Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN GLAUKOMA

KEPERAWAATAN MEDIKAL

Oleh

Ferita Elsa Wihandari

NIM 172310101214

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
2

LAPORAN PENDAHULUAN GLAUKOMA

KEPERAWAATAN MEDIKAL

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal


Dosen pengampu : Ns. Murtaqib, S.Kp., M.Kep

Oleh

Ferita Elsa Wihandari

NIM 172310101214

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
3

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang melimpahkan karunia-Nya sehingga


penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Laporan Pendahuluan
Glaukoma”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah
Keperawatan Medikal Fakultas Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ns. Jon Hafan S, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku dosen penanggung jawab mata
kuliah Keperawatan Medikal,
2. Ns. Murtaqib, S.Kp., M.Kep dosen pengampu dalam mata kuliah Keperawatan
Medikal,
3. Keluarga di rumah yang senantiasa memberikan dorongan dan doanya demi
terselesaikannya makalah ini,
4. Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Jember, 2 Desember 2019

Penulis
4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………….. 2

KATA PENGANTAR …………………………………………………… 3

DAFTAR ISI …………………………………………………………...… 4

BAB I. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………. 5

1.1 Definisi ………………………………………………………………... 5


1.2 Anatomi dan Fisiologi ………………………………………………… 6
1.3 Epidimiologi ………………………………………………………….. 9
1.4 Etiologi ……………………………………………………………….. 9
1.5 Klasifikasi …………………………………………………………….. 9
1.6 Patofisiologi ………………………………………………………….. 11
1.7 Manifestasi Klinis ……………………………………………………. 12
1.8 Pemeriksaan Penunjang ………………………………………………. 12
1.9 Penatalaksanaan Medis ……………………………………………….. 13

BAB II. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN KASUS ….. 15

2.1 Pengkajian ………………………………………………………...…... 15

2.2 Diagnosa ………………………………………………………………. 19

2.3 Intervensi ……………………………………………………………… 21

3.4 Evaluasi ………………………………………………………………. 33

BAB III. PATHWAYS ………………………………………………….. 35

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 36


5

BAB I. TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Glaukoma sering disebut pencuri penglihatan karena gejala glaukoma


sering tidak disadari atau dianggap gejala penyakit lain. Akibatnya, penderita baru
memeriksakan dirinya pada saat sudah dalam kondisi lanjut atau bahkan sudah
mengalami kebutaan. Padahal kebutaan yang disebabkan oleh glaukoma bersifat
permanen atau tidak dapat diperbaiki (Ismandari, 2010).

Glaukoma adalah penyakit yang menyerang saraf mata manusia, hingga


terjadi kerusakan struktur dan fungsional saraf yang bersesuaian. Kerusakan
tersebut dapat terjadi secara mendadak atau perlahan tergantung pada tekanan
bola mata penderitanya. Kerusakan yang terjadi akan menyebabkan gangguan
penglihatan yang dapat menyebabkan kebutaan permanen. Glaukoma merupakan
penyakit mata dimana terjadi kerusakan syaraf optik yang diikuti gangguan
lapang pandang yang khas karena adanya tekanan bola mata yang meningkat.
Kondisi ini disebabkan oleh adanya hambatan pengeluaran cairan bola mata
(humor aquous). Selain itu, penyebab kerusakan saraf optik, antara lain gangguan
suplai darah ke serat saraf optik dan kelemahan/masalah saraf optik itu sendiri
(Kemenkes, 2015).

Penyebab dari glaukoma belum diketahui secara pasti. Tidak semua jenis
glaukoma diketahui penyebabnya, namun apabila dalam satu keluarga ada yang
menderita glaukoma primer, maka keluarga terdekat memiliki risiko untuk
menderita glaukoma primer juga. Glaukoma sekunder dapat disebabkan oleh
beberapa hal, seperti trauma mata, peradangan, perdarahan dalam mata, diabetes
mellitus, dan katarak (Kemenkes, 2015).
6

1.2 Anatomi dan Fisiologi

Mata adalah organ penglihatan dengan struktur yang khusus dan


kompleks. Mata berfungsi untuk menerima dan mengirimkan data ke korteks
serebral. Seluruh lobus otak, lobus okspital, ditujukan khusus untuk
menerjemahkan citra visual. Bola mata dilindungi dan dilingkupi orbita, yaitu
berupa tulang berongga bulat. Bola mata yang menempati bagian kecil dari orbita,
dilindungi oleh lemak yang terletak di belakang bola mata. Syaraf dan pembuluh
darah yang mensuplai nutrisi dan mentransmisi impuls ke otak juga berada dalam
orbita.

Orbita merupakan rongga untuk terkumpulnya cairan, darah, dan udara


karena letak anatomisnya yang dekat dengan sinus dan pembuluh darah. Desakan
komponen lain ke lengkungan orbita dapat menyebabkan pergeseran, penekanan,
atau protrusi bola mata dan struktur di sekitarnya.

Otot Mata

Gerakan mata dikontrol oleh 6 otot ekstraokuler yang masuk ke sclera dan
dipersyarafi oleh SO III, IV, dan VI. Otot retrus lateralis melakukan abduksi dan
7

otot rektus medial melakukan adduksi mata. Kedua otot tersebut bekerja sama
untuk menggerakan mata dari satu sisi ke sisi lain. Otot rektus superior
mengangkat dan melakukan adduksi dan otot rektus interior melakukan depresi
dan adduksi. Otot oblik superior mengarahkan mata ke lateral dan interior, dan
otot oblik inferior mengarahkan ke superior dan ke lateral.

Suplai darah

Suplai darah mata berasal dari cabang arteri karatis interna dan cabang arteri
oftalmik. Arteri retina sentralis dan koriokapilaris lapisan koroid menyuplai darah
ke retina, keduanya harus tetap utuh untuk mempertahankan fungsi retina.
Sirkulasi vena, mengikuti pola arteri. Pada inspeksi menggunakan oftalmoskop,
vena terlihat lebih besar dan lebih gelap dari pada bagian-bagian arteri.

Bagian mata yang seharusnya avascular (kurang darah) ialah lensa dan
kornea. Struktur-struktur tersebut harus bebas dari pembuluh darah, sehingga
cahaya dapat lewat tanpa hambatan dan dapat fokus dengan tajam pada retina. Bila
kornea mengalami cidera, dapat terjadi pertumbuhan pembuluh darah kecil di
tempat itu, sehingga menjadi tidak teransparan. Pembuluh darah yang tumbuh ke
kornea, kecuali pada tempat yang paling tepi, bersifat patologis. Kornea menerima
nutrisi dari oksigen yang larut dalam air mata, dari humor aqueus (cairan yang
berada di kamera anterior), dan bagian kecil dari pembuluh darah kecil disekitar
limbus korneasklera.

Bola mata

Bola mata dilapisi oleh tiga lapisan primer, yaitu sclera, uvea (mengandung
koroid), dan retina. Setiap lapisan memiliki struktur dan fungsinya sendiri. Ketiga
lapisan tersebut berperan dalam bentuk mata yang bulat ketika terisi humor vitreus
(substansi seperti gelatin antara lensa dan retina).
8

Sklera

Lapisan paling luar dan paling kuat atau bagian putih pada bola mata. Pada
bagian posterior, sclera memiliki lubang yang dilalui saraf optikus dan pembuluh
darah retina sentralis. Permukaan anterior sclera diselubungi oleh konjungtiva,
suatu membrane mukosa tipis yang mengandung beberapa kelenjar untuk lapisan
air mata. Konjungtiva palpebral melapisi sisi bawah kelopak mata dan merupakan
lanjutan dari konjungtiva bulbaris yang menyelubungi sclera anterior.konjungtiva
berakhir pada limbus korneosklera yang mengandung jaringan pembuluh darah
yang rapat.

Uvea

Traktus uvea berada di lapisan tengah yang mengandung pigmen yang


tersusun atas koroid, iris, dan badan silier. Koroid merupakan lapisan vaskuler
yang memberikan darah ke lapisan epitel berpigmen retina dan retina sensoris
perifer. Koroid melapisi kamera posterior mata dan membentang dari badan silier,
di bagian anterior dan saraf optikus di bagian posterior.

Iris merupakan struktur muskuler berpigmen yang memberikan warna mata.


Iris bagian anterior traktus uvea dan membagi ruang antara kornea dan lensa
menjadi kamera anterior dan posterior. Merupakan diafragma muskuler sirkuler
tipis yang ditengahnya terdapat lubang bulat, yaitu pupil. Pupil akan berubah
ukurannya dengan berdilatasi atau berkontriksi. Perubahan tersebut dapat
mengontrol cahaya yang masuk ke mata sehingga mata dapat melihat dalam
berbagai intensitas cahaya.

Badan Silier mengandung serabut otot yang membuat berkontraksi dan


relaksasi zonula lensa. Berperan dalam menjaga tekanan intraokuler (TIO) dengan
mensekresi humor aqueus, cairan bening berkadar air tinggi yang mengisi kamera
anterior dan posterior kemudian disalurkan melalui kanalis dari Schlemm.
9

Produksi dan pengaliran cairan ini sangat penting untuk menjaga TIO konstan,
yaitu kisaran 12-21 mmHg.

1.3 Epidimiologi

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak


di dunia. Berdasarkan data WHO tahun 2010, diperkirakan sebanyak 3,2 juta
orang mengalami kebutaan akibat glaukoma. Prevalensi glaukoma di Indonesia
menurut Jakarta Urban Eye Health Study (2008) yaitu glaukoma primer sudut
tertutup sebesar 1,89%, glaukoma primer sudut terbuka sebesar 0,48%, dan
glaukoma sekunder sebesar 0,16%, dan secara keseluruhan sebesar 2,53%.
(Kemenkes, 2015).

1.4 Etiologi
Penyebab adanya peningkatan tekanan intraokuli adalah terdapat perubahan
anatomi sebagai bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya, trauma mata, dan
predisposisi faktor genetik. Glaukoma sering muncul sebagai manifestasi penyakit
atau proses patologik dari sistem tubuh lainnya. Faktor resiko timbulnya
glaukoma, yaitu riwayat glaukoma pada keluarga, diabetes mellitus, dan
hipertensi.

1.5 Klasifikasi
1. Glaukoma Primer
Glaukoma primer merupakan jenis glaukoma yang tidak diketahui
penyebabnya
a. Glaukoma primer sudut terbuka
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan glaukoma kronis yang
ditandai dengan atrofi saraf optikus dan kavitasi mangkuk fisiologis dan
defek lapang pandang yang khas. Pada glaukoma sudut terbuka, tekanan
normal ditandai dengan adanya perubahan meskipun TIO masih dalam
batas normal.
10

b. Glaukoma primer sudut tertutup


Glaukoma primer sudut tertutup merupakan glaukoma akut atau kronis
sebagai akibat dari defek anatomis yang menyebabkan pendangkalan
kamera anterior. Kondisi ini menyebabkan sudut pengaliran yang sempit
pada perifer iris dan trabekulum. Pada kondisi ini, penderita biasanya
tidak mengalami masalah sama sekali dan tekanan intraokulernya normal
kecuali terjadi penutupan sudut yang sangat akut ketika iris berdilatasi,
menggulung ke sudut dan menyumbat aliran keluar humor aqueos dari
trabekulum. Selain itu, dapat terjadi episode yang dipresipitasi oleh
dilatasi pupil moderat atau miosis pupil yang jelas.
2. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang timbul sebagai akibat dari
penyakit mata lain, pembedahan, trauma, penggunaan kortikosteroid
berlebihan, atau penyakit sistemik lainnya (Kemenkes, 2015). Glaukoma jenis
ini biasanya unilateral, dan dapat terjadi dengan sudut terbuka atau tertutup
maupun kombinasi.
a. Glaukoma sekunder sudut terbuka
Terjadi peningkatan TIO yang disebabkan oleh peningkatan tahanan aliran
keluar humor aqueos melalui jaring-jaring trabekuler, kanalis Schlemm,
dan sistem vena episkleral. Pori-pori trabekula dapat tersumbat oleh setiap
jenis debris, darah, pus, atau lainnya. Peningkatan tahanan tersebut dapat
diakibatkan oleh penggunaan kortikosteroid jangka panjang, tumor
intraokuler, uveitis akibat penyakit seperti herpes simpleks atau herpes
zoster, atau penyumbatan jaring-jaring trabekula oleh material lensa,
bahan vikoelastik, darah, atau pigmen. Peningkatan tekanan vena
episkleral akibat keadaan seperti luka bakar, tumor retrobulber, fistula
arteriovenosa, jugularis superior vena kava, atau sumbatan vena pulmonal
juga dapat mengakibatkan peningkatan TIO.
11

b. Glaukoma sekunder sudut tertutup


Terjadi peningkatan tahanan aliran humor aqueos yang disebabkan oleh
penyumbatan jarring-jaring trabekula oleh iris perifer. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh perubahan aliran humor aqueos setelah menderita suatu
penyakit atau menjalani suatu pembedahan. Keterlibatan anterior terjadi
setelah terbentuknya membrane pada glaukoma neovaskuler, trauma,
aniridia, dan penyakit endotel. Penyebab posterior terjadi pada
penyumbatan pupil akibat lensa atau IOL menghambat aliran humor
aqueos ke kamera anterior.
3. Glaukoma Kongenital
Glaukoma primer merupakan suatu kelainan yang dapat diturunkan secara
genetic yang bersifat multifaktor dan poligenik. Penderita glaukoma dalam
suatu keluarga dapat meningkatkan risiko glaukoma pada keturunannya
(Kemenkes, 2015).
1.6 Patofisiologi
Tekanan intraocular ditentukan oleh kecepatan terbentuknya cairan mata
(akuos humor) bola mata oleh badan siliar dan hambatan yang terjadi pada
jaringan trabecular meshwork. Akuos humor yang dihasilkan badan siliar masuk
ke bilik mata belakang, kemudian melalui pupil menuju ke bilik mata depan dan
terus ke sudut bilik mata depan, tepatnya ke jaringan trabekulum, mencapai kanal
Schlemm dan keluar dari bola mata (Ismandari, 2010).
Pada glaukoma primer sudut terbuka, peningkatan tekanan intraocular
disebabkan terdapat hambatan pengaliran keluar akuos humor karena adanya
perubahan degenerative pada jaringan trabekulum. Pada glaukoma sudut tertutup,
terjadi hambatan karena iris perifer menutup sudut mata bilik depan sehingga
jaringan trabekulum tidak dapat tercapai oleh akuos humor. Hal ini terjadi jika
bilik mata depan secara anatomis sempit atau dangkal. Pada bilik mata depan
yang dangkal dapat menyebabkan hambatan aliran akuos humor dari bilik mata
belakang ke bilik mata depan atau disebut pipillary block. Hambatan tersebut
dapat menyebabkan tekanan di bilik mata belakang meningkat. Pada sudut bilik
12

mata depan yang sempit, dorongan tersebut menyebabkan iris menutupi jaringan
trabekulum sehingga menghambat akuos humor mencapai jaringan trabekulum
(Ismandari, 2010).
Mekanisme terjadinya kerusakan saraf optik yang disebabkan tekanan
intraokular terbagi menjadi dua, yaitu adanya peningkatan tekanan intraokular
menyebabkan kerusakan mekanik pada akson saraf optik dan tekanan intraocular
yang meningkat akan menyebabkan aliran darah pada pupil saraf berkurang
sehingga terjadi iskemia akson saraf (Ismandari, 2010).
1.7 Manifestasi Klinis
Glaukoma sudut terbuka primer merupakan penyakit yang tanda gejalanya
seringkali tidak disadari dan akan memburuk secara perlahan. Namun pada
glaukoma sudut tertutup menunjukkan gejala akut seperti nyeri pada sekitar mata,
pandangan kabur, halo di sekitar cahaya, pandangan kabur, dan terdapat
perubahan bentuk mata. Nyeri pada area okuler mungkin disebabkan oleh
peningkatan TIO secara cepat, terjadi inflamasi, atau karena efek samping obat.
Pada nyeri okuler yang berat dapat disertai oleh mual dan muntah, berkeringat,
dan bradikardia. Mata yang memerah dapat disebabkan oleh iritis akut, reaksi
obat-obatan, glaukoma neovaskuler, hipema, perdarahan subkonjungtiva, dan
terjadi peningkatan tekanan vena episkleral. Pandangan halo diakibatkan oleh
adanya peningkatan TIO secara cepat dan dekompensasi epitel kornea yang
menyebabkan edema pada kornea.
1.8 Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang bagi penderita glaukoma, yang
meliputi (Ismandari, 2010):
1. Pemeriksaan tajam penglihatan atau visus
Pemeriksaan ini untuk menilai fungsi atau ketajaman penglihatan
menggunakan kartu Snellen atau E. Pada kartu tersebut dapat dilihat angka
yang menyatakan jarak dimana huruf yang tertera pada kartu dapat dilihat
oleh mata normal. Tajam penglihatan seseorang dikategorikan normal bila
tajam penglihatannya 6/6 atau 100%.
13

2. Oftalmoskopi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai kondisi papil saraf optik pada
penderita glaukoma dengan menilai warna papil optik dan lebarnya ekskavasi
atau penggaungan. Keberhasilan pengobatan dinilai dari perkembangan
ekskavasi tersebut apakah luasnya menetap atau membesar.
3. Tonometri
Pemeriksaan ini untuk mengukur tekanan bola mata/intraokular dengan
dilakukan beberapa cara, yaitu palpasi menggunakan jari telunjuk, indentasi
dengan tonometer Schiotz, aplanasi dengan tonometer aplanasi Goldman, dan
dengan non-kontak pneumotonometri.
4. Gonioskopi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memeriksa sudut bilik mata depan
menggunakan lensa kontak khusus. Untuk penderita glaukoma, diperlukan
penilaian lebar sempitnya bilik mata depan. Dengan dilakukan pemeriksaan
gonioskopi, dapat dibedakan sudut terbuka atau tertutup, apakah terdapat
perlekatan iris di bagian perifer, dan kelainan lainnya.
5. Pemeriksaan lapang pandang (Kampimetri)
Tes lapang pandang digunakan untuk menegakkan adanya pulau-pulau lapang
pandangan yang menghilang atau disebut skotomata, selain itu untuk
mengamati apakah kerusakan visual bersifat progresif. Pemeriksaan ini dapat
menggunakan tes konfrontasi untuk menilai secara kasar, lalu layar Bjerrum
untuk pemeriksaan lapang pandang sentral, dan perimeter Goldmann dan
Octopus untuk pemeriksaan lapang pandang sampai perifer.
1.9 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan glaukoma bertujuan untuk menurunkan TIO ke tingkat yang
konsisten untuk mempertahankan penglihatan. Penatalaksanaan glaukoma bisa
berbeda tergantung dari klasifikasi penyakit dan respon penderita terhadap terapi.
Untuk mengontrol kerusakan progresif akibat glaukoma dapat dilakukan terapi
obat, pembedahan laser, dan pembedahan konvensional.
1. Penatalaksanaan farmakologi
14

Pada kasus glaukoma primer sudut terbuka, dilakukan terapi obat


untuk menurunkan TIO secara adekuat. Selain itu, tindakan lainnya adalah
laser trabekuloplasti yang disertai oleh terapi obat. Tindakan lainnya yang
dapat dilakukan yaitu dengan trabekulotomi. Namun pembedahan laser atau
insisional biasanya merupakan ajuvan bagi terapi obat, bukan merupakan
tindakan pengganti.
Pada glaukoma primer sudut tertutup dengan sumbatan pupil biasanya
jarang dilakukan tindakan pembedahan. Obat-obatan digunakan untuk
mengurangi TIO sebelum laser iridektomi atau insisional. Pada beberapa
kasus, hanya obat saja yang dapat menghentikan serangan namun terdapat
insidensi kekambuhan yang tinggi dan akan menyebabkan keterlibatan mata
sebelah di kemudian hari. Pada kondisi demikian, laser iridotomi bilateral
dianjurkan.
Pada glaukoma sekunder, penanganan farmakologi ditujukan untuk
kondisi yang mendasarinya, dan untuk menurunkan tingginya TIO. Glaukoma
yang disebabkan oleh kortikosteroid ditangani dengan menghentikan
pengobatan kortikosteroid. Penderita glaukoma yang disertai herpes simpleks
dan herpes zoster dilakukan pemberian bahan antivirus, sikloplegik, dan
kortikosteroid topikal.
2. Penatalaksanaan non-farmakologi
Penatalaksanaan keperawatan lebih menekankan pada pendidikan
kesehatanterhadap penderita dan keluarganya karena 90% dari penyakit
glaukoma merupakan penyakit kronis dengan hasil pengobatan yang tidak
permanen. Kegagalan dalam pengobatan untuk mengontrol glaukoma dan
adanya pengabaian untuk mempertahankan pengobatan dapat menyebabkan
kehilangan pengelihatan progresifdan mengakibatkan kebutaan. Klien yang
mengalami glaukoma harus mendapatkan gambaran tentang penyakit
ini serta penatalaksanaannya, efek pengobatan, dan tujuan akhir pengobatan
itu. Pendidikan kesehatan yang diberikan harus menekan bahwa pengobatan
15

bukan untuk mengembalikan fungsi pengelihatan, tetapi hanya


mempertahankan fungsi pengelihatan yang masi ada.
16

BAB II. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN KASUS

Seorang pasien bernama Ny. Z berusia 50 tahun datang ke Rumah Sakit Mitra
Medika Bondowoso dengan keluhan penurunan penglihatan pada mata kiri sejak 1
minggu yang lalu, sehingga membuatnya cemas. Pasien mengeluh saat melihat pada
jarak jauh hanya dapat melihat seperti bayangan. Selain itu pasien mengeluh mata kiri
memerah dan terasa nyeri dan membuat aktivitasnya terhambat. Nyeri dirasakan terus
menerus dan menghilang setelah tidur sebentar. Pasien juga mengeluh sakit kepala
terus-menerus dan disertai mual dan muntah. Ny. Z tidak memiliki riwayat trauma
dan penggunaan obat-obatan tetes mata yang lama sebelumnya. Ny. Z juga
mengatakan tidak memiliki riwayat menggunakan kaca mata, hipertensi, diabetes
mellitus, dan trauma pada kedua bola mata. Pemeriksaan tanda-tanda vital
menunjukkan TD: 140/90 mmHg, N: 100x/mnt, RR: 21x/mnt, S: 37º C.

2.1 Pengkajian
I. Identitas Klien
a. Nama : Ny. Z
b. Umur : 50 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Status perkawinan : Menikah
e. Pekerjaan : SD
f. Pendidikan : Ibu rumah tangga
g. Agama : Islam
h. Suku : Jawa
i. Alamat : Ds. Kembang, Bondowoso
j. No. RM : 132113
k. Tanggal MRS : 1 Desember 2019
l. Tanggal Pengkajian : 1 Desember 2019
m. Sumber informasi : Klien dan keluarga
17

II. Riwayat Kesehatan


1. Diagnosa Medis
Glaukoma akut OD
2. Keluhan Utama
Mata sebelah kiri memerah dan terasa nyeri
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengeluh penurunan penglihatan pada mata kiri sejak 1 minggu
yang lalu. Klien megeluh saat melihat pada jarak jauh hanya dapat
melihat seperti bayangan. Selain itu klien mengeluh mata kiri merah
dan terasa nyeri. Nyeri dirasakan terus menerus dan menghilang
setelah tidur sebentar. Klien juga mengeluh sakit kepala terus-
menerus dan disertai mual muntah
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Penyakit yang pernah dialami
Klien mengatakan bahwa tidak pernah mengalami penyakit mata
maupun penyakit sistemik sebelumnya
b. Alergi
Klien tidak memiliki alergi terhadap makanan maupun obat-
obatan
c. Imunisasi
Klien mengatakan bahwa dirinya tidak mengingat status imunisasi
dirinya
d. Pola hidup
Klien mengaku jarang berolahraga
e. Obat-obatan yang digunakan
Klien mengatakan bahwa menggunakan obat tetes mata untuk
mengatasi nyerinya
5. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan jika tidak ada riwayat penyakit keluarga
yang menurun. Namun orang tuanya pernah mengalami katarak.
18

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Tampak kesakitan pada mata sebelah kiri
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 100 kali / menit
RR : 21 kali / menit
Suhu : 37˚ C

Pemeriksaan head to toe


a Kepala
Bentuk kepala simestris, warna rambut hitam dan tebal, kulit kepala
tidak kotor, dan tidak ada nyeri tekan
b Hidung
Bentuk hidung simestris dan dapat mencium bebauan
c Mulut
Mulut berbentuk simetris, bibir terlihat sedikit kering, dan tidak
terdapat stomatitis
d Telinga
Lubang telinga berbentuk simestris, tidak terdapat nyeri tekan, dan
dapat mendengar ranngsang suara
e Leher
Bentuk leher simestris, tidak terdapat nyeri tekan pada leher
f Dada/thorax
Bentuk dada simestris dan tidak ada nyeri tekan
g Abdomen
Bentuk abdomen simestris dan tidak terdapat nyeri tekan
h Punggung
Bentuk punggung simestris dan tidak terdapat nyeri tekan
i Ekstermitas
19

Atas : tangan lengkap dan berbentuk simestris, tidak terdapat nyeri


tekan, dan kuku terlihat bersih dan tidak panjang
Bawah : kaki lengkap dan berbentuk simestris, tidak terdapat nyeri
tekan, kuku bersih dan tidak panjang
Pemeriksaan oftalmologis
Pemeriksaan OD OS
Visus 1/60 6/20
Tekanan intra ocular 2/7,5 (>35,8) 6/12
Gerak bola mata
Kedudukan bola mata Orthoforia Orthoforia
Palpebra superior Edema (-), hiperemis (-) Edema (-),
hiperemis (-)
Palpebra inferior Edema (-), hiperemis (-) Edema (-),
hiperemis (-)
Konjungiva
Tarsalis superior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Tarsalis inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Bulbi Injeksi siliar (+) Injeksi siliar (-)
Kornea Edema (+) Edema (-)
COA Dangkal Dalam
Iris Coklat tua Coklat tua
Pupil Anisokor, diameter 6 Anisokor, 4
mm mm
Lensa Jernih Jernih

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


WBC 13,5 x 10 /mm3
3
3,5 – 10,0 x 103 /mm3
RBC 5,34 x 106 /mm3 3,8 – 5,8 x 106 /mm3
Hemoglobin 14,8 g/dl1 11 – 16,5 g/dl
Hematokrit 43,6 % 35 – 50 %
Trombosit 324 x 103 /mm3 150 – 390 x 103 /mm3
Ureum 19,5 mg/dl 10 – 50 mg/dl
Creatinine 0,59 mg/dl 0,5 – 0,9 mg/dl
SGOT 25 U/l < 32 U/l
SGPT 41 U/l < 31 U/l
20

Gula Darah 115 mg/dl 70 – 140 mg/dl


Sewaktu

2.2 Diagnosa

Analisa Data

No. Data Penunjang Etiologi Masalah Paraf


DO: Iskemia akson Kekurangan
- Bibir pasien terlihat saraf volume cairan €
kering dan pucat
Ns. E
DS: Mual dan
1.
- Pasien mengatakan muntah
bahwa dirinya
mengalami mual Kekurangan
dan muntah volume cairan
2. DO: Tekanan Nyeri akut
- Pasien terlihat intraocular €
mengerutkan meningkat
Ns. E
kelopak matanya
- Pasien terlihat Aliran darah
memegangi mata pada pupil
sebelah kanan saraf
- TD: 140/90 mmHg berkurang
- N: 100x/mnt
DS: Iskemia akson
- Pasien mengeluh saraf
mata kirinya
memerah dan terasa Nyeri akut
nyeri
3. DO: Mata sebelah Ansietas
- Pasien terlihat kiri memerah €
21

cemas karena dan nyeri serta Ns. E


kondisinya terjadi
DS: penurunan
- Pasien mengatakan penglihatan
dirinya
mengkhawatirkan Merasa
kondisinya khawatir
- TD: 140/90 mmHg dengan
- N: 100x/mnt kondisinya

Ansietas
22

2.3 Intervensi

Diagnosa TTD dan


Hari/Tanggal
No Keperawa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Nama Terang
Jam
tan Perawat
1. Senin 02 Kekuranga Tujuan : Manajemen
Desember n volume Setelah dilakukan asuhan keperawatan cairan (4120) €
2019 Jam cairan b.d 2x24 jam diharapkan volume cairan 1. Jaga asupan
07.00 kehilangan pasien membaik yang akurat Ns. E

cairan Kriteria hasil : dan catat


aktif d.d 1. Hidrasi (0602) output
membrane a. Membran mukosa lembab 2. Berikan cairan
mukosa dipertahankan pada skala 2 dengan tepat
kering (terganggu) ke skala 4 (sedikit Manajemen
terganggu) muntah (1570)
2. Keparahan mual dan muntah 1. Mulai
(2107) pemberian
a. Frekuensi muntah cairan bersih
dipertahankan pada skala 2 dan bebas
(cukup berat) dan ditingkatkan karbonasi
ke skala 4 (ringan) 2. Tingkatkan
23

b. Intensitas muntah dipertahankan pemberian


pada skala 2 (cukup berat) dan cairan apabila
ditingkatkan ke skala 4 (ringan) tidak ada
muntah selama
30 menit
2. Senin 02 Nyeri akut Tujuan : Manajemen nyeri
Desember b.d agen Setelah dilakukan asuhan keperawatan (1400) €
2019 Jam cedera 2x24 jam diharapkan nyeri pasien dapat 1. Ajarkan prinsip-
07.00 WIB biologis berkurang prinsip manajemen Ns. E

d.d Kriteria hasil : nyeri


ekspresi 1. Kontrol nyeri (1605) 2. Dukung
wajah a. Menggunakan tindakan istirahat/tidur yang
nyeri dan pengurangan nyeri tanpa adekuat untuk
sikap analgesic dipertahankan pada membantu
melindung skala 2 (jarang menunjukkan) penurunan nyeri
i area dan ditingkatkan ke skala 5
nyeri (secara konsisten
menunjukkan)
b. Melaporkan gejala yang tidak Manajemen
terkontrol pada professional lingkungan:
24

kesehatan dipertahankan pada Kenyamanan


skala 2 (jarang menunjukkan) (6482)
dan ditingkatkan ke skala 5 1. Ciptakan
(secara konsisten lingkungan yang
menunjukkan) tenang dan
2. Kontrol Gejala (1608) mendukung
a. Melakukan tindakan untuk 2. Posisikan pasien
mengurangi gejala untuk
dipertahankan pada skala 2 memfasilitasi
(jarang menunjukkan) dan kenyamanan
ditingkatkan ke skala 4 Sentuhan
(sering meunjukkan) terapeutik (5465)
b. Mendapatkan perawatan 1. Identifikasi
kesehatan ketika gejala yang tujuan yang
berbahaya muncul bermanfaat
dipertahankan pada skala 2 2. Pusatkan diri
(jarang menunjukkan) dan dengan
ditingkatkan ke skala 4 memfokuskan
(sering menunjukkan) pada
3. Nyeri: Efek yang mengganggu kesadaran
25

(2101) mengenai diri


a. Gangguan dalam rutinitas
dipertahankan pada skala 2
(cukup berat) dan
ditingkatkan ke skala 4
(ringan)
b. Gangguan pada aktivitas
sehari-hari dipertahankan
pada skala 2 (cukup berat)
dan ditingkatkan ke skala 5
(tidak ada)
3. Senin 02 Ansietas Tujuan : Peningkatan
Desember b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan koping (5230) €
2019 Jam ancaman 2x24 jam diharapkan ansietas pasien 1. Bantu pasien
07.00 WIB pada dapat berkurang untuk memecah Ns. E

status tujuan yang


terkini d.d Kriteria hasil : kompleks menjadi
sangat 1. Kontrol kecemasan diri (1402) lebih kecil, dengan
khawatir a. Menggunakan strategi langkah yang dapat
koping yang efektif dikelola
26

b. Mengendalikan respon 2. Bantu pasien


kecemasan untuk
2. Tingkat rasa takut (1210) menyelesaikan
a. Ketakutan dipertahankan masalah dengan
pada skala 2 (cukup berat) cara yang
dan ditingkatkan ke skala 4 konstruktif
(ringan) Dukungan
b. Kepanikan dipertahankan emosional (5270)
pada skala 2 (cukup berat) 1. Rangkul atau
dan ditingkatkan ke skala 4 sentuh pasien
(ringan) dengan penuh
3. Tingkat stress (1212) dukungan
a. Kegelisahan dipertahankan 2. Dukung
pada skala 2 (besar) dan penggunaan
ditingkatkan ke skala 4 mekanisme
(ringan) pertahanan yang
b. Kecemasan dipertahankan sesuai
pada skala 2 (besar) dan Konseling genetik
ditingkatkan ke skala 4 (5242)
(ringan) 1. Tentukan dasar
27

pengetahuan,
mitos, persepsi,
dan kesalahan
persepsi terkait
dengan cacat lahir
atau kondisi
genetic
2. Dukung proses
koping pasien
28

2.4 Implementasi

Diagnosa TTD dan


Hari/Tanggal
No Keperawa Tujuan dan Kriteria Hasil Implementasi Nama Terang
Jam
tan Perawat
1. Senin 02 Kekuranga Tujuan : Manajemen
Desember n volume Setelah dilakukan asuhan keperawatan cairan (4120) €
2019 Jam cairan b.d 2x24 jam diharapkan volume cairan 1. Mengontrol
07.00 kehilangan pasien membaik asupan yang akurat Ns. E

cairan Kriteria hasil : dan mencatat


aktif d.d 1. Hidrasi (0602) output
membrane b. Membran mukosa lembab 2. Memberi cairan
mukosa dipertahankan pada skala 2 dengan tepat
kering (terganggu) ke skala 4 (sedikit Manajemen
terganggu) muntah (1570)
2. Keparahan mual dan muntah 1. Memberikan
(2107) cairan bersih dan
c. Frekuensi muntah bebas karbonasi
dipertahankan pada skala 2 2. Meningkatkan
(cukup berat) dan ditingkatkan pemberian cairan
ke skala 4 (ringan) apabila tidak ada
29

d. Intensitas muntah dipertahankan muntah selama 30


pada skala 2 (cukup berat) dan menit
ditingkatkan ke skala 4 (ringan)

2. Senin 02 Nyeri akut Tujuan : Manajemen nyeri


Desember b.d agen Setelah dilakukan asuhan keperawatan (1400) €
2019 Jam cedera 2x24 jam diharapkan nyeri pasien dapat 1. Mengajarkan
07.00 WIB biologis berkurang prinsip-prinsip Ns. E

d.d Kriteria hasil : manajemen nyeri


ekspresi 4. Kontrol nyeri (1605) 2. Menjadwalkan
wajah a. Menggunakan tindakan istirahat/tidur yang
nyeri dan pengurangan nyeri tanpa adekuat untuk
sikap analgesic dipertahankan pada membantu
melindung skala 2 (jarang menunjukkan) penurunan nyeri
i area dan ditingkatkan ke skala 5
nyeri (secara konsisten
menunjukkan)
b. Melaporkan gejala yang tidak
terkontrol pada professional Manajemen
kesehatan dipertahankan pada lingkungan:
30

skala 2 (jarang menunjukkan) Kenyamanan


dan ditingkatkan ke skala 5 (6482)
(secara konsisten 1. Memodifikasi
menunjukkan) lingkungan yang
5. Kontrol Gejala (1608) tenang dan
c. Melakukan tindakan untuk mendukung
mengurangi gejala 2. Memosisikan
dipertahankan pada skala 2 pasien untuk
(jarang menunjukkan) dan memfasilitasi
ditingkatkan ke skala 4 kenyamanan
(sering meunjukkan) Sentuhan
d. Mendapatkan perawatan terapeutik (5465)
kesehatan ketika gejala yang 3. Mengidentifik
berbahaya muncul asi tujuan yang
dipertahankan pada skala 2 bermanfaat
(jarang menunjukkan) dan 4. Memusatkan
ditingkatkan ke skala 4 diri dengan
(sering menunjukkan) memfokuskan
6. Nyeri: Efek yang mengganggu pada
(2101) kesadaran
31

a. Gangguan dalam rutinitas mengenai diri


dipertahankan pada skala 2
(cukup berat) dan
ditingkatkan ke skala 4
(ringan)
b. Gangguan pada aktivitas
sehari-hari dipertahankan
pada skala 2 (cukup berat)
dan ditingkatkan ke skala 5
(tidak ada)
3. Senin 02 Ansietas Tujuan : Peningkatan
Desember b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan koping (5230) €
2019 Jam ancaman 2x24 jam diharapkan ansietas pasien 1. Membantu
07.00 WIB pada dapat berkurang pasien untuk Ns. E

status memecah tujuan


terkini d.d yang kompleks
sangat Kriteria hasil : menjadi lebih
khawatir 4. Kontrol kecemasan diri (1402) kecil, dengan
a. Menggunakan strategi langkah yang dapat
koping yang efektif dikelola
32

b. Mengendalikan respon 2. Membantu


kecemasan pasien untuk
5. Tingkat rasa takut (1210) menyelesaikan
a. Ketakutan dipertahankan masalah dengan
pada skala 2 (cukup berat) cara yang
dan ditingkatkan ke skala 4 konstruktif
(ringan) Dukungan
b. Kepanikan dipertahankan emosional (5270)
pada skala 2 (cukup berat) 1. Merangkul atau
dan ditingkatkan ke skala 4 mengajak pasien
(ringan) dengan penuh
6. Tingkat stress (1212) dukungan
a. Kegelisahan dipertahankan 2. Mendukung
pada skala 2 (besar) dan penggunaan
ditingkatkan ke skala 4 mekanisme
(ringan) pertahanan yang
b. Kecemasan dipertahankan sesuai
pada skala 2 (besar) dan Konseling genetik
ditingkatkan ke skala 4 (5242)
(ringan) 1. Menentukan
33

dasar pengetahuan,
mitos, persepsi,
dan kesalahan
persepsi terkait
dengan cacat lahir
atau kondisi
genetic
2. Mendukung
proses koping
pasien
34

2.5 Evaluasi

No Tanggal/jam Diagnosa Keperawatan Evaluasi Paraf dan


nama

1 Tanggal 21 Desember Kekurangan volume cairan S: pasien mengatakan sudah bisa mengontrol
2019 b.d kehilangan cairan aktif asupan cairan yang masuk sesuai dengan €
d.d membrane mukosa kebutuhan walaupun masih terjadi muntah
kering Ns. E
O: TD : 130/90 mmHg
RR : 20x/menit
S : 370C
N : 100x/menit
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
2 Tanggal 21 Desember Nyeri akut b.d agen cedera S: Pasien mengatakan masih merasa nyeri dan
2019 biologis d.d ekspresi wajah sakit kepala namun intensitasnya berkurang €
nyeri dan sikap dari sebelumnya
melindungi area nyeri Ns. E
O: Pasien terlihat masih mengerutkan kelopak
matanya beberapa kali

A: Masalah teratasi sebagian


35

P: Lanjutkan intervensi

3 Tanggal 21 Desember Ansietas b.d ancaman pada S: Pasien mengatakan rasa cemasnya mulai
2019 status terkini d.d sangat berkurang, namun terkadang muncul €
khawatir kembali
Ns. E
O: RR 20x/menit

A: Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi
36

BAB III. PATHWAYS

Usia > 40 tahun, faktor


genetik, dan penyakit
sistemik

Obstruksi jaringan Peningkatan tekanan


trabekuler viterus

Hambatan pengaliran Pergerakan iris ke


cairan humor aqueus depan

TIO meningkat TIO meningkat

Glaukoma
Gangguan saraf optik Tindakan operasi

Nyeri akut

Penurunan penglihatan Berhubungan dengan Mual dan


penyakit sistemik muntah

Ansietas
Kekurangan volume
cairan
37

DAFTAR PUSTAKA

Ismandari, F. 2010. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kebutaan Pada Pasien


Baru Dengan Glaukoma Primer Di Poliklinik Penyakit Mata RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Depok. Universitas Indonesia.

Kemenkes. 2015. Situasi Dan Analisis Glaukoma. Jakarta Selatan. Infodatin


Kemenkes RI.

Anda mungkin juga menyukai