60 120 1 SM
60 120 1 SM
161
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
162
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
1
Lihat, Pasal 22 E ayat (2) Undand- Serentak2009 (Position Paper). (Jakarta: Electoral Institute
Undang Dasar 1945 LIPI, 2014) hal. 6
2
Syamsuddin Haris; Ramlan Surbakti; Saldi Isra,
Ikrar Nusa Bakti, et.al., Pemilu Nasional
163
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
Dr. Effendi Gazali bersama Koalisi Pemilu serentak dilakukan, selain sebagai
Masyarakat untuk Pemilu Serentak. amanat UUD 1945 pasca amandemen.
Berdasarkan pertimbangan MK, Sebagai akibat dari berbagai
penyelenggaraan Pemilu dua kali, yaitu persoalan dalam penyelenggaraan Pemilu
Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Pemilukada dalam satu dekade
yang diselenggarakan secara terpisah terakhir, muncul berbagai pendapat agar
bertentangan dengan UUD 1945, dimana sistem Pemilu kembali di evaluasi, dengan
Pasal 22E menyebutkan bahwa pemilu alasan agar efektifitas sistem Presidensial
secara berkala, 5 (lima) tahun sekali dan efisiensi penyelenggaraan Pemilu
dilakukan untuk memilih anggota DPR, Nasional perlu untuk digabung. Terkait hal
DPD, DPRD, Presiden dan Wakil ini, Mahkamah Konstitusi Melalui
Presiden. Putusannya tersebut Nomor 14/PUU-
Dengan dikeluarkannya Keputusan XI/2013 telah memutuskan Pemilihan
MK tersebut, Indonesia kedepan akan Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan
memulai suatu pengalaman baru dari secara serentak dengan Pemilu anggota
pelaksanaan Pemilu di negeri yang DPR, DPD dan DPRD. Demikian pula
pluralini. Respon yang kemudian muncul dengan pemilihan Kepala Daerah dan
dari upaya penerapan Sistem Pemilu yang Wakil Kepala Daerah, juga diusulkan
terbilang baru di Asia saat ini, diantaranya untuk diselenggarakan secara serentak.
adalah anggapan bahwa Pemilu serentak Berdasarkan latar belakang yang
akan meminimalisir pembiayaan negara. dipaparkan diatas, tujuan dari penulisan
Bahwa Pemilu serentak akan berdampak makalah ini pada acara FGD (Focus Group
kepada menguatnya komitmen partai Discussion) yang diadakan oleh MPR RI
politik dalam berkoalisi secara permanen yang diselenggarakan di Labuhanbatu,
demi memperkuat basis kekuatannya di Rantauprapat adalah untuk
lembaga lembaga tinggi negara, hinggah mendeskripsikan sekaligus menganalisis
ipotesis bahwa Pemilu serentak dapat “Bagaimana Pemilu Serentak 2019
mempermudah pembenahan Sistem menjadi salah satu upaya untuk
Presidensial di Indonesia yang masih membenahi sistem Presidensiil di
terlihat setengah hati. Indonesia terhadap format sistem Pemilu
Bahwa untuk membenahi Indonesia ke depan yang tepat dalam
pelaksanaan sistem pemerintahan hubungannya dengan sistem Predisensiil
presidensial di Indonesia, diperlukan yang dianut oleh Indonesia”.
berbagai macam upaya, yang diantaranya
adalah meninjau kembali format sistem 2. Rumusan Masalah
perwakilan, sistem kepartaian, hingga Berdasarkan uraian yang telah
sistem dan penyelenggaraan Pemilu. dikemukakan pada latar belakang diatas,
Dalam hal penyelenggaraan Pemilu, maka terdapat beberapa pokok
penataan ulang tidak hanya berkaitan pada permasalahan dalam penulisan ini yang
sistem pemilihan anggota legislatif, dapat dirumuskan sebagai berikut:
melainkan juga menselaraskan skema 1. Bagaimana format sistem Pemilu di
penyelenggaraan antara Pemilu Legislatif Indonesia kedepan dalam
dan Pemilu Presiden. Hal-hal tersebutlah hubungannya dengan sistem
yang akhirnya mengarah kepada urgensi Presidensiil?
164
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
3
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian
Hukum, Jakarta: Kencana, 2006, hal. 141.
166
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
4 5
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Ramlan Subakti, et.al., Perekayasaan
Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sistem Pemilihan Umum, Untuk Pembangunan
(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Tata Politik Demokkratis, (Jakarta, Kemitraan
Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hal. 5 Partnership, Cetakan Pertama, 2008), hal. 72
167
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
168
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
provinsi, dan kotak kelima adalah kotak prinsipnya dilaksanakan secara langsung,
DPRD kabupaten/kota. Dengan latar umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil atau
belakang itu, maka lahirlah rumusan Pasal LUBER dan JURDIL. Dalam Negara
22E ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: Kesatuan Republik Indonesia yang
“Pemilihan umum diselenggarakan untuk berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,
memilih anggota Dewan Perwakilan Pemilu haruslah berlangsung secara efektif
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan efisien. Pemilu biasanya
Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan diselenggarakan untuk memilih wakil
Perwakilan Rakyat Daerah”. rakyat untuk menempati lembaga legislatif
Pemilu serentak juga tersirat dalam dan presiden sebagai kepala Pemerintahan,
Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 yang dan dalam penyelenggaraan Pemilu untuk
menyatakan “Pasangan calon Presiden dan memilih Presiden dan wakil rakyat
Wakil Presiden diusulkan oleh partai tersebut dapat dilakukan secara bersamaan
politik atau gabungan partai politik peserta ataupun terpisah.
pemilihan umum sebelum pelaksanaan Pemilihan Umum Serentak atau
pemilihan umum”. Pasal ini yang disebut dengan
mengisyaratkan pemilu serentak yakni “concurrentelections” oleh Benny Geys
penggabungan Pileg dengan Pilpres dalam didefinisikan sebagai sistem Pemilu yang
satu hari-H pemilihan. Frasa “sebelum melangsungkan beberapa pemilihan pada
pelaksanaan pemilihan umum” satu waktu yang bersamaan6. Geys
mengisyaratkan Pemilu yang dimaksud menyebutkan diantara keuntungan dari
adalah Pilpres dan juga Pileg yang Pemilu serentak adalah pengaruhnya
pelaksanaannya disatukan. Frasa terhadap tingkat partisipasi pemilih.
"pemilihan umum" dalam Pasal 6A ayat Pelaksanaan Pemilu Serentak seperti yang
(2) tersebut merujuk pada Pasal 22E ayat terjadi di Amerika Serikat, misalnya,
(1) dan (2) UUD 1945. Norma kedua pasal memperlihatkan bagaimana pemilih akan
itu ditetapkan pada kurun waktu yang lebih antuasias dengan Pemilu Senat dan
sama, yaitu pada Perubahan Ketiga UUD Kongres jika diadakan bersamaan dengan
1945 di tahun 2001, sehingga memiliki Pilpres. Sebaliknya menurut Andersen,
keterkaitan yang erat. Pemilu serentak selain memiliki
keuntungan juga memiliki pengaruh
2. Kajian Teori Terhadap Sistem Pemilu negatif terhadap pengetahuan pemilih.
dan Sistem Presidensial dalam Terbatasnya kemampuan “pemilih” dalam
Sistem Pemilihan Umum Secara memahami siapa yang tepat untuk menjadi
Serentak pilihannya, adalah salah satu diantara
Pemilihan Umum atau Pemilu persoalan penting yang berakibat kepada
adalah aspek terpenting dari pelaksanaan kecendrungan pemilih kepada keputusan
Demokrasi. Penyelenggaraan Pemilu mayoritas7.
adalah sarana dari pelaksanaan kedaulatan Sistem Pemilu ini selain di pelopori
rakyat yang paling nyata. Pemilu, pada oleh Amerika Serikat, juga banyak
6
Benny Geys, Jurnal, “Explaining Voter Turnout: CognitiveLimitations of Voters. PhD Dessertation,
A Review of Aggregate –level Research.” DalamElectoral (New Jersey: The State University of New Jersey,
Studies 25 , (2006): hal. 652. 2011).
7
David J. Andersen, “Pushing the Limits
of Democracy: Concurrent Elections and
169
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
8 10
Sri Soemantri, Perbandingan Hukum Tata Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan
Negara, Bandung: Penerbit Alumni, 1971. hal. 81 - 82. Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD
9 1945, (Yogyakarta: FH UII Press, 2005) hal. 59-60
Arend Lijphart, Sistem Pemerintahan
Parlementer dan Presidensial, (Jakarta: Raja
GrafindoPersada, 1995), hal. 14 - 17.
170
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
11 12
Titik Triwulan Tutik, Pokok-Pokok Munir Fuady, Teori Negara Hukum
Hukum Tata Negara Indonesai Pascaamandemen Modern (Rechtstaat), (Bandung: PT.Rafika
UUD 1945, (Jakarta: Cerdas Pustaka Publisher, Aditama, Cetakan Pertama, 2009), hal. 18
2008), hal. 26
171
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
13 15
Ibid., hal. 49 Ikrar Nusa Bakti: Urgensi Pemilu Serentak,
14
Ibid., hal. 50 dalam http://kpud-bantulkab.go.id/berita/405-prof-ikrar-nusa-
bakti-urgensi-pemilu-serentak, 23 Februari 2015.
172
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
16 18
Pernyataan Hamdi Muluk kepada Media, Pernyataan Maswadi Rauf kepada Media,
disarikan darihttp://news.liputan6.com/read/808211/untung- disarikan darihttp://www.republika.co.id/berita/pemilu/berita-
rugi-pemilu-serentak-201924 januari 2014 pemilu/14/01/24/mzwial-ini-dampak-negatif-pemilu-
17 serentak24 Januari 2014.
Ibid.
173
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
macam sistem Pemilu. Pada akhirnya Nasional. Setelah itu diikuti oleh
keputusan ini dikembalikan kepada proses pemilihan anggota DPRD Provinisi,
politik para Penentu Kebijakan, dan Kabupaten/kota. Ini kan jelas dari segi
sebagaimana diperlihatkan di Indonesia, institusi itu terpisah dari sebelumnya.
dimana MK telah memenangkan mereka Selanjutnya saldi isra’
para pengusung Pemilu serentak. mengatakan, pengaturan pelaksanaan
Pemilu Nasional dan lokal pada Pemilu
B.II. Pelaksanaan Pemilu Serentak dan serentak 2019 bisa dijadikan norma dalam
Pembenahan Terhadap Sistem UU Pemilu kedepannya. Hal ini juga perlu
Presidensial pengujian di Mahkamah Konsitusi.
1. Analisis Pelaksanaan Pemilu Mungkin nanti dijadikan norma UU, biar
Serentak dan Pembenahan nanti diajukan di MK. Biar MK memiliki
Terhadap Sistem Presidensial ruang untuk memberikan interprestasi baru
untuk Pemilu Nasional dan Pemilu lokal.
Dalam melaksanakan Pemilu Menurut dia, dengan sistem pembagian ini
serentak di tahun 2019 mendatang, terlebih agenda Nasional di tingkat pusat akan
dahulu DPR memiliki tugas berat dalam lebih mudah diikuti di tingkat daerah. Jika
merangkum Undang Undang Pemilu yang keduanya digabungkan, maka dibutuhkan
baru. Sesungguhnya terdapat tiga hal yang tenaga ekstra dalam pelaksanaanya.
sangat krusial dalam pembahasan Pengertian pelaksanaan Pemilu
rancangan UndangUndang Pemilu, yaitu serentak harus ditentukan terlebih dahulu,
pertama sistem pemilihan proporsional apakah Pemilu lima kotak yang selama ini
terbuka dan proporsional tertutup; kedua, dipahami banyak pihak yaitu pemilu
aturan ambang batas atau apa yang disebut Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD,
dengan threshold dan terakhir dan DPRD, ataukah serentak disemua
pengalokasian kursi anggota legislatif cabang eksekutif dan legislatif pada
disetiap daerah pemilihan. tingkatan nasional dan lokal. Menurut
Guru Besar Hukum Tata Syamsuddin Harris, beberapa hal yang
Negara Saldi Isra mengatakan, idealnya perlu diperhatikan dalam pembuatan
Pemilu serentak 2019 dilaksanakan dua Undang Undang Pemilu antara lain20:
tahap yaitu pemilu nasional dan pemilu 1. Jumlah dan bentuk kertas suara untuk
daerah atau lokal19. Menurut memilih Presiden dan Wakil Presiden,
dia, pemilihan Presiden, Wakil Presiden, DPR, DPD, Gubernur dan DPRD
DPR, DPD, DPRD Provinsi dengan Provinsi, Bupati dan Walikota serta
pemilihan DPRD Kabupaten/kota sudah DPRD Kabupaten/Kota tentunya
berbeda. Maka, wajar jika pemilu serentak sangat banyak dan membutuhkan
2019 dibagi atas Pemilu Nasional serta informasi yang jelas bagi para calon
Pemilu daerah atau lokal. Pemilu untuk pemilih.
memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan
Wakil Presiden masuk ke Pemilu 2. Pemilih membutuhkan waktu yang
tidak sedikit dalam menentukan
19 20
http://nasional.kompas.com/read/201 Janedri M. Gaffar, Politik Hukum
6/05/19/05150081/Pemilu.Serentak.2019.Diusulk Pemilu, (Jakarta: Konpress Konstitusi, 2012). hal. 28
an.DIbagi.dalam.Dua.Tahap, diakses pada hari
Rabu, 8 Maret 2017
174
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
21
Joko J. Prihatmoko, Mendemokratiskan Pemilu Sistem Kepartaian. (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2015), hal.
dari Sistem Sampai Elemen Praktis, (Yogyakarta: Pusat 3
Belajar, 2008). hal. 150. 23
Maurice Duverger. “Political Parties: Their
22
Djayadi Hanan, Memperkuat Presiensialisme Organizationand Activity in the Modern State.” (London:
Multipartai di Indonesia: Pemilu Serentak Sistem Pemilu dan Methuen, 1954), hal. 252
175
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
24
Scott Mainwaring, Jurnal, Presidentialism, Combination”,dalam Comparative Political Studies, Vo. 26,
Multipartism, and Democracy: The Difficult No. 2, 1993. hal 198- 228.
176
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
177
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
178
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
ujungnya akan mendistorsi pelaksanaan memilih bakal caleg dan bakal capres yang
amanah konstitusi dalam implementasi akan dikirim untuk mengikuti Pemilu
kedaulatan rakyat. 2019. UU harus mengatur aturan yang
Sistem Pileg kita mestinya kembali rinci dan tegas terkait hal ini dengan
kepada semangat konstitusi yang telah memberikan sanksi diskualifikasi bagi
menetapkan partai politik sebagai peserta partai politik yang tak mentaatinya.
Pemilu. Pemilu proporsional terbuka Menindaklanjuti Putusan MK,
berbasis caleg harus dikembalikan menjadi DPR bersama Presiden hasil Pileg dan
berbasis partai politik yang merupakan Pilpres 2014 harus segera mempersiapkan
peserta Pemilu. Perubahan ini dapat perubahan berbagai UU terkait Pileg dan
mengatasi kelemahan sistem Pemilu kita Pilpres, sehingga pelaksanaan Pemilu
saat ini seperti maraknya politik uang, Nasional secara serentak mempunyai
perang-saudara antar caleg, kecurangan- pijakan hukum yang kuat, merujuk pada
kecurangan yang dilakukan baik oleh konstitusi. DPR melalui Badan legislasi
peserta maupun penyelenggara/dan atau diharapkan membentuk tim kerja yang
bersama-sama. Juga yang tak kalah dalam waktu setahun
penting adalah bahwa sistem proporsional mampu merumuskan sistem, pola, dan
berbasis partai politik ini berkesesuaian format Pemilu serentak yang cocok dan
dengan pola pemerintahan Presidensial. sesuai dengan realitas keindonesiaan kita.
Dengan sistem proporsional berbasis Perwakilan fraksi dengan ditambah
partai politik, maka partai politik yang mayoritas sejumlah akademisi dan
melakukan kampanye dan pemilih hanya kalangan yang dinilai memiliki ketulusan
memilih partai politik, bukan memilih dan objektivitas tinggi dalam membangun
caleg secara langsung. Para caleg sistem ketatanegaraan kita layak
mendukung partai politiknya dilibatkan. Presiden melalui Kementerian
berkampanye, dengan mengangkat isu-isu Hukum dan HAM juga diharapkan
yang jelas dan terarah. Mereka tidak perlu melakukan hal yang sama.
melakukan kampanye sendiri-sendiri Mahfud menjelaskan bahwa MK
dengan mengangkat isu-isu pribadi yang tidak pernah mengharuskan dilakukannya
justru membingungkan. Lebih dari itu, sistem proporsional terbuka. Padahal, kata
pemilih dapat dimudahkan dalam dia, MK hanya menghilangkan syarat 30
menentukan pilihan. persen Bilangan Pemilih Pembagi (BPP)
Syarat mutlak kembalinya Pileg yang ada pada UU Nomor 10 Tahun 2008
kepada sistem proporsional berbasis partai tentang Pemilu Legislatif. Dalam Pasal
politik harus dibarengi dengan perbaikan 214 menyebutkan bahwa anggota DPR
sistem rekruitmen bakal caleg dan bakal terpilih ditetapkan berdasarkan urutan
capres oleh partai politik. Partai politik suara terbanyak di antara calon-calon
perlu memberi jaminan kepada masyarakat legislatif yang memperoleh suara 30
bahwa caleg-caleg mereka bukanlah persen atau lebih dari BPP. Syarat 30
kucing-kucing dalam karung, atau calon- persen itu, papar Mahfud, dibatalkan oleh
calon dari hasil praktik oligarki. Hal itu MK karena dianggap tidak adil dan
dapat dilakukan dengan perintah UU. menimbulkan ketidakpastian bagi para
Setiap partai politik peserta Pemilu wajib
menyelenggarakan pemilu internal untuk
179
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
25 26
http://www.qureta.com/post/ambang-batas- http://www.beritasatu.com/politik/384911-revisi-
pencalonan-presiden-dalam-presidensialisme, uu-pemilu-butuh-konsensus-politik.html, diakses
diakses, pada hari Rabu, 8 Maret 2017 pada hari Kamis 9 Maret 2017.
180
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
Tapi pada pileg 2019, pemerintah dalam Golkar dan PAN dalam koalisi pendukung
RUU pemilu mengusulkan sistemnya jadi Pemerintah).
proporsional terbuka terbatas alias Namun, jumlah dukungan tersebut
tertutup. Artinya, kita hanya boleh akan bertambah pada kisaran 42 persen
mencoblos pada nomor atau logo partai. jika pemilihan DPR dilakukan
Daftar caleg tetap tertera di surat suara, secara opovov. Dengan demikian, untuk
tapi hanya untuk diketahui. Anggota DPR mendapatkan dukungan mayoritas di DPR,
yang duduk di parlemen akan ditentukan pemerintahan Jokowi-JK relatif hanya
oleh parpol masing-masing, bukan membutuhkan tambahan dukungan dari
pemilih. satu partai yang memiliki porsi kursi 9
Gejala tersebut muncuk ketika persen di DPR. Jika fenomena
Presiden yang terpilih dengan tingkat parlementarisasi sistem presidensialisme
legitimasi popular vote (pemilih) yang ini makin menguat dalam dunia
tinggi, jarang menikmati dukungan perpolitikan Indonesia, maka dampak yang
signifikan (mayoritas) kursi di DPR. Hal dihasilkan akan dapat memperlemah
ini berakibat pada efektivitas presiden kelembagaan sistem kepartaian. Misalnya,
dalam menjalankan roda pemerintahan, dalam rangka mendapatkan dukungan
khususnya kebijakan-kebijakan yang mayoritas di DPR, presiden terpilih akan
membutuhkan persetujuan ataupun melakukan tindakan-tindakan semacam
pengesahan dari DPR. Tidak singkronnya “kooptasi” parlemen maupun “kooptasi”
antara skema yang diatur dalam Undang- non parlemen. Secara sadar ataupun tidak,
Undang Pilpres dan Pileg, ditengarai situasi ini akan menjadi disinsentif bagi
sebagai basis utama munculnya problem upaya pelembagaan sistem kepartaian,
kelembagaan antara Presiden dengan DPR terutama akan berdampak pada
ketika menjalankan roda pemerintahan. melemahnya budaya dan pelembagaan
Contoh paling akurat dari prolem oposisi.
kelembagaan ini misalnya, skema
pemilihan presiden dan wakil presiden KESIMPULAN dan SARAN
yang berbasis pada prinsip opovov (one 1. Kesimpulan
person, one vote, one value), sebaliknya Maka adapun yang dapat ditarik
untuk pemilihan DPR, prinsip tersebut sebagai kesimpulan dalam penelitian tesis
tidak berlaku. ini yaitu sebagai berikut:
Jika prinsip ini diberlakukan untuk 1. Format sistem Pemilu di Indonesia
dua skema pemilihan baik Presiden dan kedepan dalam hubungannya dengan
DPR, maka secara teoritis potensi sistem Presidensiil Pemilu serentak
munculnya problem kelembagaan yang juga tersirat dalam Pasal 6A Ayat (2)
pernah ada dan saat ini hadir tentu UUD 1945 yang menyatakan
teredusir secara signifikan. Melihat kasus “Pasangan calon Presiden dan Wakil
pemerintahan Jokowi-JK, meskipun Presiden diusulkan oleh partai politik
memenangkan Pilpres secara mayoritas atau gabungan partai politik peserta
(53,15 persen), peta kekuataan dukungan pemilihan umum sebelum pelaksanaan
kursi di DPR hanya berada pada kisaran pemilihan umum”. Pasal ini
36,96 persen (sebelum bergabungnya mengisyaratkan pemilu serentak yakni
penggabungan Pileg dengan Pilpres
181
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
182
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
satu instrumen politik yang secara mana melalui Pemilu serentak, tersedia
efektif dapat menghasilkan mekanisme secara sah dan terlembaga
pemerintahan yang kuat. Selain itu, baik bagi masyarakat pemilih maupun
skema keserentakan penyelenggaraan pemerintah untuk saling melakukan
Pilpres dan Pileg juga dapat evaluasi terhadap efektif tidaknya
menghasilkan terwujudnya berbagai kebijakan dan program-
penyederhanaan sistem kepartaian program pemerintahan.
secara alami dan demokratis.
Kemudian partai besar cenderung tetap
mempertahankan syarat pencalonan 2. Saran
seperti diatur dalam UU Pemilu Setelah melakukan pembahasan
Presiden sebelumnya, 20% suara sah dan analisa terhadap penulisan yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka sebagai
nasional atau 25% kursi DPR.
Sementara beberapa partai kecil saran yang dapat diberikan dalam
menganggap dengan pelaksanaan penulisan ini yaitu:
1. Memeberikan format baru terhadap
pemilu serentak maka pemberlakukan
syarat pencalonan menjadi tidak sistem Pemilu di Indonesia kedepan
relevan. Jika merujuk pada pasal 6A dalam hubungannya dengan sistem
Presidensiil dengan adanya Putusan
Ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945
yang menyatakan bahwa pasangan Mahkamah Konstitusi yang
capres dan cawapres diusung Parpol menganjurkan agar dilakukannya
Pemilu serentak diharapkan dapat
atau gabungan Parpol peserta Pemilu
sebelum pemilihan umum. Konstitusi berjalan dengan efektif dan berdampak
secara tegas tidak memberikan syarat kepada positif terhadap kebaikan
sistem Pemilu di Indonesia. Manfaat
sebagaimana diatur dalam UU.
Permasalahan utama adalah Pemilu lain yang juga akan didapatkan jika
serentak 2019 merupakan pengalaman (Pileg Nasional tidak serentak dengan
Pileg Daerah) antara lain; (a) mendidik
pertama bagi Indonesia, jadi ada
semacam kegamangan dalam masyarakat untuk membedakan isu
mengatur syarat pencalonan presiden. nasional dan daerah, (b) hasil Pemilu
daerah dapat menjadi koreksi terhadap
Demikian juga dengan partai baru yang
belum memiliki pengalaman namun kebijakan pemerintah pusat, (c)
masyarakat tidak berpemilu tiap lima
berkesempatan mencalonkan presiden,
merupakan hal wajar sebab semua tahun sekali, tapi minimal dua kali
partai belum memiliki hasil Pemilu dalam 5 (lima) tahun, (d)
memberdayakan KPU dan Bawaslu
legislatif yang aktual di tahun 2019.
Pada dasarnya, ini masalah psikologis dengan diberi kewenangan/otonomi.
beberapa partai saja yang belum siap Manfaat tersebut akan didapatkan,
dengan penghapusan syarat apabila penyelenggaraan Pileg dan
pencalonan Presiden. Dalam hal ini Pilpres diserentakkan, dan diselingi
ada satu aspek penting dari dengan perbedaan waktu 2,5 tahun
yang kemudian diikuti dengan Pemilu
keserentakan penyelengaraan
Pemilu yang kerap diabaikan dalam DPRD dan Pilkada yang juga
konteks sistem Presidensialime, di dilakukan secara serentak.
183
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
184
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720
185