Anda di halaman 1dari 8

Jelaskan komunitas Anda

Siswa yang terhormat,

Jelaskan komunitas Anda berdasarkan apa yang telah dijelaskan kepada Anda dalam pertemuan kita
sebelumnya. Jelaskan komunitas Anda berdasarkan kriteria berikut;

▪ Aspek Fisik

▪ Infrastruktur

▪ Pola pemukiman, perdagangan, dan industri

▪Demografi

▪Sejarah

▪Pemimpin Komunitas

▪ Budaya masyarakat, formal dan informal

▪ Grup yang sudah ada

▪ Institusi yang ada

▪Ekonomi

▪ Pemerintah / politik

▪Struktur sosial

▪ Sikap dan nilai

Harap tulis tugas Anda minimal 1500 kata, Anda dapat menambahkan gambar, sumber eksternal (jika
perlu).

Arial, 11, 1,5 spasi, kirimkan pekerjaan Anda dalam file Word

Harap serahkan tugas Anda melalui OASE paling lambat pada tengah semester, sebelum pukul 24.00
Desa Punggul merupakan daerah dataran dan berada pada ketinggian  200 – 300 meter diatas
permukaan laut. Letak Desa Punggul  berada disebelah timur ibukota kecamatan berjarak 1 Km
dan Pemerintah Kabupate Badung Sempidi dengan jarak kurang lebih  15 Km serta berada di
jalur cukup strategis dan lancar untuk laulintas wisata, serta lancar dalam roda perekoniman.
Desa Punggul mewilayahi 5 (lima) banjar dinas yaitu :

 Banjar dinas Teguan


 Banjar Dinas Padang
 Banjar Dinas Tengah
 Banjar Dinas Trinadi
 Banjar Dinas Kelodan

 Batas sebelah Utara  :  Desa Selat, kecamatan Abiansemal


 Batas sebelah Timur :  Desa Bongkasa, kecamatan Abiansemal
 Batas sebelah Selatan  :  Desa Abiansemal, kecamatan Abiansemal
 Batas sebelah Barat  :  Desa Blahkiuh, kecamatan Abiansemal

Kepadatan Penduduk Desa Punggul


Berdasarkan sumber statistik Monografi Desa Punggul, tercatat:

 Jumlah Kepala Keluarga  :  821


 Jumlah Penduduk Laki-laki :  1533
 Jumlah Penduduk Perempuan  :  1550
 Jumlah Total Penduduk  :  3083
Agama, Adat dan Budaya
Administrator 03 September 2017 21:59:11 WIB

Di Bali dikenal satu bait sastra yang intinya digunakan sebagai slogan lambang negara Indonesia,
yaitu: Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Manggrua, yang bermakna ‘Kendati berbeda
namun tetap satu jua, tiada duanya (Tuhan – Kebenaran) itu’. Bisa dipahami jika masyarakat Bali
dapat hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain seperti Islam, Kristen, Budha, dan
lainnya. Pandangan ini merupakan bantahan terhadap penilaian sementara orang bahwa Agama
Hindu memuja banyak Tuhan. Kendati masyarakat Hindu di Bali menyebut Tuhan dengan
berbagai nama namun yang dituju tetaplah satu, Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang
Widhi Wasa.

Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa, yang disebut Tri Murti, kendati terpilah tiga, namun terkait
satu jua sebagai proses lahir-hidup-mati atau utpeti-stiti-pralina. Dewata Nawa Sanga sebagai
sembilan Dewata yang menempati delapan arah mata angin dan satu di tengah kendati terpilah
sembilan lalu menjadi sebelas tatkala terpadu dengan lapis ruang ke arah vertikal bawah-atas-
tengah atau bhur-bwah-swah, adalah satu jua sebagai kekuatan Tuhan dalam menjaga
keseimbangan alam semesta. Demikian pula halnya dengan nama dan sebutan lain yang
dimaksudkan secara khusus memberikan gelar atas ke-Mahakuasa-an Tuhan.

Keyakinan umat Hindu terhadap keberadaan Tuhan/Hyang Widhi yang Wyapi Wyapaka atau
ada di mana-mana juga di dalam diri sendiri – merupakan tuntunan yang selalu mengingatkan
keterkaitan antara karma atau perbuatan dan pahala atau akibat, yang menuntun prilaku manusia
ke arah Tri Kaya Parisudha sebagai terpadunya manacika, wacika, dan kayika atau penyatuan
pikiran, perkataan, dan perbuatan yang baik.

Umat Hindu percaya bahwa alam semesta beserta segala isinya adalah ciptaan Tuhan sekaligus
menjadi karunia Tuhan kepada umat manusia untuk dimanfaatkan guna kelangsungan hidup
mereka. Karena itu tuntunan sastra Agama Hindu mengajarkan agar alam semesta senantiasa
dijaga kelestarian dan keharmonisannya yang dalam pemahamannya diterjemahkan dalam
filosofi Tri Hita Karana sebagai tiga jalan menuju kesempurnaan hidup, yaitu:
Hubungan manusia dengan Tuhan; sebagai atma atau jiwa dituangkan dalam bentuk ajaran
agama yang menata pola komunikasi spiritual lewat berbagai upacara persembahan kepada
Tuhan. Karena itu dalam satu komunitas masyarakat Bali yang disebut Desa Adat dapat
dipastikan terdapat sarana Parhyangan atau Pura, disebut sebagai Kahyangan Tiga, sebagai
media dalam mewujudkan hubungan manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi. Hubungan
manusia dengan alam lingkungannya; sebagai angga atau badan tergambar jelas pada tatanan
wilayah hunian dan wilayah pendukungnya (pertanian) yang dalam satu wilayah Desa Adat
disebut sebagai Desa Pakraman.
Hubungan manusia dengan sesama manusia; sebagai khaya atau tenaga yang dalam satu wilayah
Desa Adat disebut sebagai Krama Desa atau warga masyarakat, adalah tenaga penggerak untuk
memadukan atma dan angga.

Pelaksanaan berbagai bentuk upcara persembahan dan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi
Wasa oleh umat Hindu disebut Yadnya atau pengorbanan/korban suci dalam berbagai bentuk
atas dasar nurani yang tulus. Pelaksanaan Yadnya ini pada hakekatnya tidak terlepas dari Tri
Hita Karana dengan unsur-unsur Tuhan, alam semesta, dan manusia.

Didukung dengan berbagai filosofi agama sebagai titik tolak ajaran tentang ke-Mahakuasa-an
Tuhan, ajaran Agama Hindu menggariskan pelaksanaan Yadnya dalam lima bagian yang disebut
Panca Yadnya, yang diurai menjadi:

1. Dewa Yadnya
Persembahan dan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Upacara Dewa Yadnya
ini umumnya dilaksanakan di berbagai Pura, Sanggah, dan Pamerajan (tempat suci
keluarga) sesuai dengan tingkatannya. Upacara Dewa Yadnya ini lazim disebut sebagai
piodalan, aci, atau pujawali.

2. Pitra Yadnya
Penghormatan kepada leluhur, orang tua dan keluarga yang telah meninggal, yang
melahirkan, memelihara, dan memberi warna dalam satu lingkungan kehidupan
berkeluarga. Masyarakat Hindu di Bali meyakini bahwa roh leluhur, orang tua dan
keluarga yang telah meninggal, sesuai dengan karma yang dibangun semasa hidup, akan
menuju penyatuan dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Keluarga yang masih hiduplah
sepatutnya melaksanakan berbagai upacara agar proses dan tahap penyatuan tersebut
berlangsung dengan baik.
3. Rsi Yadnya
Persembahan dan penghormatan kepada para bijak, pendeta, dan cerdik pandai, yang
telah menetapkan berbagai dasar ajaran Agama Hindu dan tatanan budi pekerti dalam
bertingkah laku.
4. Manusia Yadnya
Suatu proses untuk memelihara, menghormati, dan menghargai diri sendiri beserta
keluarga inti (suami, istri, anak). Dalam perjalanan seorang manusia Bali, terhadapnya
dilakukan berbagai prosesi sejak berada dalam kandungan, lahir, tumbuh dewasa,
menikah, beranak cucu, hingga kematian menjelang. Upacara magedong-gedongan,
otonan, menek kelih, pawiwahan, hingga ngaben, adalah wujud upacara Hindu di Bali
yang termasuk dalam tingkatan Manusa Yadnya.
5. Bhuta Yadnya
Prosesi persembahan dan pemeliharaan spiritual terhadap kekuatan dan sumber daya
alam semesta. Agama Hindu menggariskan bahwa manusia dan alam semesta dibentuk
dari unsur-unsur yang sama, yaitu disebut Panca Maha Bhuta, terdiri dari Akasa (ruang
hampa), Bayu (udara), Teja (panas), Apah (zat cair), dan Pertiwi (zat padat). Karena
manusia memiliki kemampuan berpikir (idep) maka manusialah yang wajib memelihara
alam semesta termasuk mahluk hidup lainnya (binatang dan tumbuhan).

Panca Maha Bhuta, yang memiliki kekuatan amat besar, jika tidak dikendalikan dan tidak
dipelihara akan menimbulkan bencana terhadap kelangsungan hidup alam semesta.
Perhatian terhadap kelestarian alam inilah yang membuat upacara Bhuta Yadnya sering
dilakukan oleh umat Hindu baik secara insidentil maupun secara berkala. Bhuta Yadnya
memiliki tingkatan mulai dari upacara masegeh berupa upacara kecil dilakukan setiap
hari hingga upacara caru dan tawur agung yang dilakukan secara berkala pada hitungan
wuku (satu minggu), sasih (satu bulan), sampai pada hitungan ratusan tahun.

Profil Geografis
Administrator 03 September 2017 21:25:38 WIB

Letak Desa Punggul berada disebelah timur ibukota kecamatan berjarak 1 Km dan Pemerintah
Kabupaten Badung Sempidi dengan jarak kurang kebih 15 Km serta berada di jalur cukup
strategis dan lancar untuk laulintas wisata, serta lancar dalam roda perekonomian.

Batas Wilayah :

 Batas sebelah Utara  :  Desa Selat, kecamatan Abiansemal


 Batas sebelah Timur :  Desa Bongkasa, kecamatan Abiansemal
 Batas sebelah Selatan  :  Desa Abiansemal, kecamatan Abiansemal
 Batas sebelah Barat  :  Desa Blahkiuh, kecamatan Abiansemal

Luas Wilayah menurut penggunaan


 Luas Persawahan  :  102 Ha/m2
 Luas Perkebunan/ladang :  54,36 Ha/m2
 Luas Kuburan  :  0,75 Ha/m2
 Perkantoran  :  1,63 Ha/m2
 Luas Prasarana umum lainnya  :  46,08 Ha/m2
 Total  :  250 Ha/m2

Profil Sosial Ekonomi


Administrator 03 September 2017 21:51:45 WIB

1. Keadaan Sosial
Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang di Desa Punggul Yang
Merupakan Mitra Kerja Pemerintahan Desa dalam melaksanakan pembangunan dalam arti luas
cukup berperan yang dikoordinasikan dengan lembaga – lembaga yang ada di Desa.

2. Keadaan Ekonomi
Keadaan perekonomian masyarakat di Desa Punggul cukup berjalan lancar karena ditopang oleh
lembaga keuangan di Desa sehingga mampu menjalankan roda perekonomian masyarakat
menengah kebawah di Desa Punggul. Adapun lembaga keuangan yang ada di Desa Punggul
adalah :

 LPD Desa Adat Punggul  :  1 Buah

 Koperasi Subak Catur Merta Sari :  1 Buah

 Koperasi Merta Sari Sedana  :  1 Buah

 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)  :  1 Buah

Sejarah Desa
Administrator 26 Agustus 2016 23:38:09 WIB

Sebelum mengutarakan asal usul Desa Punggul terlebih dahulu kami mohon maaf kepada semua
pihak, terutama kepada para Warih Sri Narayana Kresna Kepakisan Dawuh Bale Agung,
khususnya warih Ida I Gusti Ngurah Dawuh Sakti yang ada di Puri Punggul, Puri Taman, dan
Puri Gerana apabila dalam uraian kami terdapat kesalahan atau ketidak cocokan karena
disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dalam penyusunan sejarah serta sumber – sumber
buku yang dipakai sangat terbatas.

