar kolom pembukaan serviks yang sesuai
dengan besarnya pembukaan serviks pada fase aktif persalinan yang
diperoleh dari hasil periksa dalam
2. Untuk pemeriksaan pertama pada fase aktif persalinan, temuan
(pembukaan serviks) dari hasil periksa dalam harus dicantumkan pada
garis waspada. Pilih angka yang sesuai dengan bukaan serviks (hasil
periksa dalam) dan cantumkan tanda 'X' pada ordinat atau titik silang garis
dilatasi serviks dan garis waspada.
3. Hubungkan tanda 'X' dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh (tidak
terputus)

Universitas Sumatera Utara


2. Penurunan bagian terbawah janin

Setiap kali melakukan periksa dalam (setiap 4 jam), atau lebih sering (jika

ditemukan tanda-tanda penyulit). Cantumkan hasil pemeriksaan penurunan

kepala (perlimaan) yang menunjukkan seberapa jauh bagian terbawah janin

telah memasuki rongga panggul. Pada persalinan normal, kemajuan pembukaan

serviks selalu diikuti dengan turunnya bagian terbawah janin. Tapi ada kalanya,

penurunan bagian terbawah janin baru terjadi setelah pembukaan serviks

mencapai 7 cm. Tulisan "Turunnya kepala" dan garis tidak terputus dari 0-5,

tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda 'O'

yang ditulis pada garis waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika hasil

pemeriksaan palpasi kepala di atas simfisis pubis adalah 4/5 maka tuliskan tanda

"O" di garis angka 4. Hubungkan tanda 'O' dari setiap pemeriksaan dengan garis

tidak terputus

3. Garis waspada dan garis bertindak

Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik

dimana pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan adalah 1 cm

per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada.

Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada (pembukaan

kurang dari 1 cm per jam), maka harus dipertimbangkan adanya penyulit

(misalnya : fase aktif yang memanjang, serviks kaku, atau inersia uteri

hipotonik, dan lain-lain). Pertimbangkan perlunya melakukan intervensi

bermanfaat yang diperlukan, inisialnya : persiapan rujukan ke fasilitas kesehatan

Universitas Sumatera Utara


rujukan (rumah sakit atau puskesmas) yang memiliki kemampuan untuk

menatalaksana penyulit atau gawat darurat obstetri. Garis bertindak tertera

sejajar dan di sebelah kanan (berjarak 4 jam) garis waspada. Jika pembukaan

serviks telah melampaui dan berada di sebelah kanan garis bertindak maka hal

ini menunjukkan perlu dilakukan tindakan untuk menyelesaikan persalinan.

Sebaiknya, ibu harus sudah berada di tempat rujukan sebelum garis bertindak

terlampaui.

Jam dan waktu:

1. Waktu mulainya fase aktif persalinan di bagian bawah partograf (pembukaan

serviks dan penurunan) tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-12. Setiap

kotak menyatakan satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan.

2. Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian di bawah lajur kotak untuk

waktu mulainya fase aktif, tertera kotak-kotak untuk mencatat waktu aktual

saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam penuh dan

berkaitan dengan dua kotak waktu tiga puluh menit yang berhubungan

dengan lajur untuk pencatatan pembukaan serviks, DJJ di bagian atas dan

lajur kontraksi dan nadi ibu di bagian bawah. Saat ibu masuk dalam fase

aktif persalinan, cantumkan pembukaan serviks di garis waspada. Kemudian

catatkan waktu aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai. Sebagai

contoh, jika hasil periksa dalam menunjukkan pembukaan serviks adalah 6

cm pada pukul 15.00, cantumkan tanda 'X' di garis waspada yang sesuai

dengan lajur angka 6 yang tertera di sisi luar kolom paling kiri dan catat

Universitas Sumatera Utara


waktu aktual di kotak pada lajur waktu di bawah lajur pembukaan (kotak ke

tiga dari kiri).

