Anda di halaman 1dari 25

Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666

Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM SERENTAK PADA PEMILIHAN PRESIDEN


DAN WAKIL PRESIDEN, ANGGOTA DPR, ANGGOTA DPD, DAN ANGGOTA DPRD
SEBAGAI IMPLEMENTASI PELAKSANAAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA
(Suatu Kajian Terhadap Format Sistem Pemilu Indonesia Ke Depan Yang Tepat
Dalam Hubungannya Dengan Sistem Predisensiil Yang Dianut di Indonesia)

Zainal Abidin Pakpahan


Fakultas Hukum Universitas Labuhanbatu

Kata Kunci Abstrak


Suatu Kajian, Sistem Kedaulatan rakyat sebagai cerminan demokrasi di Indonesia menekankan
Pemilu Serentak, bahwa rakyat harus secara langsung untuk memilih DPR, DPD, Presiden
Predisensiil, dan Wakil Presiden dan DPRD Kabupaten/Kota yang dilaksanakan oleh
Indonesia Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai komisi negara
independen (independent regulatory agencies) merupakan lembaga negara
yang menyelenggarakan Pemilihan Umum di Indonesia yang ditegaskan
dalam Pasal 22E UUD 1945 yang kemudian diatur lebih lanjut dengan
beberapa peraturan Perundang-undangan. Sebagai akibat dari berbagai
persoalan dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pemilukada dalam satu
dekade terakhir, muncul berbagai pendapat agar sistem Pemilu kembali di
evaluasi, dengan alasan agar efektifitas sistem Presidensial dan efisiensi
penyelenggaraan Pemilu Nasional perlu untuk digabung. Terkait hal ini,
Mahkamah Konstitusi Melalui Putusannya tersebut Nomor 14/PUU-
XI/2013 telah memutuskan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
dilaksanakan secara serentak dengan Pemilu anggota DPR, DPD dan
DPRD. Demikian pula dengan pemilihan Kepala Daerah dan wakil kepala
daerah, juga diusulkan untuk diselenggarakan secara serentak.
Salah satu dari lima kesepakatan dasar Perubahan UUD 1945
adalah mempertegas sistem pemerintahan presidensial. Penyelenggaraan
Pileg dan Pilpres secara serentak merupakan bagian dari rancangan sistem
pemerintahan Presidensial yang ingin lebih dipertegas. Dalam norma
“presidential threshold”, yaitu batas ambang seseorang dinyatakan sebagai
Presiden terpilih pada sistem Pemilu dalam UUD 1945 diatur dalam Pasal
6A ayat (3), bukan pada ayat (2), yang menyatakan bahwa “Pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh
persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua
puluh persen suara di setiap Provinsi yang tersebar di lebih dari setengah
jumlah Provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil
Presiden”. Adapun Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 berbunyi “Pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan
umum”. Pasal ini menegaskan bahwa kriteria partai politik atau gabungan
partai politik yang berhak mengusulkan pasangan calon Presiden dan
Wakil Presiden adalah partai politik yang dinyatakan sebagai peserta
pemilihan umum, tanpa embel-embel persyaratan ambang batas lainnya.
Padahal MK tidak pernah mengharuskan dilakukannya sistem proporsional

161
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

terbuka. dimana MK hanya menghilangkan syarat 30 persen Bilangan


Pemilih Pembagi (BPP) yang ada pada UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Pemilu Legislatif. Dalam Pasal 214 menyebutkan bahwa anggota DPR
terpilih ditetapkan berdasarkan urutan suara terbanyak di antara calon-
calon legislatif yang memperoleh suara 30 persen atau lebih dari BPP.
Syarat 30 persen itu, dibatalkan oleh MK karena dianggap tidak adil dan
menimbulkan ketidakpastian bagi para pemilih. Kemudian idealnya Pemilu
serentak 2019 yang akan datang dilaksanakan dalam dua tahap yaitu
Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah atau Lokal. Pemilihan Presiden, Wakil
Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi dengan pemilihan DPRD
Kabupaten/kota sudah berbeda. Maka, wajar jika Pemilu serentak 2019
dibagi atas Pemilu Nasional serta Pemilu daerah atau lokal. Pemilu untuk
memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden masuk ke
Pemilu Nasional. Setelah itu diikuti oleh pemilihan anggota DPRD
Provinisi, Kabupaten/kota. Ini kan jelas dari segi institusi itu terpisah dari
sebelumnya. Pengaturan pelaksanaan Pemilu Nasional dan lokal pada
Pemilu serentak 2019 tersebut bisa saja dijadikan norma dalam UU Pemilu
kedepannya. Hal ini juga perlu pengujian di Mahkamah Konsitusi, agar
MK memiliki ruang untuk memberikan interprestasi baru untuk Pemilu
Nasional dan Pemilu lokal. Sehingga dengan sistem pembagian ini agenda
Nasional di tingkat pusat akan lebih mudah diikuti di tingkat daerah. Jika
keduanya digabungkan, maka dibutuhkan tenaga ekstra dalam
pelaksanaanya Pemilihan Umum secara serentak tersebut.

Korespondensi: Zainal Abidin Pakpahan


Email: zainalpakpahan@gmail.com

162
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

PENDAHULUAN sistem multipartai dapat menimbulkan


1. Latar Belakang kerentanan hubungan antara eksekutif-
Negara Republik Indonesia adalah legislatif. Selama kepemimpinan Susilo
negara yang berkedaulatan rakyat dengan Bambang Yudoyono sebagai Presiden
berdasar kepada Pancasila. Pada Pasal 1 Indonesia terpilih di Pemilu 2004
ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia misalnya, jelas Terlihat bahwa koalisi
Tahun 1945 menyatakan “Kedaulatan besar pendukung pemerintah yang
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan terbentuk pasca pemilihan pemilihan
menurut Undang-Undang Dasar”. presiden bukan hanya tidak menjamin
Sehingga Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 stabilitas dukungan Parpol terhadap
menegaskan “Pemilihan umum eksekutif, melainkan juga tidak pernah
diselenggarakan untuk memilih anggota bisa menjamin terbentuknya pemerintahan
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan hasil Pemilu yang efektif. Hal tersebut
Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil dikarenakan terlalu banyaknya partai
Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat politik peserta Pemilu, yang menandakan
Daerah”1. Pemilihan umum (Pemilu) yang juga terlalu banyaknya ideologi dan
diselenggarakan oleh suatu Komisi kepentingan yang berbeda.
Pemilihan Umum yang bersifat nasional, Berangkat dari pengalaman dimasa
tetap, dan mandiri, serta dilaksanakan kepemimpinan Presiden SBY tersebut,
setiap lima tahun sekali itu merupakan banyak pihak yang tidak lagi
wujud sirkulasi pemberian mandat baru menginginkan munculnya tarik-menarik
oleh rakyat kepada wakil-wakilnya di dukungan pasca kemenangan pasangan
lembaga legislatif dan kepada Presiden dan calon Presiden dan Wakil Presiden yang
Wakil Presiden sebagai manifestasi dari pada akhirnya menghambat kinerja
kedaulatan rakyat. Pemerintahan. Hal ini lah yang kemudian
Konsekuensi dari berubahnya menjadi salah satu hal yang melahirkan ide
sistem Pemerintahan adalah berubahnya tentang Pemilu serentak. Pemilihan Umum
fungsi dan hubungan lembaga-lembaga (Pemilu) Serentak 2019 adalah
tinggi negara, khususnya antara Eksekutif penyelenggaraan pemilu legislatif dengan
dan Legislatif2. Pemisahan kekuasaan eksekutif yang dilakukan secara
antara lembaga eksekutif dan lembaga bersamaan. Keputusan ini dikeluarkan
legislatif didalam sistem Presidensial, bagi melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi
beberapa pihak cenderung menimbulkan (MK) No 14/PUU-XI/2013 Tentang
polarisasi dan instabilitas politik, Pemilihan Umum Serentak. Keputusan
karenanya tampak tidak cocok dipraktekan Hukum ini dihasilkan dari proses
dinegara-negara yang baru memasuki pengabulan usulan menguji materi
transisi demokrasi, salah satunya Undang-Undang No. 42 Tahun 2008
Indonesia. Idealnya sistem presidensial tentang Pemilihan Presiden dan Wakil
harus dibarengi dengan meminimalisir Presiden yang diajukan oleh Pakar
jumlah partai politik, karena Komunikasi Politik Universitas Indonesia

1
Lihat, Pasal 22 E ayat (2) Undand- Serentak2009 (Position Paper). (Jakarta: Electoral Institute
Undang Dasar 1945 LIPI, 2014) hal. 6
2
Syamsuddin Haris; Ramlan Surbakti; Saldi Isra,
Ikrar Nusa Bakti, et.al., Pemilu Nasional
163
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

Dr. Effendi Gazali bersama Koalisi Pemilu serentak dilakukan, selain sebagai
Masyarakat untuk Pemilu Serentak. amanat UUD 1945 pasca amandemen.
Berdasarkan pertimbangan MK, Sebagai akibat dari berbagai
penyelenggaraan Pemilu dua kali, yaitu persoalan dalam penyelenggaraan Pemilu
Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Pemilukada dalam satu dekade
yang diselenggarakan secara terpisah terakhir, muncul berbagai pendapat agar
bertentangan dengan UUD 1945, dimana sistem Pemilu kembali di evaluasi, dengan
Pasal 22E menyebutkan bahwa pemilu alasan agar efektifitas sistem Presidensial
secara berkala, 5 (lima) tahun sekali dan efisiensi penyelenggaraan Pemilu
dilakukan untuk memilih anggota DPR, Nasional perlu untuk digabung. Terkait hal
DPD, DPRD, Presiden dan Wakil ini, Mahkamah Konstitusi Melalui
Presiden. Putusannya tersebut Nomor 14/PUU-
Dengan dikeluarkannya Keputusan XI/2013 telah memutuskan Pemilihan
MK tersebut, Indonesia kedepan akan Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan
memulai suatu pengalaman baru dari secara serentak dengan Pemilu anggota
pelaksanaan Pemilu di negeri yang DPR, DPD dan DPRD. Demikian pula
pluralini. Respon yang kemudian muncul dengan pemilihan Kepala Daerah dan
dari upaya penerapan Sistem Pemilu yang Wakil Kepala Daerah, juga diusulkan
terbilang baru di Asia saat ini, diantaranya untuk diselenggarakan secara serentak.
adalah anggapan bahwa Pemilu serentak Berdasarkan latar belakang yang
akan meminimalisir pembiayaan negara. dipaparkan diatas, tujuan dari penulisan
Bahwa Pemilu serentak akan berdampak makalah ini pada acara FGD (Focus Group
kepada menguatnya komitmen partai Discussion) yang diadakan oleh MPR RI
politik dalam berkoalisi secara permanen yang diselenggarakan di Labuhanbatu,
demi memperkuat basis kekuatannya di Rantauprapat adalah untuk
lembaga lembaga tinggi negara, hinggah mendeskripsikan sekaligus menganalisis
ipotesis bahwa Pemilu serentak dapat “Bagaimana Pemilu Serentak 2019
mempermudah pembenahan Sistem menjadi salah satu upaya untuk
Presidensial di Indonesia yang masih membenahi sistem Presidensiil di
terlihat setengah hati. Indonesia terhadap format sistem Pemilu
Bahwa untuk membenahi Indonesia ke depan yang tepat dalam
pelaksanaan sistem pemerintahan hubungannya dengan sistem Predisensiil
presidensial di Indonesia, diperlukan yang dianut oleh Indonesia”.
berbagai macam upaya, yang diantaranya
adalah meninjau kembali format sistem 2. Rumusan Masalah
perwakilan, sistem kepartaian, hingga Berdasarkan uraian yang telah
sistem dan penyelenggaraan Pemilu. dikemukakan pada latar belakang diatas,
Dalam hal penyelenggaraan Pemilu, maka terdapat beberapa pokok
penataan ulang tidak hanya berkaitan pada permasalahan dalam penulisan ini yang
sistem pemilihan anggota legislatif, dapat dirumuskan sebagai berikut:
melainkan juga menselaraskan skema 1. Bagaimana format sistem Pemilu di
penyelenggaraan antara Pemilu Legislatif Indonesia kedepan dalam
dan Pemilu Presiden. Hal-hal tersebutlah hubungannya dengan sistem
yang akhirnya mengarah kepada urgensi Presidensiil?

