Oleh :
Linda Purnama Sari, SE., M.Si.
Dra. Ec. Sri Lestari Kurniawati, M.S.
PENDAHULUAN
ISI
Dalam Islam, harta merupakan amanah dan hak milik seseorang oleh sebab itu
kewenangan untuk menggunakan harta berkaitan erat dengan kemampuan dan kepantasan
dalam mengelolanya. Prinsip Islam mengajarkan bahwa “sebaik-baik harta yang baik adalah
dikelola oleh orang yang amanah dan professional”.
Hal ini menunjukkan bahwa Islam menghendaki setiap muslim untuk dapat mengelola
usaha dan berusaha secara baik, mengelola harta secara ekonomis, efisien dan proporsional
serta memiliki semangat dan kebiasaan menabung untuk masa depan dan persediaan
kebutuhan mendatang. Prinsip ini sebenarnya menjadi dasar ibadah kepada Allah agar dapat
diterima (mabrur) karena saran, niat dan caranya baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah itu baik dan hanya menerima yang baik-baik saja.”
(HR. Muslim).
Adapun cara mengelola keuangan keluarga adalah sebagai berikut: (Sakinah Finance)
1. Mengelola pendapatan/penghasilan
2. Mengelola kebutuhan/pengeluaran
3. Mengelola impian
4. Mengelola defisit/surplus
5. Mengelola ketidakpastian
Dalam QS Al Baqarah (2): 168: Wahai manusia! Makanlah yang halal lagi baik yang terdapat
di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya setan itu
musuh yang nyata bagimu.
“Janganlah kamu merasa bahwa rizkimu datangnya terlambat. Karena sesungguhnya tidaklah
seorang hamba akan meninggal, hingga telah dating kepadanya rizki terakhir (yang telah
ditentukan) untuknya. Maka, tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizki, yaitu dengan
mengambil yang halaldan meninggalkan yang haram. (HR. Abdur-Razaq, Ibnu Hibban dan
al-Hakim).
Pendapatan adalah kunci ketenangan financial (sakinah dalam masalah financial). Kondisi
ideal adalah pendapatan diperoleh dengan cara halal, dapat menutupi kebutuhan plus
keinginan/cita-cita dan akun yang balance/surplus. Hal ini dijelaskan dalam surat At Taubah:
105 yaitu “Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang
Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang
telah kamu kerjakan”.
Dalam mencari pendapatan, Islam tidak memperkenankan seseorang untuk ngoyo dalam
pengertian berusaha di luar kemampuannya dan terlalu terobsesi sehingga mengorbankan
atau menelantarkan hak-hak yang lain baik kepada Allah, diri sendiri maupun keluarga
seperti pendidikan dan perhatian kepada anak dan keluarga. Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Sesungguhnya bagi dirimu, keluargamu dan tubuhmu ada hak atasmu
yang harus engkau penuhi, maka berikanlah masing-masing pemilik hak itu haknya.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Perlu diketahui bahwa ada 3 saluran aliran pendapatan, yaitu halal, haram dan syubhat. Dan
kita bebas untuk memilih aliran pendapatan yang mana untuk memenuhi kebutuhan kita dan
keluarga kita, pastilah kita akan memilih pendapatan yang halal, yang sumber perolehannya
jelas tidak syubhat/samar atau ambigu.
Manajemen keuangan keluarga Islami harus dilandasi prinsip keyakinan bahwa penentu
dan pemberi rezki adalah Allah SWT dengan usaha yang diniati untuk memenuhi kebutuhan
keluarga agar dapat beribadah dengan khusyu’ sehingga memiliki komitmen dan prioritas
penghasilan halal yang membawa berkah dan menghindari penghasilan haram yang
membawa petaka. Rasulullah bersabda: “Barang siapa berusaha dari yang haram kemudian
menyedekahkannya, maka ia tidak mempunyai pahala dan dosa tetap di atasnya.”
