Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENDIDIKAN PANCASILA
FENOMENA KORUPSI DALAM PENDIDIKAN PANCASILA

DOSEN PEMBIMBING :
NUR HIDAYATI, S.H., M.H.

DISUSUN OLEH :

RIDA MUSTOFA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI REKAYASA PEMBANGKIT ENERGI


JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya


dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang
direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan
pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni
(orang-orang yang terlibat sejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan
pembiayaan. Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.
Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di asia dilihat dari keanekaragaman
kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan
dengan negara lain di kawasan asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya tetapi
termasuk negara yang miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah
rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi
pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan
kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat
penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di indonesia dewasa ini
sudah merupakan patologi sosial (penyakit sosial) yang sangat berbahaya yang
mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi
telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang
lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasankeuangan negara
yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalih studi
banding, thr, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk
perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah
tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang
menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah
korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus
diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi
sampai pada titik nadi yang paling rendah maka jangan harap negara ini akan mampu
mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang
maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa
negara ke jurang kehancuran.
Sorotan masyarakat yang demikian tajam tersebut harus difahami sebagai bentuk
kepedulian dan sebagai motivator untuk terus berjuang mengerahkan segala daya dan
strategi agar maksud dan tujuan pemberantasan korupsi dapat lebih cepat, dan selamat
tercapai. Selain itu, diperlukan dukungan yang besar dari segenap kalangan akademis
untuk membangun budaya anti korupsi sebagai komponen masyarakat berpendidikan
tinggi.
BAB 2

PERUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan korupsi ?


2. Apakah perbedaan antara kolusi, korupsi, dan nepotisme ?
3. Hal-hal apa sajakah yang menjadi faktor pendorong dari korupsi ?
4. Apa sajakah jenis – jenis dari korupsi?
5. Apakah yang menjadi dasar hukum korupsi ?
6. Bagaimanakah upaya untuk memberantas dan mencegah terjadinya korupsi ?
BAB 3

PEMBAHASAN

I. Pengertian Korupsi

Dikutip dari Say No to Korupsi (2012) karya Juni Sjafrien Jahja, kata korupsi dari
bahasa Latin corruptio atau corruptus yang berasal dari bahasa Latin yang lebih tua
corrumpere. Istilah korupsi dalam bahasa Inggris corruption dan corrupt, dalam bahasa
Perancis corruption dan dalam bahasa Belanda corruptie yang menjadi kata korupsi
dalam bahasa Indonesia. Henry Campbell Black dalam Black's Law Dictionary
menjabarkan korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud memberikan
beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas dan hak orang lain Perbuatan
seorang pejabat atau seorang pemegang kepercayaan yang secara bertentangan dengan
hukum, secara keliru menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan keuntungan untuk
dirinya sendiri atau untuk orang lain, bertentangan dengan tugas dan hak orang lain.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan tentang pengertian istilah
korup (kata sifat) dan korupsi (kata benda). Korup adalah buruk, rusak, busuk. Arti lain
korup adalah suka memakai barang (uang) yang dipercayakan kepadanya; dapat disogok
(memakai kekuasannya untuk kepentingan pribadi). Mengkorup adalah merusak,
menyelewengkan (menggelapkan) barang (uang) milik perusahaan (negara) tempat
kerjanya. Korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan
dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Mengkorupsi adalah
menyelewengkan atau menggelapkan (uang dan sebagainya). Baca juga: Perjuangan
Lawan Korupsi adalah Perjuangan Melawan Kemiskinan Menurut Kamus Oxford,
korupsi adalah perilaku tidak jujur atau ilegal, terutama dilakukan orang yang berwenang.
Arti lain korupsi adalah tindakan atau efek dari membuat seseorang berubah dari standar
perilaku moral menjadi tidak bermoral. Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999, korupsi adalah tindakan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Korupsi juga diartikan sebagai
tindakan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi. Juga menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.

II. Perbedaan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang


Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
telah dijelaskan mengenai pengertian KKN. Dikutip dari situs resmi Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, berikut ini pengertian korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN):

 Korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud memberikan


beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas dan hak orang lain
Perbuatan seorang pejabat atau seorang pemegang kepercayaan yang secara
bertentangan dengan hukum, secara keliru menggunakan kekuasaannya untuk
mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain,
bertentangan dengan tugas dan hak orang lain.
 Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama melawan hukum antar-
penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat
dan atau negara.
 Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan
hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di
atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.

III. Faktor Pendorong Terjadinya Korupsi


Faktor –faktor penyebabnya bisa dari internal pelaku – pelaku korupsi dan juga bisa
berasal dari situasi lingkungan yang kondusif untuk melakukan korupsi (faktor
eksternal). Faktor Internal merupakan faktor pendorong korupsi yang berasal dari dalam
diri setiap individu. Faktor internal dapat diperinci menjadi:

a) Sifat tamak / rakus manusia 

Sifat tamak merupakan sifat yang berasal dari dalam diri setiap individu. Hal itu
terjadi ketika seseorang mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri dan tidak pernah
merasa puas terhadap apa yang telah dimiliki

b) Gaya hidup konsumtif

Pada era-modern ini, terutama kehidupan dikota- kota besar merupakan hal yang sering
mendorong terjadinya gaya hidup konsumtif. Oleh karena itu, apabila Perilaku konsumtif
tidak di imbangi dengan pendapatan yang memadai,maka hal tersebut akan membuka
peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan demi memenuhi hajatnya. Salah
satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.

c) Moral yang kurang kuat

Seseorang yang mempunyai moral lemah cenderung mudah tergoda untuk


melakukan tindakan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat,
bawahan, atau pihak lain yang memberi kesempatan untuk melakukan korupsi.

Faktor Eksternal merupakan faktor pemicu terjadinya tindakan korupsi yang berasal dari
luar diri pelaku. Faktor eksternal dapat dibagi menjadi empat, yaitu:

1. Faktor Politik
Politik merupakan salah satu sarana untuk melakukan korupsi. Hal ini dapat
dilihat ketika terjadi intrabilitas politik atau ketika politisi mempunyai hasrat untuk
mempertahankan kekuasaannya.

2. Faktor Hukum

Hukum bisa menjadi faktor terjadinya korupsi dilihat dari dua sisi, disatu sisi dari
aspek perundang – undangan, dan disisi lain dari lemahnya penegak hukum. Hal lain
yang menjadikan hukum sebagai sarana korupsi adalah tidak baiknya substansi hukum,
mudah ditemukan aturan – aturan yang diskrimatif dan tidak adil, rumusan yang tidak
jelas dan tegas sehingga menumbulkan multi tafsir, serta terjadinya kontradiksi dan
overlapping dengan aturan lain.

3.Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu
dapat dilihat ketika tingkat pendapat atau gaji yang tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhannya, maka seseorang akan mudah untuk melakukan tindakan korupsi demi
terpenuhinya semua kebutuhan.

4. Faktor Organisasi

Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, tidak hanya
organisasi yang ada dalam suatu lembaga, tetapi juga sistem pengorganisasian yang ada
didalam lingkungan masyarakat. 

Faktor - faktor penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi meliputi:
a. Kurang adanya teladan dari pemimpin
b. Tidak adanya kultur organisasi yang benar
c. Sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai
d. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi
e. Lemahnya pengawasan.

IV. Jenis – Jenis Korupsi

Ada dua jenis korupsi yaitu :

a. Adminstrative Coruption

Dimana segala sesuatu yang dijalankan adalah sesuai dengan hukum / peraturan
yang berlaku. Akan tetapi individu-individu tetentu memperkaya dirinya sendiri.
Misalnya proses rekruitmen pegawai negeri, dimana dilakukan dalam negeri, dimana
dilakukan ujian seleksi mulai dari seleksi administratif sampai ujian pengetahuan atau
kemampuan, akan tetapi yang harus diluluskan sudah tertentu orangnya.

b.Against The Rule Corruption

Artinya korupsi yang dilakukan adalah sepenuhnya bertentangan dengan


hukum,misalnya penyuapan, penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau korporasi.

V. Dasar Hukum Korupsi


1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar
1945.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
4. UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
5. UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan
Bebas KKN.
6. UU No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
7. UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
8. Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang Penyelengaraan Negara yang
Bersih dan Bebas KKN.
9. UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
10. UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (KPK).
11. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi.
12. Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
13. Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2005 tentang Sistem Manajemen
Sumber.

f. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi


1. Membentuk lembaga independen yang khusus menangani korupsi
2. Mewajibkan pejabat publik melaporkan dan mengumumkan jumlah
kekayaan yang dimiliki baik sebelum dan sesudah menjabat.
Masyarakat ikut memantau tingkat kewajaran peningkatan jumlah
kekayaan setelah selesai menjabat. Kesulitan timbul ketika kekayaan
yang didapatkan dengan melakukan korupsi dialihkan kepemilikannya
ke orang lain
3. Memberi hak kepada masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap
informasi. Perlu dibangun sistem dimana masyarakat (termasuk media)
diberikan hak meminta segala informasi sehubungan dengan kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
4. Pemberantasan tindak pidana korupsi harus dimulai dari diri sendiri
dari hal-hal yang kecil dan mulai hari ini agar setiap daerah terbebas
dari korupsi
5. Perlu pemantauan dan evaluasi terhadap seluruh pekerjaan atau
kegiatan pemberantasan korupsi agar diketahui capaian yang telah
dilakukan. Melalui pemantauan dan evaluasi dapat dilihat strategi atau
program yang sukses dan gagal. Program yang sukses sebaiknya
silanjutkan, sementara yang gagal dicari penyebabnya.

BAB 4

PENUTUP

I. Kesimpulan

Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung
merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua
aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan
uang Negara untuk kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan
pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan,
kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk
perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi.Korupsi dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu Adminstrative Coruption dan Against The Rule
Corruption. Serta ada hukum yang mengatur tindakan tersebut dan ada lembaga tersendiri yang
menangani kasus tersebut.

II. Saran

Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini.Dan pencegahan


korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil. Dan seharusnya pemerintah lebih tegas terhadap
terpidana korupsi. Undang-undang yang adapun dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
Agar korupsi tidak lagi menjadi budaya di negara ini.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/11/185540869/korupsi-pengertian-
penyebab-dan-dampaknya?page=all

https://jdih.komisiyudisial.go.id/frontend/detail/4/9

https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/14/140000269/korupsi-kolusi-dan-
nepotisme-kkn---pengertian-pencegahan-dan-sanksi?page=all

https://www.kompasiana.com/zurul_98/57ee2a6ab37e61951464bfe4/faktorfaktor-
penyebab-korupsi?page=all#section1
HASIL WAWANCARA

“PENERAPAN PENDIDIKAN PANCASILA DI INDONESIA”

1. Narasumber 1 : Nadhifatul Kamilah ( Mahasiswa PPNS )


“ Penerapan Pendidikan Pancasila di Indonesia untuk kalangan mahasiswa masih bisa
diacungi jempol, namun jika penepan Pendidikan Pancasila dikalangan pejabat atau orang
yang dalam kutip memiliki jabatan, memiliki uang yang cukup, saya rasa jiwa Pancasilanya
sudah mulai luntur, dan hal itu juga disertai dengan banyak fakta, yaitu banyaknya korupsi
yang dilakukan oleh pejabat negara dan juga kurangnya keadilan di negara kita, sehingga
hukuman untuk seseorang yang telah melakukan korupsi tersebut tidak seberapa”
2. Narasumber 2 : Niatikka Khonsa’ Gholiyah (Mahasiswa UNESA)
“ Jika ditanya tentang penerapan Pendidikan Pancasila, saya akan berkata jika penerapan
Pendidikan Pancasila dimasa sekarang itu sangat jauh dari kata maksimal, bisa dilihat dari hal
kecil disekitar kita, anak anak sd, bisa kita lihat sendiri, gak sedikit dari anak anak sd yang
sudah merokok, padahal dulu zaman saya pun, merokok bagi anak sd itu suatu hal yang tidak
lumrah, tetapi sekarang sudah merebak, hal ini menunjukkan bahwa semakin kesini,
penerapan Pendidikan Pancasila semakin berkurang ”
3. Narasumber 3 : Ajeng Mei Dini Damayanti (Mahasiswa UNESA)

“Menurut saya, Pendidikan Pancasila itu sudah lama ada, sudah lama diterapkan,
diaplikasikan, dan direalisasikan. Namun pengimplementasian dari setiap individunya yang
kurang. Memang benar sistem Pendidikan kita selalu menerapkan Pendidikan Pancasila
dengan tujuan meningkatkan rasa nasionalisme tiap individu untuk negara Indonesia. Namun,
setiap individu itu kurang menerapkan rasa nasionalismenya, kurang ikut andil dalam
pengkritikan pemerintahan. Misalnya, untuk kasus korupsi, banyak orang yang mengerti
tentang agama, banyak orang yang mengerti tentang kewarganegaraan, tetapi ia lebih memilih
egois dan memntingkan jabatan / karir untuk dirinya sendiri. Sebagai contoh seorang pejabat
yang berkorupsi, seorang pejabat pastinya ia adalah seseorang yang berlatarbelakang atau
notabenya berpendidikan. Orang yang berpendidikan harusnya tau mana yang baik dan yang
buruk. Dan seorang pejabat itu pasti mempunyai dasar Pendidikan kewarganegaraan yang
baik sebelum dipilih. Dengan demikian, itu sebagai contoh dia gagal dalam
pengimplementasian Pendidikan Pancasila dalam dirinya sendiri”

Dari ketiga narasumber tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Pancasila


di negara kita sudah sejak lama diterapkan, namun kurangnya pengimplementasian penerapan
Pendidikan Pancasila dalam diri individu masing-masing yang masih kurang

Anda mungkin juga menyukai