Kontraksi uterus :

Di bawah lajur waktu partograf, terdapat lima kotak dengan tulisan

"kontraksi per 10 menit" di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak

menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi

dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik. Nyatakan jumlah

kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit dengan cara mengisi kotak

kontraksi yang tersedia dan disesuaikan dengan angka yang mencerminkan

temuan dari hasil pemeriksaan kontraksi. Sebagai contoh jika ibu mengalami 3

kontraksi dalam waktu satu kali 10 menit, maka lakukan pengisian pada 3 kotak

kontraksi.

Obat-obatan dan cairan yang diberikan:

Di bawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak untuk

mencatat oksitosin, obat-obat lainnya dan cairan IV.

1. Oksitosin

Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit

jumlah unit oksitosin yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan

tetesan per menit.

2. Obat-obatan lain dan cairan IV

Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV dalam

kotak yang sesuai dengan kolom waktunya.

Universitas Sumatera Utara


Kondisi Ibu:

Bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan partograf,

terdapat kotak atau ruang untuk mencatat kondisi kesehatan dan

kenyamanan ibu selama persalinan.

1. Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh

Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan nadi dan

tekanan darah ibu

Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif

persalinan (lebih sering jika diduga adanya penyulit). Beri tanda

titik (.) pada kolom waktu yang sesuai

Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase

aktif persalinan (lebih sering jika diduga adanya penyulit). Beri

tanda panah pada partograf pada kolom waktu yang sesuai.

Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih sering jika terjadi

peningkatan mendadak atau diduga adanya infeksi) setiap 2 jam dan

catat temperatur tubuh pada kotak yang sesuai.

2. Volume urin, protein dan aseton

Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam (setiap

kali ibu berkemih).Jika memungkinkan, setiap kali ibu berkemih,

lakukan pemeriksaan aseton dan protein dalam urin.

2.2.5. Manfaat Partograf

Universitas Sumatera Utara


Partograf WHO digunakan pada proses persalinan untuk memantau

kemajuan persalinan yang bermanfaat untuk :

1. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan

serviks melalui pemeriksaan dalam.

2. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal dengan demikian

juga dapat melakukan deteksi dini setiap kemungkinan terjadinya partus lama

atau partus macet.

3. Memudahkan untuk pengambilan keputusan bertindak (Depkes RI, 2007).

2.2.6. Keuntungan Partograf

Penggunaan partograf WHO dalam pertolongan persalinan memiliki

keuntungan sebagai berikut :

1. Tersedia cukup waktu melakukan rujukan setelah perjalanan persalinan

melewati garis waspada.

2. Di pusat pelayanan kesehatan cukup waktu untuk mengambil tindakan.

3. Mengurangi infeksi intrauterin karena pemeriksaan dalam dilakukan dengan

interval 4 jam.

4. Partograf diharapkan dapat menyelesaikan pertolongan persalinan pada garis

waspada dengan jalan:

a. Rujukan semakin baik sehingga tidak merugikan penderita.

b. Pertolongan medis dapat dilakukan dengan lebih sempurna.

Universitas Sumatera Utara


c. Mendapatkan tindakan medis sesuai keadaan ibu dan bayi agar dapat

ditolong oleh orang yang tepat.

d. Dapat membantu menurunkan angka kematian maternal dan perinatal

sebagai cermin kemampuan memberikan pelayanan medis yang menyeluruh

dan bermutu (Manuaba, 2009).

2.2.7. Kerugian Partograf

Kemungkinan terlalu cepat melakukan rujukan, yang sebenarnya dapat

diselesaikan puskesmas setempat.

2.2.8. Pencatatan pada Lembar Belakang Partograf

Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat hal-hal

yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran, serta tindakan yang

dilakukan sejak persalinan Kala I hingga kala IV (termasuk bayi baru lahir).

Itulah sebabnya bagian ini disebut sebagai catatan persalinan. Nilai dan catatkan

asuhan yang diberikan pada ibu dalam masa nifas terutama selama persalinan

kala empat untuk mencegah terjadinya penyulit dan membutuhkan keputusan

klinik yang sesuai. Misalnya terjadi perdarahan pasca persalinan dan menilai /

memantau sejauhmana telah dilakukan pelaksanaan asuhan persalinan yang

bersih dan aman.

