Sejarah Pilkada Di Indonesia
Sejarah Pilkada Di Indonesia
Eksistensi pilkada di Indonesia dibagi menjadi 3 zaman, yaitu antara lain sebagai
berikut :
dibedakan menjadi 2 bagian yang saling terkait satu sama lain. Pertama, daerah
Jawa dan Madura.Kedua, daerah di luar Jawa dan Madura seperti Sumatera,
Tingkatan pemerintahan di Jawa dan Madura pada masa kolonial Belanda terbagi
dalam beberapa tingkatan, yang dapat dikelompokkan menjadi pemerintahan
pangreh praja dan pamong praja.Pemerintahan pangreh praja pada tingkat tertinggi
Adapun untuk daerah luar Jawa dan Madura susunan tingkat-tingkat pemerintahan
daerah agak berbeda sedikit dibandingkan dengan daerah Jawa dan Madura.Tingkat
tiap provinsi dibagi menjadi beberapa Karesidenan yang dipimpin oleh seorang
menjadi Kewedanan atau District yang dikepalai oleh Wedana atau Demang.
District yang dikepalai oleh seorang Camat atau Asisten Demang dan tiap-tiap
Kecamatan meliputi beberapa Desa atau Marga atau Kuria Nagari atau nama
lainnya, yang dikepalai oleh seorang Kepala Desa atau nama lainnya.3
pilkada sudah dilakukan dengan cara penunjukan secara langsung. Politik kolonial
Belanda dalam menguasai daerah jajahan menerapkan sistem pemerintah daerah
yang bertujuan untuk kepentingan mereka.4 Oleh sebab itu, baik untuk daerah Jawa
dan Madura atau daerah luar Jawa dan Madura, jabatan-jabatan Gubernur, Residen,
Asisten Residen dan Kontrolir dipegang dan dijabat langsung oleh orang-orang
Belanda, sedang untuk jabatan-jabatan lainnya seperti Camat dan Kepala Desa
pilkada dilaksanakan secara tertutup oleh Belanda. Hal ini terjadi karena tidak
ada mekanisme dan persyaratan yang jelas dalam rekrutmen jabatan untuk
terlihat ialah tentang nama daerah beserta pejabatnya diganti dengan Bahasa
Jepang, jabatan yang semula diduduki oleh orang-orang Belanda digantikan oleh
sedikit mungkin. Wilayah provinsi beserta gubernurnya baik Jawa maupun di luar
Jawa dihapus, serta Afdelling beserta asisten residennya untuk wilayah Jawa
dihapus.11
dalam pengangkatan tiap-tiap pejabat yang akan diangkat dan/atau ditunjuk oleh
Kepala Daerah pada zaman ini dibagi menjadi 3 bagian besar yakni: era
orde lama, era orde baru, dan era reformasi. Berikut penjelasan lebih lanjut tentang
Produk hukum yang melandasi berlakunya sistem pemerintahan daerah dalam orde
baru ialah undang-undang.Undang-undang pertama yang diterbitkan pada masa
Daerah yang diketuai oleh Kepala Daerah. Dalam pasal 2 undang-undang tersebut
Daerah, yang bersama-sama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah menjalankan
Peraturan Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah yang lebih luas dari
bahwa Kepala Daerah juga sebagai Komite Nasional Daerah yang hendak menjadi
15
Badan Legislatif . Selain itu seorang Kepala Daerah harus menjalankan fungsi
Daerah duduk di lembaga eksekutif dan legislatif. Berkaitan dengan hal tersebut
Tahun 1945 adalah Kepala Daerah yang diangkat pada masa sebelumnya yakni
masa pendudukan Jepang. Akibat berbagai situasi yang muncul, seperti situasi
politik, keamanan dan hukum ketatatanegaraan pada saat itu maka Kepala Daerah
bagian dari pemerintahan pusat yang tergabung dalam Negara Kesatuan Republik
Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah yang merujuk pada pasal 18 UUD 1945. 18 Pada
masa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 telah diusahakan untuk mengadakan
tingkatan. Dalam pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa : “Daerah Negara Republik
Indonesia tersusun dalam tiga tingkatan, ialah : Propinsi, Kabupaten (Kota besar)
dan Desa (Kota kecil) negeri, marga dan sebagainya, yang berhak mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri”. Salah satu hal diatur dalam undang-undang
Pemerintah Daerah.19