164
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

2. Bagaimana Pelaksanaan Pemilu Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-


Serentak dan Pembenahan Terhadap XI/2013 tentang Pemilihan Presiden dan
Sistem Presidensial ? Wakil Presiden dilaksanakan secara
3. Bagaimana ambang batas pada serentak dengan Pemilu anggota DPR,
pencalonan Presiden dan Wakil DPD dan DPRD yang menekankan harus
Presiden, DPR, DPD dan DPRD dilaksanakannya Pemilu serentak,
terhadap corak pemilihan umum secara kemudian Penulisan ini diharapkan dapat
serentak ? menambah kahazanah intelektual tentang
pemikiran sistem Presidensial dan sistem
3. Tujuan Penulisan Pemilu yang arif dan bijaksana serta jujur
Memperhatikan latar belakang dan dan adil yang ada kaitannya dalam
perumusan masalah yang dikemukakan kehidupan masyarakat berbangsa dan
sebelumnya, maka yang menjadi fokus bernegara.
tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut: 2. Secara Praktis
1. Untuk mengetahui format sistem
Pemilu di Indonesia kedepan dalam Secara praktis, hasil penulisan ini
hubungannya dengan sistem dapat memberi manfaat sebagai masukan
bagi Pemerintah sebagai eksekutif dan
Presidensiil.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis lembaga legislatif seperti DPR, DPD dan
pelaksanaan pemilu serentak dan DPRD serta lembaga KPU agar dapat
menjalankan sistem pemilihan yang efektif
pembenahan terhadap sistem
presidensial. dengan cara menciptakan regulasi yang
3. Untuk mengetahui dan memahami dapat dilaksanakan dengan baik sesuai
yang diharapkan oleh masyarakat pada
terhadap ambang batas pada
pencalonan Presiden dan Wakil umumnya dan memberikan ruang yang
Presiden, DPR, DPD dan DPRD seluas-luasnya dalam kanca pemilihan
umum secara serentak dengan bentuk
terhadap corak pemilihan umum secara
serentak. pembahagian pemilihan dengan cara tidak
menyatukan antara Pemilu Nasional
4. Manfaat Penulisan
dengan Pemilu Daerah atau Lokal. serta
1. Secara Teoritis sebagai masukan bagi masyarakat sipil
untuk dapat lebih bijak dalam menentukan
para wakilnya di DPR, DPD dan DPRD
Secara teoritis akademis, hasil serta pemimpin-pemimpin bangsa ini
penulisan ini diharapkan dapat kedepannya.
memperkaya khazanah keilmuan Sistem
Ketatanegaraan, khususnya dalam bidang B. METODE PENELITIAN
yang berhubungan dengan sistem
pemilihan umum secara serentak Metode dalam penelitian ini adalah
kedepannya yang berkaitan dengan Pemilu metode hukum normatif, sifat penelitian
serentak tahun 2019 sesuai yang termaktub yang digunakan dalam penelitian ini
didalam Pasal 22E Jo Pasal 6A UUD 1945, adalah deskriptif analitis, kemudian data
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 pokok dalam penelitian ini adalah data
tentang Pemilu Legislatif, dan Putusan primer. Pengumpulan data dilakukan
165
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

dengan cara penelitian kepustakaan. menjamin terlaksananya penyelenggaraan


Analisis data terhadap data primer pemilihan umum sesuai dengan jadwal
dilakukan dengan analisis kualitatif, dan ketatanegaraan yang telah ditentukan.
langkah selanjutnya dilakukan interpretasi Sesuai dengan prinsip kedaulatan
data untuk menarik kesimpulan dengan rakyat di mana rakyatlah yang berdaulat,
cara logika berfikir induktif agar tercapai maka semua aspek penyelenggaraan
hasil sesuai yang diharapkan3. pemilihan umum itu sendiri pun harus juga
dikembalikan kepada rakyat untuk
C. PEMBAHASAN menentukannya.
B.I. Format Sistem Pemilu Di Kedaulatan rakyat sebagai
Indonesia Kedepan Dalam cerminan demokrasi di Indonesia
Hubungannya Dengan Sistem menekankan bahwa rakyat harus secara
Presidensiil langsung untuk memilih DPR, DPD,
1. Hakikat Keberadaan Pemilu Presiden dan DPRD Kabupaten/Kota yang
dalam Perubahan Konstitusi UUD dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan
1945 Umum (KPU) sebagai komisi negara
Keberadaan tentang norma independen (independent regulatory
pemilihan legislatif dan pemilihan agencies) merupakan lembaga negara
Presiden telah diatur dalam konstitusi yang menyelenggarakan Pemilihan Umum
negera, sehingga tercapai pada tahun di Indonesia yang ditegaskan dalam Pasal
ketiga dalam proses berkesinambungan 22E UUD 1945 yang kemudian diatur
selama empat tahun Perubahan UUD lebih lanjut dengan beberapa undang-
1945, meski pembahasannya sudah undang, terakhir dengan Undang-Undang
dimulai sejak dua tahun sebelumnya. Nomor 15 Tahun 2011 Tentang
Kemudian eksistensi kelembagaan Penyelenggara Pemilihan Umum.
pemilihan umum sudah diakui oleh Sebelum Pemilu 2004, KPU dapat terdiri
negara-negara yang bersendikan asas dari anggota-anggota yang merupakan
kedaulatan rakyat. Inti persoalan anggota sebuah partai politik berdasarkan
pemilihan umum bersumber pada dua Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999
masalah pokok yang selalu dipersoalkan Tentang Pemilihan Umum, namun setelah
dalam praktek kehidupan ketatanegaraan, dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 4
yaitu mengenai ajaran kedaulatan rakyat Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas
dan paham demokrasi, di mana demokrasi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999
sebagai perwujudan kedaulatan rakyat Tentang Pemilihan Umum, maka
serta pemilihan umum merupakan diharuskan anggota KPU adalah non-
cerminan dari pada demokrasi. Kegiatan partisan dan independen. Artinya bahwa
pemilihan umum (general election) juga keberadaan Komisi Pemilihan Umum
merupakan salah satu sarana penyaluran (KPU) sebagai komisi negara
hak asasi warga negara yang sangat independen (independent regulatory
prinsipil. Oleh karena itu, dalam rangka agencies) yang diatur dalam Konstitusi
pelaksanaan hak-hak asasi warga negara dan dijabarkan lebih lanjut dengan
adalah keharusan bagi pemerintah untuk undang-undang dikuatkan oleh

3
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian
Hukum, Jakarta: Kencana, 2006, hal. 141.
166
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

pendapatnya Jimly Asshiddiqie yang bantu (state auxiliary bodies) yang


menyatakan bahwa kelembagaan negara di independen (independent regulatory
tingkat pusat dibedakan dalam 4 (empat) agencies) pada tingkatan Konstitusi,
tingkatan kelembagaan, yaitu 4: dengan catatan bahwa perlakuannya tidak
1. Lembaga yang dibentuk berdasarkan bisa disamakan dengan lembaga negara
UUD yang diatur dan ditentukan lebih utama (main state organs) seperti yang
lanjut dalam atau dengan Undang- dijelaskan di atas. Sehingga kedudukan
Undang, Peraturan Pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai
Peraturan Presiden dan Keputusan lembaga negara ditinjau menurut fungsi
Presiden; kelembagaan merupakan lembaga
penunjang (auxliary state organ) dalam
2. Lembaga yang dibentuk berdasarkan ranah kekuasaan eksekutif yang secara
Undang-Undang yang diatur dan hierarkis kelembagaan Komisi Pemilihan
ditentukan lebih lanjut dalam atau Umum (KPU) merupakan organ lapis
dengan Peraturan Pemerintah, kedua (lembaga negara bantu (state
Peraturan Presiden dan Keputusan auxiliary bodies) yang sifatnya
Presiden; independen (independent regulatory
3. Lembaga yang dibentuk berdasarkan agencies). Kemudian dapat di konstruksi
Peraturan Pemerintah atau Peraturan logika hukumnya dari perspektif Hukum
Presiden yang ditentukan lebih lanjut Tata Negara adalah sebagai berikut5:
dengan Keputusan Presiden; 1. Landasan filosofis, bahwa Komisi
Pemilihan Umum (KPU) sebagai
4. Lembaga yang dibentuk berdasarkan komisi negara
Peraturan Menteri yang ditentukan independen (independent regulatory
lebih lanjut dengan Keputusan Menteri agencies) tentunya dapat dilihat dari
atau Keputusan Pejabat di bawah nilai-nilai Pancasila baik sebagai
Menteri. filsafat hidup (Weltanschaung,
Volksgeist), maupun sebagai dasar
negara dan ideologi negara, ideologi
Kemudian hal ini yang
nasional yang berfungsi sebagai jiwa
menunjukkan dan menegaskan bahwa
bangsa dan jati diri nasional. Esensinya
keberadaan Komisi Pemilihan Umum
bahwa Komisi Pemilihan Umum
(KPU) sebagai komisi negara
(KPU) sebagai penyelenggara Pemilu
independen (independent regulatory
dari kesejarahan tetap diakui dan
agencies) berada pada tingkatan
legitimate dari Tahun 1955 sampai
kelembagaan yang kuat dikarenakan
dengan Pemilu Tahun 2014, walaupun
pembentukaannya berdasarkan UUD yang
dengan berbagai perubahan
diatur dan ditentukan lebih lanjut dalam
penyebutan nama.
atau dengan Undang-Undang yang artinya
kelembagaan Komisi Pemilihan Umum 2. Segi yuridis konstitusional diatur
(KPU) sebagai kelembagaan negara dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945,

4 5
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Ramlan Subakti, et.al., Perekayasaan
Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sistem Pemilihan Umum, Untuk Pembangunan
(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Tata Politik Demokkratis, (Jakarta, Kemitraan
Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hal. 5 Partnership, Cetakan Pertama, 2008), hal. 72
167
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

kemudian dikuatkan dengan Undang- pemerintahan tersebut. Sarana yang


Undang Nomor 15 Tahun 2011 diberikan untuk mewujudkan kedaulatan
Tentang Penyelenggara Pemilihan rakyat tersebut yaitu diantaranya
Umum (sebagaimana telah dijelaskan dilakukan melalui kegiatan pemilihan
di atas) yang di dalamnya diatur umum. Dalam Undang-Undang terbaru
cakupan mengenai kedudukan, tugas, yang mengatur mengenai penyelenggaraan
fungsi, hubungan dan kewenangan Pemilu yaitu Undang-Undang No. 15
serta pertanggungjawaban Komisi Tahun 2011 disebutkan dalam Pasal 1
Pemilihan Umum (KPU) terhadap angka 1 bahwa Pemilihan Umum adalah
penyelenggaraan Pemilu. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang
diselenggarakan secara langsung, umum,
3. Eksistensi Komisi Pemilihan Umum bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam
(KPU) dalam sistem Pemilu Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan UUD 1945, yaitu berdasarkan Pancasila dan Undang-
menyangkut problematika yang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
dihadapi KPU di Indonesia, konstruksi Tahun 1945. Adanya pengertian yang
kewenangan dan tugas Komisi demikian ini sesungguhnya juga harus
Pemilihan Umum (KPU) dalam dimaknai bahwa pelaksanaan pemilihan
mewujudkan kedaulatan rakyat dan umum di Indonesia bukan hanya
pemerintahan yang demokratis, kongritisasi dari kedaulatan rakyat
kontribusi keberadaan Komisi (langsung, umum, bebas, dan rahasia),
Pemilihan Umum (KPU) dalam tetapi lebih dari itu yaitu menghendaki
menunjang upaya pelaksanaan Pemilu adanya suatu bentuk pemerintahan yang
menuju terwujudnya kedaulatan rakyat demokratis yang ditentukan secara jujur
dan pemerintahan yang demokratis. dan adil. Pemilihan umum adalah suatu
4. Sistem hirarkis Komisi Pemilihan lembaga yang berfungsi sebagai sarana
Umum (KPU), Komisi Pemilihan penyampaian hak-hak demokrasi rakyat.
Umum (KPU) Provinsi dan Komisi Pada saat itu ada keinginan kuat
Pemilihan Umum (KPU) dari para perumus Perubahan UUD 1945
Kabupaten/Kota yang diatur secara untuk melakukan pemilihan umum
tegas dalam peraturan perundangan serentak, yaitu pemilu untuk memilih
(Undang-Undang Nomor 15 Tahun anggota legislatif disatukan dengan pemilu
2011 Tentang Penyelenggara untuk memilih Presiden dan Wakil
Pemilihan Umum) yang menguatkan Presiden. Dalam Risalah Komisi A ke-2
sistem kelembagaan Komisi Pemilihan Sidang Majelis pada Sidang Tahunan MPR
Umum (KPU) secara nasional, 2001, tanggal 5 November 2001, banyak
mandiri, non-partisan dan independen. muncul istilah “Pemilu Serempak” atau
“Pemilu 5 (lima) Kotak” dalam
Kemudian salah satu perwujudan pembahasannya. Dimaksud dengan
dari pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam "Pemilu 5 Kotak" adalah kotak pertama
rangka penyelenggaraan pemerintahan yang merujuk pada kotak DPR, kotak
yaitu diberikan pengakuan kepada rakyat kedua adalah kotak DPD, kotak ketiga
untuk berperan serta secara aktif dalam adalah kotak Presiden dan Wakil Presiden,
menentukan wujud penyelenggaraan kotak keempat adalah kotak DPRD

168
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

provinsi, dan kotak kelima adalah kotak prinsipnya dilaksanakan secara langsung,
DPRD kabupaten/kota. Dengan latar umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil atau
belakang itu, maka lahirlah rumusan Pasal LUBER dan JURDIL. Dalam Negara
22E ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: Kesatuan Republik Indonesia yang
“Pemilihan umum diselenggarakan untuk berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,
memilih anggota Dewan Perwakilan Pemilu haruslah berlangsung secara efektif
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan efisien. Pemilu biasanya
Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan diselenggarakan untuk memilih wakil
Perwakilan Rakyat Daerah”. rakyat untuk menempati lembaga legislatif
Pemilu serentak juga tersirat dalam dan presiden sebagai kepala Pemerintahan,
Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 yang dan dalam penyelenggaraan Pemilu untuk
menyatakan “Pasangan calon Presiden dan memilih Presiden dan wakil rakyat
Wakil Presiden diusulkan oleh partai tersebut dapat dilakukan secara bersamaan
politik atau gabungan partai politik peserta ataupun terpisah.
pemilihan umum sebelum pelaksanaan Pemilihan Umum Serentak atau
pemilihan umum”. Pasal ini yang disebut dengan
mengisyaratkan pemilu serentak yakni “concurrentelections” oleh Benny Geys
penggabungan Pileg dengan Pilpres dalam didefinisikan sebagai sistem Pemilu yang
satu hari-H pemilihan. Frasa “sebelum melangsungkan beberapa pemilihan pada
pelaksanaan pemilihan umum” satu waktu yang bersamaan6. Geys
mengisyaratkan Pemilu yang dimaksud menyebutkan diantara keuntungan dari
adalah Pilpres dan juga Pileg yang Pemilu serentak adalah pengaruhnya
pelaksanaannya disatukan. Frasa terhadap tingkat partisipasi pemilih.
"pemilihan umum" dalam Pasal 6A ayat Pelaksanaan Pemilu Serentak seperti yang
(2) tersebut merujuk pada Pasal 22E ayat terjadi di Amerika Serikat, misalnya,
(1) dan (2) UUD 1945. Norma kedua pasal memperlihatkan bagaimana pemilih akan
itu ditetapkan pada kurun waktu yang lebih antuasias dengan Pemilu Senat dan
sama, yaitu pada Perubahan Ketiga UUD Kongres jika diadakan bersamaan dengan
1945 di tahun 2001, sehingga memiliki Pilpres. Sebaliknya menurut Andersen,
keterkaitan yang erat. Pemilu serentak selain memiliki
keuntungan juga memiliki pengaruh
2. Kajian Teori Terhadap Sistem Pemilu negatif terhadap pengetahuan pemilih.
dan Sistem Presidensial dalam Terbatasnya kemampuan “pemilih” dalam
Sistem Pemilihan Umum Secara memahami siapa yang tepat untuk menjadi
Serentak pilihannya, adalah salah satu diantara
Pemilihan Umum atau Pemilu persoalan penting yang berakibat kepada
adalah aspek terpenting dari pelaksanaan kecendrungan pemilih kepada keputusan
Demokrasi. Penyelenggaraan Pemilu mayoritas7.
adalah sarana dari pelaksanaan kedaulatan Sistem Pemilu ini selain di pelopori
rakyat yang paling nyata. Pemilu, pada oleh Amerika Serikat, juga banyak

6
Benny Geys, Jurnal, “Explaining Voter Turnout: CognitiveLimitations of Voters. PhD Dessertation,
A Review of Aggregate –level Research.” DalamElectoral (New Jersey: The State University of New Jersey,
Studies 25 , (2006): hal. 652. 2011).
7
David J. Andersen, “Pushing the Limits
of Democracy: Concurrent Elections and
169
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

diterapkan dinegara-negara dengan Soemantri, sistem pemerintahan berkenaa


demokrasi yang sudah maju seperti di n dengan sistem hubungan antara lembaga
Eropa Barat. Dan untuk skala Asia eksekutif dan legislatif8. Berdasarkan
Tenggara sendiri, Pemilu Serentak belum klasifikasi sistem Pemerintahan oleh
terlalu dikenal, namun pelaksanannya Giovanni Sartori, di dunia ini, sistem
dapat dilihat di Filipina. Meskipun sistem pemerintahan dapat dibagi atas tiga
Pemilu ini identik dengan negara bentuk: Sistem Pemerintahan Presidensial,
Demokrasi maju, namun di Amerika Latin, Sistem Pemerintahan Parlementer dan
sistem ini cukup populer diterapkan Sistem Pemerintahan Semi-Presidensial.
dinegara-negara basis sosialis, seperti Menurut Arend Lijphart, ada tiga elemen
Brazil, Bolivia, Peru, dan Venezuela. dan pokok pada sistem Presidensial, yaitu:
di Indonesia sendiri, sebagaimana pertama: Presiden atau Kepala
hipotesis dan penelitian empirik para ahli Pemerintahan dipilih untuk masa jabatan
LIPI, dimungkinkan terdapat enam model yang bersifat tetap (fixed term); kedua,
Pemilu serentak, antara lain: presiden dipilih secara langsung oleh
1. Pemilu Sekaligus Serentak, yang rakyat ataupun melalui dewan pemilih
dilaksanakan satu kali dalam (electoral college) dan ketiga, presiden
limatahun meliputu legislatif disemua adalah kepala eksekutif bersifat
9
struktur pemerintahan, Pilpres tunggal . Ia kemudian mengakategorikan
danPemilukada. sistem presidensial menjadi lebih spesifik
2. Pemilu Serentak terbatas pada jabatan yaitu eksekutif yang dijalankan oleh satu
legislatif baik Pusat dan orang, bukan gabungan, eksekutif yang
daerah,kemudian disusul dengan dipilih langsung oleh rakyat, dan
pemilu eksekutif pusat dan daerah. masa jabatan tertentu yang tidak bisa
3. Pemilu Serentak dengan pemilu sela dicabut atau dihapuskan oleh pemungutan
berdasarkan tingkatan Pemerintahan suara di Parlemen. Sementara mengacu
nasional dan daerah. kepada UUD 1945 pasca amandemen,
4. Pemilu serentak nasional dan lokal sistem Presidensial di Indonesia
dengan interval waktu. dapat dideskripsikan sebagai berikut10:
5. Pemilu serentak nasional yang diikuti 1. Presiden melaksanakan fungsi kepala
pemilu serentak dilokal negara dan kepala pemerintahan;
6. Pemilu serentak untuk memilih 2. Presiden dipilih secara langsung oleh
legislatif nasional dan lokal dan rakyat, oleh karenanya
Eksekutif nasional, kemudian diikuti Presidenbertanggungjawab
pemilu eksekutif ditingkat lokal. kepada rakyat;
Sistem Pemerintahan pada 3. Presiden tidak tunduk kepada
hakekatnya adalah mengenai pembagian Parlemen dan sebaliknya presiden
kekuasaan dan hubungan antara lembaga tidakdapat membubarkan parlemen;
pemegang kekuasaan tersebut. Menurut 4. Presiden memiliki masa jabatan tetap;
Sri