Seorang wanita shalihah akan selalu memberi saran kepada suaminya ketika hendak mencari
rezki, “Takutlah kamu dari usaha yang haram sebab kamu masih mampu bersabar di atas
kelaparan, tetapi tidak mampu bersabar di atas
api neraka.” Demikian pula sebaliknya suami akan berwasiat kepada istrinya untuk menjaga
amanah Allah dalam mengurus harta yang dikaruniakan-Nya, agar dibelanjakan secara
benar tanpa boros, kikir maupun haram. Firman Allah yang memuji hamba-Nya yang baik:
“..Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan,
Allah telah menegaskan bahwa bekerja itu hendaknya sesuai dengan batas-batas kemampuan
manusia (QS.Al-Baqarah:286). Namun bila kebutuhan atau pengeluaran sangat banyak
atau lebih besar pasak daripada tiang maka dibutuhkan kerjasama yang baik dan saling
membantu antara suami istri dalam memperbesar pendapatan keluarga dan melakukan
efisiensi dan penghematan sehingga tiang penyangga lebih besar dari pada pasak.
“Tidak akan jatuh miskin orang yang berhemat”. (HR. Ahmad). Selain itu ia harus
realistis menerima apa yang dimilikinya (qana’ah). Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rizki cukup dan menerima
apa yang Allah berikan kepadanya.” (HR. Muttafaq ‘Alaih).
Islam mengajarkan agar pengeluaran untuk kebutuhan keluarga muslim lebih mengutamakan
pembelian kebutuhan-kebutuhan pokok sehingga sesuai dengan tujuan syariat. Ada tiga jenis
kebutuhan keluarga, yaitu:
b. Hajiyyat (kebutuhan sekunder), yaitu kebutuhan untuk memudahkan hidup agar jauh dari
kesulitan. Kebutuhan ini tidak perlu dipenuhi sebelum kebutuhan primer terpenuhi.
Kebutuhan ini pun masih berhubungan dengan lima tujuan syariat, misalnya haji (agama).
c. Tahsiniyyat (kebutuhan pelengkap), yaitu kebutuhan yang dapat menambah kebaikan dan
kesejahteraan dalam kehidupan manusia. Pemenuhan kebutuhan ini bergantung pada
kebutuhan primer dan sekunder dan semuanya berkaitan dengan tujuan syariat.
3. MENGELOLA IMPIAN
Seseorang atau sebuah keluarga dalam memenuhi kebutuhan selain kebutuhan pokok
maka ada kebutuhan hajiyyat dan tahsiniyyat yang mana untuk mewujudkannya adalah
merupakan cita-cita atau mimpi yang tentunya ingin dicapai atau diraih.
Impian keluarga adalah tujuan perantara untuk memotivasi kita dalam memelihara
kebiasaan positif serta untuk menghargai diri sendiri setelah benar-benar bekerja keras.
Bagaimana cara menggapai impian, yaitu harus mampu menahan keinginan, kuncinya
adalah qana’ah yaitu puas dengan apa yag kita miliki. Menempatkan kekayaan ditangan
kita bukan di hati kita.
Impian itu harus segaris dengan kebutuhan, apabila semua dapat dikendalikan maka untuk
mencapai banyak keinginan maka caranya adalah dengan membuat PERENCANAAN.
4. MENGELOLA DEFISIT/SURPLUS
Risiko dan hazard selalu ada dalam hidup dan dapat terjadi pada diri kita kapan saja
seperti misalnya: sakit, kecelakaan, bangkrut, kehilangan pekerjaan.
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah (2): 155)
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah;
dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada
hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS Al Taghabun (64): 11)
Amar bin Maymun al-Audi r.a. meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasul SAW
memberikan nasihat berikut: “Hormati lima hal sebelum lima:
• Hendaknya disimpan pada akun yang aman, hanya bisa diakses saat darurat – tapi
tidak terlalu sulit untuk diakses.
Nah, terkait dengan pengelolaan keuangan keluarga ini, maka berikut cara Islam mengelola
keuangan agar hidup penuh berkah yaitu:
1. Sedekah Salah satu cara dalam mensucikan harta kita dan salah bentuk rasa syukur
kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan. Dalam Islam, 2,5% dari rejeki yang kita
terima ada hak orang lain didalamnya. Oleh sebab itu, sisihkan pendapatan yang diterima
untuk orang-orang yang membutuhkan. Dan Allah berjanji bahwa dengan bersedekah,
maka Allah akan semakin menambahkan rejeki kepada kita.
2. Jangan boros QS. Al Isro : 26-27 “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara
syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabb-nya”
3. Menabung HR. Bukhori : Simpanlah sebagian dari harta kamu untuk masa depan
kamu, karena itu akan baik bagimu.