Anda di halaman 1dari 7

RMK AKUNTANSI PERBANKAN DAN LPD

“Sejarah Keberadaan Lembaga Pengkreditan Desa(LPD), Tri Hita Karana, dan Catur
Purusa Harta”

Dosen Pengampu :

Dr. Drs I Dewa Gede Dharma Suputra M.Si.,AK

Oleh:

Eva Oktavia Ruwu (1807531247)

Kelas: A4 (AK)

RPS : 9

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2020

1
Daftar Isi

2
PEMBAHASAN
1. Sejarah Keberadaan LPD
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali adalah lembaga keuangan desa yang dimiliki
oleh Desa Adat. Lembaga Perkreditan Desa (LPD) merupakan buah pikiran Gubernur Bali,
Prof. Dr. Ida Bagus Mantra. Gagasan mendirikan LPD diilhami keberadan Lumbung Pitih
Nagari (LPN) yang merupakan lembaga simpan pinjam untuk masyarakat adat yang sukses
di Padang Sumatera Barat.
Dengan mengadopsi konsep sekaa dan desa adat yang telah tumbuh sejak lama di dalam
masyarakat Bali, Gubernur Bali kemudian meluncurkan Lembaga Perkreditan Desa (LPD).
Tujuan LPD yakni membantu desa adat dan krama desa adat dalam pembangunan adat,
budaya dan agama. Keuntungan LPD direncanakan untuk membangun kehidupan sosial-
budaya masyarakat Bali, baik untuk pembangunan fisik maupun nonfisik.
Pada awal operasi LPD Desa Adat Kuta memiliki modal awal sebesar Rp. 31.600.000
yang berasal dari Desa Adat Kuta sebesar Rp. 25.000.0000, dari bantuan APBD Pemda Tk I
Bali Rp 5.000.000, dan bantuan dari APBD Pemda Tk II Badung sebesar Rp. 1.600.000.
Kantor LPD yang berlokasi di Pasar Seni I Kuta diresmikan oleh Bapak Gubernur Bali pada
tanggal 12 Januari 1996 di dukung sepenuhnya oleh 13 Banjar yang ada di Desa Adat Kuta.
Pada awalnya kantor LPD ditunjang dengan peralatan yang sederhana dengan 3 Pengurus dan
3 Pegawai. Berkat semangat dan perjuangan Prejuru Desa Adat Kuta dan Pengurus LPD,
menyakinkan masyarakat desa dan mempromosikan LPD ke masing – masing banjar Se-Desa
Adat Kuta.
Melalui semangat pengabdian, dukungan dan partisipasi masyarakat akhirnya LPD Desa
Adat Kuta dari bulan kebulan dan dari tahun ke tahun mengalami kemajuan dan peningkatan
yang pesat. Hal ini tidak terlepas dari kerjasama yang baik diantara, Pengurus Desa, Kelihan
Banjar, Pengurus LPD dan Krama Desa Adat Kuta. Bali ternyata telah membuktikan dirinya
memegang peranan yang sangat penting, tidak hanya dalam pada ajaran agama Hindu.
Lembaga keuangan binaan BPD Bali ini dikelola sepenuhnya oleh, dari, dan untuk desa
adat. Karena itu, pemberian kredit pun hanya diperuntukkan buat krama desa adat setempat,
dan umumnya tanpa agunan (jaminan). Pengawasan dari Lembaga Perkreditan Desa (LPD),
atau "Dewan Kredit Desa", adalah bank-bank kecil yang dimulai oleh Pemerintah Daerah
Bali di era tahun '80-an dengan sasaran untuk menyediakan satu alternatif dari praktek
rentenir dan untuk menciptakan dan membantu perkembangan pertumbuhan ekonomi di
tingkatan pedesaan. Dengan modal awal dan bimbingan teknis dari Pemda Bali, Perantara
3
keuangan mikro ini mempunyai karakteristik dan disain yang khusus, mereka dimiliki oleh
Desa Adat. Pemerintah Daerah Bali yang menyediakan modal dan menjadi penyelenggara
kunci dari sistim dan laba ditahan adalah sumber daya utama dari modal ekuitas dan
kepemilikan secara de facto. LPD hanya diijinkan untuk beroperasi di wilayah desanya
sendiri dan diciptakan oleh Peraturan Daerah (Provinsi). Keputusan Gubernur No. 344 / 1993
juga menyebutkan fungsi Bank BPD Bali. Dalam pasal 2 keputusan tersebut (pemerintah
Bali, 1993b) dinyatakan bahwa Bank BPD Bali memiliki 3 fungsi berkenaan dengan LPD.
pertama, memberikan bimbingan teknis dalam dua cara yaitu melalui bimbingan pasif, dan
melalui bimbingan aktif yang dilakukan dengan kunjungan langsung kelokasi LPD. Kedua,
Bank BPD Bali memiliki tugas untuk mengelola koordinasi dengan organisasi lain yang
terlibat didalam proses bimbingan dan pengawasan LPD.Ketiga, Bank BPD Bali harus
menyiapkan laporan Evaluasi triwulan tentang kinerja keuangan dan kesehatan LPD kepada
gubernur.
Tata Kelola Lembaga Perkreditan Desa Organisasi dan perencanaan Berdasarkan PERDA
Provinsi Bali No.8/2002, setiap LPD dikelola oleh sebuah komite (ketua, kasir dan petugas
administrasi). Deskripsi manajemen inti dapat dijelaskan bahwa ketua bertugas mengordinasi
kegiatan operasional harian LPD, pembuatan perjanjian kontrak dengan nasabah,
bertanggung jawab pada desa adat melalui pemimpinnya (Dewan Pengawas LPD), menyusun
rencana kegiatan dan anggaran, dan memformulasikan kebijakan LPD.
Petugas administrasi melakukan tugas-tugas administrasi, baik administasi umum maupun
tata buku, bertanggung jawab kepada ketua LPD, menyusun laporan neraca dan laporan
pendapatan, serta mengelola arsip. Sedangkan kasir adalah mencatat aliran dana. Staf LPD
membantu ketua melaksanakan tugasnya dan terlibat dalam pembuatan kegiatan dan rencana
anggaran dalam keputusan pemberian kredit. Dalam kaitannya dengan tingkat bunga, pada
tahun 2002 tingkat bunga pinjaman untk pinjaman berkisar antara 27 hingga 33 persen, lebih
tinggi dari pada rata – rata tingkat bunga bank umum yang hanya 22 persen pertahun pada
saat itu.peraturan desa adat juga berlaku bagi staf LPD (Oka, 1999) yang melanggar
peraturan dan salah dalam mengelola operasional harian LPD, seperti kolusi, korupsi atau
manipulasi.Sanksi sosial dapat dikenakan pada mereka.selain itu, berdasarkan peraturan legal
formal,pasal 24 peraturan Daerah No. 8 / 2002 yang menyatakan bahwa staf LPD yang
melanggar peratturan dan menyebabkan LPD menderita kerugian keuangan haruslah
mengganti kerugian tersebut.pasal 26 yang menerangkan pasal 24 peraturan tersebut
menekankan bahwa staf terpidana dapat memperoleh hukuman maksimum 6 bulan penjara
atau maksimum denda Rp 5 juta. Singkatnya, gambaran ini menunjukan bahwa institusi
4
informal ( seperti norma – norma dan sanksi sosial ) dan institusi formal ( peraturan legal
formal ) digunakan bersama- sama dalam tata – kelola LPD.
Penelitian tentang struktur kelembagaan dan manajemen LPD serta pengungkitan
(leveraging) keberadaan ketertiban sosial untuk mengelola risiko merupakan bahan pelajaran
yang baik bagi industri keuangan mikro yang lebih luas, asalkan sejumlah kondisi tertentu
tersedia:
1) Menghubungkan dan menyelaraskan pengawasan internal/tradisional dengan
pengawasan eksternal
2) Mengindahkan keanekaragaman kebutuhan akan likuiditas, pelatihan dan pengawasan
untuk berbagai ukuran LPD yang berbeda
3) Menajemen keuangan dan pelaporan yang lebih mantap melalui pelatihan dan
pemberian nasehat dengan tepat
4) Peran yang jelas dan berbeda bagi instansi-instansi pengawasan
5) Adanya pilihan bagi peningkatan (graduation)/perubahan bentuk (transformasi) yang
memungkinkan LPD kecil, LPD yang sedang tumbuh dan LPD besar untuk mengakses
masukan (input) yang sesuai seperti pembiayaan ulang, dan pelayanan teknis tanpa adanya
peraturan-peraturan eksternal yang terlalu banyak.
Melalui kasus diatas kita lihat bahwa pengendalian tradisional terhadap lembaga keuangan
dapat mempunyai pengaruh yang baik dan yang buruk terutama didaerah terpencil, dimana
kunjungan pemeriksaan/pengawasan dan pengembangan kapasitas secara relatif sangat sulit.
Kurangnya keseimbangan antara struktur tata kelola internal dengan pengawasan dan
pengaturan eksternal dapat mempunyai pengaruh majemuk yang buruk bagi potensi
pertumbuhan suatu lembaga kecil yang sudah berjuang untuk mengatasi tantangan-tantangan
seperti keterpencilan, kekurangan kapasitas (kemampuan) dan likuiditas.

2. Tri Hita Karana dan Catur Purusa Harta


Sebagai lembaga keuangan milik desa adat, LPD di Bali memiliki posisi strategis dalam
perspektif memperkuat ketahanan ekonomi warga masyarakat di pedesaan melalui
pengelolaan potensi yang dikemas dalam variasi aspek layanan jasa keuangan. Pada sisi lain,
lembaga desa adat dapat memanfaatkan LPD sebagai “lumbung” tempat penyimpanan
kekayaan desa yang semakin berkembang dan pada gilirannya tiap tahun memperloleh
kompensasi pembagian laba untuk mendukung aktivitas pembangunan di desa adat yang
berkaitan dengan aspek Tri Hita Karana , yakni parahyangan (hubungan manusia dengan

5
Tuhan), pawongan (hubungan sesama manusia) dan palemahan (hunbungan manusia dengan
lingkungannya).
Konsep Catur Purusa Artha yang dijadikan dasar Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa
Pakran Kikian dalam menjalankan kegiatan usahanya bersumber atau didasari oleh hukum
Agama Hindu yang bersumber dari Kitab Suci Weda. Catur Purusa Artha terdiri dari empat
komponen yaitu: Dharma, merupakan dasar utama LPD dalam menjalankan kegiatan
usahanya. Dalam kegiatan usaha yang dilakukan oleh LPD Desa Pakraman Kikian harus
selalu didasari oleh Dharma yaitu kebaikan. Setelah mengamalkan dharma atau kebaikan
dalam menjalankan kegiatan usahanya maka Tuhan Ida Sang Hyang Widhi Wasa akan
melimpahkan berkatnya berupa Artha kepada umatnya yang telah mengamalkan ajarannya.
Artha, dalam hal ini setelah landasan yang utama dilaksanakan oleh Lembaga Perkreditan
Desa (LPD) Desa Pakraman Kikian berupa menjalankan ajaran Dharma atau kebaikan
barulah LPD Desa Pkraman Kikian menekankan kegiatan usahanya pada aspek keuntungan
dari usaha simpan- pinjam yang dilakukan terutama dalam hal pemberian kredit kepada
masyarakat yang akan memberikan keuntungan berupa bunga. Kama, Setelah aspek artha
yang menjadi tujuan yang kedua terpenuhi maka selanjutnya adalah Kama yaitu nafsu atau
keinginan atau pemenuhan kebutuhan hidup berupa sandang, pangan, dan papan. Jadi dengan
Artha tersebut maka Kama atau Keinginan akan bisa terpenuhi dengan keuntungan yang
diperoleh LPD dalam kegiatan usahanya dapat membantu masyarakat dalam hidup
bermasyarakat, seperti membantu pendanaan Desa Pakraman dalam melaksanakan
pembangunan Desa, membantu masyarakat baik masyarakat Desa Pakraman Kikian maupun
masyarakat luarDesa Pakraman Kikian dengan memberi pinjaman misalnya untuk keperluan
usaha, menyekolahkan anaknya, dan kebutuhan - kebutuhan yang lain.
Setelah ketiga tahap diatas tercapai maka yang terakhir adalah Moksa. Moksa yang
dimaksud disini adalah kebahagiaan. Jadi dengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh LPD
Desa Pakraman Kikian yang dapat membantu perekonomian masyarakat desa sehingga dapat
meringankan beban kehidupan masyarakat desa sehingga beban hidup bermasyarakat
semakin ringan maka masyarakat akan merasa lebih senang atau bahagia karena sebagian
atau seluruh kebutuhannya telah dapat terpenuhi . Walaupun pemberian kredit kepada warga
luar Desa Pakraman melanggar Pasal 7 ayat (1) sub PERDA Provinsi Bali Nomor 8 Tahun
2002 yang berbunyi “memberikan pinjaman hanya pada karma desa”, sampai saat ini tidak
ada sanksi adat yang mengaturnya. Karena sesuai dengan hasil Paruman Adat Desa Pakraman
Kikian pemberia

6
Daftar Pustaka

Taswan. 2008. Akuntansi Perbankan. UPP STIM YKPN

Suartana, I Wayan. 2010. Arsitektur Pengelolaan Risiko pada Lembaga Perkreditan Desa
(LPD) Tahun 2010. Udayana Press

SAK ETAP LPD. 2010. IAI

PSAK 31 (Revisi 2000)

Perda. Peraturan yang terkait dengan LPD

Anda mungkin juga menyukai