Anda di halaman 1dari 2

Cerita Bisnis:

Kisah Sukses Pemuda Beromzet Ratusan Juta: Keluar dari BUMN Cuma Pegang 300 Ribu, tapi Nekat
Bisnis

klikmu.co

2020/06/03 12:34

Ikuti

Pria 24 tahun itu mengaku berbagai usaha di beberapa bidang telah ia coba sejak duduk di bangku SD,
SMP, SMA hingga kuliah. Bukannya untung, sebagian besar justru berujung rugi. “Saya jualan mulai SD,
jualan stiker. SMP juga jualan fotokopian. Jadi, teman-teman yang mau fotokopi titip ke saya. Saya ambil
untung 100 rupiah. SMA jualan nasi uduk dan risoles. Saya juga sempat ternak ikan mulai lele sampai
patin. Tapi, semuanya gagal,” urainya mengenang.

Meski demikian, ia tak menyerah. Jiwa wirausahanya tetap menyala. Sayang, orang tua Dimas tidak
merestui. ”Gak boleh sama orang tua. Sekolah tinggi-tinggi kok gak jadi pegawai, kata mereka. Akhirnya
tahun pertama setelah lulus saya kerja di salah satu bank. Benar saja, saya gak betah,” jelasnya.

Dimas lalu pindah ke perusahaan yang lebih lekat dengan latar belakang studinya. Menjadi staf salah satu
BUMN di bidang perikanan dan dipercaya sebagai akunting. Meski awalnya ragu, posisi ini justru
menjadi tambang emasnya menimba banyak ilmu untuk kesuksesan usahanya kelak.

“Ternyata kalau pengusaha itu gak bisa akuntansi, sama saja bohong. Rugi terus. Gak kelihatan
untungnya. Dari sini saya mulai belajar. Saya ‘mencuri’ sistem pembukuan, ‘mencuri’ sistem pemasaran,
dan yang lain. Kebetulan kan saya bidang keuangan, jadi saya ketemu sama bos-bosnya (produsen, Red)
ketemu para pemilik ikan, daging, dan lain-lain,” kata Dimas mengenang.

Kesempatan bertatap muka dengan berbagai pemasok utama pangan di bidang pertanian, peternakan, dan
perikanan membangkitkan mimpi lamanya. Putra dari Pristianto dan Farida Rostantina ini ingin memutus
rantai pasokan agar masyarakat semua kelas dapat mengakses bahan pangan kualitas terbaik dengan harga
terjangkau. Ia pun mulai gusar dengan cita-citanya hingga memutuskan untuk keluar.

“Saat keluar saya pegang uang 300 ribu dan bertekad mau mulai bisnis. Itu bodoh sekali rasanya.
Akhirnya uangnya saya sedekahkan, saya sisakan cuman 78 ribu. Lalu, saya bikin product knowledge,
sejenis brosur. Misalnya tentang ikan, ini harganya sekian kualitasnya sekian. Lalu, saya keliling ke
restoran-restoran, rumah makan, warung-warung, saya julan beras, ikan, daging tanpa ada barangnya.
Modal hanya printer dan kertas saja,” kata Dimas mengenang.

Tidak disangka, salah satu restoran Padang terbesar di daerah Tanjung Perak tertarik dengan
penawarannya. Dimas pun mengambil beras dari Kepanjen seberat 1 kg sebagai contoh. “Dengan uang
sisa 70-an ribu saya hanya bisa dapat 1 kg. Itu saya ambil di Kepanjen. Sesampainya lagi di restoran
Padang itu, beras langsung dimasak, saya diminta menunggu. Setelah berasnya matang, semua karyawan
sekitar 15 orang diminta mencicip dan ternyata cocok. Saya lagsung dapat purchase order 3 ton beras,”
kenangnya haru.

Mendapat order pertama sebanyak 3 ton beras bukan berarti masalah selesai. Problem selanjutnya
muncul. Ia tak punya uang untuk membeli beras tersebut yang total mencapai Rp 36 juta-an. “Akhirnya
saya cari teman yang bapaknya kaya atau kenal-kenalan yang kaya. Dapatlah bapak teman saya. Saya
ajak kerja sama, teryata dia mau. Dia investasi 40 juta. Lalu, saya mulai menjajakan produk saya ke
restoran yang lain, ke rumah sakit, lalu masuk ke perusahaan hingga pengiriman-pengiriman lain ke luar
pulau,” terangnya.

Dimas makin bersemangat. Usaha impiannya di masa kuliah terwujud. Keinginannya untuk menyediakan
bahan pangan berkualitas dengan harga terjangkau bagi semua kalangan sudah di depan mata. Kini,
dengan menyuplai berbagai usaha kuliner dan retail baik BUMN maupun swasta, omzet ratusan juta
dengan keuntungan puluhan juta rupiah per bulan bisa ia kantongi. Mimpinya pun semakin tinggi. Di
tengah pandemi Covid-19, saat banyak ibu-ibu kesulitan berbelanja, Dimas menyiapkan aplikasi belanja
bahan pangan berkualitas dengan harga bersahabat.

“Aplikasi namanya Ever Fresh. Dalam 1-2 bulan ini akan kita launching ke PlayStore. Kita jual semua
sayur, daging, ikan, beras dengan harga yang terjangkau karena kita coba putus rantai. Ini cita-cita saya
sejak awal kuliah untuk memutus rantai pasok. Saya langsung beli di petani. Saya mencoba membidik
pasar menengah ke bawah. Saya lihat ibu-ibu saat ini susah belanja karena Covid-19. Di Surabaya,
misalnya, banyak pasar yang ditutup. Ini menjadi peluang sekaligus usaha untuk membantu masyarakat,”
katanya.

Berbeda dengan toko sayur online lain yang hanya tersedia di aplikasi, Ever Fresh juga melayani
pembelian di luar aplikasi. Para pembeli hanya perlu menyampaikan pesanannya melaui WhatsApp.
Selanjutnya sayur akan diantar. Itu dilakukan untuk memudahkan para ibu yang tidak terlalu akrab
dengan teknologi.

“Sekarang memang zamannya 4.0, zamannya teknologi. Tapi jangan lupa, ibu-ibu usia di atas 40 tahun
itu sulit mau mengikuti teknologi. Padahal, populasi mereka sangat tinggi. Kalau mereka langsung harus
serba-online nanti kaget. Nah, makanya saya membuat perpaduan antara online dan offline,” tuturnya.
(Achmad San)

--pr--

Anda mungkin juga menyukai