Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 2 Tahun
Alamat : Panguragan
Agama : Islam
Tgl. Pemeriksaan : 27 Oktober 2020

IDENTITAS ORANG TUA


Nama : Ny. M
Usia : 35 tahun
Alamat : Panguragan
Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan pasien : Ibu Kandung Pasien

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
BAB cair
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun diantar oleh kedua orang tuanya
dengan keluhan BAB cair > 5 x sejak 1 hari yang lalu, disertai sedikit ampas,
jumlah setiap kali BAB tidak begitu banyak, tidak berlendir, tidak terdapat darah,
berwarna kuning dan tidak seperti air cucian beras. Pasien juga mengeluhkan
muntah sebanyak 3x berisi makanan yang dimakan dan tidak ada darah. Selama
BAB cair dan muntah ibu pasien mengatakan anaknya terlihat lemas dan rewel
dari biasanya, serta terlihat lebih haus dari biasanya. Keluhan disertai demam
2

sejak 2 hari yang lalu, demam dirasakan terus menerus, tidak begitu tinggi dan
tidak menggigil. Nafsu makan berkurang, tidak disertai batuk, kejang, BAK tidak
ada keluhan.
Pasien sudah berobat ke puskesmas di berikan obat diare, muntah dan
penurun panas. Namun diare tidak kunjung membaik. Akhirnya pasien di bawa ke
RS.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Riwayat Kehamilan
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pada saat hamil ibu
berusia 32 tahun. Tidak ada riwayat keguguran sebelumnya. Usia kehamilan
hingga 9 bulan. Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya sebulan sekali ke
bidan dan posyandu sejak usia kehamilan 4 minggu. Selama kehamilan ibu pasien
tidak pernah mengalami tekanan darah tinggi, kejang, muntah berlebih, tidak
demam, tidak pernah mengalami perdarahan melalui jalan lahir, tidak meminum
jamu, tidak merokok, dan tidak pernah meminum-minuman yang mengandung
alkohol. Makan 3 kali sehari, seporsi lengkap dengan nasi dan lauk.
Riwayat Persalinan
Pasien lahir dari ibu G2P0A0 secara spontan ditolong oleh bidan, usia
kehamilan cukup bulan, lahir dengan prentasi kepala, bayi langsung menangis
kuat, berat badan 3700 gram.
Riwayat Pasca Persalinan
Bayi tidak kuning, tidak demam, tidak kejang dan ibu rutin membawa
pasien ke posyandu.
3

Riwayat Imunisasi

Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak


Perkemabangan
• 5 bulan  pasien bisa tengkurap
• 6 bulan  duduk
• 8 bulan  berdiri
• 12 bulan  mulai bisa berjalan sedikit
• 13 bulan  sudah bisa berjalan
• Kesan  perkembangan (motorik kasar) pasien normal
Pertumbuhan
• Berat badan : 11 kg
• Gigi tumbuh : rahang bawah 10 gigi dan rahang atas 10 gigi
Riawayat Nutrisi
• 0-4  ASI
• 4-6  ASI, Bubur Susu
• 6-9  ASI, Bubur Susu, Tim Halus
• 9-12 ASI, Tim Kasar
• 12- sekarang  memakan sesuai pola keluarga
4

C. PEMERIKSAAN FISIK
a. STATUS INTERNA
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, lemas, rewel
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign :
Nadi : 104 x/menit reguler, kuat angkat, isi cukup
RR : 36 x/menit, reguler
Suhu : 37,8o C, axillar
Status Antropometri
BB : 11 Kg
TB : 90 cm
Status Gizi
BB/U : didapatkan -2 .(-2 s/d +2 ) gizi baik
BB/TB : didapatkan -1 ( -2 s/d +2) Normal
TB/U : didapatkan 0  (-2 s/d +2) Normal
Status Generalis
Kulit : pucat (-), sianosis (-)
Kepala : normochepal, rambut hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata
cekung(-/-)
Hidung : sekret (-), darah/epistaksis (-)
Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-), bibir dan lidah terlihat agak
kering
Leher : pembesaran KGB (-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
kuat angkat
Perkusi : batas kiri jantung ics 5 LMCS, batas kanan jantung ics 4
5

LPSD, batas pinggang jantung ics 2 LPSS, batas paru


hepar ics 6
Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, suara tambahan (-), bising (-)
Pulmo
Anterior
Inspeksi : gerak simetris
Palpasi : fokal fremitus dextra=sinistra
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : pembesaran (-)
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba. nyeri tekan (-), turgor <
Kulit kembali lambat
Perkusi : timpani (+)
Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), capillary refill <2 detik
6

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Darah Rutin

Hemoglobin 13.1 10.1 – 12.9 gr/dL

Leukosit 24.3 6 – 17.5 ribu

Eritrosit 4.74 3.2-5.2 juta

Hematokrit 36.9 32 – 44%

Trombosit 273 229 – 553 ribu/mm3

Feses Rutin

Makroskopis

Warna Kuning

Konsistensi Lembek

Lendir (-) -

Darah (-) -

Mikroskopis

Leukosit (-)

Eritrosit (-) 0-1

Amoeba (-) -

Telur cacing (-)

Sisa makanan (+)

E. DIAGNOSIS BANDING
GEA dehidrasi ringan-sedang e.c virus
GEA dehidrasi ringan – sedang e.c bakteri
GEA dehidrasi ringan-sedang e.c parasite
7

F. RESUME
keluhan BAB cair > 5 x sejak 1 hari yang lalu, disertai sedikit ampas,
jumlah setiap kali BAB tidak begitu banyak, tidak berlendir, tidak terdapat darah,
berwarna kuning dan tidak seperti air cucian beras. Muntah (+), demam (+), lemas
(+), nafsu makan berkurang (+). Pada pemeriksaan didapatkakn peningkatan suhu
yaitu 37,8 C, bibir tampak sedkit kering dan turgor pada kulit sedikit menurun.
Pada hasil laboratorium ditemukan leukositosis.
G. DIAGNOSIS KERJA
GEA dehidrasi ringan – sedang e.c bakteri
H. PENATALAKSANAAN
 Inf, KAEN 3B 14 tpm
 Inj. Ondansentron 2x1,1 mg IV
 Ceftriaxon 2x550 mg IV
 Inj. Ranitidine 2x11 mg IV
 Lacto-Bio 2x1 sachet
 Zink 1x20 mg
I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad santionam : Dubia ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
8

Diare adalah buang air besar encer lebih dari 3x sehari baik disertai
lendir dan darah maupun tidak. Diare akut adalah buang air besar lembek
/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering biasanya
(biasanya dalam sehari 3 kali atau lebih) dan berlangsung kurang dari 7 hari.
2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, 20-35 juta kejadian diare terjadi setiap tahunnya. Di
dunia sebesar 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare, di mana
sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Penyakit diare
adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di
seluruh dunia, yang menyebabkan 1 miliar kejadian sakit dan 3-5 juta
kematian setiap tahunnya. (Parashar,2003).
Di Indonesia dilaporkan bahwa setiap anak mengalami diare sebanyak 1-
2 episode per tahun (Depkes, 2003). Berdasarkan survei demografi kesehatan
Indonesia tahun 2002-2003, prevalensi diare pada anak – anak dengan usia
kurang dari 5 tahun di Indonesia adalah : laki-laki 10,8% dan perempuan
11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi terjadi pada usia 6-11
bulan(19,4%), 12-23 bulan (14,8) dan 24-35 bulan (12,0) (Biro pusat statistik,
2003).
Berdasarkan laporan WHO 2003, kematian akibat diare di negara
berkembang telah turun dari 4,6 juta tahun 1982 menjadi 2,5 juta kematian
pada tahun 2003. Di Indonesia angka kematian diare juga telah turun tajam
dari 40% tahun 1972 menjadi 24,9 pada tahun 1980, 10% tahun 1985 hingga
7,4 % tahun 1996 dari semua kasus kematian. Walaupun angka kematian
karena diare telah turun, angka kesakitan karena diare tetap tinggi baik di
negara maju maupun di negara berkembang.
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak
saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih
sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang
banyak dalam waktu yang singkat.
2.3 Etiologi
1) Faktor Infeksi
9

a. Infeksi enteral (infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan


penyebab utama diare)
 Infeksi bakteri : vibrio, E. coli, salmondla, shigella, campylo
bacter,yersinia, aeromonas, dan sebagainya
 Infeksi virus : enterovirus, adenovirus, rotavirus, astrovirus, daii
lain-lain
 Infeksi parasit : cacing (ascaris), protozoa (entamoeba
histolytica,giardia lamblia, tricomonas hominis dan jamur (candida
albicans)
b. Infeksi parenteral (infeksi diluar alat pencernaan) seperti: OMA
(Otitis Media Akut), tonsilitis, tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitis, dan sebagainya (sering terjadi pada bayi dan umur
dibawah 2 tahun)
2) Faktor Malabsorpsi
a. Malabsorbsi karbohidrat
 Disakarida ; intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa
 Monosakarida: intoleransi glukosa, fruktosadan galaktosa
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3) Faktor Makanan
Makanan besi, beracun, alergi terhadap makanan
4) Lain-lain
a. Imunodefisiensi
b. Gangguan psikologis (cemas dan takut)
c. Faktor-faktor langsung:
 KKP (Kurang Kalori Protein)
 Kesehatan pribadi dan lingkungan
 Sosioekonomi
2.4 Cara Penularan
10

Cara penularan diare umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak
langsung tangan dengan penderita atau barang – barang yang telah tercemar
tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 4 F = finger, flies,
fluid, field).

