Anda di halaman 1dari 18

Lecture Notes

Opthalmolgy 2020
anggiadmtr
be aware of typing mistakes, no proofreading was done, please do not distribute, for personal use only.
K1 Kelainan pada Kelopak Mata

Kelopak mata : lipatan kulit pelindung mata, saat mengedip akan membasahi kornea dan konjungtiva,
memiliki bulu mata untuk pelindung, berasal dari ectoderm pada kehamilan week 22-26, pada folikel
terdapat kelenjar zeis dan moll

Blepharitis

 Radang pada kelopak mata

Blepharitis Anterior

 Radang kronis bilateral pada tepi kelopak mata


 Jenis : stafilokokal, seboroik, campuran
 S : iritasi, rasa terbakar, gatal di tepi kelopak
 Px Fisik : sisik/ granulasi di sekitar bulu mata
 Stafilokokal : sisik kering, kelopak merah, area ulkus kecil di tepi kelopak, bulu mata
cenderung rontok
 Seboroik : sisik berminyak, tidak ada ulkus, tepi kelopak kurang merah
 Campuran : sering terjadi, ada sisik kering dan berminyak, tepi kelopak merah dan bisa ada
ulkus
 T : jaga kebersihan (terutama tipe seboroik), antibiotic dan salep sulfonamide (tipe stafilokokal)

Blepharitis Posterior

 Radang kelopak mata karena disfungsi kelenjar meibom


 Seringkali kronis bilateral
 Bisa karena dermatitis seboroik/ infeksi stafilokokus
 S : meibomanitis, sumbatan lubang kelenjar oleh sekret, dilatasi kelenjar meibom pada tarsus,
sekret seperti keju cair, hiperemi, telangiektasis/ spider veins di kelopak, air mata berbusa dan
berminyak
 Bisa disertai hordeolum dan chalazion
 T : antibiotic sistemik dosis rendah jangka panjang, local (steroid topical), massage untuk
mengeluarkan sekret, keluarkan hordeolum dan chalazion

Trichiasis

 Bulu mata tumbuh menyentuh kornea/ konjungtiva


 E : infeksi/ radang kronis (blefaritis), kongenital (epiblepharon), degeneratif (entropion)
 S : konjungtiva kemotik dan hiperemi, erosi kornea, keratopati, lakrimasi, seperti kelilipan
 T : epilasi/ cabut bulu mata yang salah tumbuh, tangani penyebab

Entropion

 Kelopak mata melipat ke dalam


 Lebih sering pada palpebra inferior
 E : otot retractor palpebra inferior kendor, migrasi keatas m. orbicularis, batas atas tarsus
bengkak
 Kongenital, spastik akut, involusional, sikatrisial
 T : sementara (taping kelopak mata inferior dengan pipi), definitive (bedah), injeksi toxin
botulinum

Ectropion

 Kelopak mata melipat keluar


 Bilateral, pada usia tua sering di palpebra inferior
 E : otot orbicularis oculi kendor karena usia tua/ palsy CN VII
 Kongenital, involusional, paralitik, sikatrisial, mekanik
 S : iritasi, berair, bisa terjadi keratitis exposure
 T : bedah
K2 Kelainan pada Konjungtiva

Konjungtivitis

 Inflamasi jaringan konjungtiva/ selaput lendir, akut maupun kronis karena invasi
mikroorganisme dan/ reaksi imun
 E : bakteri, klamidia, alergi, virus, toksin
 S : mata berair, rasa berpasir, perih, gatal (menandakan alergi), penurunan ketajaman
pengelihatan, fotofobia/ silau, sensasi benda asing (kemungkinan kornea terlibat)
 Px Fisik : ditemukan injeksi konjungtiva, hiperemi konjungtiva, sekret (serosa jika infeksi virus
akut/ alergi akut, mukoid jika alergi kronik/ dry eye syndrome, mukopurulen jika infeksi bakteri
akut/ klamidia, hiperpurulen jika infeksi gonokokus), edema konjungtiva, papil/ folikel pada
konjungtiva tarsal, limfadenopati pre-aurikuler (pada konjungtivitis adenoviral)
 Sitologi : kerusakan epitel konjungtiva oleh agen toksin menyebabkan edema epitel, kematian
sel, eksfoliasi, hipertrofi epitel, pembentukan granuloma, edema stroma/ kemosis, hipertrofi jar.
limfoid pada stroma/ folikel, sel radang (neutrophil, eosinophil, basophil, limfosit dan sel
plasma) keluar dari stroma dan bergabung dengan fibrin dan mukus dari sel goblet untuk
membentuk eksudat, PMN ditemukan pada infeksi bakteri, MN ditemukan pada infeksi virus,
dan eosinophil ditemukan pada alergi, trachoma (ditemukan plasma sel, stroma, epitel
nekrotik)

Konjungtivitis Bakteri

 E : s. pneumonia, s. aureus, h. influenza, m. catarrhalis, n. gonorhe (jarang)


 Penularan : kontak langsung dengan sekret konjungtiva penderita, penyebaran infeksi dari
hidung dan mukosa sinus
 S : mata merah, rasa berpasir, perih, sukar membuka mata terutama saat pagi
 Umumnya bilateral
 Px Fisik : ada sekret purulent, edema palpebra, injeksi konjungtiva (CVI/ conjunctival vascular
injection), erosi epitel permukaan kornea, limfadenopati

