Anda di halaman 1dari 17

Referat

Deviasi Conjugate

Oleh:

Billy Hartomi S.Ked


NIM. 1811901005

PEMBIMBING

dr. Elvina Zuhir, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD BANGKINANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Pergerakan bola mata bersifat konjugat yaitu keduanya menuju arah


yang sama dan pada saat yang bersamaan. Gerakan kojugat horizontal
melibatkan pergerakan simultan pada kedua mata dengan arah berlawanan dari
garis tengah; satu mata bergerak ke medial, sedangkan mata lainnya bergerak
ke arah lateral. Dengan demikian gerakan konjugat bergantung pada ketepatan
koordinasi persarafan kedua mata dan pada nuklei otot yang menpersarafi
gerakan mata pada kedua sisi. Hubungan saraf sentral yang kompleks juga
mempengaruhi terjadinya gerakan tersebut. 1,2,3,6
Deviasi konjugat adalah tanda klinis dari lesi distruktif masif di batang
otak atau hemisfer serebri, yang dapat mengganggu jaras-jaras gerakan otot
mata. Deviasi konjugat dalam kebanyakan kasus itu dapat dilihat oleh
ketidakmampuan untuk bergerak kedua mata dalam satu arah. Tidak
mampunya melakukan tatapan konjugat dapat diklasifikasikan ke dalam tidak
mampunya melakukan menatap horizontal dan tatapan vertikal. kerusakan otak
(misalnya stroke di arteri otak tengah) yang mana menyebabkan mata bergerak
ke satu sisi tubuh yang tempat lesi terbentuk. Tanda-tanda ini adalah lebih
sering menggerakkan kepala bukan mata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. NEUROANATOMI
Tiga saraf kranial yang mempersarafi otot-otot mata: nervus
okulomotorius (N III), nervus trokhlearis (N IV), dan nervus abdusens (N VI).
Nuklei nervus okulomotorius dan nervus trokhlearis terletak di tegmentum
mesensefali, sedangkan nukleus nervus abdusens terletak di bagian tegmentum
pontis di bagian bawah dasar ventrikel keempat. Selain itu nervus III juga
mensyarafi levator palpebra dan muskulus sfingter pupil1,3,5
Harus diingat bahwa pergerakan mata biasanya konjugat, yaitu keduanya
biasanya menuju arah yang sama (umumnya horizontal atau vertikal) pada
kedua mata pada saat yang bersamaan. Gerakan kojugat horizontal, khususnya,
melibatkan pergerakan simultan pada kedua mata dengan arah berlawanan dari
garis tengah; satu mata bergerak ke medial, sedangkan mata lainnya bergerak
ke arah lateral. Dengan demikian gerakan konjugat bergantung pada ketepatan
koordinasi persarafan kedua mata, dan pada nuklei otot yang mempersarafi
gerakan mata pada kedua sisi. Hubungan saraf sentral yang kompleks juga
mempengaruhi terjadinya gerakan tersebut. Saraf yang mempersarafi otot-otot
mata juga berperan pada beberapa refleks yaitu akomodasi, konvergensi, dan
refleks cahaya pupil.1,3,5

Nervus okulomotorius (N III)


Area nuklear nervus okulomotorius terletak di substansia grisea
periakuaduktus mesensefali, ventral dari akuaduktus, setinggi kolikulus
superior. Area ini memiliki dua komponen utama:2,6,8
1. Nukleus parasimpatis yang terletak di medial, disebut nukleus Edinger-
Westphal, yang mempersarafi otot-otot intraokular (M. sfingter pupil dan M.
siliaris);
2. Kompleks yang lebih besar, disebut Kompleks nukleus okulomotorius,
yang terletak lebih lateral yang mempersarafi empat dari enam otot-otot
ekstraokular antara lain M. rektus superior, M. rektus inferior, M. rektus
medialis, M. obliqus inferior. Selain itu juga terdapat area nuklear kecil untuk
M. levator palpebra. M. Levator palpebrae dipersarafi secara bilateral; M.
rektus medialis, M. rektus inferior dan M. obliqus inferior dipersarafi secara
ipsilateral; dan M. rektus superior dipersarafi secara kontralateral dengan
dekusasio serabut-serabut yang terjadi pada ujung kaudal dari kompleks ini.

Serabut radikular motorik yang keluar dari area nuklear ini berjalan ke
arah ventral bersama dengan serabut parasimpatis. Beberapa di antara serabut-
serabut tersebut menyilang garis tengah dan sebagian lagi tidak menyilang
(semua serabut untuk M. rektus superior menyilang garis tengah). Kombinasi
serabut motorik dan parasimpatis melewati nukleus ruber dan akhirnya keluar
dari batang otak di fosa interpedunkularis.2,6,8
Fasikulus nervus okulomotorius pertama-tama berjalan ke arah posterior
diantara a. serebelaris superior dan posterior, kemudian menembus duramater,
berjalan melewati sinus kavernosus, dan memasuki rongga orbita melalui fisura
orbitalis superior. Bagian parasimpatis saraf membentuk cabang di sini dan
berjalan ke gangglion siliare, tempat berakhirnya serabut praganglionik dan
sel-sel ganglion membentuk serabut postganglionik pendek untuk
mempersarafi otot-otot intraokular.2,4,6

Gambar 1. Nervus Okulomotorius


Serabut motorik somatik nervus okulomotorius terbagi menjadi dua
cabang/divisi, cabang/divisi superior mempersarafi M. levator palpebra dan M.
rektus superior, dan cabang/divisi inferior mempersarafi M.rekti medialis dan
inferior serta M. obliqus inferior.2,6,8

Neuroanatomi Nervus IV ( Troklearis)


Nucleus syaraf troklearis terletak di dalam substansia grisea, dorsal
dari otak tengah, berdampingan dengan nucleus syaraf okulomotor.
Fasikulus nervus troklearis sangat pendek, mengandung 2000 serat syaraf.6
Nervus troklearis merupakan satu-satunya syaraf cranial yang keluar
dari batang otak, sehingga rentan terganggu oleh trauma kepala. Kemudian
melewati sinus kavernosus dan fissura orbitalis superior mempersyarafi m.
oblique superior.6

Neuroanatomi Nervus VI ( Abdusens )


Nervus abdusens berasal dari caudal pons, dibawah ventrikel IV.
Nukleusnya mengandung 4000-6000 axon. Fasikulus keluar dari batang otak
melewati fossa posterior dan berjalan di bawah ligamen petroklinoid (ligament
gruber), selanjutnya memasuki sinus kavernosus dan fisura orbitalis superior
mempersyarafi m. rektus lateralis.6

ASPEK MOTOTRIK OTOT-OTOT EKTRAOKULAR


Posisi mata ditentukan oleh keseimbangan yang dicapai oleh tarikan
keenam otot ekstraokular. Mata berada dalam posisi memandang primer
sewaktu kepala dan mata terletak sejajar dengan bidang yang dilihat. Untuk
menggerakan mata ke arah pandangan yang lain, otot agonis menarik mata ke
arah tersebut dan otot antagonis melemas. Bidang kerja suatu otot adalah arah
pandangan bagi otot itu untuk mengeluarkan daya kontraksinya yang terkuat
sebagai suatu agonis, misalnya M. rektus lateralis mengalami kontraksi terkuat
pada waktu melakukan abduksi mata.7
Gambar 2. Otot-Otot Ektraokular

Tabel 1. Fungsi otot mata


Otot Kerja primer Kerja sekunder
Rektus lateralis Abduksi Tidak ada
Rektus medialis Aduksi Tidak ada
Rektus superior Elevasi Aduksi, intorsi
Rektus inferior Depresi Aduksi, ekstorsi
Obliqus superior Intorsi Depresi, abduksi
Obliqus inferior Ekstorsi Elevasi, abduksi

Otot rektus medialis dan lateralis masing-masing menyebabkan aduksi


dan abduksi mata, dengan efek ringan pada elevasi atau torsi. Otot rektus
vertikalis dan obliqus memiliki fungsi rotasi vertikal dan torsional. Secara
umum, otot-otot rektus vertikalis merupakan elevator dan depresor utama
untuk mata, dan otot obliqus terutama berperan dalam gerakan torsional. Efek
vertikal otot rektus superior dan inferior lebih besar apabila mata dalam
keadaan abduksi. Efek vertikal otot obliqus lebih besar apabila mata dalam
keadaan aduksi.9
GERAKAN MATA KONJUGAT (SISTIM SACCADIC)

Gambar 3. Gerakan Mata Normal Ke Kiri Pada Pengguna Tangan Kanan

Pada orang normal sinyal dari mata yang berasal dari cortex dominan
(kiri pada kebanyakan orang) dan mengirimkan melalui corpus callosum ke
cortex motor kanan (1). Sinyal ke bawah melintasi kembali ke sisi kiri ke
abducens (N.VI), (2) dan ke rectus lateral kiri. Impuls juga sampai ke nukleis
ke tiga pada sisi kanan (3) melalui melalui serat dalam fasciculus longitudal
medial kanan, menarik mata kanan ke kiri. Rangsangan juga mencapai formasi
pons reticular paramedian kiri, menyebabkan masukan penghambatan ke
abducens kiri dan kanan untuk mengaktifkan gerakan saccadic.
sistim saccadic dimulai dari “Frontal Eye Field” (FEF) yang terletak di
daerah premotor lobus frontalis (Brodmann Area B). Dari daerah ini jaras
frontomesenfalik (polisinaptik) berjalan menurun melalui korona radiata
ipsilateral untuk mencapai crus anterior kapsula interna dan kemudian bercabang
dua. Cabang utama berjalan turun caudo-media sepanjang permukaan
ventrolateral thalamus, kemudian melalui zona incerta dan “fields of Feral”
mencapai formatio retikularis bagian rostral mesensefalan ipsilateral. Setelah itu
jaras tersebut menyilang garis tengah di daerah perbatasan mesensefalon-pons,
kemudian berjalan terus untuk mencapai “gaze center horizontal” kontralater,
yaitu bagian dari “paramedian pontine reticular formation (PPRF) di daerah
setinggi inti N.VI. Cabang kedua (Dejerine’s aberent pyramidal system), berjalan
turun melalui pedunkulus serebri menuju basis pontis untuk kemudian membelok
kearah dorsal dan mencapai tegmen pontis (Glaser, 1978). Pada setiap gerakan
mata saccadic timbul “pulse” untuk menggerakkan bola mata ke posisi baru,
kemudian diikuti oleh “step” untuk mempertahankan kedudukan bola mata pada
posisi baru tersebut. “Pulse” untuk gerakan saccadic ventrical berasal dari riMLF
(“rostral interstitial nucleus of the medial longitudinal fasculus”) yang perlu
diaktifasi dulu oleh PPRF. PPRF dan riMLF aktifasinya di kontrol oleh korteks
lobus frontalis, parietalis, oksipitalis, kolikulus superior dan serebrum, tetapi
mekanisme pengontrolannya masih belum jelas. Jaras supranuklear untuk gerakan
mata saccadic verticaal masih belum jelas.
Nervus okulomotorius mengurus gerakan bola mata secara konjugat.
Gerakan bola mata konjugat berarti kedua bola mata bergerak ke suatu jurusan
sedangkan pada gerakan diskonjugatif kedua bola mata bergerak ke arah yang
saling berlawanan, seperti pada waktu konvergensi dan divergensi. Pada
gerakan konjugat, kedua nervus okulomotorius bekerja sama dengan saraf otak
–saraf otak okuler lainnya, yaitu nervus trokhlearis dan nervus abdusens. (1,2)
Otot-otot agonis dan antagonis kedua mata selalu dipersarafi secara
simultan (hukum Hering), dan setiap kontraksi otot agonis disertai oleh
relaksasi otot antagonisnya (hukum Sherrington).
Gambar 4. Pergerakan mata konjugat

Otot-otot sinergistik dan antagonistik (Hukum Sherrington)


Otot-otot sinergistik adalah otot-otot yang memiliki bidang kerja yang
sama. Dengan demikian untuk tatapan vertikal, otot rektus superior dan obliqus
inferior bersinergi menggerakan mata ke atas. Otot-otot yang sinergistik untuk
suatu fungsi mungkin antagonistik untuk fungsi lain. Misalnya, otot rektus
superior dan obliqus inferior adalah antagonis untuk torsi, karena rektus
superior menyebabkan intorsi dan obliqus inferior menyebabkan ekstorsi. Otot-
otot ekstraokular, seperti otot rangka, memperlihatkan persarafan timbal balik
otot-otot antagonistik (Hukum Sherrington). Dengan demikian, pada
dekstroversi, otot rektus medialis kanan dan lateralis kiri mengalami inhibisi
sementara otot lateralis kanan dan rektus medialis kiri terstimulasi.9

Otot pasangan searah (Hukum Hering)


Agar gerakan kedua mata berada dalam arah yang sama, otot-otot
agonis harus menerima persarafan yang setara (Hukum Hering). Pasangan otot
agonis dengan kerja primer yang sama disebut pasangan searah. Otot rektus
lateralis kanan dan rektus medialis kiri adalah pasangan searah untuk menatap
ke kanan. Otot rektus inferior kanan dan obliqus superior kiri adalah pasangan
searah untuk memandang ke bawah dan ke kanan.9
Tabel 2. Otot-otot pasangan searah dalam posisi menatap/melirik utama
Mata ke atas dan kanan RSR dan LIO
Mata ke atas dan kiri LSR dan RIO
Mata ke kanan RLR dan LMR
Mata ke kiri LLR dan RMR
Mata ke bawah dan kanan RIR dan LSO
Mata ke bawah dan kiri LIR dan RSO

DEVIASI KONJUGAT
Gangguan bola mata akibat lesi di korteks serebri
Lesi harus dibedakan yaitu lesi iritatif dan lesi destruksi paralitik. Lesi di
area 8 menimbulkan deviasi kedua bola mata dan kepala ke sisi kontralateral.
Gejala ini timbul biasanya pada epilepsi fokal. Pada keadaan tersebut kedua
bola mata dan kepala berputar ke sisi badan yang berkejang tonik, setelah itu
dapat mucul kejak tonik klonik yang disusul hilangnya kesadaran. Lesi
destruktif atau paralitik biasanya terjadi akibat infark serebri, yang
menimbulkan deviasi ke sisi ipsilateral.
Temuan klinis klasik dalam stroke arteri serebri adalah deviasi konjugat
dari mata ke sisi lesi. Deviasi konjugat adalah tanda klinis kerusakan otak
(misalnya stroke di arteri otak tengah) yang mana menyebabkan mata bergerak
ke satu sisi tubuh yang tempat lesi terbentuk. Tanda-tanda ini adalah lebih
sering menggerakkan kepala bukan mata.
Dalam kasus stroke sisi kanan pada pasien dengan otak kiri yang
dominan, sinyal dari otak kanan ke mata kiri terganggu, sedangkan sinyal dari
otak kiri ke mata kanan terus bekerja. Hasilnya adalah ketidakseimbangan yang
menyebabkan mata kanan (yang tetap fungsional) untuk bergerak ke kanan saat
istirahat karena adanya tarikan ke kiri. Mata kiri mengikuti karena hubungan
saraf intrapontine ke otot rektus medial kiri yang utuh. Hasilnya adalah deviasi
konjugat mata ke kanan.

Gambar 5. Deviasi Konjugat Mata Yang Dihasilkan dari Stroke Arteri


Serebri Tengah Tepi Kanan Pada Orang Yang Dominan Tangan Kanan.
Cortex motorik kanan terganggu, (1) dan sinyal dari hemisphere dominan
(kiri) tidak bisa pindah ke mata kiri. Sama, mata kanan tidak bisa mengikuti
karena tidak berfungsinya medial longitudinal fasciculus dan menyebabkan
diaschisis nukleus nervus cranial III kanan. Tetapi, mata kanan yang langsung
berhubungan dengan cortex kiri di kasus ini tidak terpengaruh, menyebabkan
deviasi ke kanan tanpa sadar (2) sebagai hasil ketidak seimbangan dari lesi di
hemisphere kanan. Mata kiri mengikuti, menggunakan hubungan di
paramedian pontine reticular dan medial longitudian bundle (3).

Gangguan bola mata akibat lesi di batang otak


Lesi dibedakan menjadi lesi suprauklear, nuklear, internuklear dan
radikular. Lesi supranuklear berarti lesi yang memutuskan jaras yang
menghantarkan impuls kepada inti nervus okulomotorius, nervus troklearis dan
nervus abdusens. Lesi nuklear menduduki inti atau salah satu inti saraf okular.
Lesi internuklear memutuskan hubungan antara kedua belah inti saraf okular.
Lesi radikular adalah lesi yang memutuskan saraf okular sebelum muncul pada
permukaan batang otak.
 Lesi supranuklear di mesensefalon
Paralisis gerakan konjugat vertikal (ke atas maupun ke bawah).
Jika lesi menduduki bgian posterior kolikulus superior maka
paralisis ke bawah, tidak dapat melakukan gerakan konvergensi.
Paralisis gerakan konjugat vertikal ke atas dikenal dengan sindrom
Parinaud yang biasanya berhubungan dengan tumor glandula
pinealis.
 Lesi supranuklear di pons
Gangguan gerakan horisontal, yang rusak biasanya serabut-serabut
yang menghubungkan inti vestibular dan inti nervus abdusens.
Sebelum gangguan melirik muncul dapat ditemukan nistagmus saat
melirik ke sisi lesi. Sikap bola mata yang terkena sedikit
menyimpang ke sisi yang sehat.
 Lesi supranuklear di medula oblongata
Gangguan yang timbul yaitu nistagmus (horisontal, vertikal,
rotatorik dan hilangnya gerakan konvergensi). Hal ini terjadi
karena terputusnya hubungan inti saraf okular dengan susunan
vestibular dan spinoserebral.
 Lesi internuklear
Yang mengalami kerusakan adalah fasikulus longitudinalis lateralis
dengan gejala oftalmoplegia internuklearis anterior dan posterior
Jika lesi unilateral maka gejala oftalmoplegia internuklearis
anterior dapat berupa: paralisis dari salah satu atau dua sisi otot
rektus internus pada waktu melakukan konjugat horisontal, bola
mata masih dapat melakukan gerakan konvergen, nistagmus pada
mata yang berdeviasi ke samping dan bola mata pada sisi lesi
tampak lebih tinggi.
 Lesi nuklear
Paralisis gerakan bola mata ke sisi lesi karena lesi nuklear di inti
nervus abdusens, kalau yang terkena kedua belah inti nervus maka
mata tidak dapat bergerak ke samping (sindrom Mobius) biasa
disertai paralisis nervus fasialis ipsilateral. Lesi di inti troklearis
yang ipsilateral menimbulkan kelumpuhan otot oblikus superior
kontralateral. Lesi di inti nervus okulomotorius merupakan bagian
dari sindrom oftalmoplegia internuklearis dan paralisis gerakan
melirik pontin.
Gambar 6. Devias konjugat mata,
Arah deviasi berguna dalam menentukan lokasi lesi pada pasien
hemiparesis dengan penurunan kesadaran. (a) Epilepsi parsial yang berasal
pada satu lobus frontal - mata berdeviasi ke arah anggota gerak yang sakit dan
menjauhi hemisfer yang mengandung fokus epilepsi. (b) Lesi destruktif satu
lobus frontal - mata berdevias menjauhi sisi tubuh yang hemiparesis karena
tidak adanya lawanan aksi pusat yang lebih tinggi untuk kontrol pergerakan
mata (lapang pandang frontal pada hemisfer yang tidak terkena. (c) Lesi
destrukti batang otak unilateral - mata berdeviasi ke arah sisi yang hemiparesis.
Lesi terletak di atas dekusasio piramidalis sehingga mengenai anggota gerak
kontralateral. Akan tetapi, lesi ini terletak di bawah dekusasio serabut-serabut
dari lapang pandang mata frontal pons yang mengatur gerakan mata horizontal.
Aksi yang tidak dilawan dari pusat pandangan di pons pada sisi batang otak
yang tidak terkena akan menyebabkan mata berdeviasi ke arah ipsilateral.
Deviasi konjugat dapat diklasifikasikan ke dalam tidak mampunya
melakukan menatap horizontal dan tatapan vertikal. Tidak mampunya
melakukan tatapan horizontal mempengaruhi tatapan kedua mata baik menuju
atau menjauh dari garis tengah tubuh. tidak mampunya melakukan tatapan
horisontal umumnya disebabkan oleh lesi di batang otak dan menghubungkan
saraf, biasanya di pons. Horizontal Gaze Palsy With Progressive Scoliosis
(HGPPS) mencegah gerakan horizontal dari kedua mata, menyebabkan orang-
orang dengan kondisi ini harus menggerakkan kepala mereka untuk melihat
benda bergerak. Tidak mampunya melakukan tatapan vertikal mempengaruhi
pergerakan satu atau kedua mata baik dalam arah ke atas, dan arah bawah, atau
lebih jarang hanya arah ke bawah. Sangat jarang hanya gerakan satu mata
dalam satu arah dipengaruhi. Tidak mampunya melakukan tatapan vertikal
sering disebabkan oleh lesi otak tengah karena stroke atau tumor. Dalam hal
hanya tatapan ke bawah dipengaruhi, penyebabnya adalah kelainan
supranuclear biasanya progresif.
BAB III
KESIMPULAN
Deviasi konjugat adalah tanda klinis dari lesi distruktif maupun iritatif di
batang otak atau hemisfer serebri, yang dapat mengganggu jaras-jaras gerakan
otot mata, sehingga menyebabkan ketidak mampuan untuk menggerakan kedua
mata dalam satu arah, baik horizontal ataupun vertikal. Seorang pasien dapat
didiagnosis dengan tatapan deviasi konjugat dalam kebanyakan kasus itu dapat
dilihat oleh ketidak mampuan untuk bergerak kedua mata dalam satu arah.
Arah deviasi berguna dalam menentukan lokasi lesi yang terjadi pada pasien,
sehingga penyakit atau kondisi yang menyebabkan kondisi deviasi konjugat
dapat ditangani dengan segera.
DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan Paul. Anatomi & Embriologi Mata . Vaughan & Asbury


Oftalmologi Umum. Edisi 17. 2013.
2. Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes: Neurology. Jakarta: Erlangga
3. Snell Richard, Tayor Crystal. The Head and Neck. Clinical Anatomy By
Regions. Edisi 8.
4. Snell Richard.2006. Neuroanatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran.
Edisi 5. Jakarta: EGC.
5. Mardjono M, Sidharta P. Saraf otak dan patologinya. Dalam Neurologi
klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 2008.
6. Misbach J. Neuro-opthamologi pemeriksaan klinis dan interpretasi.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 1999.
7. Wijana Nana. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. 1993

Anda mungkin juga menyukai