Hal ini ditegaskan dalam pasal 36 ayat (1) undang-undang tersebut, yakni
bahwa :
Pemerintah Daerah dari DPRD dan Dewan Pemerintah Daerah.Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah dipilih oleh dan dari DPRD.Kepala Daerah Provinsi diangkat
oleh Presiden dari calon-calon yang diusulkan oleh DPRD.Kepala Daerah bertugas
mengawasi pekerjaan DPRD dan Pemerintah Daerah. Hal ini tertuang dalam
pasal 18 ayat (1) yang berbunyi20: “Kepala Daerah Provinsi diangkat oleh Presiden
“Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh Presiden dari keturunan yang berkuasa di
zaman sebelum Republik Indonesia dan yang masih menguasai daerahnya, dengan
Daerah Kabupaten atau Kota.Calon Kepala Daerah diusulkan oleh DPRD. Dalam
pasal 18 ayat (2) disebutkan: “Kepala Daerah Kabupaten(kota besar) diangkat oleh
calon yang diajukan oleh DPRD Kabupaten (kota besar)”.Adapun Kepala Daerah
Desa atau kota kecil diangkat oleh Gubernur. Dalam pasal 18 ayat (3) disebutkan:
“Kepala Daerah Desa (kota kecil) diangkat oleh Kepala Daerah Provinsi dari
pemisahan antara fungsi eksektutif dan legislatif. Kepala Daerah tidak lagi menjadi
revisi dan menghasilkan produk hukum baru yakni Undang-Undang Nomor 1 tahun
Kotapraja), dan Camat untuk Daerah Tingkat III.22 Dalam pasal 2 ayat (1)
dikatakan bahwa : “Wilayah Republik Indonesia dibagi dalam daerah besar dan
kecil, yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri, dan yang merupakan
sebanyak-banyaknya (3) tiga tingkat yang derajatnya dari atas ke bawah sebagai
berikut :
Daerah terdiri atas DPRD dan Dewan Pemerintah Daerah. Pasal 6 ayat (1) undang-
maksudkan untuk memilih Kepala Daerah dalam pasal tersebut belum dibuat.Atas
beberapa pertimbangan maka untuk sementara waktu Kepala Daerah dipilih oleh
Kepala Daerah merupakan alat daerah yang menjalankan Pemerintahan daerah dan
lainnya.25
tahun 1965 mengatur tentang Kedudukan Kepala Daerah baik sebagai alat
pemerintah pusat maupun sebagai dan alat pemerintah daerah.27 Sebagai alat
Perkembangan politik yang terjadi dalam masa peralihan dari orde lama ke
orde baru telah membawa nuansa baru dalam kepemimpinan Kepala Daerah. Hal
ini tentu membawa nuansa baru dalam kepemimpina Kepala Daerah yang ditandai
Pemerintahan di Daerah.29 Dapat dikatakan bahwa produk hukum yang lahir pada
era ini memuat tentang mekanisme pemilihan calon Kepala Daerah yang dalam hal
Nomor5 Tahun 1974 dinyatakan bahwa :31 “Kepala Daerah tingkat I dicalonkan
dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga)
Dalam Negeri”
Kemudian ditambahkan dalam pasal 16 ayat (1) bahwa 32: “Kepala Daerah tingkat
II dicalonkan dan dipilih oleh DPRD dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan
oleh Presiden, sedangkan Kepala Daerah tingkat II diangkat dan diberhentikan oleh
3. Era Reformasi
yang telah beberapa kali diubah dan terakhir dirubah dengan Undang-Undang
wakil Kepala Daerah dipilih oleh DPRD. DPRD masih memiliki kewenangan yang
cukup besar dalam menentukan Kepala Daerah serta wakil Kepala Daerah.
Pengaturan tentang pengisian Kepala Daerah terdapat dalam pasal 34 ayat 1 yang
menyebutkan bahwa :35 “Pengisian Jabatan Kepala Daerah dan wakil Kepala
pada ayat (2) dikatakan :36 ”Calon Kepala Daerah dan calon wakil Kepala Daerah
32 Tahun 2004.37 Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pilkada tidak lagi
dilakukan oleh DPRD namun telah berubah menjadi sistem pemilihan langsung
bahwa: “Kepala Daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di
maka sejak tahun 2008, pemerintah bersama DPR telah menyetujui dan
bahwa : “Kepala Daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon
telah dijelaskan dalam pasal 56 ayat (1) diusulkan atau didaftarkan oleh partai
politik atau non partai politik yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur
dalam undang-undang.
2014.40 Undang-undang tersebut tidak mengatur secara jelas tentang pilkada. Hal
berdasarkan pancasila dan UUD NRI 1945. Pilkada secara langsung muncul sejak
dari pasal 56 hingga pasal 119. Pasal 56 ayat (1) menyatakan bahwa : “Kepala
daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang
jujur, dan adil”.43 Dijelaskan lagi dalam ayat (2) bahwa : “Pasangan calon
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan
terlaksana pertama kali pada bulan Juni 2005 untuk Kepala Daerah yang masa
jabatannya berakhir pada tahun 2004 sampai dengan bulan Juni 2005. 45
sampai pada saat ini. Dalam penerapannya, masih terdapat beberapa kekurangan
Daerah diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Hal ini menjadi
masalah bagi calon Kepala Daerah yang bukan berasal dari partai politik. Atas
dasar itu, seorang anggota DPRD Kabupaten Lombok bernama lalu Ranggalawe
materiil pasal 56, 59 dan 60 terkait persyaratan calon Kepala daerah melalui partai
Konstitusi ternyata membuka peluang bagi calon kepala daerah independen untuk
maju dalam pilkada.46
perubahan pada beberapa pasal karena pada tahun 2008 undang-undang ini
Salah satu hal berbeda yang diatur dalam undang-undang tersebut ialah mengenai
Daerah diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik, sedangkan dalam
undang-undang ini tiap calon Kepala Daerah dapat mencalonkan diri secara
perseorangan tanpa melalui partai politik. Syarat tambahan yang harus dipenuhi
tiap-tiap calon perseorangan ialah dukungan tertulis dari masyarakat setempat serta
fotokopi KTP.47
oleh DPR dan ditandai dengan munculnya undang-undang baru.Pada tahun 2007
Dengan demikian, hal lain yang muncul ialah terkait penyelesaian perkara
undang ini diselesaikan oleh Mahkamah Agung melalui Pengadilan Tinggi, namun
sebagai berikut :
konflik dan buruknya pelaksanaan maupun hasil pilkada secara tidak langsung
sesegera mungkin segala kelemahan dalam pilkada secara tidak langsung yang
DPRD. Hal ini menciptakan keadaan demokrasi yang baik pada lingkungan
Negeri pada saat lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004), ada beberapa
demokrasi menuju ke arah yang lebih demokratis. Oleh karena itu, pilkada secara
dengan baik.
luas bagi warga dalam proses demokrasi dalam menentukan pemimpin di tingkat
(DPRD).53
masing kandidat untuk berkompetisi dalam ruang yang lebih terbuka jika
Ketiga, sistem pemilihan langsung akan memberi peluang bagi warga untuk
menggunakan hak pilihnya untuk memilih tipe pemimpin yang terbaik tanpa ada
mempunyai posisi yang setara untuk terlibat dalam pengambilan keputusan politik
sekaligus memberi legfitimasi politik kepada calon Kepala Daerah dan wakil
Kepala Daerah.55
figur pemimpin yang aspiratif, kompeten, dan terbaik sesuai keinginan masyarakat.
terpilih akan lebih peduli pada warga dibandingkan anggota DPRD yang memiliki
peran penting saat pemilukada dijalankan secara tidak langsung. Dengan demikian
tanggung jawab pemerintah daerah pada masyarakat yang pada akhirnya akan
kekuatan (check and balances) di daerah antara Kepala Daerah dengan DPRD.
Sistem ini terjadi pada zaman kolonial Belanda dan Jepang, yang didasarkan
22 Tahun 1999.
Sistem pemilihan langsung ini merupakan sistem pemilihan kepala dan wakil
kepala daerah yang sedang dijalankan saat ini. Sistem ini didasarkan kepada
sujektivitas dan diskriminasi yang kental dengan KKN. Akibat penunjukan atau
pengangkatan tersebut, maka para kepala daerah tentu sangat tunduk kepada
Pemerintah Pusat yang mengangkat mereka dan sebagian besar Kepala Daerah
menghendaki demikian. Dengan sistem seperti itu, maka akan mudah diduga bahwa
praktek KKN akan marak terjadi. Sistem itu memberi peluang bagi orang-orang
dekat dengan Pemerintah Pusat, memiliki uang yang banyak dan ada hubungan
kekerabatan dan emosional, tentu memiliki peluang yang sangat besar atau bahkan
cukup serius dan tidak jauh berbeda dengan sistem sebelumnya. Untuk rekrutmen
pejabat daerah menurut sistem ini, sangat ditentukan oleh pejabat Pusat, khususnya
pejabat Departemen Dalam Negeri dan Markas Besar TNI dan Sekretariat Negara.