Oftalmia Neonatorum

 Konjungtivitis yang terjadi pada 28 hari awal kehidupan bayi


 E : klamidia trachomatis (sering), n. gonorhe, s. pneumonia, herpes simplex virus, perak nitrat
(profilaksis gonorrhe)
 FR : penyakit menular seksual pada ibu bayi
 S : sekret purulent/ mukopurulen/ mukoid, injeksi konjungtiva, edema palpebra, bisa diikuti
infeksi sistemik
 T : antibiotic (eritromisin, kloramfenikol), povidone iodine dan eritromisin untuk mencegah
klamidia, konjungtivitis gonokokal (segera terapi agar tidak menyebabkan ulkus kornea), terapi
konjungtivitis neonatal sama dengan terapi konjungtivitis gonorrhe hingga hasil lab keluar,
salep mata eritromisin, sefalosporin generasi 3 intravena/ intramuscular, ceftriaxone 50 mg/
kgbb/ hari atau dosis tunggal 125 mg, bisa juga cefotaxim 100 mg intramuskuler atau 25
mg/kgbb intravena/ intramuskuler setiap 12 jam selama 7 hari, bersihkan sekret dengan
povidone iodine, rujuk jika dalam 1 minggu tidak ada perbaikan, pada konjungtivitis klamidia
rentan pneumonia (beriken eritromisin 2x/ hari)
Konjungtivitis Akibat Bahan Kimia

 Akibat profilaksis gonorrhe (perak nitrat)


 S : iritasi ringan, mata berair, mata merah, terjadi dalam 24-48 jam

Konjungtivitis Bakterial pada Bayi

 Inkubasi lebih panjang, onset hari ke 4-28 awal kehidupan


 S : edema palpebra, mata merah, sekret purulent
 Infeksi klamidia : hari ke 5-14 setelah lahir, sekret agak cair dan berkembang jadi purulent,
bisa disertai selulitis preseptal, rhinitis, otitis, pneumonia
 Infeksi gonorrhe : terjadi 1-5 hari setelah lahir, terjadi injeksi konjungtiva hiperakut, kemosis/
edema konjungtiva, edema palpebra, sekret purulent massif, bila tidak ditangani bisa
menyebabkan ulserasi dan perforasi kornea

Konjungtivitis Viral pada Bayi

 Akut, dalam 1-14 hari setelah lahir


 Ada sekret serosanguinosa
 Dengan/ tanpa lesi kulit vesicular
 Gambaran ocular lainnya : keratitis, uveitis anterior, katarak, retinitis, neuritis optika
 Bisa disertai infeksi sistemik yang menyebabkan ikterik, hepatosplenomegali, pneumonitis dll.
 DD : sumbatan lacrimal duct (sama ada sekret lengket tapi bola mata tidak merah)
 Px Penunjang : usapan konjungtiva, pewarnaan gram (identifikasi diplokokus gram negative),
pewarnaan giemsa (identifikasi sel inflamatorik)

Trachoma

 Infeksi pada mata yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis


 Sering terjadi di daerah rural dengan hygiene buruk
 Penyebab utama kebutaan yang bisa dicegah
 Penularan : mata ke mata, bisa dengan perantara seperti lalat tapi jarang
 S : sensasi benda asing, mata merah, berair, sekret mukopurulen
 Px Fisik : ada folikel pada konjungtiva tarsal superior, folikel menjadi besar lalu nekrotik dan
sembuh dan menjadi sikatrik berbentuk linear/ stelata atau dapat berupa depresi limbus/
Herbert pits karena nekrosis dan involusi folikel, kelainan kornea (keratitis epitel, infiltrate
stroma perifer dan sentral dan pannus/ penumpukan sel radang di pembuluh darah pada
kornea sehingga kornea terkesan keruh), jaringan parut pada lacrimal duct dan konjungtiva,
hambatan alIran mata, trichiasis dan entropion
 Diagnosis ditegakkan dengan minimal 2 kelainan ini : folikel di konjungtiva tarsal superior,
folikel di limbus dengan sekuele terkait/ herbest pits, sikatrik pada konjuntiva tarsal, pannus di
limbus superior

Konjungtivitis Klamidia pada Dewasa

 E : klamidia trachomatis (yang menyebabkan urethritis)


 Penularan : autoinokulasi, sekret genital dari tangan ke mata
 S : mata merah, sekret serosa/ mukopurulen, folikel besar di forniks inferior/ konjungtiva tarsal
inferior, keratitis pungtata superior sering ditemukan, pembesaran KGB preaurikuler dan nyeri,
pada kasus kronis ditemukan sikatrik konjungtiva
Konjungtivitis Viral/ Adenovirus

 Self limiting dalam 2x4 minggu


 E : adenovirus, bisa juga herpes simplex virus, varicella zoster, picarno, moluscum
contagiosum dan HIV
 Mudah ditularkan, masih infeksius 10x12 hari setelah onset mata merah
 Penularan : langsung dari tangan, sekret mata, kontak droplet saluran nafas, tidak langsung
dari handuk/ kolam renang
 Klinis : ringan (konjungtivitis folikular akut non spesifik, sering terjadi), demam
faringokonjungtivitis (disebabkan oleh adenovirus tipe 3, 4, 7, ada demam, sakit kepala,
faringitis, konjungtivitis folikular dan adenopati pre-aurikular), berat (keratokonjungtivitis
epidemic karena adenovirus 8, 19, 37, ada folikel, kemosis konjungtiva, petekie, kadang
pendarahan sub-konjungtiva, keratitis/ erosi kornea geografik di sentral, konjungtiva tarsal ada
membrane/ pseudomembran), dan konjungtivitis adenovirus kronik/ relaps (jarang terjadi, ada
papil/ folikel non spesifik)
 Pada konjungtivitis kerato-epidemik ditemukan : pendarahan konjungtiva/ petekie, kemosis/
edema, pseudomembran

Konjungtivitis Alergi

 S : gatal, mata berair, kemosis/ edema


 Px Penunjang : lab akan ditemukan sel eosinophil, sel plasma, limfosit dan basophil
 T : hindari pencetus, beri astringen, sodium kromolin, steroid topical dosis rendah yang
disusul kompres dingin untuk menghilangkan edema, pada kasus berat bisa diberikan
antihistamin dan steroid sistemik
 Jenis : keratokonjungtivitis vernal dan konjungtivitis atopic
 Di negara 4 musim disebut konjungtivitis seasonal/ musiman dan perennial
 Giant papillary conjunctivitis bukan karena alergi tapi karena respon mekanik

Keratokonjungtivitis Vernal

 Didasari reaksi hipersentivitias tipe I dan IV, mengikuti perubahan musim


 Onset pada anak usia 7 tahun dah lebih sering pada laki-laki
 S : mata gatal, perih, berair, sering berkedip, fotofobia, sensasi benda asing, sekret mukoid
 Px Fisik : ditemukan hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal superior, gelatinous papillae,
horner-trantas dot (bintik putih kumpulan sel epitel dan eosinophil yang mengalammi
degenerasi)
 Jenis dan tanda klinis : tipe palpebral (injeksi konjungtival, hipertrofi papil difus pada tarsus
superior/ papil berukuran besar seperti cobblestone/ giant papillae), tipe limbal (limbus
menebal dengan beberapa tonjolan, di daerah tropis umumnya berat, ada horner-trantas dot)
dan tipe campuran
 Keratopati lebih sering pada tipe palpebral (erosi epitel pungtata superfisial, makroerosi epitel,
plak dan ulkus non infektif, sikatriks sub epitel bentuk oval dan warna abu, pannus pada
kornea superior dan kadang ada keratokonus)

Keratokonjungtivitis Atopik

 Jarang terjadi tapi bisa mengakibatkan kebutaan


 Prev : 20-40% penderita dermatitis atopic, 95% disertai eczema, 87% disertai asma
 E : hipersensitivitas tipe IV, usia 30-50 tahun lebih rentan
 Karena imunitas menurun, lebih rentan terkena infeksi herpes simplex dan s. aureus
 Perbedaan dengan keratokinjungtivitis vernal : usia penderita lebih tua, durasi penyakit
sepanjang tahun, papil berukuran kecil smp sedang dan lokasinya di konjungtiva superior dan
inferior, simblefaron menyebabkan fornix memendek, sekret lebih serosa, kornea mengalami
vaskularisasi luas dan keruh, erosi epitel pungtata pada sepertiga bawah kornea)
 Kelainan palpebra berupa kulit kering, eritema, keratinisasi, madarosis, blefaritis

Giant Papillary Conjunctivitis

 Mekanisme terjadi tidak jelas, diduga berhubungan dengan trauma mekanik berulang dari
penggunaan lensa kontak, reaksi hipersensitivitas bahan polimer lensa, mata kering dan
infeksi
 S : mata merah, gatal, sensasi benda asing, kadang visus menurun
 Px Fisik : ditemukan papil kecil kurang dari 0,3 mm pada konjungtiva tarsal superior, erosi
epitel pungtata, infiltrate dan vaskularisasi kornea perifer, papil lebih dari 0,3 mm sering
ditemukan pada pengguna lensa kontak lunak
 T : sesuai pennyebab, terapi suportif, kompres dingin, air mata buatan, vasokonstriktor dan
antihistamin bila gatal, cegah transmisi, hentikan pemakaian lensa kontak

Pendarahan Sub Konjungtiva

 E : trauma minor, riwayat pengobatan antikoagulan, hipertensi tidak terkontrol, batuk muntah
atau berkaitan dengan maneuver valsava
 Px Fisik : tampak ekstravasasi pembuluh darah terlokalisir, batas jelas, unilateral, daerah
konjungtiva sekitar tidak inflamasi, tidak ada sekret, tidak nyeri, tidak ada penurunan visus,
fotofobia, tidak ada sensasi benda asing
 T : darah akan resorbsi perlahan 2x3 minggu

Xeroftalmia

 Xeros artinya kering, dan oftalmia artinya mata


 Penyakit mata akibat defisiensi vitamin A, terjadi mata kering di selaput lender/ konjungtiva
dan selaput bening/ kornea
 E : defisiensi pada bayi atau anak bisa disebabkan oleh asupan gizi yang kurang, kurang ASI
eksklusif, pada dewasa bisa karena gangguan penyerapan vitamin A, diare dll.
 Vitamin A : larut dalam lemak diserap dalam bentuk retinol atau karoten, buah warna kuning,
sayuran hijau
 S : XN/ buta senja (pengelihatan menurun saat senja, mata terlihat normal), X1A/ xerosis
konjungtiva (mata kering, konjungtiva kering, berkeriput, berpigmentasi, permukaan terlihat
kasar dan kusam), X1B/ xerosis kojungtiva dan bercak bitot (tanda xerosis konjungtiva dengan
bercak putih seperti busa sabun atau keju di celah mata temporal/ nasal karena keratinisasi
epitel konjungtiva/ akantosis, kehilangan sel goblet, bercak terdiri dari keratin, bakteri
corynebacterium xerosis dan kadang jamur), X2/ xerosis kornea (awal muncul seperti pungtata
epitel superficial, pada tahap ini terapi akan menghasilkan kesembuhan sempurna dalam 1-2
minggu, permukaan kornea kering, lesi tebal, edema stroma, kornea keruh, bergranulasi dan
bergelombang), X3A/ ulkus kornea dengan xerosis (ukuran ulkus kurang dari sepertiga luas
kornea, jika mengenai stroma bisa terjadi perforasi kornea, dengan terapi akan meninggalkan
jaringan parut tipis atau ulkus), X3B/ keratomalasia/ pelunakan kornea (jarang ditemukan,
nekrosis stroma, ulkus luas, penipisan kornea, tekanan intra okuler meningkat, perforasi,
penyembuhan berupa jaringan parut di kornea), XS (penyembuhan dari ulkus kornea dan
keratomalasia), XN (vitamin A, sintesa pigmen rhodopsin pada sel pigmen retina, untuk proses
eksitasi fotoreseptor batang/ pengelihatan saat gelap)
 Px Penunjang : tes adaptasi gelap, kadar vitamin A dalam darah, jika kurang dari 20 mcg/ 100
ml maka defisiensi)
 T : hari pertama saat ditemukan hingga 2 minggu setelah ditemukan (1 kapsul vitamin A
sesuai usia), tetes mata antibiotic pada penderita X2, X3A, X3B, perbaiki gizi
 Kebutuhan vitamin A : anak 1500-5000 IU/ hari, dewasa 5000 IU/ hari
 T : dari K3 (berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral atau 100.000 IU Vitamin A injeksi, hari
berikutnya, berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral, 1 – 2 minggu berikutnya, berikan
200.000 IU Vitamin A secara oral)
K3 Kelainan pada Konjungtiva Lainnya

Konjungtiva : 3 bagian (tarsal, bulbi, fonix), vaskularisasi (arteri siliaris anterior dan palpebralis),
nervus (cabang pertama oftalmik nervus trigeminus), fungsi (produksi air mata, menyediakan oksigen
ke kornea, melindungi mata dengan mekanisme pertahanan spesifik dan non spesifik), lapisan epitel
(sel epitel silinder bertingkat superfisial dengan sel goblet yang mensekresi mukur, sel epitel silinder
bertingkat basal dengan sel epitel basal berwarna pekat dan dekat limbus bisa mengandung pigmen),
stroma konjungtiva (lapisan adenoid/ superficial dengan jaringan limfoid dan struktur seperti folikel
tanpa streum germinativum, lapisan fibrosa/ profundus yaitu jaringan penyambung yang melekat
pada lempeng tarsus), kelenjar (mucin : sel goblet, kripte henle, kelenjar manz, kelenjar aksesoris
lakrimalis : Krause dan wolfring)

Pterigium

 Pteron artinya sayap


 Pertumbuan jaringan fibrovaskuler pada konjungtiva yang bersifat degeneratif dan tumbuh
menginfiltrasi permukaan kornea (mengenai konjungtiva nasal/ temporal)
 Sering pada 20-30 tahun, ada riwayat paparan debu/ sinar matahari
 E : radiasi UVB
 FR : lingkungan, herediter, usia
 Faktor lainnya trauma kecil dari partikel tertentu, dry eyes, virus papilloma
 P : sinar UVB, menyebabkan ekspresi berlebihan sitokin (TGF beta dan VEGF), yang
mengatur regulasi kolagenase, migrasi sel, angiogenesis, menyebabkan perubahan
degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular
 Klasifikasi : tipe I (pterigium kecil , lesi sebatas limbus, lesi meluar kurang dari 2 mm dari
kornea), tipe II (lesi menutupi kornea sampai 4 mm, bisa primer/ rekuren setelah operasi,
berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmatisme/ mata silinder), tipe III
(pterigium primer/ rekuren dengan zona optic terlibat, lesi mengenai kornea lebih dari 4 mm
dan mengganggu aksis visual)
 Stadium : I (jika terbatas limbus kornea saja), II (jika melewati limbus tapi belum sampai pupil,
kurang dari 2 mm melewati kornea), III (melebihi stadium II tapi tidak melebihi pinggiran pupil
mata, diameter pupil 3-4 mm), IV (melewati pupil)
 S : mata berair, merah, panas, gatal, rasa mengganjal, gangguan pengelihatan
 Px Fisik : visus normal/ turun, pertumbuhan selaput segitiga dengan puncak di kornea, deposit
besi di ujung pterigium/ stoker line, gangguan pengelihatan jika pterigium mencapai pupil/
kornea astigmatisme
 Diagnosis : sesuai perjalanan penyakit (progresif/ resesif), berdasarkan stadium luas
 DD : pinguekula (benjolan di konjungtiva bulbi warna putih kuning keabuan di celah kelopak
mata nasal, ada degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva), pseudopterigium
(perlengketan konjungtiva bulbi dengan kornea yang cacat, warna sama dengan pterigium
putih kuning)
 T : derajat 1 dan 2 (steroid dan air mata buatan), lebih dari derajat 2 (bedah, teknik bare
sclera/ conjungtival limbal graft)
 Komplikasi : astigmatisme, scar konjungtiva dan kornea, distorsi dan pengelihatan sentral
berkurang, scar rectus medial, komplikasi post eksisi pterigium (infeksi, reaksi benang
diplopia, skar kornea, konjungtiva graft longgar, pterigium rekuren)
Pinguekulitis

 Radang pinguekula/ nodul kuning pada kedua sisi kornea, lebih sering sisi nasal di daerah
aperture palpebra
 Nodul : jaringan hialin dan elastis, jarang membesar tapi radang sehingga disebut pinguekulitis
 E : paparan sinar matahari berlebih, paparan angina, debu, UVB, genetik
 Faktor lainnya : dry eye, iritasi kronik, inflamasi kronik
 P : faktor risiko/ etiologi menyebabkan epitel yang normal menipis/ menebal sehingga terjadi
degenerasi/ degradasi serat kolagen dan degenerasi hialin yang akan membentuk deposit dan
pembengkakan jaringan datar yang disebut pinguekula
 Histologis : degenerasi jaringan kolagen pada stroma konjungtiva dengan lapiran epitel tipis di
permukaan dan kadang ada kalsifikasi
 S : mata kering, rasa mengganjal, pembuluh darah bengkak/ melebar, mata merah
 Px Fisik : ditemukan konjungtiva bulbi (bercak degenerasi warna putih kuning), visus normal,
lokasi sering di arah jam 3 atau jam 9, bilateral
 T : hindari paparan UVB, debu dan angina, kompres dingin untuk inflamasi, lubrikasi untuk
iritasi (liters 3 ettes x10DS), tekanan intra okuler (steroid topical fluorometholone/ rimexolone/
loteprednol selama 2 minggu lalu cek, tiap 4 minggu selama 2-3 bulan), rekuren (eksisi/
operasi)
 Komplikasi : pre-op (mata merah, iritasi, scar kronis, distorsi, scar otot rectus medial yang
menyebabkan diplopia), saat operasi (perforasi korneosklera,edema dan hemorrhage graft,
graft retraksi, kista inklusi epitel, granuloma konjungtiva, jahitan longgar, korneoskleral dellen,
skar kornea dan astigmatisma, disinsersi otot rektus), post-op (rekurensi pinguekula)

Lapisan air mata : fungsi (melicinkan kornea, membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea
dan konjungtiva, menghambat pertumbuhan mikroorganisme), lapisan tipis lipid superficial (oleh
kelenjar meibom, untuk menahan evaporasi dan mempertahankan penyebaran air mata), lapisan
tengah aqueous (kelenjar lakrimalis utama, kelenjar Krause, wolfring), lapiran terdalam musin
hidrofilik (sel globlet konjungtiva dan epitel permukaan okuler lewat ikatan jaringan longgar dengan
glikokalik dari epitel konjungtiva untuk menyebarkan air mata ke seluruh epitel kornea)

Dry Eye Syndrome

 Gangguan permukaan mata karena ketidakstabilan produksi dan fungsi lapisan air mata
 E : hipofungsi kelenjar lakrimal (kongenital/ aplasia kelenjar, sistemik/ sindrom sjorgen, infeksi/
trakoma, trauma/ pengangkatan kelenjar lakrimal, medikasi/ atropine, defisiensi musin,
kelainan palpebra/ konjungtiva, proptosis)
 P : iritasi karena pemakaian lensa kontak/ VDT melepaskam neuropeptide yang menyebabkan
inflamasi sehingga terjadi paralisis glandular yang menyebabkan defisiensi air mata, atau
disfungsi kelenjar menyebabkan kurangnya air mata sehingga tear film hyperosmolar dan
terjadi inflamasi
 Klasifikasi : defisiensi aquos (produksi kurang, evaporasi normal), evaporation dry eye
(produksi normal, evaporasi berlebih)
 S : mata perih, nyeri, gatal, kering, kelopak mata lengket sebelum bangun tidur, mata murah
merah, mata sering mengeluarkan kotoran, fotofobia, pandangan kabur/ tidak focus, sensasi
berpasir
 Px Penunjang : tes slitlamp (terputus/ tidak ada miniskus air mata pada tepi palpebra inferior,
benang mukus kental kuning di fornix konjungtiva, konjungtiva bulbi tidak ada kilau normal,
bisa menebal/ hiperedema/ hiperemi), tes schimmer, tear film break up time, tes ferning mata,
sitology impresi, pemulasan bengal rouse dan fluorescein, uji kadar lisosim air mata,
osmolalitas air mata, laktoferin
 T : air mata buatan, salep mata sebelum tidur, vitamin A topical untuk memulihkan metaplasia
permukaan mata, bedah (punctual plug)
 Komplikasi : pada kasus awal pengelihatan terganggu, kasus lanjut bisa timbul ulkus kornea,
penipisan kornea hingga perforasi, infeksi bakteri sekunder bisa terjadi (menghasilkan jaringan
parut dan penurunan vaskularisasi pada kornea dan penurunan visus

Xeroftalmia (sudah di K2)


K4 Kelainan pada Kornea

Keratitis

 Radang pada epitel kornea bisa dengan/ tanpa erosi kornea


 E : infeksi virus, bakteri, jamur, hipersensitivitas, reaksi toxic thdp obat topical
 Faktor predisposisi : blefaritis, infeksi ocular appendages, perubahan barrier epitel kornea,
penggunaan lensa kontak, lagoftalmos, gangguan neuroparalytic, trauma, agen
imunosupresan topical/ sistemik
 P : lesi pada kornea, pathogen menyerang dan berkoloni di stroma hingga mata jadi merah,
ada infiltasi antibody, membentuk opacity di kornea dan entry point akan melebar sehinga
terlihat infiltrate kornea, pathogen menyebar ke seluruh kornea, iritasi anterior chamber
dengan hipopion
 S : mata merah, silau/ fotofobia, berair, mata kabur, sensasi benda asing
 Trias : lakrimasi, fotofobia, blefarospasme/ kelainan kontraksi otot kelopak mata
 Px Fisik : ditemukan blefarospasme, penurunan visus, infeksi konjungtival dan pericorneal,
kornea keruh karena infiltrate
 Px Penunjang : fluorescin test positif (bentuk dendritic pada herpes), slit lamp, sensibilitas
kornea, pengecatan gram dan KOH dari kerokan kornea
 T : antibiotic untuk bakteri, antiviral untuk virus, antijamur untuk jamur, siklopegik (untuk pupil
karena akan sensitive terhadap cahaya)

Keratitis Herpes Simplex

 E : herpes simplex
 S : mata kabur, berair, sensitive cahaya
 Px Fisik : blefarospasme, injeksi pericorneal, gambaran dendritif, sensasi kornea menurun/
negative
 T : antiviral topical/ sistemik
 Bisa meninggalkan scar dan perforasi

Keratitis Herpes Zoster

 E : herpes zoster
 S : nyeri, mata berair, fotofobia, mata kabur
 Px Fisik : vesikel unilateral/ setengah wajah, edema palpebra, injeksi konjungtival, erosi
kornea
 Px Penunjang : tes fluorescein positif
 T : antiviral sistemik dan neurotropic, tetes mata antibiotic, tetes mata antiinflamasi

Ulkus Kornea

 Hilangnya sebagian permukaan kornea karena kematian jaringan kornea


 E : infeksi, non infeksi
 Jenis : sesuai lokasi (ulkus sentral dan perifer)
 Ulkus sentral : sering karena virus dan jamur
 Px Penunjang : slit lamp, tes fluorescin (bentuk cincin), sensibilitas kornea, pengecatan gram
dan KOH pada kerokan kornea
 T : antibiotic untuk bakteri, antiviral untuk virus, antijamur untuk jamur, siklopegik (untuk pupil
karena akan sensitive terhadap cahaya)

Edema Kornea

 Terkumpulnya cairan di dalam kornea sehingga terjadi pembengkakan kornea yang


mengakibatkan kornea menjadi keruh
 E : dehidrasi, infeksi, gangguan endotel, operasi mata, luka/ trauma, tekanan intra okuler
meningkat, kelainan endothelial fuch’s, radang kronis
 S : pandangan kabur/ terdistorsi, mata tidak nyaman, fotofobia, peka terhadap partikel asing,
nyeri hebat karena kerusakan saraf mata, kornea keruh
 Px Penunjang : tes placido
 T : tergantung penyebab, larutan hipertonik, salep mata, asetazolamid jika tekanan intra okuler
meningkat, keratoplasti

Xeroftalmia (sudah di K2)


K5 Kelainan pada Iris dan Sklera

Uveitis

 Uveitis adalah inflamasi dari uveal tract dan struktur sekitarnya


 Uveal tract terdiri atas : iris, badan silier dan koroid
 Klasifikasi : anterior uveitis/ iritis (inflamasi iris), intermediate uveitis (inflamasi badan silier,
retina perifer dan base vitreous), posterior uveitis (inflamasi koroid dan retina), panuveitis
(inflamasi seluruh uveal tract)
 E : autoimun, infeksi, limfoma (neoplastic, masquerade syndrome), traumatic, post-op
 Bisa akut/ kronis, bilateral/ unilateral, 50% kasus tidak jelas penyebabnya dan dianggap
autoimun
 Px Penunjang : FBC/ darah lengkap, ESR/ erythrocyte sedimentation rate, CRP/ c-reactive
protein, serologi sifilis, chest x-ray untuk deteksi sarcoidosis
 Komplikasi : katarak, glaucoma, kehilangan pengelihatan permanen (neuropati optic,
kerusakan macula karena edema kronis, lepasnya retina)
 Khas perjalanan penyakit 2-4 minggu

Uveitis Autoimun

 E : idiopatik
 Sympathetic opthalmia (bilateral, granulomatous uveitis)
 Berkaitan dengan penyakit sistemik (HLA-B27 seperti crohn’s disease, ulcerative colitis,
ankylosing spondylitis, reiters syndrome, berkaitan juga dengan sarcoidosis, behcets disease,
juvenile idiopathic arthritis, collagen vascular disease seperti wegener’s granulomatosis,
polyarteritis nodosa)

Infectious Uveitis

 Bakteri : sifilis, tuberculosis, post endoftalmitis kronis dari propionobacterium acnes


 Virus : herpes simplex, varicella zoster
 Protozoa : toxoplasmosis, toxocariasis
 Fungi : candida

Uveitis Anterior Akut

 Peradangan mengenai iris dan jaringan badan siliar (iridosiklitis) biasanya unilateral dengan
onset akut
 S : merah, nyeri, fotofobia
 Px Fisik : ditemukan circumcorneal hiperemi/ injection, miosis, posterior synechiae/ iris
melekat ke lensa, adanya cell dan flare di anterior chamber, presipitasi keratin, kadang
tekanan intra okuler tinggi
 T : corticosteroid topical, dilating drops untuk nyeri dan mencegah posterior synechiae
(cyclopentolate, atropine), antiglaucoma jika perlu, injeksi steroid conjunctival jika dengan tetes
mata tidak berhasil

Uveitis Intermediate
 S : floaters/ bayangan benda berukuran kecil hingga besar yang tampak melayang-layang
pada penglihatan, mata kabur secara bertahap, tidak nyeri
 Px Fisik : sel inflamasi berwarna putih di vitreous, cystoid macular edema, vasculitis retina
perifer

Posterior dan Pan Uveitis

 Posterior uveitis juga disebut choroiditis


 E uveitis posterior : trauma, pasca bedah, infeksi melalui sebaran darah seperti TBC, syphilis
dan toksoplasma, penyakit autoimun seperti oftalmia simpatikum,VKH, easles Cisease
 S : mata kabur akut/ bertahap, floaters/ bayangan benda berukuran kecil hingga besar yang
tampak melayang-layang pada penglihatan, kadang nyeri
 Px Fisik : choroiditis, optic disc bengkak, vasculitis retina, vitritis, inflamasi anterior chamber
(pada panuveitis)
 T : corticosteroid (injeksi periokuler, oral, metilprednisolone intravena pada kasus berat),
imunosupresan sistemik (cyclosporine, tacrolimus, mycophenolote mofetil, azathioprine,
methotrexate, monitor efek samping)

Sclera : pada 5/6 bagian posterior bola mata, lapiran luar ditutupi kapsul tenons dan konjungtiva
bulbar di anterior, permukaan dalam kontak dengan choroid dan suprachoroidal space, umumnya
lebih tipis pada anak-anak dan wanita, lapisan tertipis ada di insersi EOM/ extraocular muscle, secara
histologis ada 3 lapiran (jaringan episclera yang tipis dengan bnyk vascular-fibroblast-makrofag-
limfosit, sclera proper yang avascular dengan banyak collagen bundles, lamina fusca bagian paling
dalam yang bergabung dengan suprachoroidal dan supraciliary lamina dari uveal tract, berwarna
coklat karena ada sel pigmen)

Episkleritis

 Inflamasi rekuren benign dari episclera yang melibatkan kapsul tenons, tidak sclera proper
 Reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara konjungtiva dan permukaan sklera
 Sering pada dewasa muda, terutama wanita
 E : seringkali idiopatik, penyakit sistemik (gout, psoriasis, penyakit jaringan ikat),
hipersensitivitas (terhadap tuberculosis dan protein streptokokus), infeksi (herpes zoster, sifilis,
lyme disease, tuberculosis)
 Jenis : simple dan nodular
 S : mata kering, sakit ringan, rasa mengganjal, konjungtiva kemotik
 Px Fisik : ditemukan benjolan setempat batas tegasdan warna merah ungu dibawah
konjungtiva, jenis simple (ditemukan keterlibatan sectorial episklera dan pembuluh episclera
yang terlibat terlihat secara radial), jenis nodular (terlihat nodul pink/ ungu yang flat dikelilingi
injeksi, bergerak terpisah dengan sclera)
 DD : simple episcleritis (konjungtivitis), nodular (pinguekulitis, bengkak dan kongesti karena
corpus alienum dan scleritis)
 T : air mata buatan topical, NSAID (topical/ sistemik), tetes mata kortikosteroid (topical),
kompres dingin)
 Komplikasi : scleritis
 Main Points : di episklera, ada inflamasi, ada infiltrasi leukosit, nyer lebih ringat, blanching
dengan phenylephrine, tidak menyebabkan kerusakan bola mata, tidak ada glaucoma
sekunder, kongesti pembuluh episklera

Skleritis
 Inflamasi pada sclera, ering pada wanita dan usia 40-70 tahun
 E : idiopatik, gangguan kolagen autoimun, gangguan metabolic, penyakit granulomatous,
infeksi, penyakit jaringan ikat, pasca herpes, sifilis, dan gout, kadang-kadang disebabkan
tuberkulosis, bakteri (pseudomonas), sarkoidosis, hipertensi, benda asing, dan pasca bedah
 Jenis : anterior (non necrotizing : diffuse dan nodular, necrotizing : dengan atau tanpa
inflamasi), posterior
 S : nyeri sedang hingga berat, pasien sering terbangun di pagi hari, nyeri hingga alis, dahi dan
rahang, mata kemerahan terlokalisir atau difus, fotofobia dan lakrimasi ringan hingga sedang,
pengelihatan menurun
 Px Fisik : jenis anterior difuse (area terlibat warna pink/ ungu), jenis anterior nodular (ada
nodul ungu yang tidak mobile dekat limbus, kadang sebagai ring scleritis), jenis anterior
necrotizing dengan inflamasi (inflamasi berat local, area infark karena vasculitis, area nekrosis
tipis), jenis anterior necrotizing tanpa inflamasi (patch kuning dari sclera, terlihat bagian sclera
tipis dari jaringan uveal)
 Px Penunjang : histopatologi (gangguan granulomatous kronis, nekrosis fibrinoid, kehancuran
collagen dengan infiltrasi), hitung leukosit total, hitung leukosit diferensial, eritrosit
sedimentation rate, level serum komplemen, level faktor rheumatoid, ANA, tes sel lupus
eritematosus, FTA-ABS, VDRL, analisis urine, mantoux test, serum asam urat untuk gout, x-
ray thorax
 T : antiinflamasi steroid/ nonsteroid/ obat imunosupresif lainnya, jenis non necrotizing (tetes
mata steroid topical/ sistemik, indomethacin 75 mg 2x/ hari hingga inflamasi berhenti), jenis
necrotizing (steroid topical dan oral dosis tinggi), jika tidak respon (ganti dengan methotrexate/
cyclophosphamide), hati-hati steroid konjungtiva bisa menyebabkan penipisan sclera dan
perforasi
 Komplikasi : keratitis sclerosa, keratolisis, katarak complicated, glaucoma sekunder (tambahan
buku ajar oftalmologi fkui : keratitis perifer, glaukoma, granuloma subretina, uveitis, ablasi
retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia)
 Main points : di sclera, ada inflamasi dengan nekrosis, ada infiltrasi limfosit, nyeri berat, tidak
ada blanching, menyebabkan penipisan sclera, ada glaucoma sekunder, kongesti deep
vascular plexus, dan sedikit kongesti di pembuluh episklera

Tumor Iris

 Adanya massa di iris


 Jenis : melanoma, naevus
 Iris melanoma : jarang, 8% dari melanoma uveal, pada usia 50-60 tahun, pertumbuhan lambat,
keganasan rendah, prognosis baik, terlihat massa dengan vaskularisasi, biasanya nodul
berpigmen dengan diameter setidaknya 3 mm, kadang bisa tanpa pigmen, terjadi distorsi
pupil, ectropion uvea, katarak, DD (iris naevus besar, leiomyoma, adenoma epitel pigmen,
kista iris primer, melanoma badan silier, metastase ke iris), T (tumor kecil dengan broad
iridectomy/ pemotongan iris agar tidak menyebar, jika ada invasi ke angle dilakukan
iridocycletomy, tumor yang tidak bisa direseksi dilakukan radioterapi atau enukleasi)
 Iris naevus : benign, jenis typical (berpigmen, kadang flat/ elevated, diameter kurang dari 3
mm, kadang ada distorsi pupil dan ectropi uvea), jenis diffuse (ada kripta iris obscure, bisa
menyebabkan heterokromia hyperkromik ipsilateral, kadang berkaitan dengan cogan-reese
syndrome)
K6 Nyeri Hebat pada Mata

Glaukoma

 Neuropati optic kronis dengan cupping optic disc, gangguan lapang pandang dan peningkatan
tekanan intra okuler

Glaucoma Akut Sudut Tertutuo

 Iris terdorong ke depam/ iris bombe


 P : ada sumbatan di sudut bilik mata depan oleh iris perifer, menyebabkan aliran aqueous
humor tersumbat, tekanan intra okuler meningkat hingga 60-80 mmHg, terjadi kerusakan
iskemik akut pada iris
 S : nyeri hebat, kemerahan, pandangan kabur mendadak, mual muntah, melihat halo
 Px Fisik : bilik mata depan dangkal termasuk mata sebelahnya, kornea edema dan berkabut,
pupil mid-dilatasi, dan injeksi pembuluh darah siliaris/ pericorneal

Glaukoma Dolorosa (tidak ada di kuliah)

Glaukoma Absolut (tidak ada di kuliah)

Endoftalmitis

 Radang pada struktur bagian dalam bola mata


 E : infeksi (sering, karena bakteri, fungi, parasit, virus), pasca operasi katarak, trauma tembus,
reaksi alergi, corpus alienum intraokuler
 S : nyeri hebat, pengelihatan kabur, kemerahan konjungtiva dan episklera di bawahnya,
hipopion
 T : injeksi antibiotic intravitreal, vitrektomi pars plana, eviscerasi

Hipopion

 Adanya sel inflamasi di bilik mata depan, berupa eksudat leukositik, menunjukkan radang uvea
anterior
 E : radang (infeksi dan non infeksi)
 P : sel yang keluar menumpuk di area inferior kornea karena gravitasi
 S : mata merah
 T : sesuai penyebab

Tambahan dari Buku Ajar Ilmu Penyakit Mata FKUI edisi ke-4

Glaukoma

 Glaukos artinya hijau kebiruan (kesan warna pupil penderita glaucoma)


 Glaucoma ditandai dengan peningkatan tekanan intra okuler, atrofi papil saraf optic dan
lapang pandang menciut
 P : bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar, atau berkurangnya pengeluaran
cairan mata di sudut bilik mata atau celah pupil
 Glaucoma bisa menyebabkan degenerasi papil saraf optic yang berakhir dengan kebutaan
 Klasifikasi menurut Vaughen : primer (sudut terbuka/ simplex dan sudut sempit), kongenital
(primer/ infantile, sekunder/ menyertai kelainan kongenital lainnya), sekunder (perubahan
lensa, kelainan uvea, trauma, bedah, rubeosis, steroid dll.), absolut

Glaucoma Absolut

 Stadium akhir glaucoma (sudut terbuka/ sempit) dimana terjadi kebutaan total karena
tekanan bola mata menyebabkan gangguan fungsi
 S : nyeri, mata keras, kebutaan
 Px Fisik : kornea keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan extravasasi glaukomatosa,
mata keras seperti batu
 T : sinar beta pada badan siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar/
pengangkatan bola mata karena sudah tidak berfungsi dan hanya menyebabkan rasa sakit
 Komplikasi : neovaskularisasi iris hingga glaucoma hemoragik

Anda mungkin juga menyukai