Tugas Kritis 1 - Kelompok 1 - 4a
Tugas Kritis 1 - Kelompok 1 - 4a
Disusun oleh:
Kelompok 1 (4A)
Segala puji bagi Alloh SWT. yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan yang berjudul “Efek kondisi kritis terhadap pasien dan
keluarga”.
Laporan ini disusun dengan maksud untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan dosen dan juga dalam rangka memperdalam pemahaman tentang
keperawatan kritis.
Penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penulisan
laporan ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Tim Penulis
15
DAFTAR ISI
3.1. Kesimpulan...........................................................................14
3.2. Saran.....................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
2
dapat memberikan pelayanan prima maka ICU harus dikelola dengan baik.
Perawat yang bekerja di dalam Intensive Care Unit harus memiliki
kemampuan komunikasi dan kerjasama tim. Proses keperawatan kritis
mengatasi klien yang sedang dalam kondisi gawat tersebut. Oleh karena itu,
diperlukan peran seorang perawat yang dapat bertindak cepat dan tepat
serta melaksanakan standar proses keperawatan kritis.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
4
2.2 Pengertian sakit kritis
5
pada observasi klinis seperti tingkat kesadaran, laju napas, laju denyut
jantung, tekanan darah, dan produksi urin (Frost dan Wise, 2012).
6
2.3.2 Dampak psikologis keluarga
Dampak psikologis keluarga dengan pasien kritis diantaranya :
1. Perasaan cemas dan takut
Rasa cemas paling tinggi dirasakan keluarga. Rasa takut muncul
pada keluarga terutama akibat takut kehilangan pasien pada kondisi
sakit yang terminal. Perilaku yang sering ditunjukkan keluarga
berkaitan dengan adanya perasaan cemas dan takut ini adalah sering
bertanya atau bertanya tentang hal sama berulang-ulang pada orang
yang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang dan bahkan marah.
2. Perasaan sedih
Perasaan sedih yang dialami keluarga, adalah sebagai berikut:
a. Perasaan ini muncul terutama pada saat pasien dalam kondisi
terminal dan keluarga mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan
bagi pasien untuk sembuh.
b. Pada kondisi ini keluarga menunjukkan perilaku isolasi atau tidak
mau didekati orang lain, bahkan bisa tidak kooperatif terhadap
petugas kesehatan.
3. Perasaan frustrasi
Perasaan frustasi adalah sebagai berikut:
a. Pada kondisi pasien yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan
tidak mengalami perubahan serta tidak adekuatnya dukungan
psikologis yang diterimakeluarga, baik dari keluarga maupun
kerabat lainnyamaka keluarga akan merasa putus asa, bahkan
frustasi.
b. Sering kali keluarga menunjukkan perilaku tidak kooperatif, putus
asa, menolak tindakan, bahkan menginginkan pulang paksa.
7
2.4 Mekanisme koping
2.4.1 Individu
8
digunakan pada tingkat lebih tinggi sehingga dapat
mendistorsi realitas mengganggu hubungan interpersonal, dan
membatasi kemampuan dalam bekerja secara produktif. Maka
mekanisme ini dapat merupakan respon maladaptive terhadap
stress. Adapun mekanisme tersebut menurut Stuart (2016)
yaitu:
1) Kompensasi yaitu proses dimana individu menggunakan
kelemahan yang dirasakan dengan penekanan yang kuat
atas ciri yang dianggap lebih menyenangkan.
2) Denial/Pengingkaran yaitu menghindari realitas yang tidak
menyenangkan dengan mengabaikan atau menolak untuk
mengakuinya, mekanisme pertahanan yang paling
sederhana dan paling primitif dari semua pertahanan ego.
3) Pengalihan yaitu pengalihan emosi yang seharusnya
diarahkan kepada obyek atau orang tertentu ke obyek
atau orang yang kurang berbahaya.
4) Disosiasi yaitu mengamati orang dan situasi sebagai semua
baik atau buruk, gagal mengintegrasikan kualitas positif
dan negatif dari diri sendiri.
5) Identifikasi yaitu suatu proses dimana seseorang berusaha
seperti orang yang dikagumi dengan mengambil tingkah
laku pikiran, atau selera orang itu.
6) Intelektualisasi yaitu penalaran yang berlebihan atau logika
yang digunakan untuk menghindari pengalaman perasaan
yang mengganggu.
7) Introyeksi yaitu mengidentifikasi dengan kuat dimana
seseorang menggabungkan kualitas atau nilai-nilai orang
lain atau kelompok lain ke dalam struktur egonya sendiri.
9
8) Isolasi yaitu memisahkan atau mengeluarkan dari
komponen emosional dari pikiran, yang mungkin bersifat
sementara atau jangka panjang.
9) Proyeksi yaitu menghubungkan pikiran atau impuls ke
orang lain.
10) Rasionalisasi yaitu menawarkan penjelasan yang dapat
diterima secara social atau tampaknya logis untuk
membenarkan atau membuatnya dapat diterima
walaupun impuls, perasaan, perilaku dan motif tidak dapat
diterima.
11) Reaction formation yaitu mengembangkan perilaku dan
pola yang berlawanan dengan apa yang benar-benar
dirasakan atau ingin dilakukan.
12) Regresi yaitu kemunduran karakteristik perilaku pada
tingkat perkembangan awal.
13) Represi yaitu penekanan secara tidak sadar hal-hal yang
menyakitkan atau konflik pikiran, impuls, atau memori dari
kesadaran.
14) Sublimasi yaitu penerimaan tujuan pengganti yang
disetujui secara sosial untuk dorongan penyaluran ekspresi
normal yang dihambat.
15) Supresi suatu proses sering didengar sebagai mekanisme
pertahanan tapi sebenarnya adalah sama dengan represi
yang disadari.
16) Undoing yaitu suatu tindakan atau komunikasi tertentu
yang bertujuan menghapuskan/meniadakan kejadian
sebelumnya.
10
2.4.2 Koping Keluarga
Koping keluarga merupakan proses aktif saat keluarga
memanfaatkan sumber keluarga yang ada dan mengembangkan
perilaku serta sumber baru yang akan memperkuat unit keluarga dan
mengurangi dampak peristiwa hidup yang penuh stres. Strategi
koping keluarga ketika menghadapi stres dapat dilakukan melalui
pencarian dukungan sosial (Nurhadi, 2014).
Dukungan yang diberikan oleh perawat intensif kepada
anggota keluarga pasien merupakan salah satu bentuk dukungan
sosial formal. Dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga, teman
dan tetangga disebut ‘informational support’ dan dukungan sosial
yang diberikan oleh penyedia layanan formal disebut ‘formal
support’. Ketika kebutuhan pasien dan keluarga bersinergi dengan
kompetensi perawat, maka hasil perawatan pasien akan optimal
(Wardah, 2013).
Dukungan sosial didefinisikan sebagai pertukaran informasi
pada tingkat interpersonal yang memberikan empati dukungan yakni
dukungan emosional, harga diri, jaringan, penilaian dan altruistik.
Dukungan emosional merupakan keyakinan bahwa individu dalam
keluarga dicintai dan disayangi. Kebutuhan emosional ini mencakup
kebutuhan akan harapan dan jaminan dukungan spiritual.
Pemahaman mengenai pentingnya pemenuhan kebutuhan keluarga
oleh tenaga kesehatan profesional pada perawatan kritis bermanfaat
agar keluarga dapat mengontrol pada situasi rentan dan hal tersebut
juga dapat dilakukan oleh petugas kesehatan ketika berada pada
keadaan yang sama (Brysiewicz, 2006).
Tugas keluarga pasien kritis yang utama adalah untuk
mengembalikan keseimbangan dan mendapatkan ketahanan.
11
Menurut Mc. Adam, dkk (2008), dalam lingkungan area kritis
keluarga memiliki beberapa peran yaitu:
1. Active presence, yaitu keluarga tetap di sisi pasien,
2. Protector, yaitu memastikan perawatan terbaik telah diberikan,
3. Facilitator, yaitu keluarga memfasilitasi kebutuhan pasien ke
perawat,
4. Historian, yaitu sumber informasi rawat pasien,
5. Coaching, yaitu keluarga sebagai pendorong dan pendukung
pasien.
Pasien yang berada dalam perawatan kritis menilai bahwa
keberadaan anggota keluarga di samping pasien memiliki nilai yang
sangat tinggi untuk menurunkan level kecemasan dan
meningkatkan level kenyamanan (Holly, 2012).
2.5 Peran perawat
Peran perawat dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis di rumah
sakit sebagai berikut :
1. Peran Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan
Pada peran pemberi asuhan keperawatan ini perawat
memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan pasien/klien secara
holistik dan membuat perencanaan tindakan yang tepat serta
mengevaluasi tingakat perkembangannya.
2. Peran Sebagai Advokat
Peran ini dilakukan perawat dalam melindungi hak-hak klien
baik dalam memberikan informasi pasien/klien maupun memutuskan
persetujuan atas tindakan keperawatan yang akan dilakukan atau
diberikan.
3. Peran Sebagai Edukator
Peran ini dilakukan untuk memberikan pemahaman dan
pengetahuan kesehatan terhadap masalah kesehatan yang dialami
12
pasien / klien sehingga pendidikan kesehatan yang telah dilakukan
terjadi perubahan perilaku.
4. Peran Sebagai Kolaborasi
Peran ini dilakukan perawat untuk mendiskusikan atau menukar
pendapat dalam menentukan bentuk pelayanan yang akan dilakukan
agar menunjang pelayanan kesehatan yang lebih baik.
5. Peran Sebagai Konsultan
Peran ini memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap
masalah yang dialami oleh pasien maupun keluarga dengan
memberikan dukungan psikologis, spiritual, dan social
6. Peran Sebagai Peneliti
Peran ini harus dimiliki oleh setiap perawat dan menjalankan
atau melakukan kajian terhadap isu – isu yang terdapat dalam
keperawatan.
7. Peran Sebagai Pembaharu
Peran ini harus dilakukan oleh setiap perawat dalam melakukan
sebuah tindakan dengan mengadakan perencanaan, kerjasama dan
perubahan yang sistematis dan terarah agar dapat meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan.
13
BAB III
PENUTUPAN
3.1 KESIMPULAN
Masing-masing efek kondisi kritis baik bagi pasien maupun
keluarga ada efek psikologis maupun non psikologis. Adapun efek
psikologis terhadap pasien kritis antara lain: stres akibat kondisi
penyakit , rasa cemas dan takut bahwa hidup terancam (kematian),
perasaan isolasi, depresi, dan perasaan rapuh karena ketergantungan
fisik dan emosional. Adapun efek non psikologis terhadap pasien kritis
antara lain: ketidakberdayaan, pukulan (perubahan) konsep diri,
perubahan citra diri, perubahan pola hidup, perubahan pada aspek
sosial-ekonomi (pekerjaan, financial pasien, kesejahteraan pasien dan
keluarga), keterbatasan komunikasi (tidak mampu berkomunikasi).
Adapun efek psikologis terhadap keluarga: stres akibat kondisi
penyakit pasien (anggota keluarga), prosedur penanganan, ansietas
berhubungan dengan ancaman kematian pada pasien (anggota keluarga),
pengingkaran terhadap kondisi kritis pasien (anggota keluarga).
Sedangkan efek non psikologis terhadap keluarga: perubahan struktur
peran dalam keluarga, perubahan pelaksanaan fungsi peran dalam
keluarga, terbatasnya komunikasi dan waktu bersama, masalah financial
keluarga, perubahan pola hidup keluarga.
3.2 SARAN
Sebagai perawat professional kita harus mengetahui bagaimana
efek kondisi kritis terhadap pasien dan keluarga. Selain itu pemahaman
terhadap konsep holism, komunikasi, dan kerjasama tim dalam
keperawatan kritis penting untuk menunjang perawatan terhadap klien
agar kondisi klien lebih baik dan status kesehatan meningkat sehingga
angka kematian dapat ditekan semaksimal mungkin.
DAFTAR PUSTAKA