Disamping itu kami menghaturkan terimakasih kepada Pengelingsir Puri Punggul yang telah
memberi keterangan serta bukti–bukti peninggalan sejarah yang berkaitan dengan berdirinya
Desa Punggul.
Om Swastyastu

Atas Aung Kerta Waranugraha Ida Sanghyang Widhi Wasa, semoga kami tidak mendapatkan
mara bahaya dan rintangan serta upadrawa dai Ida Betara Betari yang sudah tenang bersemayam
dialam sunia menghadap Ida Sang Hyang Parama Wisesa. Semoga beliau berkenan memberikan
bimbingan/pewisik suci dalam menyusun Sejarah Desa sehingga dapat dikenang oleh genersi
penerus demi keharuman Desa Punggul.

Pada jaman dahulu kurang lebih abad ke-17 Warih Sri Kresna Kepakisan Dauh Bale Agung yang
berkuasa di Abiansemal adalah I Gusti Ngurah Dawuh Sakti yang juga merupakan wilayah
Mengwi. Selama beliau berkuasa di Abiansemal masyarakat menunjukan rasa bakti, selalu
menghormati dan tunduk kepada pemerintahan, sehingga keadaan masyarakat di Abiansemal
aman dan temtram. Sebagai rasa bakti masyarakat Abiansemal, setiap banjar menghaturkan
seorang istri seperti dari banjar meranggi,Baluan, Poh dan Guming. Dalam menjalankan
pemerintahan beliau dibantu oleh putranya antara lain : I Gusti Ngueah Made Dawuh, dengan
menjalin hubungan dengan tetangga Singa Sari (Blahkiuh sekarang), yang berkuasa pada saat itu
adalah I Gusti Ngurah Agung Singasari. Pada saat I Gusti Ngurah Singasari menyerang
payangan , beliau meminta bantuan kepada I Gusti Ngurah Dawuh Sakti dari Abiansemal. Dalam
peperngan yang terjadi saat itu sangat dahsyat sekali yang mengakibatkan gugurnya I Gusti
Agung Singasari sedangkan I Gusti Dawuh Sakti Kembali ke Abiansemal dalam keadaan
Selamat.

Keadaan ini diketahui oleh Kerajaan Mengwi, sehingga timbul rasa tidak percaya, kesal, keewa
kepada I Gusti Ngurah Dawuh Sakti. Sebagai puncak kekesalan tepat pada saat I Gusti Ngurah
Dawuh Sakti melaksanakan upacara piodalan 42 hari di Pura Desa Abiansemal timbul
ketersinggungan dengan Mengwi gara – gara sambungan ayam sehingga terjadilah perang yang
sangat dahsyat. Dengan pasukan dari mengwi antara lain : Kapal, Kaba – kaba, Lukluk
menyerang Abiansemal sehingga perangpun terjadi disekitar Puri Abiansemal. Kemudian
bergeser sampai timur laut sampai wilayah Geriya Subuk Abiansemal. Dalam perang tersebut
banyak rakyat yang meninggal sampai darah banyak yang bergenang (makembengan), sehingga
tempat tersebut sampai saat ini dikenal dengan Sema / Setra Kembengan. Untuk menghindari
semakin banyaknya masyarakat meninggal maka I Gusti Ngurah Dawuh Sakti menyerahkan diri
dengan member tahu pusat kematian beliau, sehingga gugurlah beliau sebagai seorang kesatria
dalam menyelamatkan masyarakat Abiansemal dari kebrutalan Mengwi.

Selanjutnya Putra – putra beliau antara lain I Gusti Ngurah Made Dawuh dan I Gusti Nyoman
Dawuh sebelum meninggalkan Abiansemal sempat menitipkan dan menyerahkan untuk dijaga
keutuhan Pura Batur Kepada I Gusti Tan Kaur selama beliau belum kembali dari perantauan
menuju daerah Padang Tegal Ubud Gianyar.

Atas seijin Rja Sukawati I Gusti Ngurah Made Dawuh bersama saudaranya membuat tempat
tinggal / Puri di Padang Tegal, yang kemudian dikenal dengan Puri Taman Padang Tegal.
Selama di Padang Tegal selalu menunjukkan sikap santun dan hormat kepada siapa saja,
terutamanya terhadap Raja Sukawati. Dengan perilaku tersebut I Gusti Ngurah Made Dawuh tidk
ada rasa was – was tentang keamanan dan kenyamanan dalam kehidupan, malahan masyarakat di
Padang Tegal khususnya Kelompok Padang Kerta menunjukkan rasa bakti kepada I Gusti
Ngurah Made Dawuh. Ini dialami selama bertahun – tahun bersama saudarany, tetapi karena
kehendak Maha Kuasa, tiba – tiba timbul rasa saling tidak percaya yang menyebabkan dari pihak
Raja Sukawati mengera kan paramanca, Prajurit, secara tiba – tiba pada malam hari yang gelap
gulita menyerang I Gusti Ngurah Made Dawuh yang menyebabkan perutnya terluka sampai
terurai (embud), dalam keadaan terluka parah beliau mengambil baju perang untuk menutupi
luka dan kemudian dibalut dengan sabuk, dan pada malam itu juga beliau bersama saudaranya
meninggalkan Desa Padang Tegal menuju arah barat, karena ingin kembali ke Abiansemal.
Namun dalam perjalanan I Gusti Nyoman Dawuh mendapatkan tempat strategis dan tertarik
untuk membangun suatu tempat tinggal, maka dibangunlah Puri, yang sampai sekarang dikenal
dengan Puri Taman, dengan wilayahnya disebut dengan Desa Taman. Untuk mengingatkan
kembali Puri Taman Padang Tegal yang dibangun di Desa Padang Tegal Gianyar. Seadngkan I
Gusti Ngurah Made Dawuh melanjutkan perjalanan ke barat sambil menahan rasa sakit akibat
tusukan di perut akibat membela kebenaran menghadapi Raja Sukawati. Dengan telah diikat
menggunakan baju dan sabuk mampu bertahan sampai mendapatkan tempat beristirahat.
Ditempat inilah dibangun tempat / turuas lumbung untuk digunakan menaruh pusaka /
pajenengan seperti keris, tombak dan yang lainnya.

Mengingat tempat ini kurang nyaman yang diakibatkan setiap malam kedengaran suara – suara
gaib / bunyi ngawang – ngawang, maka tempat itu kemudian diberi nama bengawang, sedangkan
tempat untuk menaruh senjata / pajenengan, dibangun Pura yang kemudian dikenal denga Pura
Pajenengan. Kemudian I Gusti Ngurah Made Dawuh meninggalkan tempat itu dengan
melanjutkan perjalanan kearah selatan sampai di sebali, namun karena kurang tertarik akhirnya
belau kembali ke utara dan mendapatkan tempat baik untuk dibangun tempat tinggal. Hal ini
diketahui oleh Raja Mengwi, dan oleh raja direstui tempat itu dibangun sebuah desa yang
diberinama Desa Punggul. Dengan puri punggul yangmana dapat diartikan bahwa Desa Punggul
berasal dari kata Punggel atau pemberian Raja Mengwi yang dipotong yang mana pada awalnya
Raja Mengwi memberikan wilayah ke utara sampai Palak Samuan. Namun oleh I Gusti Ngurah
Made Dawuh dengan tidak mengurangi rasa hormat krpada Raja Mengwi pemberian Rja tidak
seluruhnya diambil namun dipotong / di punggel diperbatasan Desa Selat. Bagian potongan
wilayah yang titempati disebut dengan Desa Punggul. Dalam perjalanan pengucapan “ E”
menjadi “U” sehingga kata Punggel berubah menjadi Punggul.

Adapula persi lain yang menyebutkan bahwa Desa Punggul berasal dari kata Pe–Unggul yang
lama kelamaan pengucapannya berubah menjadi Punggul yang artinya I Gusti Ngurah Dawuh
Sakti mengalami keunggulan dalam menjalankan kekuasaannya di Abiansemal.

Demikian sekilas berdirinyaDesa Punggul, dan demi kesempurnaan, kritik dan saran yang
sifatnya kontruktip tetap diharapkan kita semua.

Anda mungkin juga menyukai