1. Tiadanya mekanisme pemilihan yang teratur dengan tenggang waktu yang jelas,
3. Tiadanya rekrutmen secara terbuka yang menutup ruang kompetisi sehingga tak
semua orang atau kelompok mempunyai hak dan peluang yang sama;
4. Lemahnya akuntabilitas publik sehingga apa yang dilakukan sebagai pribadi dan
4
Joko. J. Prihatmoko, Op.Cit Hal. 40
9
Joko J. Prihatmoko, Op.Cit, Hal. 42
10
Makna dekonsentrasi dapat ditemui definisinya di dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
11
Ibid
12
Joko J. Prihatmoko, Op.Cit, Hal. 45
13
Ketiga era ini didasarkan pada era yang pernah berlangsung di Indonesia setelah masa
pendudukan zaman Belanda dan zaman Jepang.
14
Lihat pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai
Kedudukan Komite Nasional Daerah
15
Lihat bagian penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Peraturan
Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah
16
Lihat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai
Kedudukan Komite Nasional Daerah
17
Joko. J. Prihatmoko, Op.Cit, Hal. 47
18
Undang-UndangNomor22 tahun 1948 ini terdapat dalam Lembaran Negara .. Tambahan
Negara
19
J.Kaloh, Op.Cit,Hal. 32
20
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
21
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 6, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1143)
22
Joko.J. Prihatmoko, Op.Cit,Hal 51
23
Lihat pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Daerah
24
Lihat pasal 23 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Daerah
25
J.Kaloh, Op.Cit, Hal.33
26
1965 tentang Pokok-Undang-Undang Nomor8 tahun Pokok Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 83, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2778)
27
Ibid
28
Ibid
29
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah (
Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3037)
30
Suharizal, Pemilukada: Regulasi, Dinamik, dan Konsep Mendatang,(Jakarta: Raja
Grafindo persada, 2011), hal.16
31
Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah
32
Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah
33
Ibid
78
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3839)
80
Pasal 34 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
81
Ibid, Pasal 34 ayat 2
82
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437)
38
Pasal 24 ayat 5 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
39
Pasal 56 ayat 1Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
40
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587)
41
Pasal 62 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
42
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bagian
Penjelasan Umum angka 4”Pemerintahan Daerah”
43
Pasal 56 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
44
Ibid, Pasal 56 ayat (2)
45
Pilkada secara langsung dilaksanakan pada bulan Juni 2005 sesuai Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal 233 ayat (1) menyatakan bahwa Kepala Daerah yang berakhir masa jabatannya
pada tahun 2004 sampai bulan Juni 2005 diselenggarakan pilkada secara langsung
sebagaimana maksud dalam undang-undang ini pada bulan Juni 2005.
46
Lihat lebih lanjut dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-V/2007 pada
hal.61
47
Ibid Lihat pasal dalam UU 12 tahun 2008
48
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan pemilu (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4721)
49
Makna pemilukada dapat ditemui definisinya di dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan pemilu pasal 1 angka 4.
Pasal 1 angka 4 undang-undang tersebut memberikan makna pemilukada dan wakil
kepala daerah adalah pemilu untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
50
Laica Marzuki dalam petikan putusan MK Nomor 072-073/PUU-II/2004, hal. 116
51
Suharizal, Pemilukada: Regulasi, Dinamik, dan Konsep Mendatang,(Jakarta: Raja
Grafindo persada, 2011), hal.37
52
M. Ma’ruf dalam Syamsul Wahidin, Hukum Pemerintahan Daerah Mengawasi
Pemilihan Umum Kepala Daerah, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2008) Hal.138
53
AA GN Ari Dwipayana, Pilkada Langsung dan Otonomi Daerah, dimuat pada http:
//www.plod.ugm.ac.id/makalah. Diakses pada 24 Juni 2020.
54
Ibid
55
Ibid.
56
Ibid.
57-59
Joko J. Prihatmoko, Mendemokratiskan Pemilu dari Sistem Sampai Elemen Teknis
(Cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008).