Anda di halaman 1dari 17

EFEK KONDISI KRITIS TERHADAP PASIEN DAN KELUARGA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Disusun oleh:
Kelompok 1 (4A)

1. Aji Utomo ( A11701514 ) 7. Ema Tri Indah S. ( A11701537 )


2. Anis Chabibah ( A11701521 ) 8. Endah Puji R. ( A11701538 )
3. Ari Tri Wahyuni ( A11701525 ) 9. Familan Riyo P. ( A11701544 )
4. Asnira Widiyaswuri ( A11701530 ) 10. Fatimah A. ( A11701545 )
5. Asrifah W. ( A11701531 ) 11. Fita Fatimatul L. ( A11701548 )
6. Dwi Hidayanti ( A11701536 ) 12. Fitri Pebriyani ( A11701549 )

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Alloh SWT. yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan yang berjudul “Efek kondisi kritis terhadap pasien dan
keluarga”.
Laporan ini disusun dengan maksud untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan dosen dan juga dalam rangka memperdalam pemahaman tentang
keperawatan kritis.
Penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penulisan
laporan ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Gombong, 20 Agustus 2020

Tim Penulis

15
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................2

1.1. Latar Belakang ....................................................................2


1.2. Rumusan Masalah ..............................................................3
1.3. Tujuan Penulisan.................................................................3

BAB II LANDASAN TEORI .........................................................................4

2.1. Pengertian Keluarga dan pasien Kritis .................................4


2.2. Pengertian Sakit Kritis ..........................................................5
2.3. Dampak Psikologis Keluarga Maupun Pasien Kritis..............6
2.4. Mekanisme koping...............................................................8
2.5. Peran Perawat......................................................................12

BAB III PENUTUPAN .................................................................................14

3.1. Kesimpulan...........................................................................14

3.2. Saran.....................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kondisi kritis merupakan suatu kondisi krusial yang memerlukan
penyelesaian atau jalan keluar dalam waktu yang terbatas. Pasien kritis
adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu atau lebih sistem tubuh,
tergantung pada penggunaan peralatan monitoring dan terapi. Pasien dalam
kondisi gawat membutuhkan pemantauan yang canggih dan terapi yang
intensif. Suatu perawatan intensif yang menggabungkan teknologi tinggi
dengan keahlian khusus dalam bidang keperawatan dan kedokteran gawat
darurat dibutuhkan untuk merawat pasien yang sedang kritis (Vicky, 2011).
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang
mandiri (instalasi dibawah direktur pelayanan), dengan staf dan
perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan
terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit
yang potensial mengancam nyawa. ICU menyediakan sarana-prasarana serta
peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan
ketrampilan staf medik, perawat, dan staf lain yang berpengalaman dalam
pengelolaan keadaan-keadaan tersebut (Kemenkes, 2011).
Intensive care mempunyai 2 fungsi utama, yaitu yang pertama untuk
melakukan perawatan pada pasien-pasien gawat darurat dan untuk
mendukung organ vital pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi yang
kompleks elektif atau prosedur intervensi dan risiko tinggi untuk fungsi vital.
Keperawatan kritis termasuk salah satu spesialisasi di bidang keperawatan
yang secara khusus menangani respon manusia terhadap masalah yang
mengancam hidup. Seorang perawat kritis bertanggung jawab untuk
menjamin pasien yang kritis di Intensive Care Unit (ICU) beserta keluarganya
mendapatkan pelayanan keperawatan yang optimal (Dossey, 2012). Untuk

2
dapat memberikan pelayanan prima maka ICU harus dikelola dengan baik.
Perawat yang bekerja di dalam Intensive Care Unit harus memiliki
kemampuan komunikasi dan kerjasama tim. Proses keperawatan kritis
mengatasi klien yang sedang dalam kondisi gawat tersebut. Oleh karena itu,
diperlukan peran seorang perawat yang dapat bertindak cepat dan tepat
serta melaksanakan standar proses keperawatan kritis.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana pengertian keluarga dan pasien kritis ?
2. Bagaimana pengertian sakit kritis ?
3. Bagaimana dampak psikologis keluarga maupun pasien kritis ?
4. Bagaimana mekanisme koping ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui tentang bagaimana pengertian keluarga dan pasien
kritis.
2. Untuk mengetahui tentang bagaimana pengertian sakit kritis.
3. Untuk mengetahui tentang bagaimana dampak psikologis keluarga
maupun pasien kritis.
4. Untuk mengetahui tentang bagaimana mekanisme koping

3
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Keluarga dan pasien kritis


2.1.1 Pengertian Keluarga
Keluarga adalah kelompok yang mempunyai peranan yang
amat penting dalam mengembangkan, mencegah, mengadaptasi dan
atau memperbaiki masalah kesehatan yang ditentukan dalam keluarga
(Ekawati,2011).
Keluarga merupakan kerabat yang sangat baik dalam
memberikan dukungan psikologis pasien dalam proses kesembuhan.
Apabila keluarga yang memberikan dukungan juga mengalami
gangguan psikologis seperti cemas karena status kesehatan pasien
maka akan berdampak pada keputusan yang akan diambil. Keluarga
sebagai pemegang penuh keputusan yang akan diambil dalam pasien.
Pengambilan keputusan yang tertunda akan merugikan pasien yang
seharusnya diberikan tindakan namun keluarga pasien belum bisa
memberikan keputusan karena mengalami gangguan psikologis terkait
kondisi pasien yang kritis (Dwi,2015).
2.1.2 Definisi pasien kritis
Pasien kritis menurut AACN (American Association of Critical
Nursing) didefinisikan sebagai pasien yang berisiko tinggi untuk
masalah kesehatan aktual ataupun potensial yang mengancam jiwa.
Semakin kritis sakit pasien, semakin besar kemungkinan untuk menjadi
sangat rentan, tidak stabil dan kompleks, membutuhkan terapi yang
intensif dan asuhan keperawatan yang teliti (Nurhadi, 2014)

4
2.2 Pengertian sakit kritis

2.2.1 Pengertian sakit kritis

Sakit kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang


mengancam keselamatan jiwa pasien tersebut (Kartadi, 2013). Pasien
dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di ICU dan biasanya
membutuhkan berbagai macam alat kedokteran yang berguna untuk
memantau kondisi dan juga untuk menjaga kelangsungan hidup
paisen tersebut, misalnya ventilator, alat dialisis, dan masih banyak
lainnya. Sebagian besar pasien yang dirawat di ICU adalah pasien kritis
yang mengalami penurunan kesadaran seperti stroke, penyakit
kardiovaskuler, cidera kepala, post operasi dan berbagai macam
penyakit yang mampu menurunkan tingkat kesadaran seseorang
sehingga membutuhkan perawatan yang intensive (Musliha, 2010).

Penyakit kritis merupakan suatu keadaan ketidakstabilan


fisiologis dan atau terjadi disfungsi pada satu atau lebih sistem tubuh
yang menyebabkan kesakitan atau kecacatan (morbiditas) atau
kematian (mortalitas) dalam waktu beberapa menit atau jam yang
sangat singkat.(1–4) Pada kebanyakan pasien, kondisi kritis didahului
oleh periode kerusakan fisiologis, namun sering kali tanda-tanda awal
kondisi kritis tersebut terlewatkan (Robertson,2012).

2.2.2. Definisi sakit kritis

Definisi sakit kritis adalah berbagai proses penyakit yang


menyebabkan instabilitas fisiologis sampai dapat menyebabkan
disabilitas atau kematian dalam hitungan menit sampai jam.
Gangguan sistem kardiovaskular dan neurologi merupakan efek
segera yang paling banyak mengancam nyawa. Beberapa instabilitas
dapat diketahui secara jelas dengan adanya kelainan dari nilai normal

5
pada observasi klinis seperti tingkat kesadaran, laju napas, laju denyut
jantung, tekanan darah, dan produksi urin (Frost dan Wise, 2012).

Beberapa hal perlu diperhatikan pada anak sakit kritis berbeda


dengan orang dewasa yang mengalami sakit kritis karena anak-anak
memiliki keadaan fisik, fisiologi dan emosional yang berbeda dari
orang dewasa. Beberapa tanda dan gejala klinis penyakit dan
kegagalan sistem organ hampir sama pada semua usia, namun ada
penyakit atau komplikasi penyakit yang lebih sering terjadi pada anak
dibandingkan pada dewasa (Hazinski, 2013).

2.3 Dampak psikologis keluarga maupun pasien kritis

2.3.1 Dampak psikologis terhadap pasien kritis

Dampak psikologis terhadap pasien kritis :

1. Stres akibat kondisi penyakit


2. Rasa cemas dan takut bahwa hidup terancam (kematian)
3. Perasaan isolasi
4. Depresi
5. Perasaan rapuh karena ketergantungan fisik dan emosional
(Morton et al, 2011)
Sebuah penelitian di Norwegia yang mereview beberapa
penelitian kualitatif pada pasien yang dirawat diruangnICU
menemukan bahwa pasien mengalami stres yang berhubungan
dengan 3 tema besar, yaitu :
a. Stres berkaitan dengan tubuh mereka
b. Stres berkaitan dengan ruangan ICU
c. Stres berkaitan dengan relationship dengan orang lain
(Janstremski, 2000 dalam Suryani, 2012)

6
2.3.2 Dampak psikologis keluarga
Dampak psikologis keluarga dengan pasien kritis diantaranya :
1. Perasaan cemas dan takut
Rasa cemas paling tinggi dirasakan keluarga. Rasa takut muncul
pada keluarga terutama akibat takut kehilangan pasien pada kondisi
sakit yang terminal. Perilaku yang sering ditunjukkan keluarga
berkaitan dengan adanya perasaan cemas dan takut ini adalah sering
bertanya atau bertanya tentang hal sama berulang-ulang pada orang
yang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang dan bahkan marah.
2. Perasaan sedih
Perasaan sedih yang dialami keluarga, adalah sebagai berikut:
a. Perasaan ini muncul terutama pada saat pasien dalam kondisi
terminal dan keluarga mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan
bagi pasien untuk sembuh.
b. Pada kondisi ini keluarga menunjukkan perilaku isolasi atau tidak
mau didekati orang lain, bahkan bisa tidak kooperatif terhadap
petugas kesehatan.
3. Perasaan frustrasi
Perasaan frustasi adalah sebagai berikut:
a. Pada kondisi pasien yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan
tidak mengalami perubahan serta tidak adekuatnya dukungan
psikologis yang diterimakeluarga, baik dari keluarga maupun
kerabat lainnyamaka keluarga akan merasa putus asa, bahkan
frustasi.
b. Sering kali keluarga menunjukkan perilaku tidak kooperatif, putus
asa, menolak tindakan, bahkan menginginkan pulang paksa.

7
2.4 Mekanisme koping

2.4.1 Individu

Individu ketika mengalami ansietas atau kecemasan


menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba
menghilangkan ansietasnya. Ketidakmampuan mengatasi
ansietas/kecemasan secara merupakan penyebab utama dari masalah
psikologis. Pola yang biasa digunakan oleh individu untuk mengatasi
ansietas/kecemasan ringan akan mendominasi saat ansietas/
kecemasan menjadi lebih intens (Stuart, 2016). Adapun mekanisme
koping individu dapat dibagi menjadi :

1. Mekanisme koping secara psikososial


Menurut Stuart (2016), tingkat ansietas / kecemasan sedang dan
berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping yaitu :
a. Reaksi berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi tuntutan situasi
stress secara realitas. Adapun perilaku yang muncul yaitu:
1) Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah,
menghilangkan atau mengatasi hambatan pemenuhan
kebutuhan.
2) Perilaku yang menarik diri digunakan baik secara fisik
maupun psikologis untuk memindahkan seseorang dari
sumber stress.
3) Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara
berpikir seseorang yang biasa tentang hal-hal tertentu,
mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan
pribadi.
b. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas
atau kecemasan ringan dan sedang. Koping ini dapat

8
digunakan pada tingkat lebih tinggi sehingga dapat
mendistorsi realitas mengganggu hubungan interpersonal, dan
membatasi kemampuan dalam bekerja secara produktif. Maka
mekanisme ini dapat merupakan respon maladaptive terhadap
stress. Adapun mekanisme tersebut menurut Stuart (2016)
yaitu:
1) Kompensasi yaitu proses dimana individu menggunakan
kelemahan yang dirasakan dengan penekanan yang kuat
atas ciri yang dianggap lebih menyenangkan.
2) Denial/Pengingkaran yaitu menghindari realitas yang tidak
menyenangkan dengan mengabaikan atau menolak untuk
mengakuinya, mekanisme pertahanan yang paling
sederhana dan paling primitif dari semua pertahanan ego.
3) Pengalihan yaitu pengalihan emosi yang seharusnya
diarahkan kepada obyek atau orang tertentu ke obyek
atau orang yang kurang berbahaya.
4) Disosiasi yaitu mengamati orang dan situasi sebagai semua
baik atau buruk, gagal mengintegrasikan kualitas positif
dan negatif dari diri sendiri.
5) Identifikasi yaitu suatu proses dimana seseorang berusaha
seperti orang yang dikagumi dengan mengambil tingkah
laku pikiran, atau selera orang itu.
6) Intelektualisasi yaitu penalaran yang berlebihan atau logika
yang digunakan untuk menghindari pengalaman perasaan
yang mengganggu.
7) Introyeksi yaitu mengidentifikasi dengan kuat dimana
seseorang menggabungkan kualitas atau nilai-nilai orang
lain atau kelompok lain ke dalam struktur egonya sendiri.

9
8) Isolasi yaitu memisahkan atau mengeluarkan dari
komponen emosional dari pikiran, yang mungkin bersifat
sementara atau jangka panjang.
9) Proyeksi yaitu menghubungkan pikiran atau impuls ke
orang lain.
10) Rasionalisasi yaitu menawarkan penjelasan yang dapat
diterima secara social atau tampaknya logis untuk
membenarkan atau membuatnya dapat diterima
walaupun impuls, perasaan, perilaku dan motif tidak dapat
diterima.
11) Reaction formation yaitu mengembangkan perilaku dan
pola yang berlawanan dengan apa yang benar-benar
dirasakan atau ingin dilakukan.
12) Regresi yaitu kemunduran karakteristik perilaku pada
tingkat perkembangan awal.
13) Represi yaitu penekanan secara tidak sadar hal-hal yang
menyakitkan atau konflik pikiran, impuls, atau memori dari
kesadaran.
14) Sublimasi yaitu penerimaan tujuan pengganti yang
disetujui secara sosial untuk dorongan penyaluran ekspresi
normal yang dihambat.
15) Supresi suatu proses sering didengar sebagai mekanisme
pertahanan tapi sebenarnya adalah sama dengan represi
yang disadari.
16) Undoing yaitu suatu tindakan atau komunikasi tertentu
yang bertujuan menghapuskan/meniadakan kejadian
sebelumnya.

10
2.4.2 Koping Keluarga
Koping keluarga merupakan proses aktif saat keluarga
memanfaatkan sumber keluarga yang ada dan mengembangkan
perilaku serta sumber baru yang akan memperkuat unit keluarga dan
mengurangi dampak peristiwa hidup yang penuh stres. Strategi
koping keluarga ketika menghadapi stres dapat dilakukan melalui
pencarian dukungan sosial (Nurhadi, 2014).
Dukungan yang diberikan oleh perawat intensif kepada
anggota keluarga pasien merupakan salah satu bentuk dukungan
sosial formal. Dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga, teman
dan tetangga disebut ‘informational support’ dan dukungan sosial
yang diberikan oleh penyedia layanan formal disebut ‘formal
support’. Ketika kebutuhan pasien dan keluarga bersinergi dengan
kompetensi perawat, maka hasil perawatan pasien akan optimal
(Wardah, 2013).
Dukungan sosial didefinisikan sebagai pertukaran informasi
pada tingkat interpersonal yang memberikan empati dukungan yakni
dukungan emosional, harga diri, jaringan, penilaian dan altruistik.
Dukungan emosional merupakan keyakinan bahwa individu dalam
keluarga dicintai dan disayangi. Kebutuhan emosional ini mencakup
kebutuhan akan harapan dan jaminan dukungan spiritual.
Pemahaman mengenai pentingnya pemenuhan kebutuhan keluarga
oleh tenaga kesehatan profesional pada perawatan kritis bermanfaat
agar keluarga dapat mengontrol pada situasi rentan dan hal tersebut
juga dapat dilakukan oleh petugas kesehatan ketika berada pada
keadaan yang sama (Brysiewicz, 2006).
Tugas keluarga pasien kritis yang utama adalah untuk
mengembalikan keseimbangan dan mendapatkan ketahanan.

11
Menurut Mc. Adam, dkk (2008), dalam lingkungan area kritis
keluarga memiliki beberapa peran yaitu:
1. Active presence, yaitu keluarga tetap di sisi pasien,
2. Protector, yaitu memastikan perawatan terbaik telah diberikan,
3. Facilitator, yaitu keluarga memfasilitasi kebutuhan pasien ke
perawat,
4. Historian, yaitu sumber informasi rawat pasien,
5. Coaching, yaitu keluarga sebagai pendorong dan pendukung
pasien.
Pasien yang berada dalam perawatan kritis menilai bahwa
keberadaan anggota keluarga di samping pasien memiliki nilai yang
sangat tinggi untuk menurunkan level kecemasan dan
meningkatkan level kenyamanan (Holly, 2012).
2.5 Peran perawat
Peran perawat dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis di rumah
sakit sebagai berikut :
1. Peran Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan
Pada peran pemberi asuhan keperawatan ini perawat
memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan pasien/klien secara
holistik dan membuat perencanaan tindakan yang tepat serta
mengevaluasi tingakat perkembangannya.
2. Peran Sebagai Advokat
Peran ini dilakukan perawat dalam melindungi hak-hak klien
baik dalam memberikan informasi pasien/klien maupun memutuskan
persetujuan atas tindakan keperawatan yang akan dilakukan atau
diberikan.
3. Peran Sebagai Edukator
Peran ini dilakukan untuk memberikan pemahaman dan
pengetahuan kesehatan terhadap masalah kesehatan yang dialami

12
pasien / klien sehingga pendidikan kesehatan yang telah dilakukan
terjadi perubahan perilaku.
4. Peran Sebagai Kolaborasi
Peran ini dilakukan perawat untuk mendiskusikan atau menukar
pendapat dalam menentukan bentuk pelayanan yang akan dilakukan
agar menunjang pelayanan kesehatan yang lebih baik.
5. Peran Sebagai Konsultan
Peran ini memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap
masalah yang dialami oleh pasien maupun keluarga dengan
memberikan dukungan psikologis, spiritual, dan social
6. Peran Sebagai Peneliti
Peran ini harus dimiliki oleh setiap perawat dan menjalankan
atau melakukan kajian terhadap isu – isu yang terdapat dalam
keperawatan.
7. Peran Sebagai Pembaharu
Peran ini harus dilakukan oleh setiap perawat dalam melakukan
sebuah tindakan dengan mengadakan perencanaan, kerjasama dan
perubahan yang sistematis dan terarah agar dapat meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan.

13
BAB III
PENUTUPAN
3.1 KESIMPULAN
Masing-masing efek kondisi kritis baik bagi pasien maupun
keluarga ada efek psikologis maupun non psikologis. Adapun efek
psikologis terhadap pasien kritis antara lain: stres akibat kondisi
penyakit , rasa cemas dan takut bahwa hidup terancam (kematian),
perasaan isolasi, depresi, dan perasaan rapuh karena ketergantungan
fisik dan emosional. Adapun efek non psikologis terhadap pasien kritis
antara lain: ketidakberdayaan, pukulan (perubahan) konsep diri,
perubahan citra diri, perubahan pola hidup, perubahan pada aspek
sosial-ekonomi (pekerjaan, financial pasien, kesejahteraan pasien dan
keluarga), keterbatasan komunikasi (tidak mampu berkomunikasi).
Adapun efek psikologis terhadap keluarga: stres akibat kondisi
penyakit pasien (anggota keluarga), prosedur penanganan, ansietas
berhubungan dengan ancaman kematian pada pasien (anggota keluarga),
pengingkaran terhadap kondisi kritis pasien (anggota keluarga).
Sedangkan efek non psikologis terhadap keluarga: perubahan struktur
peran dalam keluarga, perubahan pelaksanaan fungsi peran dalam
keluarga, terbatasnya komunikasi dan waktu bersama, masalah financial
keluarga, perubahan pola hidup keluarga.
3.2 SARAN
Sebagai perawat professional kita harus mengetahui bagaimana
efek kondisi kritis terhadap pasien dan keluarga. Selain itu pemahaman
terhadap konsep holism, komunikasi, dan kerjasama tim dalam
keperawatan kritis penting untuk menunjang perawatan terhadap klien
agar kondisi klien lebih baik dan status kesehatan meningkat sehingga
angka kematian dapat ditekan semaksimal mungkin.
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. (2012). Keperawatn Keluarga (Pertama). Yogyakarta: Graha Ilmu


Baradro, M., Dayrit, M., & Maratning, A. (2016). Seri Asuhan Keperawatan
Kesehatan Mental Psikiatri. (A. Linda, Ed). Jakarta: EGC
Halgin, & Whitbourne. (2010). Psikologi Abnormal Perspektif Klinis Pada
Gangguan Psikologis (6th ed). Jakarta: Salemba Medika.
Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. (S. Riyadi, Ed.) (Pertama).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ningsih, Susi. (2017). Pengalaman Keluarga Menghadapi Hospitalisasi Pasien
Kritis Di Ruang ICU RSUP Kariadi Semarang. Departeman Ilmu
Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas Diponegoro Semarang.

Anda mungkin juga menyukai