2.5 Patofisiologi
Ada 2 prinsip meaknisme terjadinya diare cair, yaitu sekretorik dan
osmotik. Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik
lebih sering ditemukan pada infeksi saluran cerna. begitu pula kedua
mekanisme tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak.
1. Diare Osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara
lumen usus dengan cairan ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap,
menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal
tersebut bersifat hipertoni dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat
perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka pada
segmen usus jejunum yang bersifat permeable, air akan mengalir kea rah
jejunum, sehingga akan banyak terkumpul air dalam lumen usus. Na akan
mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul
cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian kecil
cairan ini akan dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di
lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa,
sucrose, lactose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan
absorbs kolon, sehinga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dan
jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlabihan
akan memberikan dampak yang sama.

2. Diare Sekretorik
11

Diare sektorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus
halus yang terjadi akibat gangguan absorbs natrium oleh vilus saluran
cerna, sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat.
Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja
cair. Diare sekretorik ditemukan diare yang disebabkan oleh infeksi
bakteri akbat rangsangan pada mukosa usus halus oleh toksin E.coli atau
V. cholera.01.7
Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. beda
osmotik dapat dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena
Natrium ( Na+) dan kalium (K+) merupakan kation utama dalam tinja,
osmolalitas diperkirakan dengan mengalikan jumlah kadar Na + dan K+
dalam tinja dengan angka 2. Jika diasumsikan osmolalitas tinja konstan
290 mOsm/L pada tinja diare, maka perbedaan osmotic 290-2 (Na++K+).
Pada diare osmotik, tinja mempunyai kadar Na+ rendah (<50 mEq/L)dan
beda osmotiknya bertambah besar (>160 mOsm/L). Pada diare sekretorik
tinja diare mempunyai kadar Na tinggi (>90 mEq/L), dan perbedaan
osmotiknya kurang dari 20 mOsm/L

Karakteristik Osmotik Sekretorik

Volume tinja <200 ml/hari >200 ml/hari

Puasa Diare berhenti Diare berlanjut

Na+ tinja <70 mEq/L >70 mEq/L

Reduksi (+) (-)

pH tinja <5 >6

Tabel 1. Perbedaan Diare Osmotik dan Sekretorik

Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin


bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam
empedu bentuk dihidroxy, serta asam lemak rantai panjang. Toksin
penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan
konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++ yang selanjutnya akan
12

mengaktifasi protein kinasi. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan


fosforilase membrane protein sehingga mengakibatkan perubahan saluran
ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan
aktivitas pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen usus
bersama Cl-.
3. Gangguan Motilitas
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi
perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik
peningkatan ataupun penurunan motilitas keduanya dapat menyebabkan
diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau
yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan
meningkatkan absorbsi, Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan
statis intestinal bearkibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan
malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery
diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable
pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
tirotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan berbagai peyakit lain.
4. Proses Inflamasi di Usus Halus dan Kolon
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air,
elektrolit, mucus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah
putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini
berhubungan dengan tipe diare laina seprti diare osmotik dan sekretorik
2.6 Manifestasi Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainya bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi
neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah.
Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit
ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga akan meningkat bila
13

ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolic, dan
hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena
dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila
tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisistas plasma
dapat berupa dehidrasi isotonic, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau
dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi,
dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan diare
inflammatory. Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut
bagian bawah serta rectum menunjukkan terkenanya usus besar. Mual dan
muntah adalah gejala yang nonspesifik, akan tetapi muntah mungkin
disebabkan oleh karena mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna
bagian atas seperti virus, bakteri yang memproduksi enteroroksin, Giardia,
dan Cryptosporidium. Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory
diare. Biasanya penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut
periumbilikal tidak berat, diare cair menunjukan bahwa saluran makan bagian
atas yang terkena. Oleh karena pasien immunocompromised memerlukan
perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit.

3
14

Gejala klinis Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera

Masa Tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam

Panas + ++ ++ - ++ -

Mual, muntah Sering Jarang Sering + - Sering

Nyeri perut Tenesmus Tenesmus, Tenesmus,kolik - Tenesmus, Kramp


kramp kramp

+ -
Nyeri kepala - + - -
>7hari variasi
lamanya sakit 5-7 hari 3-7 hari 2-3 hari 3 hari

Sifat tinja:

Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak

Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus


menerus

Cair
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek
-
Darah - + Kadang - +
Amis khas
Bau Langu - Busuk - -
Seperti air
Warna Kuning Merah- Kehijauan Tak Merah-
cucian beras
hijau hijau berwarna hijau
-
- + - -
Leukosit +
-
anorexia Kejang+ Meteorismu Infeksi
Lain-lain Sepsis +
s sistemik+

Tabel 2. Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab

2.7 Diagnosis
15

A. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan lama diare, frekuensi, volume,
konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai
muntah ditanyakan juga volume dan frekuensinya; kencing seperti biasa,
berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir; makanan
dan minuman yang diberikan selama diare; adakah panas atau penyakit
lain yang menyertai (seperti batuk, pilek, otitis media, campak), tindakan
yang telah dilakukan ibu selama anak diare (memberi oralit, membawa
berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan obat-obatan yang
diberikan), serta riwayat imunisasinya
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu
dicari tanda-tanda dehidrasi, seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak,
mata cekung atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa
mulut dan lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia.
Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat
menentukan derajat dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau
derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara objektif yaitu dengan
membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare, atau subjektif
dengan menggunakan kriteria WHO dan MMWR

Symptom Minimal atau tanpa Dehidrasi ringan- Dehidrasi berat,


dehidrasi, sedang, kehilangan
16

kehilangan BB<3% BB 3%-9% kehilangan BB>9%

Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, Apatis, letargi, idak


irritable sadar

Denyut jantung Normal Normal meningkat Takikardi, bradikardi


(kasus berat)

Kualitas nadi Normal Normal melemah Lemah, kecil tidak


teraba

Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam

Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Air mata Ada Berkurang Tidak ada

Mulut dan Basah Kering Sangat kering


lidah

Cubitan kulit Segera kembali Kembali<2 detik Kembali>2detik

Cappilary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal

Ekstremitas Hangat Dingin Dingin, mottled, sianotik

Kencing Normal Berkurang Minimal

Tabel 3. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR

Penilaian A B C

Lihat:

Keadaan umum Baik,sadar *Gelisah,rewel *lesu,lunglai/tidak


sadar
Mata Normal Cekung
17

Air mata Ada Tidak ada Sangat cekung

Mulut dan lidah Basah Kering Kering

Rasa haus Minum biasa,tidak *haus ingin minum Sangat kering


haus banyak
*malas minum atau
tidak bias minum

Periksa: turgor Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat


kulit lambat

Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat


ringan/sedang
Bila ada 1 tanda*
Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih
ditambah 1 atau tanda lain
lebih tanda lain

Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C

Tabel 4. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO

C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperkukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare
akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat, seperti pemeriksaan
darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran
kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare
akut adalah sebagai berikut.
 Darah: darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa
darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
 Urine: urine lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
 Tinja:
a. Pemeriksaan makroskopik
18

Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua


penderita dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak
dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mucus atau darah biasanya
disebabkan oleh enteroksin virus, prontozoa, atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yanga mengandung
darah atau mucus bias disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan
sitotoksin bakteri enteronvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura.
Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada
infeksi dengan E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan
tinja dan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium
dan Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja,
bau tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja
tidak terlalu banyak berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau
tua berhubungan dengan adnya warna empedu akibat garam empedu
yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan bacterial
overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau obat
yang dapat menyebabkan warna merah dalam tinja seperti
rifampisin. Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yag
berbusa menunjukan adanya gas dalam tinja kaibat fermentasi
bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan berkilat menunjukan
adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja menggambarkan
kelainan di kolon , khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja yang
sangat berbau menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri
anaerob dikolon. Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus
dapat dilakukan untuk menentukan adanya asam dalam tinja. Asam
dalam tinja tersebut adalah asam lemak rantai pendek yang
dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halus
sehingga masuk ke usus besar yang banyak mengandung bakteri
19

komensial. Bila pH tinja<6 dapat dainggap sebagai malabsorbsi


laktosa.
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder
akibat rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak
mengandung enzim lactase. Enzim laktsae merupakan enzim yang
bekerja memecahkan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, yangs
elanjutnya diserap di mukosa usus halus, Salah satu cara menentukan
malabsorbsi laktosa adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi
dengan pemeriksaan pH tinja. Pemeriksaan clinitest dilakukan
dengan prinsip melihat perubahan reaksi warna yang terjadi antara
tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest. Prinsipnya adalah
terdapatnya reduktor dalam tinja yang mengubah cupri sulfat
menjadi cupri oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
mengambil bagian cair dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1
jam). Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan
kedalam gelas tabung, kemudian ditambah 1 tablet clinitest. Setelah
60 detik maka perubahan warna yang terjadi dicocokan dengan
warna standart. Biru berarti negatif, kuning tua berarti positif kuat (+
+++=2%), antara kuning dan biru terdapat variasi warna hijau
kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%), (+++=1%). Sedangkan
terdapatnya lemak dalam tinja lebih dari 5 gram sehari disebut
sebagai steatore.
b. Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasif ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar
leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi.
Pemeriksaan leukosit tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang
berlendir seujung lidi dan diberi ½ tetes eosin atau NaCl lalu dilihat
dengan mikroskop cahaya:
Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan
Sudan III yang mengandung alkohol untuk mengeluarkan lemak agar
20

dapat diwarnai secara mikroskopis dengan pembesaran 40 kali,


dicari butiran lemak dengan warna kuning atau jingga.
Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar. Dengan
memakai batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan
emulsikan delam tetesan NaCl fisiologis, demikian juga dilakukan
dengan larutan Yodium. Pengambilan tinja cukup sedikit saja agar
kaca penutup tidak mengapung tetapi menutupi sediaan sehingga
tidak terdapat gelembung udara. Periksalah dahulu sediaan tak
berwarna (NaCl fisiologis), karena telur cacing dan bentuk trofozoid
dan protozoa akan lebih mudah dilihat. Bentuk kista lebih mudah
dilihat dengan perwanaan yodium. Pemeriksaan dimulai dengan
pembesaran objektif 10x, lalu 40x untuk menentukan spesiesnya.
2.8 Penatalaksanaan
Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi,
dukungan nutrisi, pemberian obat sesuai indikasi dan edukasi pada orang tua.
Tujuan pengobatan meliputi mencegah dehidrasi dan mengatasi dehidrasi
yang telah ada, antibiotika selektif, Mencegah kekurangan nutrisi dengan
memberikan makanan selama dan setelah diare, mengurangi lama dan
beratnya diare serta berulangnya episode diare, dengan memberikan suplemen
zinc, dan edukasi.8 Tujuan pengobatan dapat dicapai dengan cara mengikuti
rencana terapi yang sesuai.
1. Pengobatan Diare Tanpa Dehidrasi
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga
untuk mencegah dehidrasi seperti larutan gula garam, kuah sayur-sayuran
dan sebagainya. Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga
penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk
anak usia <1 tahun 50-100 ml, 1-5 tahun dalah 100-200 ml, 5-12 tahun
adalah 200-300 ml dan dewasa adalah 300-400 ml setiap BAB.
Untuk anak di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok
setiap 1-2 menit. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dengan
gelas dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu
21

selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok


setia 2-3 menit. Pemberian cairan dilanjutkan sampai diare berhenti. Selain
cairan rumah tangga ASI dan makanan yang biasa tetap harus diberikan.
Makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering ( lebih kurang 6 kali sehari )
serta rendah serat.
2. Pengobatan Diare Dengan Dehidrasi Ringan-Sedang
Penderita diare degan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di sarana
kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah
oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB.
Apabila oleh karena satu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan per
oral, oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama
dengan kecepatan 20ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam keadaan penderita
dievaluasi, apakah membaik, tetap atau memburuk. Bila keadaan membaik
dan dehidrasi teratasi, pengobatan dapat dilanjutkan di rumah dengan
memberikan oralit dan makanan dengan cara seperti pada pengobatan
diare tanpa dehidrasi
3. Pengobatan Diare Dengan Dehidrasi Berat
Pasien yang masih dapat minum meskipun sedikit harus diberi oralit
sampai cairan infus terpasang. Selain itu semua anak harus diberi oralit
selama pemberian cairan intravena ( 5 ml/kgBB/jam), apbila anak dapat
minum dengan baik biasanya dalam 3-4 jam ( untuk bayi ) atau 1-2 jam
(untuk anak yang lebih besar ). Untuk rehidrasi parenteral digunakan
cairan Ringer Laktat dengan dosis 100ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk
<1tahun 1 jam pertama 30cc/kgBB, dilanjutkan 5 jam berikutnya 70
cc/kgBB. Di atas 1 tahun ½ jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 2 ½ jam
berikutnya 70 cc/kgBB.
Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan IV dapat
dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar,
lakukan evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yaitu : pengobatan diare
dengan dehidrasi ringan-sedang atau pengobatan diare tanpa dehidrasi.
Prinsip penatalaksanaan penderita diare adalah:
22

a. Mencegah terjadinya dehidrasi


Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah dehidrasi.
Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan
memberikan minum lebih banyak dengan rumah tangga yang dianjurkan,
seperti air tajun, kuah sayur, air sup, air teh. Bila tidak memberikan cairan
rumah tangga yang dianjurkan, berikan air matang. Jangan diberikan
cairan yang osmolaritasnya tinggi, yaitu yang terlalu manis sepeti soft
drink.
b. Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi terutama pada anak balita, penderit harus segera
dibawa ke petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan
pengobatan yang cepat dan tepat, yaitu dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi
berat, penderita harus segera diberikan cairan intravena dengan Ringer
Laktat sebelum dilanjutkan terapi oral.
c. Pemberian ASI / makanan
Pemberian ASI / makanan selama serangan diare bertujuan untuk
memberikan gizi pada penderita terutama bertujuan agar anak tetap kuat
dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan.
d. Pemberian Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Lebih
dari 90 macam enzim dalam tubuh memerlukan zinc sebagai kofaktornya,
termasuk enzim superoksida dismutase (Linder,1999). Enzim ini
berfungsi untuk metabolisme radikal bebas superoksida sehingga kadar
radikal bebas ini dalam tubuh berkurang. Pada proses inflamasi, kadar
radikal bebas superoksida meningkat, sehingga dapat merusak berbagai
jenis jaringan termasuk jaringan epitel dalam usus (Cousins et al, 2006).
Zinc  yang ada dalam tubuh akan hilang dalam jumlah besar pada saat
seorang anak menderita diare. Dengan demikian sangat diperlukan
pengganti zinc yang hilang dalam proses kesembuhan seorang anak dan
untuk menjaga kesehatannya di bulan-bulan mendatang.
23

Mulai tahun 2004, WHO-UNICEF merekomendasikan suplemen Zinc


untuk terapi diare karena suplementasi zinc telah terbukti menurunkan
jumlah hari lamanya seorang anak menderita sakit, menurunkan tingkat
keparahan penyakit tersebut, serta menurunkan kemungkinan anak
kembali mengalami diare 2-3 bulan berikutnya.
Banyak uji klinik yang melaporkan bahwa suplemen Zinc sangat
bermanfaat untuk membantu penyembuhan diare. Zinc sebaiknya
11
diberikan sampai 10-14 hari, walaupun diarenya sudah sembuh.
Sayangnya suplemen Zinc ini belum banyak beredar di apotek di
Indonesia. Di beberapa RS besar di Indonesia telah menggunakan
suplemen Zinc dalam bentuk suspensi untuk penatalaksanaan diare akut.
Adapun cara pemberian Tablet Zinc yaitu :
 Untuk bayi usia di bawah 6 bulan berikan setengah tablet zinc (10mg)
sekali sehari selama sepuluh hari berturut-turut.
 Untuk anak usia 6 bulan ke atas berikan satu tablet zinc (20 mg) sekali
sehari selama sepuluh hari berturut-turut.
 Larutkan tablet tersebut dengan sedikit (beberapa tetes)air matang atau
ASI dalam sendok teh.
 Jangan mencampur tablet zinc dengan oralit
 Tablet harus diberikan selama sepuluh hari penuh (walaupun diare
telah berhenti sebelum 10 hari)
 Apabila anak muntah sekitar setelah jam setelah pemberian tablet
zinc, berikan lagi tablet zinc dengan cara memberikan potongan lebih
kecil dan berikan beberapa kali hingga satu dosis penuh.
 Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus,tetap
berikan tablet zinc segera setelah anak dapat minum atau makan.

e. Pemberian Probiotik
Probiotik adalah suatu suplemen makanan, yang mengandung bakteri atau
jamur yang tumbuh sebagai flora normal dalam saluran pencernaan
manusia, yang bila diberikan sesuai indikasi dan dalam jumlah adekuat
24

diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi kesehatan dengan cara


meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik didalam lumen saluran cerna
sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik
melalui reseptor dalam sel epitel usus. Dengan mencermati penomena
tersebut bakteri probiotik dapat dipakai dengan cara untuk pencegahan dan
pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun
mikroorganisme lain, speudomembran colitis maupun diare yang
disebabkan oleh karena pemakaian antibiotika yang tidak rasional
(antibiotik asociated diarrhea ) dan travellers’s diarrhea.
Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam tatalaksana
diare akut pada anak. Hasil meta analisa Van Niel dkk menyatakan
lactobacillus aman dan efektif dalam pengobatan diare akut infeksi pada
anak, menurunkan lamanya diare kira-kira 2/3 lamanya diare, dan
menurunkan frekuensi diare pada hari ke dua pemberian sebanyak 1-2 kali.
Kemungkinan mekanisme efekprobiotik dalam pengobatan diare adalah :
Perubahan lingkungan mikro lumen usus, produksi bahan anti mikroba
terhadap beberapa patogen, kompetisi nutrien, mencegah adhesi patogen
pada anterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin, efektrofik pada
mukosa usus dan imunno modulasi.
Terdapat berbagai macam jenis probiotik yang hingga saat ini sering
digunakan sebagai suplemen. Golongan yang paling banyak digunakan
adalah Lactic Acid Bacteria (LAB). Golongan LAB dapat mengubah gula
dan karbohidrat menjadi asam laktat, yang berfungsi menurunkan kadar
pH saluran gastrointestinal, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri
patogen. Contoh strain golongan LAB adalah Lactobacillus dan
Bifidobacterium.
Sejak dipublikasikan pertama kali oleh seorang peneliti Rusia, Eli
Metchnikoff, pada awal abad 20, penelitian tentang probiotik hingga saat
ini banyak dilakukan untuk menguji kemanfaatannya pada populasi anak.
Produk komersial yang mengandung probiotik sebagai suplemen banyak
tersedia di pasaran. Kemanfaatan probiotik terutama banyak dilihat dari
25

aspek pencegahan dan terapi penyakit, terutama penyakit alergi dan


infeksi.
Penggunaan probiotik untuk diare pada anak merupakan fokus studi yang
paling banyak dilakukan dalam penilaian kemanfaatan probiotik. Secara
teoritis, probiotik dapat mengurangi keparahan diare melalui efek
kompetisi dengan patogen, imunomodulator, meningkatkan sekresi IgA
mukosa usus, dan mengurangi kejadian intoleransi laktosa.
Pemberian probiotik terlihat bermanfaat dalam tatalaksana diare akut.
Meta-analisis yang dilakukan oleh Szajewska et al menunjukkan bahwa
pemberian suplemen Lactobacillus mengurangi durasi diare akut sehari
lebih cepat dibandingkan plasebo (95% CI) dengan level of evidence 1a.
Efektivitasnya terutama lebih baik pada mereka dengan etiologi rotavirus,
yang merupakan penyebab terbanyak diare akut pada anak.
f. Pemberian Antibiotik
Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan pengobatan dengan
antibiotika oleh karena pada umumnya sembuh sendiri (self limiting).
Antibiotik hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare misalnya
kholera shigella, karena penyebab terbesar dari diare pada anak adalah
virus (Rotavirus). Kecuali pada bayi berusia di bawah 2 bulan karena
potensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah mengadakan
translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang menunjukkan
secara klinis gajala yang berat serta berulang atau menunjukkan gejala
diare dengan darah dan lendir yang jelas atau segala sepsis. Anti motilitis
seperti difenosilat dan loperamid dapat menimbulkan paralisis obstruksi
sehingga terjadi bacterial overgrowth, gangguan absorpsi dan sirkulasi.
Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain:
 Kolera : Tetrasiklin 12,5mg/kgBB/ dibagi 3 dosis (3 hari) atau
Erytromycin 12,5 mg/kgBB 4x sehari selama 3 hari
 Shigella : Ciprofloxacin 15 mg/kgBB 2x sehari selama 3 hari atau
Ceftriaxone 50-100 mg/kgBB 1x sehari IM selama 2-5 hari.
26

 Amebiasis : Metronidasol 10mg/kg/ 3x sehari selama 5 hari (10 hari


pada kasus berat), Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-
1,5 mg/kg (maks 90mg)(im) s/d 5 hari tergantung reaksi (untuk semua
umur)
 Giardiasis : Metronidazole 5mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari.
g. Mengobati masalah lain
Obat-obatan “anti diare” dan anti muntah tidak boleh diberikan pada anak
dengan diare. Anti diare tidak dianjurkan karena belum adanya bukti
mengenai diare yang berdaya guna, sehingga penggunaan anti diare hanya
menimbulkan beban biaya.
h. Pemberian nasehat
Pemberian nasehat kepada orang tua anak (pengasuh) untuk segera
membawa anaknya kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik
dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut:
 Buang air besar cair lebih sering
 Muntah berulang-ulang
 Rasa haus yang nyata
 Makan atau minum sedikit
 Demam
 Tinja berdarah
2.9 Komplikasi
1. Gangguan Elektrolit
a. Hipernatremi
Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar
natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang
cepat sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak.
Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik
dan paling aman. Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan
menggunakan cairan 0,45% saline-5% dextrose selama 8 jam. Hitung
kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa
27

kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan


rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali
natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-
5% dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl
pada setiap 500 ml cairan infuse setelah pasien dapat kencing.
Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan. lanjutkan
pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.
b. Hiponatremi
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia ( Na<130
mmol/L). Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis
dan pada anak malnutrisi berat dengan odema. Oralit aman dan efekstif
untuk terapi dari hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak
berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan
rehidrasi yaitu memakai ringer laktat atau normal saline. Kadar Na
koreksi (mEq/L) = 125 - kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6
dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2
mEq/L/jam.
c. Hiperkalemi
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan
dalam 5-10 menit dengan monitor detak jantung.
d. Hipokalemi
Dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut
kadar K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr
dibagi 3 dosis. Bila <2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip
(tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 - kadar K
terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam
lemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5-kadar K terukur x BB x 0,4 +
1/6 x 2 mEq x BB). Hipokalemia dapat menyebakan kelemahan otot,
28

paralitik usus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung.


Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi
dengan menggunakan makanan yang kaya kalium selama diare dan
sesudah diare berhenti.
2. Demam
Demam sering terjadi pada infeksi Shigella dysentriae dan rotavirus. Pada
umumnya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke
dalam sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam
yang timbul akibat dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun
setelah mendapat hidrasi yang cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti
kejang demam. Pengobatan yang diberikan berupa kompres dan/atau
antipiretika dan antibiotika jika ada infeksi.
3. Edema/ Overehidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala
yang tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila
ada edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi
berat yang diberi larutan garam faali. Pengobatan dengan pemberian cairan
intravena dan atau oral dihentikan, kortikosteroid jika kejang.
4. Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya
basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik,
yang ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat (Kussmaul).
Pemberian oralit yang cukup mengadung bikarbonat atau sitrat dapat
memperbaiki asidosis.
5. Ileus
Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil
sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa
perut kembung, muntah, peristaltic usu berkurang atau tidak ada.
Pengobatan dengan cairan per oral dihentikan, beri cairan parenteral yang
mengandung banyak.
6. Kejang
29

Kejang dapat terjadi akibat hipoglikemia karena anak dipuasakan terlalu


lama. Bila penderita dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv,
dengan dosis 2,5 mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma
tersebut disebabkan oleh hipoglikemia dengan pemberian glukosa
intravena, kesadaran akan cepat pulih kembali.
2.10 Pencegahan
Penatalaksanaan kasus yang benar, yang terdiri dari upaya rehidrasi oral
dan pemberian makanan dapat mengurangi efek buruk diare yang meliputi
dehidrasi, kekurangan gizi dan resiko kematian. Cara-cara lain juga
dibutuhkan, untuk mengurangi insidensi diare, yaitu intervensi yang selain
mengurangi penyebaran mikroorganisme penyebab diare juga meningkatkan
resistensi anak terhadap infeksi kuman ini.
Sejumlah intervensi telah diusulkan untuk mencegah diare pada anak,
kebanyakan meliputi cara yang berhubungan dengan cara pemberian
makanan kepada bayi, kebersihan perseorangan, kebersihan makanan,
penyediaan air bersih, pembuangan tinja yang aman dan imunisasi. Ada 7
cara diidentifikasi sebagai sasaran untuk promosi, yaitu:
1. Pemberian ASI
2. Perbaikan makanan pendamping ASI
3. Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum
4. Cuci tangan
5. Penggunaan jamban
6. Pembuangan tinja bayi yang aman
7. Imunisasi campak.
Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan
pencegahan enterik, termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan penderita, penggunaan jas panjang bila ada kemungkinan pencemaran
dan sarung tangan bila menyentuh bahan yang terinfeksi. Penderita dan
keluarganya harus dididik mengenai cara penularan enteropatogen dan cara-
cara mengurangi penularan.
30

DAFTAR PUSTAKA
31

1. Behrman, R.E et.all. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition.


International Edition. Saunders 2004. p 1239-1241
2. Budiarso, Aswita.dkk. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare .
Jakarta: Departement Kesehatan R.I PPM & PLP. 2009
3. Depatemen Kesehatan. Diare Pada Anak . Kamis, 31 September 2010
www.depkes.go.id
4. Ganna, Herry. Melinda, Heda. Ilmu Kesehatan Anak Pedoman Diagnosis
dan Terapi. Edisi 3. Bandung : 2005
5. Santoso, N. Budi, Diare Pada Bayi Dan Anak, Lab/SMF. Ilmu Kesehatan
Anak FK. Unibraw/RSU Dr. Saiful Anwar Malang. 2001
6. Pusponegoro. H, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004
7. Rasad S., 2005, Radiologi Diagnostik (2nd edition), Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
8. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 1985, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan
Anak. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai