Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FITOKIMIA
MODUL 3
“IDENTIFIKASI SENYAWA MINYAK ATSIRI DAN ANTRAKUINON”

DOSEN PENGAMPU : apt.


Dwi Lestari, S. Farm., M.Si
DISUSUN OLEH :
NAMA : AMELIA WANDINI
NIM : 1811102415008
KELAS :C
KELOMPOK : 1 (SATU)

LABORATORIUM FITOKIMIA
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Judul Praktikum
Identifikasi senyawa minyak atsiri dan antrakuinon
B. Tujuan Praktikum
Mahasiswa memiliki kemampuan dan keterampilan melakukan
skrining fitokimia kandungan yang ada pada simplisia dengan metode
KLT, reaksi warna dan pengendapan.
C. Latar Belakang
Skrining fitokimia atau disebut juga penapisan fitokimia
merupakan uji pendahuluan dalam menentukan golongan senyawa
metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu
tumbuhan. Skrining fitokimia tumbuhan dijadikan informasi awal dalam
mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat didalam suatu
tumbuhan. Dalam percobaan ini, skrining fitokimia dilakukan dengan
menggunakan pereaksi-pereaksi tertentu sehingga dapat diketahui
golongan senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan tersebut.
Skrining fitokimia bertujuan untuk megetahui senyawa metabolit
sekunder terdapat pada tanaman. (Agustina. W, 2017)
Minyak atsiri tersusun atas senyawa triterpenoid. Triterpenoid
tersusun dari rantai panjang hidrokarbon C30 yang menyebabkan
sifatnya non polar sehingga mudah terekstrak dalam pelarut yang
bersifat non polar. Ada beberapa senyawa triterpenoid memiliki
struktur siklik yang berupa alkohol. Senyawa triterpenoid juga dapat
terikat dengan gugus gula sehingga akan dapat tertarik oleh pelarut
yang bersifat semi polar bahkan pelarut polar (Kristanti dkk., 2008).
Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak
terbang (essential oil, volatile) yang merupakan salah satu hasil
metabolisme tanaman. Bersifat mudah menguap pada suhu kamar,
mempunyai rasa getir, serta berbau wangi sesuai dengan bau
tanaman penghasilnya. Minyak atsiri larut dalam pelarut organik dan
tidak larut dalam air. (Astarina, N. W. G. 2013)
Antrakuinon tersebar luas pada fungi yang menyebabkan warna
merah, oranye/jingga dan kuning, dan pada beberapa famili tumbuhan
tinggi, seperti Liliceae, Polygonaceae. Senyawa antrakuinon dapat
bereaksi dengan basa memberikan warna kuning hingga merah serta
ungu atau hijau (N. Marline, 2019).
Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan
antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan
menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan
melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan
pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah
larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. Pada kromatografi
lapis tipis, fase diam berupa padatan dan fase gerak berupa cairan.
Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-
komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen
yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. (N. Marline, 2019)
Kromatografi Lapis Tipis adalah metode pemisahan yang
mempunyai beberapa keuntungan yaitu peralatan yang digunakan
sedikit, murah, sederhana, waktu analisis cepat, dan daya pisah baik
(Sudjadi, 1988). Sedangkan kekurangan dari metode KLT adalah
Butuh ketekunan dan kesabaran ekstrak untuk mendapatkan bercak
atau noda. Butuh sistem trial dan error untuk menentukan sistem eluen
yang cocok dan Memerlukan waktu yang cukup lama. Kelebihan
metode kromatografi tabung yaitu pengerjaannya yang cepat, alatnya
sederhana, khas untuk satu golongan senyawa sedangkan
kekurangan metode tabung yaitu dipengaruhi oleh pemilihan pelarut
atau reagen yang digunakan (kusuma. W. L. 2012).
Tujuan diamati lampu UV 254 nm untuk pengamatan pada
lempeng dan dikatakan untuk melihat fluoresensi pada lempeng,
sedangkan tujuan diamati lampu UV 366 nm untuk menampakkan
nodanyadan dikatakan untuk melihat fluoresensi pada noda (Isnaini, et
al., 2017).
Nilai Rf digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan
senyawa dalam sampel. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat
pada fase diam sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf pada
KLT yang bagus berkisaran antara 0,2-0,8. Jika nilai Rf terlalu tinggi
yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran pelarut sebaliknya
jika Rf terlalu rendah maka kepolaran pelarut harus di tambah.
(Rusnaeni 2016)
Adapun rumus Rf yaitu :
Jarak tempuh komponen
𝑅𝑓 =
jarak tempuh pelarut
BAB II
PROSEDUR KERJA