Gambaran lengkap partograf pada bagian depan dan bagian belakang dapat

dilihat pada gambar berikut ini.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1. Partograf (Halaman Depan)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2. Partograf (Halaman Belakang)

Universitas Sumatera Utara


2.3 Bidan

2.3.1 Pengertian Bidan

Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang

diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia

serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk di register, sertifikasi atau secara

sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan (Depkes RI, 2007).

Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan

pendidikan bidan dan yang telah diakui pemerintah dan lulus sesuai dengan

persyaratan yang berlaku (Sofyan, 2006).

Keberadaan bidan di tengah-tengah masyarakat memiliki peran yang

strategis terutama dalam upaya pemerintah untuk menurunkan angka kematian

ibu dan angka kematian perinatal dengan cara memberikan pendidikan terhadap

masyarakat, meningkatkan kesehatan dan pengertian masyarakat melalui konsep

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (Manuaba, 2008).

2.3.2 Pendidikan Kebidanan

Pendidikan bidan adalah segala program pendidikan yang berhubungan

dengan kebidanan, sehingga didapatkan peningkatan ilmu pengetahuan, ketrampilan

dan perbaikan sikap dan perilaku yang berguna dalam peningkatan mutu

pelaksanaan pelayanan kebidanan (Depkes, 2009). Makin tinggi pendidikan

seseorang semakin mudah menerima informasi dan makin banyak pula pengetahuan

yang dimiliki sehingga akan terjadi perubahan sikap dan perilakunya.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Permenkes RI Nomor 1464/Menkes/Per/2010 tentang izin dan

penyelenggaraan praktik bidan, pasal 2 bahwa bidan yang menjalankan praktik

mandiri harus berpendidikan minimal D-III Kebidanan.

2.3.3 Kualifikasi Pendidikan Bidan

Kualifikasi pendidikan kebidanan adalah sebagai berikut :

a. Lulusan bidan sebelum tahun 2000 dan Diploma III kebidanan, merupakan

bidan pelaksana, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya

baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan.

b. Lulusan pendidikan bidan setingkat Diploma IV atau Strata-1 merupakan bidan

profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di

institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai

pemberi pelayanan, pengelola, dan pendidik.

c. Lulusan pendidikan bidan setingkat Strata 2 dan Strata 3, merupakan bidan

profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di

institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai

pemberi pelayanan, pengelola, pendidik, peneliti, pengembangan dan konsultan

dalam pendidikan bidan maupun sistem/ketatalaksanaan pelayanan kesehatan

secara universal (Sofyan, 2006).

2.3.4 Wewenang Bidan

Menurut peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor

1464/Menkes/Per/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan Praktik Bidan pasal 9,

Universitas Sumatera Utara


yaitu bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan

yang meliputi :

1. Pelayanan kesehatan ibu;

2. Pelayanan kesehatan anak; dan

3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan KB.

2.3.5 Praktik Bidan

Penyelenggaraan praktik bidan dilakukan oleh bidan yang memiliki etika

dan moral yang tinggi, memiliki kompetensi dan kewenangan yang secara terus-

menerus meningkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan,

sertifikasi, lisensi, pembinaan dan pengawasan agar sesuai dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan evidence based (berdasarkan bukti

dan bermanfaat) dan diselenggarakan sesuai kewenangan bidan yang memiliki izin

praktik. Bidan mendapatkan sertifikasi, registrasi, akreditasi, lisensi sesuai dengan

Kepmenkes RI No. 900/VII/2002 tentang registrasi bidan (Sofyan, 2006).

2.4. Perilaku

Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2012), perilaku merupakan respons

atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Respon ini meliputi

respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu dan respon yang

timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh perangsang tertentu. Menurut Taufik

(2012), perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang

bersangkutan. Jadi pada hakikatnya perilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas

Universitas Sumatera Utara


manusia itu sendiri baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara

langsung.

Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme

yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang

bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup

mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku,

karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing.

Secara operasional, perilaku dapat diartikan sebagai suatu respons organisme

atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut (Notoatmodjo, 2010).

Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap

lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu

akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu (Notoatmodjo, 2012).

Leonard F. Polhaupessy. dalam sebuah buku yang berjudul “Perilaku

Manusia” yang dikutip Taufik (2012), menguraikan perilaku adalah sebuah gerakan

yang dapat diamati dari luar, seperti orang berjalan, naik sepeda, dan mengendarai

motor atau mobil. Untuk aktifitas ini mereka harus berbuat sesuatu, misalnya kaki

yang satu harus diletakkan pada kaki yang lain. Jelas, ini sebuah bentuk perilaku.

Cerita ini dari satu segi. Jika seseorang duduk diam dengan sebuah buku di

tangannya, ia dikatakan sedang berperilaku. Ia sedang membaca. Sekalipun

Universitas Sumatera Utara


pengamatan dari luar sangat minimal, sebenarnya perilaku ada di balik tirai tubuh, di

dalam tubuh manusia.

Menurut Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2012) perilaku dibagi

dalam 3 (tiga) domain yaitu kognitif (cognitive domain), afektif (affective domain)

dan psikomotor (psychomotor domain).

Berdasarkan respon terhadap stimulus yang timbul, maka perilaku dibagi

menjadi dua bentuk (Notoatmodjo, 2012):

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup disebut juga sebagai respons internal, yaitu yang terjadi di dalam

diri manusia dan tidak secara langsung dapat diamati oleh orang lain. Respons

terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan dan

sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut. Misalnya seorang

ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka adalah perilaku yang jelas dan dapat diobservasi secara langsung

oleh orang lain. Respon ini sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik.

Misalnya seorang ibu membawa anaknya ke posyandu setiap bulannya untuk

diimunisasi.

Menurut Notoatmodjo (2012), semua ahli kesehatan masyarakat dalam

membicarakan status kesehatan mengacu kepada Bloom. Dari hasil penelitiannya di

Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang sudah maju, Bloom menyimpulkan

bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan,

Universitas Sumatera Utara


kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku mempunyai andil nomor dua,

pelayanan kesehatan dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil terhadap

suatu status kesehatan. Lawrence Green menjelaskan bahwa perilaku itu

dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : faktor-faktor predisposisi

(predisposing factor) faktor-faktor pemungkin (enabling factors), faktor-faktor

penguat (reinforcing factors).

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor-faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan

dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan,

tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas

kesehatan masyarakat.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),

tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan.

Termasuk juga di sini Undang-Undang, peraturan-peraturan baik dari pusat

maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku

sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap

positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan)

Universitas Sumatera Utara


dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas lebih-lebih para petugas

kesehatan.

2.5 Pengetahuan (Knowledge)

2.5.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pencitraan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, telinga, hidung, dan

sebagainya). Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang sangat penting untuk

terbentuknya suatu tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Hidayat (2009) pengetahuan merupakan proses belajar dengan

menggunakan panca indra yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu untuk

dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan.

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan

bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula

pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang

berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat

bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal

saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal (Wawan dan Dewi,

2011).

Universitas Sumatera Utara


2.5.2. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Taufik (2007), pengetahuan yang dicakup di dalam kognitif

mempunyai 6 tingkatan yaitu:

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap

suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini diartikan

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks dan situasi yang lain.

4. Analisa (Analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam

komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan

masih pada kaitannya satu sama lain.

Universitas Sumatera Utara


5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan

kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan

suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang

telah ada.

2.5.3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), dari berbagai macam cara yang telah digunakan

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan

menjadi dua, yakni:

1. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan

Cara kuno atau tradisional dipakai orang untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan

secara sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini

antara lain meliputi:

a. Cara Coba Salah (trial and error)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan satu hingga beberapa

kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan

Universitas Sumatera Utara


tersebut tidak berhasil maka dicoba dengan kemungkinan yang lain, sampai

masalah tersebut dapat terpecahkan.

b. Secara kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh

orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah ditemukannya kina

sebagai obat penyembuhan penyakit malaria. Kina ditemukan sebagai obat

malaria adalah secara kebetulan oleh seorang penderita malaria yang sering

mengembara.

c. Cara kekuasaan atau otoritas

Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan

baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli

ilmu pengetahuan.

d. Berdasarkan pengalaman pribadi

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang

lalu.

e. Cara akal sehat (Common sense)

Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau

kebenaran pengetahuan. Sebelum ilmu pendidikan berkembang, para orang

tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasehat orang tuanya, atau

agar anak disiplin menggunakan cara hukuman. Sampai sekarang

berkembang menjadi teori atau kebenaran bahwa hukuman adalah

Universitas Sumatera Utara


merupakan metode bagi pendidikan anak (meskipun bukan yang paling

baik).

f. Kebenaran melalui wahyu

Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari

Tuhan melalui para Nabi.

g. Kebenaran secara intuitif

Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali melalui

proses di luar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir.

h. Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir

manusia juga ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu

menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan

kata lain dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah

menggunakan jalan pikirannya.

2. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih

sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut Metode Penelitian Ilmiah, atau lebih

populer disebut metodologi penelitian.

2.5.4. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pengetahuan

Menurut Mubarak (2010) ada 7 faktor yang mempengaruhi pengetahuan

adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


1. Pendidikan

Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan kepada orang lain agar dapat

memahami sesuatu hal. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan

seseorang, semakin mudah pula mereka menerima informasi dan pada akhirnya

pengetahuan yang dimilikinya akan semakin banyak.

2. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang memperoleh pengalaman dan

pengetahuan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

3. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan mengalami perubahan aspek fisik

dan psikologis (mental) sehingga semakin banyak yang diketahui dan dipahami

sehingga menambah pengetahuannya.

4. Minat

Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.

Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal, sehingga

seseorang memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam

5. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam

berinteraksi dengan lingkungannya. Orang cenderung berusaha melupakan

pengalaman yang kurang baik. Sebaliknya, jika pengalaman tersebut menyenang-

kan, maka secara psikologis mampu menimbulkan kesan yang sangat mendalam.

Universitas Sumatera Utara


6. Kebudayaan lingkungan sekitar

Lingkungan sekitar berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap

seseorang. Kebudayaan lingkungan tempat kita hidup dan dibesarkan mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.

7. Informasi

Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat mempercepat seseorang

memperoleh pengetahuan yang baru (Mubarak, 2010).

2.6 Sikap (Attitude)

2.6.1 Pengertian Sikap

Sikap manusia telah didefenisikan dalam berbagai versi oleh para ahli.

Berkowitz bahkan menemukan adanya lebih dari 30 definisi sikap. Puluhan definisi

dan pengertian itu pada umumnya dapat dimasukkan ke dalam salah satu diantara tiga

kerangka pemikiran. Pertama, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi

perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau

memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak

(unfavorable) pada objek tersebut Kedua, sikap adalah suatu pola perilaku, tendensi

atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial,

atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah

terkondisikan. Ketiga, sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi),

pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu

aspek di lingkungan sekitarnya (Azwar, 2013).

Universitas Sumatera Utara


Sikap merupakan reaksi respon yang masih tertutup dari seorang terhadap

suatu stimulus atau objek. Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2012),

sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,

akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan

reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka

(Ahmadi, 2007).

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan

tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Allport (1954) dalam Walgito

(2008) membagi sikap ke dalam 3 (tiga) komponen pokok yaitu : a) Kepercayaan

(keyakinan), ide dan konsep terhadap objek; b) Kehidupan emosional atau evaluasi

terhadap suatu objek; c) Kecenderungan untuk bertindak.

2.6.2 Ciri-ciri Sikap

Menurut Notoatmodjo (2012) sikap yang tercakup dalam domain afektif

mempunyai 4 (empat) tingkatan yaitu: menerima (receiving), merespon

(responding), menghargai (valuing), dan bertanggungjawab (responsible). Menurut

Walgito (2008), sikap mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Sikap itu tidak dibawa sejak lahir

Ini berarti bahwa manusia pada waktu dilahirkan belum membawa sikap tertentu

terhadap suatu objek.

Universitas Sumatera Utara


2. Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap

Sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objek-objek

tertentu, yaitu melalui proses persepsi terhadap objek tersebut.

3. Sikap tidak tertuju pada satu objek saja, tetapi juga dapat tertuju kepada

sekumpulan objek-objek

Bila seseorang mempunyai sikap negara pada seseorang, maka orang tersebut

akan mempunyai kecenderungan menunjukkan sikap negatif pada kelompok

dimana orang tersebut bergabung.

4. Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar

Jika suatu sikap telah terbentuk dalam diri seseorang, maka akan sulit berubah

dan memakan waktu yang lama. Tetapi sebaliknya jika sikap itu belum

mendalam dalam dirinya, maka sikap tersebut tidak bertahan lama, dan sikap

tersebut mudah diubah.

2.6.3. Pembagian Sikap

Menurut Ahmadi (2007), sikap dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:

1. Sikap positif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima,

mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana

individu itu berada.

2. Sikap negatif : sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau

tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu

berada.

Universitas Sumatera Utara


Apabila individu memiliki sikap yang positif terhadap suatu obyek ia akan

siap membantu, memperhatikan, berbuat sesuatu sesuai dengan obyek itu.

Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu obyek, maka ia akan

mengecam, mencela, menyerang bahkan membinasakan obyek itu (Ahmadi, 2007).

2.6.4. Struktur dan Pembentukan Sikap

Menurut Azwar (2013), struktur dan pembentukan sikap seseorang adalah

sebagai berikut :

1. Struktur sikap

Struktur sikap terdiri dari komponen yang saling menunjang yaitu komponen

kognitif, afektif, dan konatif.

a. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang berlaku atau apa

yang benar bagi objek sikap. Sekali kepercayaan itu sudah terbentuk, maka

ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang didapat

dari objek tertentu. Tentu saja kepercayaan itu terbentuk justru dikarenakan

kurang atau tidak adanya informasi yang benar mengenai objek yang di

hadapi.

b. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional

subjektif terdapat suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini

disamakan dengan perasaan yang terhadap dimiliki sesuatu. Pada

umumnya reaksi emosional yang merupakan komponen efektif ini banyak

Universitas Sumatera Utara


dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar

dan berlaku objek termaksud.

c. Komponen perilaku merupakan aspek kecenderungan berperilaku yang ada

dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak

mempengaruhi perilaku. Maksudnya, bagaimana orang berperilaku dalam

situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh

bagaimana kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual.

Karena itu, adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang akan

dicerminkan dalam bentuk tendensi prilaku terhadap objek. Pengertian

kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen afektif meliputi

pula bentuk-bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang

di ucapkan oleh seseorang. Memang kemudian masalahnya adalah tidak

ada jaminan bahwa kecenderungan berperilaku itu memang benar-benar

ditunjukkan dalam bentuk perilaku yang sesuai apabila individu berada di

situasi yang termaksud.

2. Pembentukan sikap

Pembentukan sikap dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

a. Pengalaman pribadi, haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu,

sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut

terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

Universitas Sumatera Utara


b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting atau orang lain yang di sekitar

kita merupakan salah satu di antara komponen sosial yang ikut

mempengaruhi sikap kita. Pada umumnya, individu cenderung untuk

memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang di

anggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan

untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

c. Pengaruh kebudayaan, dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Kita memiliki pola sikap

dan perilaku tertentu dikarenakan kita mendapat reinforcement (penguatan,

ganjaran) dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut.

d. Media massa, pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi

individual secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan

perubahan sikap, peranan media massa tidak kecil artinya. Karena itulah,

salah satu bentuk informasi sugestif dalam media massa, yaitu iklan selalu

dimanfaatkan dalam dunia usaha guna meningkatkan penjualan atau

memperkenalkan suatu produk baru.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai

pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan

dasar pengertian dan konsep dalam diri individu. Konsep moral dan ajaran

agama sangat menentukan sikap individu terhadap suatu yang boleh dan

yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat

keagamaan serta ajaran-ajarannya.

Universitas Sumatera Utara


f. Pengaruh faktor emosional merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi

yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau penglihatan

bentuk mekanisme pertahanan ego.

Dalam pengukuran sikap ada beberapa macam cara, yang pada garis

besarnya dapat dibedakan secara langsung dan secara tidak langsung. Secara

langsung, yaitu subjek secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya

terhadap sesuatu masalah atau hal yang dihadapkan kepadanya. Dalam hal ini dapat

dibedakan langsung yang tidak berstruktur dan langsung yang berstruktur. Secara

langsung yang tidak berstruktur misalnya mengukur sikap dengan wawancara bebas

(free interview), dengan pengamatan langsung atau dengan survei (misal public

opinion survey). Cara langsung yang berstruktur, yaitu pengukuran sikap dengan

menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa dalam

suatu alat yang telah ditentukan, dan langsung diberikan kepada subjek yang diteliti,

misalnya pengukuran sikap dengan skala Likert (Walgito, 2008).

2.6.5. Praktek atau Tindakan

Notoatmodjo (2012) menyatakan bahwa suatu sikap belum otomatis

terwujud dalam suatu tindakan (over behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi

suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang

memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga

diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak lain. Praktek ini mempunyai

beberapa tingkatan, yaitu :

Universitas Sumatera Utara


1. Persepsi (perception), yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan

dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (guided response), yaitu indikator praktik tingkat dua adalah

dapat melakukan sesuatu sesuai dengan contoh.

3. Mekanisme (mechanism), yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan

sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan

kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

4. Adopsi (adoption), adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi

kebenaran tindakan tersebut.

2.7 Landasan Teori

Sebagai acuan dalam menentukan variabel penelitian serta penyusunannya

dalam suatu kerangka konseptual maka keseluruhan teori-teori yang telah

dipaparkan di atas dirangkum dalam suatu landasan teori seperti diuraikan berikut:

Bidan merupakan seorang perempuan yang telah lulus dari pendidikan bidan dan

memiliki ketrampilan dan kemampuan dalam memberikan asuhan kebidanan pada

ibu khususnya pada proses persalinan. Hal tersebut tentunya harus diiringi dengan

adanya peningkatan pengetahuan dan sikap yang bermanfaat dalam peningkatan

mutu pelaksanaan pelayanan kebidanan.

Peranan seorang bidan dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak harus

mendukung sehingga dalam menjalankan peranannya bidan dilengkapi dengan

Universitas Sumatera Utara


fasilitas yang memadai sehingga siap dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena

itu WHO merancang suatu alat untuk memantau persalinan dengan mencatat semua

pengamatan dalam sebuah grafik yang disebut dengan partograf, untuk dapat

memantau kemajuan persalinan yang berguna dalam mengambil keputusan klinik

dan mengenal bahaya secara dini (Sumapraja, 2011).

Menurut Green dalam Notoatmodjo (2010), bahwa faktor perilaku sendiri

ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu :

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang

mempermudah atau mempredisposisikan terjadinya perilaku seseorang, antara

lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tingkat pendidikan,

tingkat sosial/ekonomi.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang

memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan yang mencakup sarana

dan prasarana atau fasilitas kesehatan dalam penggunaan partograf.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang

mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku yang meliputi sikap petugas

kesehatan atau bidan praktik swasta.

Universitas Sumatera Utara


Faktor Predisposisi :
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Kepercayaan
4. Nilai
5. Pendidikan
6. Sosial Ekonomi
7. Tindakan

Faktor Pemungkin : Perilaku BPS dalam


1. Ketersediaan sarana dan menggunakan partograf
.....prasarana

Faktor Penguat sikap dan perilaku


dari :
1. Sikap petugas kesehatan (BPS)
2. Paparan informasi

Gambar 2.3 Teori Lawrence Green

2.8 Kerangka Konsep Penelitian

Bidan merupakan tenaga kesehatan profesional yang merupakan ujung

tombak dalam pelayanan prenatal care dan antenatal care. Maka peran bidan

dalam penggunaan partograf sangat penting. Oleh karena itu, pengetahuan bidan

tentang partograf diperlukan sebagai salah satu upaya yang dapat mensukseskan

upaya penurunan angka kematian ibu dan anak selama proses persalinan.

Berdasarkan teori perilaku kesehatan dan faktor-faktor yang memengaruhi

perilaku menurut teori Green, maka peneliti merumuskan kerangka konsep

penelitian ini sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


Variabel Independen Variabel Dependen

Penggunaan Partograf pada


Faktor Predisposisi Bidan Praktik Swasta:
1. Pengetahuan
- Digunakan
2. Sikap
- Tidak Digunakan

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai