Anda di halaman 1dari 18

APLIKASI FARMAKOEKONOMI

DI INDONESIA
Biaya pelayanan kesehatan, khususnya biaya obat, telah meningkat
tajam beberapa dekade terakhir, dan kecenderungan ini tampaknya
akan terus berlanjut. Hal ini antara lain disebabkan populasi pasien
usia lanjut yang semakin banyak dengan konsekuensi meningkatnya
penggunaan obat, adanya obat-obat baru yang lebih mahal, dan
perubahan pola pengobatan.
Di sisi lain, sumber daya yang dapat digunakan terbatas, sehingga
harus dicari cara agar pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan
ekonomis. Perkembangan farmakoepidemiologi saat ini tidak hanya
meneliti penggunaan dan efek obat dalam hal khasiat (efficacy) dan
keamanan (safety) saja, tetapi juga menganalisis dari segi
ekonominya. Studi khusus yang mempelajari hal ini dikenal dengan
nama farmakoekonomi.
Farmakoekonomi adalah studi yang mengukur dan membandingkan antara
biaya dan hasil/konsekuensi dari suatu pengobatan. Tujuan farmakoekonomi
adalah untuk memberikan informasi yang dapat membantu para pembuat
kebijakan dalam menentukan pilihan atas alternatif-alternatif pengobatan
yang tersedia agar pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis.

Jika kita dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan seperti:


Apa kelebihan suatu obat dilihat dari segi cost-effectiveness-nya
dibandingkan obat lain?
Apakah diperoleh hasil terapi yang baik dengan biaya yang wajar?
Apakah suatu obat dapat dimasukkan ke dalam formularium atau ke dalam
daftar obat yang disubsidi?
Maka farmakoekonomi dapat berperan untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan tersebut. Informasi farmakoekonomi saat ini dianggap sama
pentingnya dengan informasi khasiat dan keamanan obat dalam
menentukan pilihan obat yang akan digunakan. Farmakoekonomi dapat
diaplikasikan baik dalam skala mikro -misalnya dalam menentukan pilihan
terapi untuk seorang pasien untuk suatu penyakit, maupun dalam skala
makro -misalnya dalam menentukan obat yang akan disubsidi atau yang
akan dimasukkan ke dalam formularium.

Seiring dengan berkembangnya pelayanan farmasi klinik yang dilakukan oleh


apoteker di berbagai belahan dunia, maka ruang lingkup farmakoekonomi
juga meliputi studi tentang manfaat pelayanan farmasi klinik secara ekonomi
Hasil studi semacam ini bisa dimanfaatkan untuk menjustifikasi apakah
suatu bentuk pelayanan farmasi klinik dapat disetujui untuk dilaksanakan di
suatu unit pelayanan, ataukah suatu pelayanan farmasi klinik yang sudah
berjalan dapat terus dilanjutkan.

Pihak-pihak yang berkepentingan dalam upaya menjadikan pelayanan


kesehatan lebih efisien dan ekonomis ditantang untuk mampu melakukan
penilaian menyeluruh terhadap suatu obat baik dari segi efektifitas obat
maupun dari segi nilai ekonomisnya. Untuk itu diperlukan bekal
pengetahuan tentang prinsip-prinsip farmakoekonomi dan keterampilan
yang memadai dalam melakukan evaluasi hasil studi farmakoekonomi.
METODE-METODE DALAM FARMAKOEKONOMI
Metode-metode analisis yang digunakan dalam farmakoekonomi meliputi: Cost-
minimization analysis, Cost-effectiveness analysis, Cost-Utility analysis dan Cost-
benefit analysis.2,3
Metode Cost-minimization analysis (CMA) membandingkan biaya total penggunaan
2 atau lebih obat yang khasiat dan efek samping obatnya sama (ekuivalen). Karena
obat-obat yang dibandingkan memberikan hasil yang sama, maka CMA
memfokuskan pada penentuan obat mana yang biaya per-harinya paling rendah.
Metode yang paling sering dilakukan adalah Cost-effectiveness analysis (CEA).
Metode ini cocok jika terapi yang dibandingkan memiliki hasil terapi (outcome)
yang berbeda. Metode ini digunakan untuk membandingkan obat-obat yang
pengukuran hasil terapinya dapat dibandingkan. Sebagai contoh, membandingkan
dua obat yang digunakan untuk indikasi yang sama tetapi biaya dan efektifitasnya
berbeda. CEA mengubah biaya dan efektifitas ke dalam bentuk ratio.
Ratio ini meliputi cost per cure (contoh: antibiotika) atau cost per year of life
gained (contoh: obat yang digunakan pada serangan jantung). Pada saat
membandingkan dua macam obat, biasanya digunakan pengukuran
incremental cost-effectiveness yang menunjukkan biaya tambahan (misalkan,
per cure atau per life saved) akibat digunakannya suatu obat ketimbang
digunakannya obat lain. Jika biaya tambahan ini rendah, berarti obat tersebut
baik untuk dipilih, sebaliknya jika biaya tambahannya sangat tinggi maka obat
tersebut tidak baik untuk dipilih.
Metode lain adalah Cost-Utility analysis (CUA). Metode ini dianggap sebagai
subkelompok CEA karena CUA juga menggunakan ratio cost-effectiveness,
tetapi menyesuaikannya dengan skor kualitas hidup. Biasanya diperlukan
wawancara dan meminta pasien untuk memberi skor tentang kualitas hidup
mereka. Hal ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang sudah
dibakukan, sebagai contoh digunakan skala penilaian (0= kematian; 10=
kesehatan sempurna). Quality-adjusted life years (QALYs) merupakan
pengukuran yang paling banyak digunakan.
Metode Cost-Benefit analysis (CBA) mengukur dan
membandingkan biaya penyelenggaraan 2 program kesehatan
dimana outcome dari kedua program tersebut berbeda

(contoh: cost-benefit dari program penggunaan vaksin


dibandingkan dengan program penggunaan obat
antihiperlipidemia).

Pengukuran dapat dilakukan dengan menghitung jumlah episode


penyakit yang dapat dicegah, kemudian dibandingkan dengan
biaya kalau program kesehatan dilakukan.
Makin tinggi ratio benefit:
cost, maka program makin menguntungkan. Metode ini juga
digunakan untuk meneliti pengobatan tunggal. Jika rationya
lebih dari 1, maka pengobatan dianggap bermanfaat karena ini
berarti manfaatnya lebih besar dari biayanya. CBA merupakan
analisis yang paling komprehensif dan sulit untuk dilakukan.

Berbeda dengan CEA yang menggunakan efek terapeutik


sebagai outcome atau CUA yang menggunakan kualitas hidup,
maka CBA menggunakan nilai uang dalam mengukur benefit,
sehingga dapat menimbulkan perdebatan, sebagai contoh:
berapa nilai uang sebuah kualitas hidup seseorang?
Aplikasi hasil studi farmakoekonomi

Lisa Sanchez -seorang pakar farmakoekonomi dari Amerika Serikat-


mengemukakan suatu istilah yang disebut applied pharmacoeconomics dan
mendefinisikannya sebagai: Putting pharmacoeconomic principles, methods
and theories into practice, to quantify the "value" of pharmacy products and
pharmaceutical care services utilized in "real-world" environments".4 Jika kita
mengacu pada definisi di atas, maka farmakoekonomi dapat dimanfaatkan
untuk menilai biaya-manfaat baik dari produk obat maupun pelayanan
kefarmasian (pharmaceutical care).
Farmakoekonomi tidak hanya penting bagi para pembuat kebijakan di bidang
kesehatan saja, tetapi juga bagi tenaga kesehatan (dokter, apoteker), industri
farmasi, perusahaan asuransi dan bahkan pasien, yang masing-masing
mempunyai kebutuhan dan cara pandang yang berbeda
Bagi pembuat kebijakan, farmakoekonomi dapat dimanfaatkan untuk:
memutuskan apakah suatu obat layak dimasukkan ke dalam daftar obat
yang disubsidi, memilih program pelayanan kesehatan dan membuat
kebijakan-kebijakan strategis lain yang terkait dengan pelayanan
kesehatan.

Di tingkat rumah sakit, data farmakoekonomi dapat dimanfaatkan


untuk memutuskan apakah suatu obat bisa dimasukkan ke dalam
formularium rumah sakit, atau sebaliknya, suatu obat harus dihapus
dari formularium rumah sakit karena tidak cost-effective dibandingkan
obat lain. Selain itu juga dapat digunakan sebagai dasar dalam
menyusun pedoman terapi, obat mana yang akan digunakan sebagai
obat lini pertama dan lini berikutnya.
Bagi tenaga kesehatan, farmakoekonomi berperan untuk membantu
pengambilan keputusan klinik dalam penggunaan obat yang rasional, karena
penggunaan obat yang rasional tidak hanya mempertimbangkan dimensi
aman-berkhasiat-bermutu saja, tetapi juga harus mempertimbangkan nilai
ekonominya. Sedangkan industri farmasi berkepentingan dengan hasil studi
farmakoekonomi untuk berbagai hal, antara lain:
penelitian dan pengembangan obat, penetapan harga, promosi dan
strategi pemasaran.

Di Australia dan Kanada, hasil studi farmakoekonomi menjadi bahan


pertimbangan utama dalam mengevaluasi suatu obat baru yang akan
dimasukkan ke dalam daftar obat yang disubsidi pemerintah. Kebijakan ini juga
sudah mulai diikuti oleh negara-negara di Eropa. Di Amerika Serikat, beberapa
perusahaan asuransi melakukan studi farmakoekonomi sendiri dan tidak
tergantung dari hasil studi yang dilakukan industri farmasi.
Apoteker dengan pengetahuannya yang mendalam tentang obat, selayaknya
memiliki pengetahuan pula tentang prinsip-prinsip farmakoekonomi, dan akan
lebih baik lagi jika mempunyai keterampilan yang memadai dalam
mengevaluasi hasil studi farmakoekonomi.

Strategi dalam mengaplikasikan hasil studi farmakoekonomi


Sebelum mengaplikasikan data farmakoekonomi ke "dunia nyata", terlebih
dahulu harus dimiliki keterampilan dalam mengevaluasi secara kritis hasil
penelitian farmakoekonomi yang sudah dipublikasikan. Pedoman dalam
melakukan evaluasi penelitian farmakoekonomi telah banyak dipublikasikan3.
Beberapa aspek yang harus dikritisi dari sudut pandang farmasi dalam
mengevaluasi suatu penelitian farmakoekonomi
Untuk menerapkan data farmakoekonomi dari literatur ke "dunia nyata" sesuai
situasi dan kondisi setempat, ada 3 strategi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Menggunakan langsung data dari literatur;
2. Membuat data model ekonomi (economic modeling data);
3. Melakukan penelitian sendiri.

Masing-masing strategi mempunyai kelebihan dan kekurangan, seperti


tercantum pada tabel 2. Pemilihan strategi yang akan dilakukan sebaiknya
mempertimbangkan juga dampak yang akan dihasilkan baik terhadap biaya
maupun mutu pelayanan. Jika dampaknya minimal, maka strategi
menggunakan data langsung dari literatur dapat dijadikan pilihan. Jika
dampaknya lumayan, maka membuat data model ekonomi dapat dipilih.
Sedangkan jika dampaknya besar, maka perlu melakukan penelitian sendiri
agar data yang didapat benar-benar sesuai dengan situasi dan kondisi
setempat.
Dengan keterbatasan sumber daya yang tersedia dalam memberikan
pelayanan kesehatan, maka sudah seyogianya farmakoekonomi
dimanfaatkan dalam membantu membuat keputusan dan menentukan
pilihan atas alternatif-alternatif pengobatan agar pelayanan kesehatan
menjadi lebih efisien dan ekonomis.
APLIKASI DAN PERANAN FARMAKOEKONOMI DALAM
PELAYANAN KESEHATAN

Farmakoekonomi tidak hanya penting bagi para pembuat kebijakan di


bidang kesehatan saja,tetapi juga bagi tenaga kesehatan, industri
farmasi, perusahaan asuransi dan bahkan pasien,dengan kebutuhan
dan cara pandang yang berbeda
1.Bagi pemerintah, farmakoekonomi sangat berguna dalam
memutuskan apakah suatu obatlayak dimasukkan ke dalam daftar
obat yang disubsidi, serta membuat kebijakan-kebijakanstrategis
lain yang terkait dengan pelayanan kes ehatan. Contoh
kebijakan terkaitfarmakoekonomi yang relatif baru diterapkan
di Indonesia adalah penerapan kebijakan INA-DRG!" (Indonesia-
Diagnosis Related Group) yang menyetarakan standar pelayanan
kesehatan dirumah sakit pemerintah.

2. Hasil studi farmakoekonomi dapat berguna untuk industri farmasi


dalam hal, antara lain penelitian dan pengembangan obat, strategi
penetapan harga obat, serta strategi promosi dan pemasaran obat. '.
3. Selain itu, data farmakoekonomi dapat dimanfaatkan untuk memutuskan
obat mana sajayang dapat dimasukkan atau dihapuskan dalam formularium
rumah sakit, yang biasanya disusunoleh komite farmasi dan terapi rumah
sakit. Farmakoekonomi juga dapat digunakan sebagaidasar penyusunan
pedoman terapi obat. yang rasional.

4. Bagi tenaga kesehatan, farmakoekonomi berperan mewujudkan


penggunaan obat denganmembantu pengambilan keputusan klini
mengingat penggunaan obat yang rasional tidak hanyamempertimbangkan
aspek keamanan, khasiat, dan mutu saja, tetapi juga harus
mempertimbangkan aspek ekonomi. Pada akhirnya, pasien diharapkan akan
memperoleh alokasisumber daya pelayanan kesehatan yang optimal dengan
cara mengukur serta membandingkanaspek khasiat serta aspek ekonom
dari berbagai alternatif terapi pengobatan
MANFAAT RUMAH SAKIT DAN KLINIK MENGGUNAKAN FARMAKOEKONOMI

Manfaat yang dapat diperoleh dokter dengan menerapkan farmakoekonomi


dalam setiap pengobatan yang dilakukannya adalah sebagai berikut:

1. Dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun pedoman terapi.


2. Untuk memutuskan apakah suatu obat bisa dimasukkan ke dalam
formularium Rumah sakit,atau sebaliknya suatu obat harus dihapus dari
formularium rumah sakit karena tidak cost-effectife dibandingkan obat lain.
3. Dapat digunakan sebagai dasar dalam penyusunan daftar obat yang ada di
klinik.
4. Rumahsakit dan klinik terhindar dari tuntutan pasien dan pihak asuransi
karena pengobatan yang mahal

Anda mungkin juga menyukai