8 10
Sri Soemantri, Perbandingan Hukum Tata Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan
Negara, Bandung: Penerbit Alumni, 1971. hal. 81 - 82. Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD
9 1945, (Yogyakarta: FH UII Press, 2005) hal. 59-60
Arend Lijphart, Sistem Pemerintahan
Parlementer dan Presidensial, (Jakarta: Raja
GrafindoPersada, 1995), hal. 14 - 17.
170
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

5. Presiden memegang tanggungjawab 2. Lembaga negara bantu (state auxiliary


Pemerintahan bodies), baik yang sifatnya
Kelembagaan negara atau organ- independen (independent regulatory
organ negara adalah salah satu ranah agencies) maupun sebatas sampiran
hukum yang menjadi objek kajian dari negara (state auxiliary agencies).
Hukum Tata Negara. Organ-organ negara
beserta kekuasaan dan fungsinya adalah
hakikat dari Hukum Tata Negara itu Cabang-cabang kekuasaan negara
sendiri. Secara kontemporer, kekuasaan dalam bidang legislatif, eksekutif dan
yudikatif yang tercermin dalam fungsi-
dan pembagian lembaga negara dalam
hukum ketatanegaraan Indonesia adalah fungsi MPR, DPR, dan DPD, Presiden dan
sebagaimana dijelaskan oleh Titik Wakil Presiden, serta Mahkamah Agung
(MA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
Triwulan Tutik yang menyatakan bahwa
UUD 1945 menetapkan 4 (empat) dan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai
kekuasaan dan 3 (tiga) lembaga negara, lembaga-lembaga negara yang
utama (main state organs, principal state
yakni:
1. Kekuasaan eksaminatif (inspektif) organs). Lembaga-lembaga negara
yaitu Badan Pemeriksa Keuangan; dimaksud itulah yang secara instrumental
mencerminkan pelembagaan fungsi-fungsi
2. Kekuasaan legislatif yaitu Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang kekuasaan negara yang utama (main state
tersusun atas Dewan Perwakilan functions, principal state
functions), sehingga lembaga-lembaga
Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan
Daerah (DPD); negara itu pula yang dapat disebut sebagai
3. Kekuasaan eksekutif (pemerintahan lembaga negara utama (main state organs,
principal state organs, atau main state
negara) yaitu Presiden dan Wakil
Presiden; institutions) yang hubunganya satu dengan
4. Kekuasaan kehakiman (yudikatif) yang lain diikat oleh prinsip check and
balances12.
yaitu Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi; dan Lembaga-lembaga negara yang
5. Lembaga negara bantu (the auxilary bersifat utama, atau yang biasa disebut
sebagai lembaga tinggi negara seperti
body)11.
Secara umum, terdapat juga dimaksud di atas, dalam UUD 1945 juga
diatur lembaga-lembaga negara yang
perspektif Hukum Tata Negara yang
menyatakan bahwa sistem bersifat konstitusional lainnya seperti
ketatatanegaraan Indonesia, UUD 1945 Kementerian Negara, Pemerintah Daerah,
Komisi Yudisial, Kepolisian Negara,
dengan jelas dan tegas membagi lembaga
negara dalam 2 (dua) kelompok, yaitu : Tentara Nasional Indonesia, Bank Sentral,
1. Lembaga negara utama (main state Komisi Pemilihan Umum, dan Dewan
organs) dan; Pertimbangan Presiden. Namun
pengaturan lembaga-lembaga negara
tersebut dalam UUD 1945, tidaklah

11 12
Titik Triwulan Tutik, Pokok-Pokok Munir Fuady, Teori Negara Hukum
Hukum Tata Negara Indonesai Pascaamandemen Modern (Rechtstaat), (Bandung: PT.Rafika
UUD 1945, (Jakarta: Cerdas Pustaka Publisher, Aditama, Cetakan Pertama, 2009), hal. 18
2008), hal. 26
171
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

dengan sendirinya mengakibatkan dipaparkan Mainwaring salah satunya


lembaga-lembaga negara yang disebutkan adalah kemungkinan munculnya
dalam UUD 1945 tersebut (termasuk kelumpuhan ataupun kebuntuan politik
Komisi Pemilihan Umum), harus dipahami antara eksekutif dan legislatif, terutama di
dalam pengertian lembaga (tinggi negara) negara dengan sistem yang multipartai.
sebagai lembaga utama (main organs)13. Kemudian, Presiden tidak dapat diganti
Kehadiran lembaga negara bantu (state ditengah jalan, karena jabatannya yang
auxiliary bodies), baik yang sifatnya sudah diatur, sekalipun kinerjanya tidak
independen (independent regulatory memuaskan. Sementara riset Juan Linz
agencies) maupun sebatas sampiran melihat, sistem Presidensial tidak cocok
negara (state auxiliary agencies) tidak untuk negara-negara Demokrasi baru
dibentuk dengan dasar hukum yang dikarenakan pemisahan kekuasaan
seragam. Beberapa diantaranya berdiri atas legislatif dan eksekutif cenderung
amanat Konstitusi (constitutionally menimbulkan polarisasi.
entrusted power) sebagaimana tersebut di
atas, tetapi ada pula yang memperoleh 3. Perencanaan Terhadap Pemilu
legitimasi berdasarkan undang- Serentak 2019 Yang Akan Datang
undang (legislatively entrusted Keuntungan pelaksanaan Pemilu
power) ataupun keputusan Presiden14. Serentak sebagaimana dikatakan peneliti
Struktur kekuasaan dibagi atas politik LIPI Ikrar Nusa Bakti antara lain
lembaga-lembaga tinggi negara, dengan “untuk meningkatkan efektivitas
demikian tidak ada yang disebut dengan pemerintahan karena terjadi coast-tail
pusat kekuasaan. Pada hakekatnya, fungsi effects antara tingkat keterpilihan kandidat
Legislatif adalahmengawasi eksekutif, presiden dan keterpilihan anggota DPR
namun dengan posisi parlemen hari ini dari partai/gabungan partai pendukung,
sebagai pemilik hak “atas persetujuan” koalisasi politik terbentuk sebelum Pemilu
dengan demikian, fungsi utama dalam atas dasar kesamaan ideologi, visi dan
kerja-kerja kenegaraantetap bertumpu platform yang sama. Menurutnya,
pada kekuasaan Presiden dalam hal Pemisahan Pemilu nasional serentak dan
kordinasi antar kedua lembagatinggi Pemilu lokal serentak akan berdampak
negara tersebut. posisitif pada pembangunan politik
Perlu diketahui, bahwa pilihan ditingkat lokal, menyederhakan jumlah
pada sistem Presidensial dalam konstitusi partai politik, membangun koalisasi politik
bukan didasarkan kepada kesempurnaan yang permanen, mengurangi politik
sistem, melainkan pada situasi dan kondisi transaksional, kualitas politik nasional dan
dalam negeri. Karena sistem Presidensial lokal makin baik serta menigkatkan
itu sendiri memiliki kelemahan-kelemahan partisipasi politik rakyat15.
yang dapat menggagalkan dan mengurangi Senada dengan Ikrar Nusa Bakti
keefektifan kerja lembaga-lembaga tinggi yang mendukung terselenggaranya Pemilu
negara. Diantara kelemahan-kelemahan Serentak, Pakar Psikologi Politik
dari sistem Presidensial seperti yang Universitas Indonesia Hamdi Muluk

13 15
Ibid., hal. 49 Ikrar Nusa Bakti: Urgensi Pemilu Serentak,
14
Ibid., hal. 50 dalam http://kpud-bantulkab.go.id/berita/405-prof-ikrar-nusa-
bakti-urgensi-pemilu-serentak, 23 Februari 2015.
172
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

berpendapat “dengan sistem menerapkannya. Melihat kepada substansi


penyelenggaran pemilu yang sekarang, demokrasi terkait keterwakilan rakyat,
presiden selalu “tersandera’ dengan koalisi Pemilu serentak yang membuka ruang
yang dibangun dalam dukungan saat kepada pemilih untuk menentukan wakil
pencalonannya 16. rakyatnya bersamaan dengan presidennya,
Mendukung kedua pernyataan sesungguhnya akan membuka ruang
diatas, Pengamat Politik Ray Rangkuti dan kebebasan.
Fadjroel Rachman juga menilai bahwa Namun demikian, penolakan
Pemilu Serentak 2019 selain terhadap sistem Pemilu serentak ini juga
menguntungkan dari segi efisiensi dikemukakan beberapa tokoh ditanah air.
anggaran, juga menjaga psikologis pemilih diungkapkannya “sebaliknya sistem
serta menghindari terjadinya konflik sosial Pemilu serentak tidak akan berdampak
yang berkepanjangan. Sebagaimana kepada cita-cita memperkuat sistem
dikatakan Rachman “orang jadi tidak lagi Presidensial sebagaimana diharapkan.
melihat koalisi harus berdasarkan jumlah Diantara kelemahan sistem pemilu
kursi atau jumlah uang yang dimiliki. Tapi serentak yang dikumpulkan oleh para
mengembalikan demokrasi pada nilai-nilai peneliti LIPI dari tinjauan serta
yang subtantif, yaitu visi nilai dan pengalaman mereka dilapangan, dapat
program17. diringkas antara lain: Sementara Pemilu
Kemudian Maswadi Rauf, sebagai serentak membuka ruang kepada Partai
Pakar Ilmu Politik dari Universitas untuk menentukan Capres-Capres nya.
Indonesia misalnya, beranggapan bahwa Dengan demikian akan ada banyak nama
pelaksanaan Pemilu serentak di 2019 akan bermunculan dalam bursa pemilihan
menimbulkan ketegangan dan keramaian Presiden, apalagi jika tidak dibatasi
dimana rakyat menjadi bingung dalam dengan batas ambang (Presidential
memilih calon anggota legislatif dan calon threshold) yang jelas, sulitnya para
presiden yang menurutnya terbaik pemilih untuk mengetahui dan memilih
dikarenakan Caleg yang banyak harus para calon pejabat publik, eksekutif dan
dipilih, juga Capres itu sendiri18. Hal ini legislatif, dari begitu banyaknya nama
juga berpotensi untuk munculnya lebih calon-calon, Waktu yang diperlukan
banyak partai politik, karena ambisi dari dibilik suara akan menjadi lebih lama,
segelintir orang yang ingin menjadi Kertas suara akan menjadi sangat tebal,
pemimpin dinegeri ini. Sebagaimana Persiapan logistik Pemilu yang lebih sulit,
menilai pernyataan-pernyataan terkait Perhitungan suara pemilu juga akan
demokrasi yang substansial. Esensi memakan waktu yang cukup lama, lebih
demokrasi secara substansial dan dari dua minggu. Karena di dunia ini tidak
kaitannya dengan penyelenggaraan Pemilu ada sistem yang sempurna, maka
serentak di 2019 pada akhirnya menjadi diperlukan betul upaya
cita-cita setiap sistem Pemerintahan mempertimbangkan segala macam
dimanapun sebuah Negara kelemahan dan kelebihan dari berbagai

16 18
Pernyataan Hamdi Muluk kepada Media, Pernyataan Maswadi Rauf kepada Media,
disarikan darihttp://news.liputan6.com/read/808211/untung- disarikan darihttp://www.republika.co.id/berita/pemilu/berita-
rugi-pemilu-serentak-201924 januari 2014 pemilu/14/01/24/mzwial-ini-dampak-negatif-pemilu-
17 serentak24 Januari 2014.
Ibid.
173
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

macam sistem Pemilu. Pada akhirnya Nasional. Setelah itu diikuti oleh
keputusan ini dikembalikan kepada proses pemilihan anggota DPRD Provinisi,
politik para Penentu Kebijakan, dan Kabupaten/kota. Ini kan jelas dari segi
sebagaimana diperlihatkan di Indonesia, institusi itu terpisah dari sebelumnya.
dimana MK telah memenangkan mereka Selanjutnya saldi isra’
para pengusung Pemilu serentak. mengatakan, pengaturan pelaksanaan
Pemilu Nasional dan lokal pada Pemilu
B.II. Pelaksanaan Pemilu Serentak dan serentak 2019 bisa dijadikan norma dalam
Pembenahan Terhadap Sistem UU Pemilu kedepannya. Hal ini juga perlu
Presidensial pengujian di Mahkamah Konsitusi.
1. Analisis Pelaksanaan Pemilu Mungkin nanti dijadikan norma UU, biar
Serentak dan Pembenahan nanti diajukan di MK. Biar MK memiliki
Terhadap Sistem Presidensial ruang untuk memberikan interprestasi baru
untuk Pemilu Nasional dan Pemilu lokal.
Dalam melaksanakan Pemilu Menurut dia, dengan sistem pembagian ini
serentak di tahun 2019 mendatang, terlebih agenda Nasional di tingkat pusat akan
dahulu DPR memiliki tugas berat dalam lebih mudah diikuti di tingkat daerah. Jika
merangkum Undang Undang Pemilu yang keduanya digabungkan, maka dibutuhkan
baru. Sesungguhnya terdapat tiga hal yang tenaga ekstra dalam pelaksanaanya.
sangat krusial dalam pembahasan Pengertian pelaksanaan Pemilu
rancangan UndangUndang Pemilu, yaitu serentak harus ditentukan terlebih dahulu,
pertama sistem pemilihan proporsional apakah Pemilu lima kotak yang selama ini
terbuka dan proporsional tertutup; kedua, dipahami banyak pihak yaitu pemilu
aturan ambang batas atau apa yang disebut Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD,
dengan threshold dan terakhir dan DPRD, ataukah serentak disemua
pengalokasian kursi anggota legislatif cabang eksekutif dan legislatif pada
disetiap daerah pemilihan. tingkatan nasional dan lokal. Menurut
Guru Besar Hukum Tata Syamsuddin Harris, beberapa hal yang
Negara Saldi Isra mengatakan, idealnya perlu diperhatikan dalam pembuatan
Pemilu serentak 2019 dilaksanakan dua Undang Undang Pemilu antara lain20:
tahap yaitu pemilu nasional dan pemilu 1. Jumlah dan bentuk kertas suara untuk
daerah atau lokal19. Menurut memilih Presiden dan Wakil Presiden,
dia, pemilihan Presiden, Wakil Presiden, DPR, DPD, Gubernur dan DPRD
DPR, DPD, DPRD Provinsi dengan Provinsi, Bupati dan Walikota serta
pemilihan DPRD Kabupaten/kota sudah DPRD Kabupaten/Kota tentunya
berbeda. Maka, wajar jika pemilu serentak sangat banyak dan membutuhkan
2019 dibagi atas Pemilu Nasional serta informasi yang jelas bagi para calon
Pemilu daerah atau lokal. Pemilu untuk pemilih.
memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan
Wakil Presiden masuk ke Pemilu 2. Pemilih membutuhkan waktu yang
tidak sedikit dalam menentukan

19 20
http://nasional.kompas.com/read/201 Janedri M. Gaffar, Politik Hukum
6/05/19/05150081/Pemilu.Serentak.2019.Diusulk Pemilu, (Jakarta: Konpress Konstitusi, 2012). hal. 28
an.DIbagi.dalam.Dua.Tahap, diakses pada hari
Rabu, 8 Maret 2017
174
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

pilihan mereka dari memilih para banyaknya ideologi yang dianut


kandidat eksekutif dan legislatif dari masyarakat.
pusat sampai ke daerah yang Menurut Jayadi Hanan,
jumlahnya ratusan ribu calon tersebut. pembahasan mengenai penguatan sistem
Presidensial dengan Multi partai adalah
Berdasar pada butiran diatas, upaya untuk melihat berbagai macam
cukup realistis jika Pemilu serentak secara variabel yang dapat membantu, antara lain:
nasional dari pusat sampai ke daerah memastikan dukungan yang cukup bagi
dilaksanakan pada waktu yang bersamaan presiden di legislatif, mengurangi jumlah
seperti yang diterapkan di Filipina. partai di Parlemen, mengurangi
Diantara kelebihan dari pelaksanaan kemungkinan divided government serta
Sistem Presidensial seperti yang memperkuat dan meningkatkan
dipraktekan di Amerika Serikat misalnya, kualitas kinerja Pemerintahan. Karenanya,
karena jabatan Presiden yang bersifat menurut Hanand, skenario yang mungkin
tetap, maka stabilitas pemerintahan terjadi pada Pemilu Serentak 2019, jika
eksekutif akan terjaga. dikaitkan dengan apa yang menjadi
Sistem pemilihan Presiden yang temuan penelitian Jonesa dalah sebagaian
langsung oleh rakyat menjadikan rakyat besar partai akan mengajukan pasangan
sebagai mendataris Presiden, sehingga calon diputaran pertama yang berbarengan
fungsi eksekutif adalah menjaga mandat dengan pemilihan legislatif. Kemudian,
dan legitimasi rakyat dapat menciptakan bila ada calon yang sangat populer atau
iklim demokrasi yang sejuk, serta semakin kompetitif, bisa jadi banyak partai akan
menguatnya peran masing-masing mendukung calon yang populer tersebut22.
lembaga negara, yaitu eksekutif dan Kesimpulan dari berbagai macam
legislatif berkat pemisahan kekuasaan spekulasi tersebut menurut Hanand,
yang tegas diantara keduanya. Kondisi indonesia idealnya mengubah formula
yang rancu dengan sistem di Indonesia Pemilu presidennya menjadi plurality.
adalah, memadukan sistem presidensial
Hipotesis Maurice Duverger
dengan sistem multi partai. Karena dalam menyatakan bahwa ada hubungan antara
sistem yang Presidensial, tidaklah mudah sistem pemilihan umum dengan sistem
bagi Presiden terpilih untuk memperoleh kepartaian dimana sistem Pemilu plurality
dukungan kuat di Parlemen21. Hal ini cenderung menghasilkan sistem dua partai,
sederhana, karena begitu banyaknya sedangkan sistem pemilu proporsional
partai, tidaklah mudah bagi satu partai cenderung menghasilkan sistem multi
tertentu mendapatkan suara mayoritas di partai23. Kemudian Mainwaring dan Linz
Parlemen, padahal kekuatan di Parlemen mengungkapkan bahwa secara teoritis,
yang dapat menyokong kepempinan sistem presidensial sulit untuk
eksekutif sangat diperlukan. Selain itu, dikombinasikan dengan sistem multi
terlalu banyaknya partai menandakan juga partai, karena kecendrungan terjadinya
deadlock antara eksekutif dengan

21
Joko J. Prihatmoko, Mendemokratiskan Pemilu Sistem Kepartaian. (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2015), hal.
dari Sistem Sampai Elemen Praktis, (Yogyakarta: Pusat 3
Belajar, 2008). hal. 150. 23
Maurice Duverger. “Political Parties: Their
22
Djayadi Hanan, Memperkuat Presiensialisme Organizationand Activity in the Modern State.” (London:
Multipartai di Indonesia: Pemilu Serentak Sistem Pemilu dan Methuen, 1954), hal. 252
175
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

legislatif. Deadlock tersebut dikarenakan dalam pemilihan, dikaitakan dengan


legislatif dan eksekutif dikuasai oleh konstalasi politik pasca Pemilu, komposisi
partai-partai yang berbeda, Parlemen yang tidak mendukung
karena kecendrungan pada sistem kepemimpinan Presiden yang paling
Presidensial yang multipartai, presiden rentan terjadi adalah fakta yang paling
terpilih tidak memiliki dukungan sering dihadapi dinegara dengan Sistem
mayoritas di legislatif, dikarena banyaknya Presidensial multipartai. Karenanya,
Partai Politik yang menjadi anggota pembenahan sistem Presidensial di
legislatif. Karenanya untuk kasus Indonesia selain dengan upaya
Indonesia sistem multi partai idealnya penyelenggaraan Pemilu serentak juga
disandingkan dengan sistem Pemilu yang harus dibarengi dengan cita-cita
proporsional. menyatukan visi dan misi partai dengan
Beberapa hasil penelitian terdahulu tujuan akhir merampingkan jumlah partai-
menemukan bahwa gabungan sistem partai politik peserta Pemilu.
pemilu Presiden dengan formula plurality Berdasarkan pengamatan Penulis,
dengan pemilu legislatif secara serentak diantara yang kemungkinan terjadi dengan
cenderung dapat membantu cita-cita Pemilu serentak sesungguhnya
penyederhanaan sistem kepartaian24. dapat menjadi pembenahan dalam sistem
Sementara hasil penelitian Hanand Presidensial, paling tidak hal ini dapat
menyimpulkan bahwa pelaksanaan Pemilu terlihat dari kebutuhan Parpol untuk
serentak atau sistem Pemilu secara umum melakukan koalisi Permanen demi
belum tentu akan berdampak positif memenangkan suara di Pemilu serentak.
terhadap penguatan sistem Presidensial Koalisi yang sudah harus dibangun dari
multipartai. sebelum Pemilu dilaksanakan idealnya
Pengalaman negara dengan sistem tidak akan terpengaruh oleh konstalasi
Presidensial dan pelaksanaan Pemilu politik pasca Pemilihan Legislatif,
serentak di Amerika Serikat misalnya sehingga membuat peta politik menjadi
menunjukkan betapa pentingnya buram. Koalisi yang dibangun sejak awal
mengelola jumlah Partai Politik. sebelum Pelaksanaan Pemilu Serentak,
Sistem yang multi partai dengan ideologi akan dibentuk dengan pemahaman yang
dan visi misi Parpol yang beragam tak sama dalam ekspekstasi yang diinginkan
akan memperumit pelaksaan sistem demi memenangkan Pemilu baik di
Pemilu Serentak. Karena banyaknya Legislatif maupun di Eksekutif.
Parpol akan menyebabkan banyaknya Berkoalisinya partai hingga memenangkan
calon anggota salah satu hambatan terbesar Pilpres, juga berdampak kepada komposisi
dalam sistem pemerintahan Presidensial Parlemen yang kemungkinan sudah akan
adalah tidak mudahnya menemukan dikuasai oleh Partai pengusung pasangan
konsensus antara eksekutif dan legislatif, calon Presiden dan wakil Presiden.
bahkan di legislatif itu sendiri jika dipadu Kondisi ini diharapkan berbeda dengan
padakan dengan sistem multipartai. kondisi dimasa lalu dimana Partai
legislatif yang harus dipilih dan pemenang Pemilu legislatif kerap berbeda
kemungkinan banyaknya calon Presiden dengan partai pemenang pemilu eksekutif,

24
Scott Mainwaring, Jurnal, Presidentialism, Combination”,dalam Comparative Political Studies, Vo. 26,
Multipartism, and Democracy: The Difficult No. 2, 1993. hal 198- 228.
176
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

sehingga mengakibatkan deadlocknya kemitraan taktis yang bersifat sesaat


antara Pemerintah dengan DPR dengan partai politik, sehingga tidak
diharapkan, jika kondisi tersebut dicapai, melahirkan gabungan kerjasama antar
maka pelaksaanaan Sistem Presidensial di partai politik berjangka panjang yang
Indonesia akan mulai mengatasi salah satu dapat melahirkan penyederhanaan jumlah
hambatan terbesarnya, yaitu terjadinya partai politik secara alamiah. Dalam
deadlock antara Legislatif dengan praktik, model pengusulan pasangan calon
eksekutif. Pada akhirnya suatu sistem Presiden dan Wakil Presiden oleh
Presidensial yang sempurna bukan tidak gabungan partai politik tidak lantas
mungkin menjadi keniscayaan, namun membentuk gabungan kerjasama yang
untuk bisa mewujudkannya tentu saja bersifat permanen dari partai-partai politik
diperlukan proses yang panjang dan di Parlemen, sehingga tak kunjung mampu
konsistensi antara para pemangku mewujudkan penyederhanaan sistem
kekuasaan. kepartaian kita.
Pemilu serentak merupakan
2. Pemilu Nasional Serentak dan jawaban atas berbagai persoalan di atas.
Penguatannya Terhadap Sistem Dalam Pemilu serentak kemenangan calon
Presidensial Presiden cenderung diikuti perolehan kursi
Salah satu dari lima kesepakatan mayoritas Parlemen partai atau gabungan
dasar Perubahan UUD 1945 adalah partai pengusungnya. Demikian pula
mempertegas sistem pemerintahan sebaliknya. Pemilu serentak akan
presidensial. Penyelenggaraan Pileg dan menciptakan gabungan kerjasama antar
Pilpres secara serentak merupakan bagian partai politik dalam pemerintahan yang
dari rancang bangun sistem pemerintahan solid karena proses pembentukannya
Presidensial yang ingin lebih dipertegas. tersedia cukup waktu. Bandingkan dengan
UUD 1945 menempatkan Presiden dalam pembentukan gabungan kerjasama antar
posisi yang memiliki legitimasi kuat partai politik saat ini, yang mana semua
karena dipilih langsung oleh mayoritas partai menunggu hasil Pileg yang jaraknya
rakyat, sehingga dalam masa jabatannya hanya satu bulan dari jadwal pencalonan
tidak dapat dijatuhkan, kecuali karena Presiden dan Wakil Presiden.
alasan pelanggaran hukum yang secara Pembentukan gabungan kerjasama
limitatif telah ditentukan. Posisi Presiden antar partai politik dalam menghadapi
dalam hubungannya dengan DPR adalah Pilpres saat ini pun berlangsung cair dan
sejajar dengan prinsip hubungan yang cenderung tidak berpola. Ia akan terbentuk
saling mengawasi dan mengimbangi di menit-menit akhir karena desakan
(checks and balances). waktu. Ada penggabungan sebelum
Pemisahan pelaksanaan Pileg Pilpres, lalu ada partai bergabung pada
dengan Pilpres yang berlangsung selama putaran kedua, dan ada pula partai masuk
ini belum mampu memperkuat sistem lagi setelah Pilpres usai untuk ikut gabung
Presidensial. Mekanisme saling dalam pemerintahan. Akibatnya,
mengawasi dan mengimbangi antara DPR bangunan gabungan kerjasama yang
dan Presiden kurang berjalan dengan baik. dihasilkan rapuh. Partai yang pertama
Pasangan calon Presiden dan Wakil bergabung merasa berhak mendapatkan
Presiden kerap menciptakan hubungan kursi kabinet lebih banyak. Sementara

177
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

partai lain meskipun bergabung suara dalam pemilihan umum dengan


belakangan juga merasa memiliki hak sedikitnya dua puluh persen suara di setiap
serupa karena punya kursi di parlemen. Provinsi yang tersebar di lebih dari
Bahkan lalu ada partai yang meminta setengah jumlah Provinsi di Indonesia,
anggota legislatifnya untuk merecoki dilantik menjadi Presiden dan Wakil
pemerintahan di mana mereka ikut di Presiden”. Adapun Pasal 6A Ayat (2)
dalamnya. UUD 1945 berbunyi “Pasangan calon
Dalam jangka panjang, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diusulkan
serentak dapat menyederhanakan pola oleh partai politik atau gabungan partai
kepartaian yang dibutuhkan sistem politik peserta pemilihan umum sebelum
presidensial. Hal itu karena gabungan pelaksanaan pemilihan umum”. Pasal ini
kerjasama antar partai politik yang menegaskan bahwa kriteria partai politik
terbentuk, baik yang menang maupun yang atau gabungan partai politik yang berhak
kalah dalam persaingan pemilu cenderung mengusulkan pasangan calon Presiden dan
menjadi permanen. Tentu ada Wakil Presiden adalah partai politik yang
kemungkinan partai yang berubah “mitra- dinyatakan sebagai peserta pemilihan
koalisi” di tengah perjalanan, tapi umum, tanpa embel-embel persyaratan
jumlahnya minim saja. Partai-partai besar ambang batas lainnya. Ini berarti setiap
cenderung bertahan dan mapan pada partai politik yang memenuhi persyaratan
posisinya. Sementara partai-partai kecil sebagai peserta Pemilu berhak untuk
yang tidak punya calon Presiden hebat mengusulkan calon Presiden dan Wakil
akan berkurang dengan sendirinya. Presiden.
B.III. Melirik Ambang Batas Pada Kedudukan konstitusional partai
Pencalonan Presiden dan Wakil politik dalam pemilu sangat strategis.
Presiden, DPR, DPD dan DPRD Partai politik disebut sebagai peserta
Terhadap Corak Pemilihan pemilu (Pasal 22E), dan dalam
Umum Secara Serentak kedudukannya sebagai peserta pemilu itu
partai politik adalah satu-satunya institusi
Dengan Pemilu serentak, yang diberi hak untuk mengusulkan
persyaratan bagi Partai Politik atau pasangan capres/cawapres (Pasal 6A). Jadi
gabungan Partai politik untuk dapat disimpulkan bahwa gagasan Pemilu
mengusulkan calon Presiden dan Wakil dalam UUD 1945 pasca perubahan adalah
Presiden, yaitu perolehan 20 persen kursi Pemilu serentak berbasis partai politik.
di DPR atau 25 persen dari suara sah secara Pemilu serentak memerlukan
nasional menjadi kehilangan urgensi dan modifikasi pada sistem Pilegnya. Kalau
tidak relevan lagi. hal itu tidak dilakukan dikhawatirkan
Sesungguhnya norma “presidential justru akan menggagalkan tujuan Pemilu
threshold”, yaitu batas ambang seseorang itu sendiri. Tanpa perubahan sistem,
dinyatakan sebagai Presiden terpilih pada Pemilu 2019 bisa lebih buruk kualitasnya
UUD 1945 diatur dalam Pasal 6A ayat (3), dibanding dengan Pileg 2014. Tanpa
bukan pada ayat (2), yang menyatakan penyempurnaan sistem, Pemilu 2019 bisa
bahwa “Pasangan calon Presiden dan menjadi ajang lebih maraknya praktek
Wakil Presiden yang mendapatkan suara politik uang, gagal mewujudkan sistem
lebih dari lima puluh persen dari jumlah Presidensial yang dicita-citakan, dan

178
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

ujungnya akan mendistorsi pelaksanaan memilih bakal caleg dan bakal capres yang
amanah konstitusi dalam implementasi akan dikirim untuk mengikuti Pemilu
kedaulatan rakyat. 2019. UU harus mengatur aturan yang
Sistem Pileg kita mestinya kembali rinci dan tegas terkait hal ini dengan
kepada semangat konstitusi yang telah memberikan sanksi diskualifikasi bagi
menetapkan partai politik sebagai peserta partai politik yang tak mentaatinya.
Pemilu. Pemilu proporsional terbuka Menindaklanjuti Putusan MK,
berbasis caleg harus dikembalikan menjadi DPR bersama Presiden hasil Pileg dan
berbasis partai politik yang merupakan Pilpres 2014 harus segera mempersiapkan
peserta Pemilu. Perubahan ini dapat perubahan berbagai UU terkait Pileg dan
mengatasi kelemahan sistem Pemilu kita Pilpres, sehingga pelaksanaan Pemilu
saat ini seperti maraknya politik uang, Nasional secara serentak mempunyai
perang-saudara antar caleg, kecurangan- pijakan hukum yang kuat, merujuk pada
kecurangan yang dilakukan baik oleh konstitusi. DPR melalui Badan legislasi
peserta maupun penyelenggara/dan atau diharapkan membentuk tim kerja yang
bersama-sama. Juga yang tak kalah dalam waktu setahun
penting adalah bahwa sistem proporsional mampu merumuskan sistem, pola, dan
berbasis partai politik ini berkesesuaian format Pemilu serentak yang cocok dan
dengan pola pemerintahan Presidensial. sesuai dengan realitas keindonesiaan kita.
Dengan sistem proporsional berbasis Perwakilan fraksi dengan ditambah
partai politik, maka partai politik yang mayoritas sejumlah akademisi dan
melakukan kampanye dan pemilih hanya kalangan yang dinilai memiliki ketulusan
memilih partai politik, bukan memilih dan objektivitas tinggi dalam membangun
caleg secara langsung. Para caleg sistem ketatanegaraan kita layak
mendukung partai politiknya dilibatkan. Presiden melalui Kementerian
berkampanye, dengan mengangkat isu-isu Hukum dan HAM juga diharapkan
yang jelas dan terarah. Mereka tidak perlu melakukan hal yang sama.
melakukan kampanye sendiri-sendiri Mahfud menjelaskan bahwa MK
dengan mengangkat isu-isu pribadi yang tidak pernah mengharuskan dilakukannya
justru membingungkan. Lebih dari itu, sistem proporsional terbuka. Padahal, kata
pemilih dapat dimudahkan dalam dia, MK hanya menghilangkan syarat 30
menentukan pilihan. persen Bilangan Pemilih Pembagi (BPP)
Syarat mutlak kembalinya Pileg yang ada pada UU Nomor 10 Tahun 2008
kepada sistem proporsional berbasis partai tentang Pemilu Legislatif. Dalam Pasal
politik harus dibarengi dengan perbaikan 214 menyebutkan bahwa anggota DPR
sistem rekruitmen bakal caleg dan bakal terpilih ditetapkan berdasarkan urutan
capres oleh partai politik. Partai politik suara terbanyak di antara calon-calon
perlu memberi jaminan kepada masyarakat legislatif yang memperoleh suara 30
bahwa caleg-caleg mereka bukanlah persen atau lebih dari BPP. Syarat 30
kucing-kucing dalam karung, atau calon- persen itu, papar Mahfud, dibatalkan oleh
calon dari hasil praktik oligarki. Hal itu MK karena dianggap tidak adil dan
dapat dilakukan dengan perintah UU. menimbulkan ketidakpastian bagi para
Setiap partai politik peserta Pemilu wajib
menyelenggarakan pemilu internal untuk

179
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

pemilih25. Urusan proporsionalnya Yaitu batas minimal perolehan


terbuka, itu merupakan politik DPR dan suara partai politik atau gabungan partai
pemerintah. Sehingga kalau sekarang mau politik untuk bisa mengusulkan calon
tertutup lagi juga sah. Tidak ada sistem presiden dan wakil presiden. Dalam RUU
pemilu yang tidak konstitusional. Menurut Pemilu, ketentuannya masih sama dengan
Mahfud, sistem pemilu proporsional sebelumnya. Partai politik atau gabungan
tertutup cenderung lebih rawan gugatan. partai politik harus mempunyai kursi
Sedangkan presidential threshold rawan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi
gugatan jika ditetapkan angkanya. Kalau DPR, atau 25 persen dari suara sah
nol persen berarti semua Parpol baru boleh nasional. Jumlah kursi di DPR saat ini 560
ikut, saya kira tidak akan ada gugatan. dengan 10 partai politik. PDIP dan Golkar
Kemudian yang menjadi ingin syaratnya tetap seperti usul
Perdebatan dalam pembahasan di RUU pemerintah, namun Gerindra minta
Pemilu yang sangat mendasar dilihat dari syaratnya dihapus. Begitu juga keinginan
3 (tiga) aspek yaitu antara lain 26: partai kecil, jadi semua Parpol bisa
1. Parliamentary Threshold (PT) mengusung capres-cawapres.
Yaitu jumlah suara yang harus Sebetulnya, karena pemungutan
dipenuhi partai politik di pileg untuk bisa suara Pileg dan Pilpres digelar dalam hari
masuk ke parlemen. Ketentuan di RUU yang sama, maka presidential threshold
pemilu, partai politik harus mendapatkan otomatis tidak dibutuhkan. Parpol-parpol
minimal 3,5 persen suara dari total suara yang ingin ada presidential threshold,
sah secara nasional dalam Pileg untuk mengajukan data perolehan suara
masuk DPR. Parpolnya menggunakan hasil Pileg 2014.
Pada pemilu legislatif 2014, Sementara itu, pegiat pemilu mengusulkan
jumlah suara sah secara nasional ada presidential threshlod dihapuskan karena
124.972.491 suara, yang dikumpulkan 12 Pileg dan Pilpres serentak. Namun mereka
partai politik. Tapi hanya 10 partai yang menginginkan maksimal koalisi untuk
memenuhi minimal 3,5 persen suara lalu Pilpres adalah 40 Persen parpol peserta
masuk ke DPR. Sisanya, gagal duduk di pemilu, agar tak ada calon tunggal.
Senayan. Nah, di RUU Pemilu, partai 3. Sistem Pemilu legislatif
besar ingin syaratnya tetap 3,5 persen, Ini yang sering disebut sebagai
bahkan dinaikkan hingga 5 persen agar sistem pemilu. Pada pemilu legislatif
jumlah parpol di DPR sedikit. Tapi partai (pileg) 2014, sistemnya disebut
kecil dan baru, minta syaratnya lebih proporsional daftar terbuka. Pemilih bisa
mudah bahkan dibuat 0 persen agar mencoblos parpol atau nama caleg,
mereka bisa masuk parlemen dan lengkap dengan daftar calegnya. Caleg
menentukan perolehan kursi anggota dengan suara terbanyak berdasarkan
DPR. sistem perhitungan UU, otomatis dia yang
2. Presidential Threshold (PT) duduk di parlemen.

25 26

http://www.qureta.com/post/ambang-batas- http://www.beritasatu.com/politik/384911-revisi-
pencalonan-presiden-dalam-presidensialisme, uu-pemilu-butuh-konsensus-politik.html, diakses
diakses, pada hari Rabu, 8 Maret 2017 pada hari Kamis 9 Maret 2017.
180
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

Tapi pada pileg 2019, pemerintah dalam Golkar dan PAN dalam koalisi pendukung
RUU pemilu mengusulkan sistemnya jadi Pemerintah).
proporsional terbuka terbatas alias Namun, jumlah dukungan tersebut
tertutup. Artinya, kita hanya boleh akan bertambah pada kisaran 42 persen
mencoblos pada nomor atau logo partai. jika pemilihan DPR dilakukan
Daftar caleg tetap tertera di surat suara, secara opovov. Dengan demikian, untuk
tapi hanya untuk diketahui. Anggota DPR mendapatkan dukungan mayoritas di DPR,
yang duduk di parlemen akan ditentukan pemerintahan Jokowi-JK relatif hanya
oleh parpol masing-masing, bukan membutuhkan tambahan dukungan dari
pemilih. satu partai yang memiliki porsi kursi 9
Gejala tersebut muncuk ketika persen di DPR. Jika fenomena
Presiden yang terpilih dengan tingkat parlementarisasi sistem presidensialisme
legitimasi popular vote (pemilih) yang ini makin menguat dalam dunia
tinggi, jarang menikmati dukungan perpolitikan Indonesia, maka dampak yang
signifikan (mayoritas) kursi di DPR. Hal dihasilkan akan dapat memperlemah
ini berakibat pada efektivitas presiden kelembagaan sistem kepartaian. Misalnya,
dalam menjalankan roda pemerintahan, dalam rangka mendapatkan dukungan
khususnya kebijakan-kebijakan yang mayoritas di DPR, presiden terpilih akan
membutuhkan persetujuan ataupun melakukan tindakan-tindakan semacam
pengesahan dari DPR. Tidak singkronnya “kooptasi” parlemen maupun “kooptasi”
antara skema yang diatur dalam Undang- non parlemen. Secara sadar ataupun tidak,
Undang Pilpres dan Pileg, ditengarai situasi ini akan menjadi disinsentif bagi
sebagai basis utama munculnya problem upaya pelembagaan sistem kepartaian,
kelembagaan antara Presiden dengan DPR terutama akan berdampak pada
ketika menjalankan roda pemerintahan. melemahnya budaya dan pelembagaan
Contoh paling akurat dari prolem oposisi.
kelembagaan ini misalnya, skema
pemilihan presiden dan wakil presiden KESIMPULAN dan SARAN
yang berbasis pada prinsip opovov (one 1. Kesimpulan
person, one vote, one value), sebaliknya Maka adapun yang dapat ditarik
untuk pemilihan DPR, prinsip tersebut sebagai kesimpulan dalam penelitian tesis
tidak berlaku. ini yaitu sebagai berikut:
Jika prinsip ini diberlakukan untuk 1. Format sistem Pemilu di Indonesia
dua skema pemilihan baik Presiden dan kedepan dalam hubungannya dengan
DPR, maka secara teoritis potensi sistem Presidensiil Pemilu serentak
munculnya problem kelembagaan yang juga tersirat dalam Pasal 6A Ayat (2)
pernah ada dan saat ini hadir tentu UUD 1945 yang menyatakan
teredusir secara signifikan. Melihat kasus “Pasangan calon Presiden dan Wakil
pemerintahan Jokowi-JK, meskipun Presiden diusulkan oleh partai politik
memenangkan Pilpres secara mayoritas atau gabungan partai politik peserta
(53,15 persen), peta kekuataan dukungan pemilihan umum sebelum pelaksanaan
kursi di DPR hanya berada pada kisaran pemilihan umum”. Pasal ini
36,96 persen (sebelum bergabungnya mengisyaratkan pemilu serentak yakni
penggabungan Pileg dengan Pilpres

181
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

dalam satu hari-H pemilihan. Frasa sebaliknya sistem Pemilu serentak


sebelum pelaksanaan pemilihan tidak akan berdampak kepada cita-cita
umum” mengisyaratkan Pemilu yang memperkuat sistem Presidensial
dimaksud adalah Pilpres dan juga Pileg sebagaimana diharapkan. Diantara
yang pelaksanaannya disatukan. Frasa kelemahan sistem pemilu serentak
“pemilihan umum” dalam Pasal 6A yang dikumpulkan oleh para Peneliti
ayat (2) tersebut merujuk pada Pasal LIPI dari tinjauan serta pengalaman
22E ayat (1) dan (2) UUD 1945. mereka dilapangan, dapat diringkas
Norma kedua Pasal itu ditetapkan pada antara lain: Sementara Pemilu serentak
kurun waktu yang sama, yaitu pada membuka ruang kepada Partai untuk
Perubahan Ketiga UUD 1945 di tahun menentukan Capres-Capres nya.
2001, sehingga memiliki keterkaitan Dengan demikian akan ada banyak
yang erat. nama bermunculan dalam bursa
2. Pelaksanaan Pemilu serentak dan pemilihan Presiden, apalagi jika tidak
pembenahan terhadap sistem dibatasi dengan batas ambang
Presidensial dalam konstitusi bukan (Presidential threshold) yang jelas,
didasarkan kepada kesempurnaan sulitnya para pemilih untuk
sistem, melainkan pada situasi dan mengetahui dan memilih para calon
kondisi dalam negeri. Karena sistem pejabat publik, eksekutif dan legislatif,
Presidensial itu sendiri memiliki dari begitu banyaknya nama calon-
kelemahan-kelemahan yang dapat calon, Waktu yang diperlukan dibilik
menggagalkan dan mengurangi suara akan menjadi lebih lama, Kertas
keefektifan kerja lembaga-lembaga suara akan menjadi sangat tebal,
tinggi negara. Diantara kelemahan- Persiapan logistik Pemilu yang lebih
kelemahan dari sistem Presidensial sulit, Perhitungan suara pemilu juga
seperti yang dipaparkan Mainwaring akan memakan waktu yang cukup
salah satunya adalah kemungkinan lama, lebih dari dua minggu. Karena di
munculnya kelumpuhan ataupun dunia ini tidak ada sistem yang
kebuntuan politik antara eksekutif dan sempurna, maka diperlukan betul
legislatif, terutama di negara dengan upaya mempertimbangkan segala
sistem yang multipartai. Kemudian, macam kelemahan dan kelebihan dari
Presiden tidak dapat diganti ditengah berbagai macam sistem Pemilu. Pada
jalan, karena jabatannya yang sudah akhirnya keputusan ini dikembalikan
diatur, sekalipun kinerjanya tidak kepada proses politik para Penentu
memuaskan. Sementara riset Juan Linz Kebijakan, dan sebagaimana
melihat, sistem Presidensial tidak diperlihatkan di Indonesia, dimana MK
cocok untuk negara-negara Demokrasi telah memenangkan mereka para
baru dikarenakan pemisahan pengusung Pemilu serentak.
kekuasaan legislatif dan eksekutif 3. Ambang batas pada pencalonan
cenderung menimbulkan polarisasi. Presiden dan Wakil Presiden, DPR,
Namun demikian, penolakan terhadap DPD dan DPRD terhadap corak
sistem Pemilu serentak ini juga pemilihan umum secara serentak
dikemukakan beberapa tokoh ditanah dalam penyelenggaraan Pemilu secara
air. Yang menisaratkan, bahwa serentak (Pileg dan Pilpres) merupakan

182
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

satu instrumen politik yang secara mana melalui Pemilu serentak, tersedia
efektif dapat menghasilkan mekanisme secara sah dan terlembaga
pemerintahan yang kuat. Selain itu, baik bagi masyarakat pemilih maupun
skema keserentakan penyelenggaraan pemerintah untuk saling melakukan
Pilpres dan Pileg juga dapat evaluasi terhadap efektif tidaknya
menghasilkan terwujudnya berbagai kebijakan dan program-
penyederhanaan sistem kepartaian program pemerintahan.
secara alami dan demokratis.
Kemudian partai besar cenderung tetap
mempertahankan syarat pencalonan 2. Saran
seperti diatur dalam UU Pemilu Setelah melakukan pembahasan
Presiden sebelumnya, 20% suara sah dan analisa terhadap penulisan yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka sebagai
nasional atau 25% kursi DPR.
Sementara beberapa partai kecil saran yang dapat diberikan dalam
menganggap dengan pelaksanaan penulisan ini yaitu:
1. Memeberikan format baru terhadap
pemilu serentak maka pemberlakukan
syarat pencalonan menjadi tidak sistem Pemilu di Indonesia kedepan
relevan. Jika merujuk pada pasal 6A dalam hubungannya dengan sistem
Presidensiil dengan adanya Putusan
Ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945
yang menyatakan bahwa pasangan Mahkamah Konstitusi yang
capres dan cawapres diusung Parpol menganjurkan agar dilakukannya
Pemilu serentak diharapkan dapat
atau gabungan Parpol peserta Pemilu
sebelum pemilihan umum. Konstitusi berjalan dengan efektif dan berdampak
secara tegas tidak memberikan syarat kepada positif terhadap kebaikan
sistem Pemilu di Indonesia. Manfaat
sebagaimana diatur dalam UU.
Permasalahan utama adalah Pemilu lain yang juga akan didapatkan jika
serentak 2019 merupakan pengalaman (Pileg Nasional tidak serentak dengan
Pileg Daerah) antara lain; (a) mendidik
pertama bagi Indonesia, jadi ada
semacam kegamangan dalam masyarakat untuk membedakan isu
mengatur syarat pencalonan presiden. nasional dan daerah, (b) hasil Pemilu
daerah dapat menjadi koreksi terhadap
Demikian juga dengan partai baru yang
belum memiliki pengalaman namun kebijakan pemerintah pusat, (c)
masyarakat tidak berpemilu tiap lima
berkesempatan mencalonkan presiden,
merupakan hal wajar sebab semua tahun sekali, tapi minimal dua kali
partai belum memiliki hasil Pemilu dalam 5 (lima) tahun, (d)
memberdayakan KPU dan Bawaslu
legislatif yang aktual di tahun 2019.
Pada dasarnya, ini masalah psikologis dengan diberi kewenangan/otonomi.
beberapa partai saja yang belum siap Manfaat tersebut akan didapatkan,
dengan penghapusan syarat apabila penyelenggaraan Pileg dan
pencalonan Presiden. Dalam hal ini Pilpres diserentakkan, dan diselingi
ada satu aspek penting dari dengan perbedaan waktu 2,5 tahun
yang kemudian diikuti dengan Pemilu
keserentakan penyelengaraan
Pemilu yang kerap diabaikan dalam DPRD dan Pilkada yang juga
konteks sistem Presidensialime, di dilakukan secara serentak.

183
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

2. Bagi para Pelaksana Pemilu serentak Sekretariat Jenderal dan


semisal KPU, BAWASLU, dan Kepaniteraan Mahkamah
Lembaga control lainnya nantinya Konstitusi RI, 2006.
diharapkan adanya pembenahan Andersen, David J., Pushing the Limits of
terhadap sistem pemilihan umum Democracy: Concurrent Elections
secara serentak tersebut yang dapat and CognitiveLimitations of
dilaksanakan dengan baik dengan Voters. PhD Dessertation, New
sistem kejujuran, keadilan, Jersey: The State University of
transparansi, dan akuntabilatas, dan New Jersey, 2011.
Profesionalisme dan juga pengawasan Duverger, Maurice, “Political Parties: Their
yang efektif dan efiseiensi agar Organizationand Activity in the Modern
terhindarnya kecurangan-kecurangan State.” London: Methuen, 1954.
dalam sistem pelaksanaan Pemilihan Fuady, Munir, Teori Negara Hukum
Umum di Indonesia. Modern (Rechtstaat), Bandung:
3. Mestinya Pemerintah dan DPR kini PT.Rafika Aditama, Cetakan
dapat merampungkan kembali RUU Pertama, 2009.
Pemilu serentak agar dapat secepatnya Gaffar, Janedri M., Politik Hukum
disosialisasikan kepada seluruh Pemilu, Jakarta: Konpress Konstitusi,
element masyarakat, supaya mereka 2012.
bisa lebih cepat memahami setentang Geys, Benny, Jurnal, Explaining Voter Turnout: A
Pemilu serentak yang akan datang, dan Review of Aggregate –level Research.”
juga mengetahui terhadap ambang Dalam Electoral Studies 25 (2006).
batas pada pencalonan presiden dan Hanan, Djayadi, Memperkuat Presiensialisme
wakil presiden, DPR, DPD dan DPRD Multipartai di Indonesia: Pemilu
terhadap corak pemilihan umum secara Serentak Sistem Pemilu dan Sistem
serentak, kemudian jika ada kesalahan- Kepartaian, Jakarta: PT. Grafindo
kesalahan pada tahapan dan Persada, 2015.
mekanisme yang ada lebih cepat sigap Haris, Syamsuddin; Ramlan Surbakti; Saldi Isra,
untuk memperbaikinya, supaya tidak Ikrar Nusa Bakti, et.al., Pemilu
terlihat lebih tergesah-gesah, Nasional Serentak 2009 (Position
dikarenakan sifat yang tergesah-gesah Paper), Jakarta: Electoral Institute LIPI,
itu tidak bakalan membuahkan hasil 2014.
yang maksimal sesuai yang diharapkan Lijphart, Arend, Sistem Pemerintahan
oleh seluruh masyarakat. Parlementer dan Presidensial,
Jakarta: Raja GrafindoPersada, 1995.
DAFTAR PUSTAKA Marzuki, Mahmud, Peter, Penelitian
1. Buku-buku: Hukum, Jakarta: Kencana, 2006.
Asshiddiqie, Jimly, Format Kelembagaan Prihatmoko, Joko J., Mendemokratiskan Pemilu
Negara dan Pergeseran dari Sistem Sampai Elemen Praktis,
Kekuasaan Dalam UUD 1945, Yogyakarta: Pusat Belajar, 2008.
Yogyakarta: FH UII Press, 2005. Tutik, Triwulan, Titik, Pokok-Pokok
---------------------, Perkembangan dan Hukum Tata Negara Indonesai
Konsolidasi Lembaga Negara Pascaamandemen UUD 1945,
Pasca Reformasi, Jakarta:

184
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora (JSEH) p-ISSN: 2461-0666
Volume 5 Nomor 2 2019 (PP. 161-185) e-ISSN: 2461-0720

Jakarta: Cerdas Pustaka Publisher, darihttp://www.republika.co.id/berita/pe


2008. milu/berita-pemilu/14/01/24/mzwial-ini-
Soemantri , Sri, Perbandingan Hukum Tata dampak-negatif-pemilu-serentak24
Negara, Bandung: Penerbit Alumni, Januari 2014.
1971. http://nasional.kompas.com/read/2016/05/
Subakti, Ramlan, et.al., Perekayasaan 19/05150081/Pemilu.Serentak.201
Sistem Pemilihan Umum, Untuk 9.Diusulkan.DIbagi.dalam.Dua.Ta
Pembangunan Tata Politik hap, diakses pada hari Rabu, 8
Demokkratis, Jakarta, Kemitraan Maret 2017.
Partnership, Cetakan Pertama, http://www.qureta.com/post/ambang-
2008. batas-pencalonan-presiden-dalam-
presidensialisme, diakses, pada
2. Undang-Undang dan Putusan: hari Rabu, 8 Maret 2017.
http://www.beritasatu.com/politik/384911
Undang-Undang Dasar 1945. -revisi-uu-pemilu-butuh-
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 konsensus-politik.html, diakses
tentang Pemilu Legislatif. pada hari Kamis 9 Maret 2017.
Undang-Undang No. 42 Tahum 2008
tentang Pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011
Tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum.
Putusan Mahkamah Konstitusi No
14/PUU-11/2013 Tentang
Pemilihan Umum Serentak.
3. Jurnal dan Media Internet:
Scott Mainwaring, Jurnal, Presidentialism,
Multipartism, and Democracy: The
Difficult Combination”,dalam
Comparative Political Studies, Vo. 26,
No. 2, 1993. hal 198- 228.
Ikrar Nusa Bakti: Urgensi Pemilu Serentak,
dalam http://kpud-
bantulkab.go.id/berita/405-prof-ikrar-
nusa-bakti-urgensi-pemilu-serentak, 23
Februari 2015.
Pernyataan Hamdi Muluk kepada Media,
disarikan
darihttp://news.liputan6.com/read/80821
1/untung-rugi-pemilu-serentak-201924
januari 2014.
Pernyataan Maswadi Rauf kepada Media,
disarikan

185

Anda mungkin juga menyukai