A. Alat Dan Bahan


a. Alat
1. Lampu UV 254 nm dan 366 nm
2. Alat gelas
3. Alat penyemprot untuk penampakan bercak atau noda
4. Pinset
5. TLC chamber
6. Pipa kapiler
b. Bahan
1. Na2So4 eksitus Ekstrak eter (non polar)
2. Fraksi klroform (semi polar)
3. Plat KLT silica gel GP 254
4. Toluene
5. Etil asetat
6. Pereaksi ansaldehid
7. H2SO4 pekat
8. N-propanol
9. Air (aquadest)
10. Perekasi KOH 5%
11. Metanol
B. Prosedur Kerja
a. prosedur identifikasi golongan senyawa dengan metode KLT
b. identifikasi senyawa minyak atsiri menggunakan penampak
noda
c. identifikasi senyawa antrakuinon menggunakan KLT penampak
noda
BAB III
PERHITUNGAN

A. Hasil pengamatan

Gambar. 1 gambar. 2

Minyak atsiri antrakuinon

B. Perhitungan nilai Rf minyak asiri


Diketahui :
 Tinggi plat 10 cm
 Jarak batas tepi 1 cm
 Jarak tempuh eluen 8 cm
jarak tempuh komponen 4 ,0
1. Rf = = = 0, 5
jarak tempuh eluen 8
4 ,0
HRf = x 100% = 50 %
8
jarak tempuh komponen 4 ,6
2. Rf = = = 5,7
jarak tempuh eluen 8
4 ,6
HRf = x 100% = 57 %
8
jarak tempuh komponen 5,8
3. Rf = = = 0,72
jarak tempuh eluen 8
5,8
HRf = x 100% = 72 %
8
jarak tempuh komponen 6,4
4. Rf = = = 0, 8
jarak tempuh eluen 8
6,4
HRf = x 100% = 80 %
8
jarak tempuh komponen 6,8
5. Rf = = = 0,85
jarak tempuh eluen 8
6,8
HRf = x 100% = 85 %
8

C. Perhitungan nilai Rf antrakuinon


Diketahui
 Tinggi plat 10 cm
 Jarak batas tepi 1 cm
 Jarak tempuh eluen 8 cm
jarak tempuh komponen 2,0
1. Rf = = = 0, 25
jarak tempuh eluen 8
2,0
HRf = x 100% = 25 %
8
jarak tempuh komponen 2,4
2. Rf = = = 0,3
jarak tempuh eluen 8
2,4
HRf = x 100% = 3%
8
jarak tempuh komponen 4 ,3
3. Rf = = = 0, 53
jarak tempuh eluen 8
4 ,3
HRf = x 100% = 53 %
8
jarak tempuh komponen 5,2
4. Rf = = = 0, 65
jarak tempuh eluen 8
5,2
HRf = x 100% = 65 %
8
jarak tempuh komponen 6,3
5. Rf = = = 0,78
jarak tempuh eluen 8
6,3
HRf = x 100% = 78 %
8
BAB IV
PEMBAHASAN

Praktikum kali ini membahas tentang identifikasi minyak atsiri dan


antrakuinon menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
yang bertujuan agar mahasiswaa dapat melakukan skrining fitokimia
kandungan yang ada pada simplisia dengan metode KLT, reaksi
warna dan pengendapan.

Skrining fitokimia tidak harus dilakukan menggunakan penampak


noda karena dalam melakukan penelitian tergantung dengan tahapan
yang akan diteliti. Menggunakan fase gerak pada proses identifikasi
minyak atsiri dari campuran pelarut toluene dan etil asetat dengan
alasan karena toluene bersifat non polar sehingga akan menarik
minyak atsiri ke atas sedangkan etil asetat bersifat polar sehingga
akan menahan senyawa yang bersifat polar ke bawah..
Mengidentifikasi antrakuinon yang bersifat polar dengan
menggunakan fase gerak dari campuran pelarut n- propanol-etil
asetat-air yang bersifat polar karena fase gerak yang bersifat polar
digunakan untuk mengelusi senyawa-senyawa yang adsorbsinya
kuat sehingga dapat menarik senyawa antrakuinon.
Tujuan menggunakan penampak noda dengan pereaksi
anlisadehid H2SO4 pekat pada minyak atsiri untuk mengetahui
adanya perubahan warna yang terjadi pada senyawa minyak atsiri
yang ditandai dengan munculnya warna hijau, biru, merah atau
coklat. Pada senyawa antrakuinon menggunakan penampak noda
pereaksi KOH 5% dalam metanol untuk mengetahui kandungan
senyawa antrakuinon pada fraksi

Pengamatan UV 254 nm lempeng akan berflouresensi


sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap. Pengamatan UV
366 nm menghasilkan bercak noda yang berpendar dengan latar
belakang yang gelap, sehingga noda yang dapat berpendar
(berflouresensi) dapat dilihat secara visual. Hal tersebut disebabkan
oleh adanya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang
terikat oleh auksokrom pada bercak noda. Flouresensi yang tampak
merupakan hasil emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen
tersebut ketika elektron tereksitasi dari tingkat dasar ke tingkat
energi yang lebih tinggi dan kemudian kembali semula dengan
melepaskan energi. (Karima. N. 2018)
Dari hasil pengamatan identifikasi minyak atsiri
menggunakan fase gerak dengan penampak noda anisaldehid
H2SO4 pekat menghasilkan perubahan warna pada noda kelima
yaitu wana merah keunguan sehingga dapat dikatakan
mengandung minyak atsiri.

Kemudian pada hasil pengamatan identifikasi antrakuinon


menggunakan fase gerak dengan penampak noda KOH 5% dalam
metanol dihasilkan perubahan warna pada noda kelima yaitu warna
kuning sehingga dapa dikatakan mengandung senyawa
antrakuinon.

Didapatkan dihasilkan nilai Rf minyak atsiri pertama yaitu 0,5;


pada data kedua dihasilkan nilai Rf yaitu 0,57; pada data ketiga
dihasilkan nilai Rf yaitu 0,72; pada data keempat dihasilkan nilai Rf
yaitu 0,8 dan pada data kelima dihasilkan nilai Rf yaitu 0,85 dan
dihasilkan nilai hRF dari kelima data tersebut yaitu 50%, 57%, 72%,
dan 80%. Sedangkan pada perhitungan nilai Rf senyawa
antrakuinon dari lima data dihasilkan nilai Rf 0,25; 0,3; 0,53; 0,65
dan 0,78 dengan nilai hRF yaitu 25%, 30%, 53%, 65% dan 78%.
Dari nilai Rf yang dihasilkan pada senyawa minyak atsiri didapatkan
nilai Rf yang lebih besar berarti memiliki kepolaran yang rendah
sedangkan pada senyawa antrakuinon didapatkan nilai Rf yang
rendah sehingga memiliki kepolaran yang tinggi.

Volume penotolan pada sampel paling sedikit ditotolkan yaitu


0,5 µL, jika volume sampel yang akan ditotol kan lebih besar dari
2µL – 10 µL maka penotolan harus dilakukan secara bertahap
dengan dilakukan pengeringan antar totolan, jadi batas volume
penotolan yaitu 2µL – 10 µL.

Rf (Retardation factor) didefinisikan sebagai laju pergerakan


senyawa uji dibagi dengan laju pergerakan fase gerak. Pada
kromatografi lapis tipis kinerja tinggi senyawa uji dan fase gerak
bergerak dalam jangka waktu yang sama. Jarak yang ditempuh
berbanding lurus dengan laju pergerakan. Bila nilai Rf memiliki nilai
yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki
karakteristik yang sama atau mirip dengan pembandingnya. (Ridho
Asra. 2017)
Kesalahan yang dapat terjadi adalah jumlah cuplikan yang
digunakan terlalu berlebihan memberiikan penyebaran noda-noda
dengan kemungkinan trbentuknya ekor dan tak seimbang hingga akan
mengakibatkan kesalahan- kesalahan pada nilai.( Roosevelt. A. 2018)
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa pada
perhitungan rendemen didapatkan nilai rendemen pada rendemen
ekstrak yaitu 71,98%, kemudian pada rendemen fraksi semi polar
didapatkan nilai rendemen sebesar 66,66% dan pada rendemen fraksi
polar didapatkan nilai rendemen sebesar 25%, sehingga dapat
disimpulkan bahwa nilai rendemen ekstrak lebih tinggi dibandingkan
rendemen dengan fraksi semi polar dan fraksi polar.
DAFTAR PUSTAKA

Rusnaeni. 2016. IDENTIFIKASI ASAM MEFENAMAT DALAM JAMU


REMATIK YANG BEREDAR DI DISTRIK HERAM KOTA JAYAPURA,
PAPUA. PHARMACY, Vol.13 No. 01. ISSN 1693-3591

Karima, N. Dkk. 2018. IDENTIFIKASI SENYAWA KUERSETIN EKSTRAK


ETIL ASETAT DAUN SENGGANI (Melastoma malabathricum L.)
DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT). Program
Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura

Agustina. W. Dkk. 2017. SKRINING FITOKIMIA DAN AKTIVITAS


ANTIOKSIDAN BEBERAPA FRAKSI DARI KULIT BATANG JARAK
(Ricinus communis L.). ALOTROP Jurnal Pendidikan dan Ilmu Kimia.
Vol. :1(2) : 117-122. ISSN 2252-8075

Astarina, N. W. G. Dkk. 2013. SKRINING FITOKIMIA EKSTRAK METANOL


RIMPANG BANGLE (Zingiber purpureum Roxb.). Jurusan Farmasi
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Udayana

Kristanti, A. N., N. S. Aminah, M. Tanjung, dan B. Kurniadi. 2008. Buku Ajar


Fitokimia. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 23, 47.

N. Marline. Dkk. 2019. PENUNTUN DAN LAPORAN PRAKTIKUM


FITOKIMIA. PROGRAM S1-REGULER/MANDIRI LABORATORIUM
FUTOKIMIA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA. Medan.

Kusuma W., L., Sulistyani., N., 2012. UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI


EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN BINAHONG (Anredera scandens (L.)
Moq.) TERHADAP Shigella flexneri BESERTA PROFIL
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS. Jurnal Ilmiah Kefarmasian, Vol. 2, No.
1. 1-16

Karima. N. Dkk. 2018. IDENTIFIKASI SENYAWA KUERSETIN EKSTRAK


ETIL ASETAT DAUN SENGGANI (Melastoma malabathricum L.)
DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT).

Ridho Asra. Dkk. 2017. EVALUASI PENGGUNAAN KROMATOGRAFI


LAPIS TIPIS KINERJA TINGGI (KLTKT) DENSITOMETRI SILIKA GEL
60 F254 PADA PENETAPAN KADAR VITAMIN C YANG TERDAPAT
PADA DAGING BUAH NAGA UNGU (Hylocereus polyrhizus).
Jurnal Farmasi Higea, Vol. 9, No. 1

Roosevelt. A., Amandus L G I Sapu Ghari. 2017. IDENTIFIKASI SENYAWA


KIMIA DAUN BIDARA (ZiziphusmauritianaLam) DARI KABUPATEN
TIMOR TENGAH SELATAN PROVINSI NTT SECARA
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KROMATOGRAFI KOLOM.
Jurnal Farmasi Sandi Karsa Vol. IV No.7

LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai