Anda di halaman 1dari 6

TIPS MENGELOLA KEUANGAN KELUARGA YANG ISLAMI

Oleh :
Linda Purnama Sari, SE., M.Si.
Dra. Ec. Sri Lestari Kurniawati, M.S.

PENDAHULUAN

Mengatur keuangan keluarga seringkali dianggap tidak penting untuk diperhatikan


apalagi dipelajari, kita hanya mengikuti yang kita lihat baik dari orangtua, lingkungan maupun
dari budaya dimana kita tinggal atau berada. Kesalahan mengatur keuangan keluarga akan
menimbulkan kecemasan financial yang menjadi sumber stress dalam keluarga, seperti
kekurangan uang, kekurangan harta, kekurangan pendapatan, kehilangan keamanan pendapatan,
kehilangan pensiun, kehilangan kebebasan (hutang). Kondisi yang demikian itulah maka
mengatur keuangan keluarga menjadi penting sehingga kita perlu untuk me-manage atau
mengatur dan bertindak .

ISI

Dalam Islam, harta merupakan amanah dan hak milik seseorang oleh sebab itu
kewenangan untuk menggunakan harta berkaitan erat dengan kemampuan dan kepantasan
dalam mengelolanya. Prinsip Islam mengajarkan bahwa “sebaik-baik harta yang baik adalah
dikelola oleh orang yang amanah dan professional”.

Hal ini menunjukkan bahwa Islam menghendaki setiap muslim untuk dapat mengelola
usaha dan berusaha secara baik, mengelola harta secara ekonomis, efisien dan proporsional
serta memiliki semangat dan kebiasaan menabung untuk masa depan dan persediaan
kebutuhan mendatang. Prinsip ini sebenarnya menjadi dasar ibadah kepada Allah agar dapat
diterima (mabrur) karena saran, niat dan caranya baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah itu baik dan hanya menerima yang baik-baik saja.”
(HR. Muslim).

Adapun cara mengelola keuangan keluarga adalah sebagai berikut: (Sakinah Finance)

1. Mengelola pendapatan/penghasilan
2. Mengelola kebutuhan/pengeluaran
3. Mengelola impian
4. Mengelola defisit/surplus
5. Mengelola ketidakpastian

1. MENGELOLA PENDAPATAN (PENGHASILAN)

Talkshow 22 Juli 2020 1


Mengelola keuangan keluarga dimulai dari mengelola pendapatan. Pendapatan yang
diperoleh dari bekerja dan setiap orang mempunyai hak untuk bekerja mencari rizki Allah
secara halal tanpa diskriminasi antara laki dan perempuan.

Dalam QS Al Baqarah (2): 168: Wahai manusia! Makanlah yang halal lagi baik yang terdapat
di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya setan itu
musuh yang nyata bagimu.
“Janganlah kamu merasa bahwa rizkimu datangnya terlambat. Karena sesungguhnya tidaklah
seorang hamba akan meninggal, hingga telah dating kepadanya rizki terakhir (yang telah
ditentukan) untuknya. Maka, tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizki, yaitu dengan
mengambil yang halaldan meninggalkan yang haram. (HR. Abdur-Razaq, Ibnu Hibban dan
al-Hakim).

Pendapatan adalah kunci ketenangan financial (sakinah dalam masalah financial). Kondisi
ideal adalah pendapatan diperoleh dengan cara halal, dapat menutupi kebutuhan plus
keinginan/cita-cita dan akun yang balance/surplus. Hal ini dijelaskan dalam surat At Taubah:
105 yaitu “Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang
Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang
telah kamu kerjakan”.

Dalam mencari pendapatan, Islam tidak memperkenankan seseorang untuk ngoyo dalam
pengertian berusaha di luar kemampuannya dan terlalu terobsesi sehingga mengorbankan
atau menelantarkan hak-hak yang lain baik kepada Allah, diri sendiri maupun keluarga
seperti pendidikan dan perhatian kepada anak dan keluarga. Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Sesungguhnya bagi dirimu, keluargamu dan tubuhmu ada hak atasmu
yang harus engkau penuhi, maka berikanlah masing-masing pemilik hak itu haknya.” (HR.
Bukhari dan Muslim).

Perlu diketahui bahwa ada 3 saluran aliran pendapatan, yaitu halal, haram dan syubhat. Dan
kita bebas untuk memilih aliran pendapatan yang mana untuk memenuhi kebutuhan kita dan
keluarga kita, pastilah kita akan memilih pendapatan yang halal, yang sumber perolehannya
jelas tidak syubhat/samar atau ambigu.

2. MENGELOLA KEBUTUHAN (PENGELUARAN)

Manajemen keuangan keluarga Islami harus dilandasi prinsip keyakinan bahwa penentu
dan pemberi rezki adalah Allah SWT dengan usaha yang diniati untuk memenuhi kebutuhan
keluarga agar dapat beribadah dengan khusyu’ sehingga memiliki komitmen dan prioritas
penghasilan halal yang membawa berkah dan menghindari penghasilan haram yang
membawa petaka. Rasulullah bersabda: “Barang siapa berusaha dari yang haram kemudian
menyedekahkannya, maka ia tidak mempunyai pahala dan dosa tetap di atasnya.”

Seorang wanita shalihah akan selalu memberi saran kepada suaminya ketika hendak mencari
rezki, “Takutlah kamu dari usaha yang haram sebab kamu masih mampu bersabar di atas
kelaparan, tetapi tidak mampu bersabar di atas
api neraka.” Demikian pula sebaliknya suami akan berwasiat kepada istrinya untuk menjaga
amanah Allah dalam mengurus harta yang dikaruniakan-Nya, agar dibelanjakan secara
benar tanpa boros, kikir maupun haram. Firman Allah yang memuji hamba-Nya yang baik:
“..Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan,

Talkshow 22 Juli 2020 2


dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang
demikian.” (QS. Al-Furqan:67)

Allah telah menegaskan bahwa bekerja itu hendaknya sesuai dengan batas-batas kemampuan
manusia (QS.Al-Baqarah:286). Namun bila kebutuhan atau pengeluaran sangat banyak
atau lebih besar pasak daripada tiang maka dibutuhkan kerjasama yang baik dan saling
membantu antara suami istri dalam memperbesar pendapatan keluarga dan melakukan
efisiensi dan penghematan sehingga tiang penyangga lebih besar dari pada pasak.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


“Janganlah kamu bebani mereka dengan apa-apa yang mereka tidak sanggup
memikulnya. Dan apabila kamu harus membebani mereka di luar kemampuan, maka
bantulah mereka.” (HR. Ibnu Majah).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak akan jatuh miskin orang yang berhemat”. (HR. Ahmad). Selain itu ia harus
realistis menerima apa yang dimilikinya (qana’ah). Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rizki cukup dan menerima
apa yang Allah berikan kepadanya.” (HR. Muttafaq ‘Alaih).

Islam mengajarkan agar pengeluaran untuk kebutuhan keluarga muslim lebih mengutamakan
pembelian kebutuhan-kebutuhan pokok sehingga sesuai dengan tujuan syariat. Ada tiga jenis
kebutuhan keluarga, yaitu:

a. Dharuriyyat (kebutuhan primer), yaitu nafkah-nafkah pokok bagi manusia yang


diperkirakan dapat mewujudkan lima tujuan syariat (memelihara jiwa, akal, agama,
keturunan dan kehormatan). Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan makan, minum,
tempat tinggal, kesehatan, rasa aman, pengetahuan dan pernikahan.

b. Hajiyyat (kebutuhan sekunder), yaitu kebutuhan untuk memudahkan hidup agar jauh dari
kesulitan. Kebutuhan ini tidak perlu dipenuhi sebelum kebutuhan primer terpenuhi.
Kebutuhan ini pun masih berhubungan dengan lima tujuan syariat, misalnya haji (agama).

c. Tahsiniyyat (kebutuhan pelengkap), yaitu kebutuhan yang dapat menambah kebaikan dan
kesejahteraan dalam kehidupan manusia. Pemenuhan kebutuhan ini bergantung pada
kebutuhan primer dan sekunder dan semuanya berkaitan dengan tujuan syariat.

3. MENGELOLA IMPIAN

Impian: ……B E R A K H I R atau B E R A R T I

Seseorang atau sebuah keluarga dalam memenuhi kebutuhan selain kebutuhan pokok
maka ada kebutuhan hajiyyat dan tahsiniyyat yang mana untuk mewujudkannya adalah
merupakan cita-cita atau mimpi yang tentunya ingin dicapai atau diraih.

Impian keluarga adalah tujuan perantara untuk memotivasi kita dalam memelihara
kebiasaan positif serta untuk menghargai diri sendiri setelah benar-benar bekerja keras.

Impian itu tidak akan berakhir dengan sendirinya

Lalu K A PA N……KAPAN KITA BOLEH BERMIMPI


Talkshow 22 Juli 2020 3
Impian Financial: yaitu meraih atau mewujudkan hajiyyat (sekunder) dan tahsiniyyat
(kemewahan)

Bagaimana cara menggapai impian, yaitu harus mampu menahan keinginan, kuncinya
adalah qana’ah yaitu puas dengan apa yag kita miliki. Menempatkan kekayaan ditangan
kita bukan di hati kita.
Impian itu harus segaris dengan kebutuhan, apabila semua dapat dikendalikan maka untuk
mencapai banyak keinginan maka caranya adalah dengan membuat PERENCANAAN.

Perencanaan dapat dikelompokkan menjadi:

Katagori Mimpi/cita2 Estimasi Waktu Implementasi


biaya
Perencanaan jangka Renovasi
pendek (tahsiniyyat) rumah

Perencanaan jangka Haji


menengah (hajiyyat)

Perencanaan jangka Mobil


menengah
(hajiyyat/dharuriyyat)

Perencanaan jangka Liburan ke luar


panjang (tahsiniyyat) negeri

4. MENGELOLA DEFISIT/SURPLUS

Mengapa DEFISIT?....Defisit disebabkan oleh besarnya pengeluaran untuk barang-


barang hajiyyat dan tahsaniyyat. Bagi kebanyakan orang, defisit disebabkan oleh
rendahnya pendapatan.

Bagaimana mengelola defisit?

1. Jika defisit disebabkan oleh rendahnya pendapatan maka berusaha meningkatkan


pendapatan melalui kerja sampingan atau kerja tambahan.
2. Jika defisit disebabkan oleh pengeluaran yang tidak perlu maka hendak nya
memotong pengeluaran yang tidak perlu, membeli sesuai dengan kebutuhan serta
disiplin.
3. Mengatur utang, mengatur kembali pembiayaan/utang, menata kembali pengeluaran
dan memprioritaskan untuk pembayaran utang. Dan perlu diingat bahwa komposisi
utang adalah 30% dari pendapatan yang diterima .

Talkshow 22 Juli 2020 4


5. MENGELOLA KETIDAKPASTIAN

Risiko dan hazard selalu ada dalam hidup dan dapat terjadi pada diri kita kapan saja
seperti misalnya: sakit, kecelakaan, bangkrut, kehilangan pekerjaan.

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah (2): 155)

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah;
dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada
hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS Al Taghabun (64): 11)

Amar bin Maymun al-Audi r.a. meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasul SAW
memberikan nasihat berikut: “Hormati lima hal sebelum lima:

- masa muda Anda sebelum usia tua,


- kesehatan Anda sebelum sakit,
- kekayaan Anda sebelum kemiskinan,
- waktu senggang Anda sebelum disibukkan, dan
- hidup Anda sebelum mati.” (HR Tirmidhi)

Bagaimana cara mengatur risiko financial,

• Dana emergensi adalah instrument utama untuk mempersiapkan hal-hal seperti


kehilangan pendapatan utama, atau kejadian yang tidak diprediksi

• Aturan praktis: hendaknya dapat menutup kebutuhan keluarga untuk 5 – 6 bulan.


Idealnya senilai gaji 5-6 bulan.

• Hendaknya disimpan pada akun yang aman, hanya bisa diakses saat darurat – tapi
tidak terlalu sulit untuk diakses.

Nah, terkait dengan pengelolaan keuangan keluarga ini, maka berikut cara Islam mengelola
keuangan agar hidup penuh berkah yaitu:

1. Sedekah  Salah satu cara dalam mensucikan harta kita dan salah bentuk rasa syukur
kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan. Dalam Islam, 2,5% dari rejeki yang kita
terima ada hak orang lain didalamnya. Oleh sebab itu, sisihkan pendapatan yang diterima
untuk orang-orang yang membutuhkan. Dan Allah berjanji bahwa dengan bersedekah,
maka Allah akan semakin menambahkan rejeki kepada kita.
2. Jangan boros  QS. Al Isro : 26-27 “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara
syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabb-nya”
3. Menabung  HR. Bukhori : Simpanlah sebagian dari harta kamu untuk masa depan
kamu, karena itu akan baik bagimu.

Talkshow 22 Juli 2020 5


4. Sisihkan untuk modal  menurut Ibrahim Al Harbi mengatakan bahwa 9 dari 10 pintu
rejeki itu ada dalam perdagangan. Hal ini bisa diartikan bahwa rejeki atau penghasilan
yang kita dapatkan berasal dari usaha (bisnis) atau bekerja. Nah, jangan sampai uang
yang kita dapatkan dihabiskan semua hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
sehari-hari, namun alangkah baiknya juga disisihkan untuk diinvestasikan kembali atau
digunakan untuk modal usaha.
5. Hindari berutang  HR Bukhari : “Barang siapa utang uang kepada orang lain dan
berniat akan mengembalikannya, maka Allah akan meluluskan niatnya itu, tetapi barang
siapa mengambilnya dengan niat akan membinasakan (tidak membayar) maka Allah
akan merusakkan dia.” Dalam Islam, memang tidak dianjurkan untuk berutang jika tidak
benar-benar membutuhkan. Karena berutang itu menyangkut dunia dan akhirat.
6. Hemat dan berkah  mulailah dari sekarang untuk mengatur keuangan sehari-hari
secara Islami agar hidup penuh berkah dan terhindar dari kerugian finansial.

***Semoga bermanfaat dan barokah***

Talkshow 22 Juli 2020 6

Anda mungkin juga menyukai