Anda di halaman 1dari 35

BAB 2

LANDASAN TEORITIS

2.1 TEORI PERENCANAAN WILAYAH

Perencanaan Wilayah adalah proses perencanaan yang dilakukan


dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dengan melibatkan
berbagai unsur terkait mulai dari aspek Fisik, Sosial, Ekonomi dan aspek
Lingkungan yang dapat menggunakan sumberdaya tersebut untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, perencanaan wilayah pada dasarnya lebih memusatkan


perhatiannya kepada masalah kota yang bersifat sosial. Dalam pelaksanaan
yang dilakukannya seperti adanya perbaikan bagian kota yang keadaan
yang telah rusak dan tidak memenuhi standar, pemugaran kota, pembuatan
kota satelit untuk membantu meringankan kota industri yang terlalu padat
penduduknya.

Dalam kondisinya, perencanaan wilayah lebih memusatkan


perhatiannya pada penduduk yang memiliki tingkat menganggur yang
banyak dan dalam stagnasi industri. Dalam hal ini, pemerintah harus dapat
mengatur beragai pengaturan dan pembiayaan prasarana industri. Selain
itu, perencanaan wilayah banyak memberikan pengaruh terhadap wilayah
pedesaan, dengan pengembangan tanah bagi sektor pertanian dan rekreasi
hal ini dilakukan agar memperkecil perbedaan kemakmuran antara
pedesaan dan perkotaan.

Menurut Archibugi, perencanaan wilayah dibagi atas 4 komponen


yaitu:

1. Physical Planning (Perencanaan fisik).


Perencanaan ini dilakukan secara fisik pengembangan wilayah, dimana
muatan perencanaan ini lebih diarahkan kepada pengaturan tentang
bentuk fisik kota dengan jaringan infrastruktur kota yang
menghubungkan antara beberapa titik simpul aktivitas. Teori
perencanaan ini telah membahas tentang kota dan sub bagian kota
secara komprehensif. Dalam perkembangannya teori ini telah
memasukkan kajian tentang aspek lingkungan. Bentuk produk dari
perencanaan ini adalah perencanaan wilayah yang telah dilakukan oleh
pemerintah dalam bentuk master plan (tata ruang, lokasi tempat
tinggal, aglomerasi, dan penggunaan lahan).

2. Macro-Economic Planning (Perencanaan Ekonomi Makro).


Dalam perencanaan ini berkaitan perencanaan ekonomi wilayah.
Mengingat ekonomi wilayah menggunakan teori yang digunakan sama
dengan teori ekonomi makro yang berkaitan dengan pembangunan
ekonomi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan, distribusi pendapatan,
tenaga kerja, produktivitas, perdagangan, konsumsi dan investasi.
Perencanaan ekonomi makro wilayah adalah dengan membuat
kebijakan ekonomi wilayah guna merangsang pertumbuhan ekonomi
wilayah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan bidang
aksesibilitas lembaga keuangan, kesempatan kerja, tabungan).

3. Social Planning (Perencanaan Sosial).


Perencanaan sosial membahas tentang pendidikan, kesehatan,
integritas sosial, kondisi tempat tinggal dan tempat kerja, wanita, anak-
anak dan masalah kriminal. Perencanaan sosial diarahkan untuk
membuat perencanaan yang menjadi dasar program pembangunan
sosial di daerah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan
demografis.

4. Development Planning (Perencanaan Pembangunan).


Perencanaan ini berkaitan dengan perencanaan program pembangunan
secara komprehensif guna mencapai pengembangan Pewilayah.
2.2 TEORI PENGEMBANGAN WILAYAH

Sesuai dengan Undang-Undang Pentaan Ruang No 26 tahun 2007


bahwa wilayah adalah kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait
yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif atau
aspek fungsional. Berdasarkan UU ini lah, terjadinya sebuah konsep
pengembangan, dimana konsep ini memberikan pengaruh yang besar bagi
pembangunan sebuah wilayah.

Pada dasarnya pembangunan sebuah wilayah lebih menggunakan


Sumber Daya Alam yang optimal melalui adanya pengembangan ekonomi
lokal yang pada hakikatnya dilihat berdasarkan kegiatan ekonomi dasar
yang terjadi pada sebuah wilayah. Pembangunan wilayah diupayakan
mampu mengaplikasikan kerangka teori kedalam kebijakan ekonomi
melalui aanya integrasi antara aspek sosial dengan aspek lingkungan
dalam mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan dan optimal.

Dalam mengembangkan suatu wilayah diperlukan adanya teori-teori


yang menjadi dasar dalam membuat suatu wilayah berkembang, teori-teori
tersebut yaitu :

a. Teori Resource Endowment


Melalui teori pertumbuhan sebuah wilayah dipengaruhi dengan
adanya Sumber daya dan kemampuan dalam memproduksi baik untuk
keperluan ekonomi nasional dan ekspor. Dalam teori ini, sumber daya
yang baik adalah mendukung produksi nasional, memiliki efek
multiplier, yaitu kemampuan meningkatkan perminaan produksi
barang dan jasa suatu wilayah.
b. Teori Eksport Base atau Ekonomi Base
Melalui teori ini peran sektor ekspor sangat berperan penting dalam
pertumbuhan wilayah karena memberikan kontribusi yang penting,
tidak hanya ekonomi wilayah tetapi juga ekonomi nasional. Teori
eksport base ini berasala dari dua prinsip penting dari teori lokasi
seperti minimasi ongkos dan maksimasi keuntungan. Aglomerasi
merupakan kentungan yang dipakai secara bersama-sama input dan
infrastruktur yang sama. Dalam teori ini, sebuah wilayah terbentuk
dikarenakan wilayah terdiri dari satu wilayah kecil dan sifatnya masih
bereklompok seperti bertani, adanya pengembangan sektor
transpotasi, perkembangan sektor transportasi nasional, tahap
industrialisasi, dan ekspor-impormerupakan keuntungan sebuah
wilayah.
Teori eksport base terdiri dari sektor basis dan sektor non basis,
dimana keterkaitan kedua sektor ini menggunakan metode multipler
effect yaitu bangkitan atau pengaruh yang ditimbulkan oleh sektor
basis dan sejauh mana sektor basis mempengaruhi sektor non basis,
dapat dilihat dengan rumus sebagai berikut :

1. Sektor Basis dan Non Basis

M= Sektor Basis / Sektor Non Basis


'

Keterangan M= Multiplier effect

2. Ada juga yang menggunakan LQ yang membandingan suatu


daerah yang lebih luas

LQ = Xa/Xa' : Xb/Xb'

Keterangan Xa = Jumlah tenaga kerja/output yang dihasilkan oleh


sektor/industri diwilayah yang lebih kecil

'Xa'= Jumlah total tenaga kerja/output yang dihasilkan


oleh industri atau sektor tertentu diwilayah yang
lebih kecil

Xb = Jumlah tenaga kerja/outputyang dihasikan oleh


industri atau sektor tertentu diwilayah yang
lebih besar

Xb' = jumlah total tenaga kerja/output yang dihasilkan


oleh industri atau sektor tertentu diwilayah yang
lebih besar

Nilai LQ : LQ < 1 merupakan sektor non basis, daerah tersebut


mempunyai ukuran spesifikasi lebih kecil
bila dibanding dengan daerah referensinya.

LQ > 1 merupakan sektor basis, daerah tersebut


mempunyai ukuran spesifikasi lebih
besarbila dibanding dengan daerah
referensinya.
LQ = 1 memiliki ukuran yang sama (bukan basis
ataupun non basis)

c. Teori Neo Klasik


Menurut teori ini, bahwa pertumbuhan suatu wilayah sangat
dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonominya. Dimana menurut teori in
ipertumbuhan tersebut terletak kepada penwaran terhadap faktor dan
tingkat produksi. Menurut teori ini, perkembangan ekonomi suatu
wilayah dapat dimaksud melalui:
 Perkemmbangan merupakan proses yang gradual dan sebuah
proses yang bertahap dan berangsung terus menerus
 Perkembangan meliputi semua faktor mulai dari sumber daya
manusianya dan tingkat produktivitasnya
 Menurut teori ini, manusia mampu mengatasi keterbatsan yang
ada
 Memungkin produksi sebesar-besarnya semakin meningkat
dengan adanya pasar yang luas
Teori ini dikemukakan oleh Harry W Richardson (1973) dan
bukunya Regional Economic Growth. Teori ini mengatakan bahwa
pertumbuhan wilayah tergantung pada tiga faktor yaitu tenaga kerja,
ketersediaan modal dan kemajuan teknologi. Selain faktor tadi, teori
ini menekankan ddana antar negara. Pola pergerakan ini
memungkinkan terciptanya keseimbangan pertumbuhan antar wilayah.

d. Teori Baru Pertumbuhan Wilayah


Teori ini percaya pada kekuatan teknologi dan inovasi sebagai
faktor dominan pertumbuhan wilayah. Kuncinya adalah investasi
dalam pengembangan sumber daya manusia dan research and
development. Teknologi yang tinggi dan inovasi  yang didukung
sumber daya manusia yang berkualitas adalah syarat meningkatkan
pertumbuhan wilayah.
Dalam pengembangan wilayah, ada 3 pilar khusus yang dapat
dijadikan tolak ukur dalam melakukan proses pembangunan wilayah
yaitu :

1. Keunggulan komparatif
Pilar ini berhubungan dengan keadaan ditemukannya sumber-
sumber daya yang secara fisik relatif sulit untuk digerakkan antar
wilayah. Faktor-faktor yang menentukan adanya hambatan
tersebut yaitu faktor-faktor lokal seperti misalnya iklim dan
budaya yang mengikat prosuksi sumber daya sehingga wilayah
tersebut memiliki komparatif. Yang berhubungan dengan produksi
komoditas dari sumber daya alam seperti pertanian, perikanan,
pertambangan, kehutanan dan kelompok usaha sektor primer
lainnya.
2. Aglomerasi
Dalam fenomena pilar ini yang berpengaruh dalam fenomena
eksternal yaitu pelaku ekonomi berupa meningkatnya keuntungan
ekonomi secara spasial, hal ini terjadi karena berkurangnya biaya-
biaya prosuksi akibat penurunan jarak dalam pengangkutan bahan
baku dan industri.

3. Biaya Transport
Pilar ini lebih kasat mata yang mempengaruhi aktivitas
perekonomian. Yang implikasinya adalah biaya yang terkait
dengan jarak dan lokasi tidak dapat lagi diabaikan dalam proses
prosduksi dan pengembangan wilayah.
Menurut Fisher dan Clark mengemukakan bahwa
berkembangnya wilayah atau perekonomian wilayah dihubungkan
dengan transformasi struktur ekonomi dalam dua sektor utama yaitu :
a. Sektor primer seperti pertanian, kehutanan, dan perikanan
b. Sektor tersier seperti perdagangan, transportasi, keuangan dan jasa
Sementara itu, didalam tehapan perkembangan lebih
mengadopsi unsur spasial dan sekaligus mejembatani kelemahan teori
sektor. Perkembangan wilayah dapat digambarkan kedalam lima
tahapan yaitu :
1. Wilayah dicirikan oleh adanya industri yang dominan, dimana
perkembangan dan pertumbuhan wilayah bergantung pada hasil
industri seperti minyak, hasil perkebunan dan pertanian, dan
prosuk-produk primer lainnya.
2. Tahapan ekspor kompleks, dalam tahapan ini menggambarkan
bahwa wilayah telah mampu mengekspor selain komoditas
dominan juga komoditas kaitannya. Misalnya komoditas
dominan yang diekspor sebelumnya adalah minyak bumi, maka
dalam tahapan kedua wilayah juga mengekspor industri
teknologi penambangan dan produk-produk turunan dari minyak
bumi.
3. Tahapan kematangan ekonomi. Tahapan ini menunjukkan bahwa
ada aktivitas ekonomi wilayah yang telah terdiverifikasi dengan
munculnya industri substitusi impor, seperti industri yang
memproduksi barang dan jasa yang sebelumnya harus diimpor
dari luar wilayah.
4. Tahapan pembentukan metropolis, tahapan ini memperlihatkan
bahwa wilayah telah menjadi pusat kegiatan ekonomi untuk
mempengaruhi dan melayani kebtuhan barang dan jasa wilayah
pinggiran. Dalam hal ini aktivitas ekonomi wilayah lokal
berfungsi sebagai pengikat dan pengendali kota-kota lain.
5. Tahapan kemajuan teknis dan profesional, dalam hal ini
menunjukkan bahwa wilayah telah memberikan peran yang
sangat nyata terhadap perekonomian nasional.
Pengembangan wilayah sangat dipengaruhi oleh komponen
tertentu seperti sumber daya lokal, Pasar, Tenaga Kerja, Investasi,
Kemampuan pemerintah, Transportasi dan komunikasi, Teknologi.
Pengembangan wilayah memberikan pengaruh yang besar dalam
meningkatkan potensi pertumbuhan baik pertumbuhan ekonomi
maupun sosial yang berkelanjutan dengan adanya penyebaran
penduduk, meningkatkan kesempatan kerjadan produktifitas.

Dimana tujuan dari pengembangan wilayah saling terkait antara


sosial dan ekonomi dengan upaya memberikan kesejahteraan dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat seperti menciptakan pusat-
pusat produksi, memberikan kemudahan prasarana dan pelayanan
logistik dan sebagainya.
2.3 TEORI EKONOMI WILAYAH
Dalam sebuah perencanaan wilayah, hal yang paling mendukung
dalam perkembangan wilayah tersubut adalah ekonominya. Ekonomi
dalam lingkup wilayah lebih mengarah kepada aspek ruang yang
menganalisis ekonomi wilayahnya dimana baik ekonomi tradisional
maupun ekonomi yang berkaitan dengan penetuan lokasi pelayanan.
Ekonomi wilayah dalam cakupannya cukup luas dan beragam yang
dapat dikembangkan dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi dan
ekonomi regional menekankan pada barang-barang ekonomi.
Dari cara pandang ekonomi wilayah, ada unsur-unsur yang terpenting
dalam menyusun perekonomian suatu wilayah dalam unit tata ruang
seperti jarak, lokasi, bentuk dan ukuran yang disebut wilayah region.
Unsur-unsur tersebut yang diformulasikan sesuai dengan kebutuhan
analisis.
Kebutuhan analisis yang menyangkut ekonomi wilayah salah satunya
adalah hirarki penetuan pusat pelayanan wilayah. Analisis ini
menggunakan analisis skalogram, analisis skalogram lebih fokus kepada
fasilitas pelayanan yang disandingkan dengan jumlah penduduk sebuah
wilayah. Untuk lebih jelasnya, dibawah ini merupakan rumus dari
skalogram:
a. Rumus mencari tingkat kesalahan (COR) pusat pelayanan ditiap-
tiap baik kabupaten/kota, kecamatan.

COR = 1-∑e / n.k


Keterangan : CR = tingkat kesalahan
∑e = jumlah kesalaha
n = jumlah kecamatan
k = jumlah fasilitas
b. Menetukan range

Range = nilai tertinggi-nilai terendah/ jumlah orde

c. Menetukan jumlah orde

1+3,33 log n
Dengan adanya analisis skalogram ini, maka dapat memberikan
kemudahan tentang kabupaten/kota, kecamatan mana dengan pusat
pelayanan yang berada pada tingkat yang tinggi dan yang berada pada
tingkat yang rendah.

Wilayah perencanaan dapat dilihat atas keputusan ekonomi yang dapat


memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan dalam segi penyebaran
penduduk dan kesempatan kerja. Tujuan yang sangat penting dari ekonomi
wilayah adalah ntuk menentukan diwilayah mana suatu kegiatan ekonomi
sebaiknya dipilih dan mengapa wilayah tersebut menjadi pilihan.

Ekonomi wilayah pada dasarnya memiliki sasaran yang sama yaitu


untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat dengan memandang dari
segi aspek-aspek yaitu aspek sosial ekonomi dan geografi, aspek tataruang,
landuse dan perencanaan.
Tujuan ekonomi regional adalah untuk menentukan diwilayah mana
suatu kegiatan ekonomi sebaiknya dipilih dan mengapa wilayah tersebut
menjadi pilihan. Peran ekonomi regional dalam membangun sebuah
wilayah ada 2 yaitu :
a. Penetu kebijakan awal,sector mana yang dianggap startegis memiliki
daya saing dan daya hasilnya yang besar
b. Dapat menyarankan kegiatan apa yang perlu dijadikan sebagai nggulan
dan sub wilayah mana yang dapat dikembangkan.
2.4 TEORI STRUKTUR RUANG

Kota yang ideal adalah kota yang mampu menyelaraskan antara


aktivitas masyarakat dan bentuk penggunaan lahannya. Dalam
mewujudkan kota yang ideal tersebut, maka pemikiran tentang
konsep sebuah kota yang ideal tersebut dijelaskan dalam beberapa
teori-teori kota yang dibiasa digunakan yaitu struktur ruang kota.

Struktur ruang merupakan bagian dari keruangan kota yang


mencirikan kepada sosial dan ekonomi sebuah kota seiring dengan
adanya pertumbuhan kota. Sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2007
bahwa Struktur ruang terbentuk berdasrkan susunan pusat-pusat
permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang
berfungsi sebagai pendukung sosial ekonomi masyarakat yang secara
hirarki memiliki hubungan fungsional.

Teori-teori yang mendukung struktur ruang pada kota sebagai


berikut yaitu :

a. Teori Konsentris (Concentric Theory)


Teori ini menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK)
atau Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya
tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat
kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona
dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. Daerah Pusat Kota
(DPK) atau Central Bussiness District (CBD) tersebut terbagi atas dua
bagian, yaitu:
 Bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan
kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa
 Bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang
ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi
skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung
penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).
Gambar 2.1

Teori Konsentris

b. Teori Sektoral (Sector Theory)


Teori sektoral dikemukakan oleh Hommer Hoyt. Teori ini muncul
berdasarkan penelitiannya pada tahun 1930-an. Hoyt berkesimpulan
bahwa proses pertumbuhan kota lebih berdasarkan sektor sektor
daripada sistem gelang atau melingkar sebagaimana yang
dikemukakan dalam teori Burgess. Hoyt juga meneliti Kota Chicago
untuk mendalami Daerah Pusat Kegiatan (Central Business District)
yang terletak di pusat kota. Ia berpendapat bahwa pengelompokan
penggunaan lahan kota menjulur seperti irisan kue tar.

Menurut teori sektoral, struktur kota dapat terbentuk dikarenakan


kondisi geografis kota dan rute transportasinya. Pada daerah datar
memungkinkan pembuatan jalan, rel kereta api, dan kanal yang murah,
sehingga penggunaan lahan tertentu, misalnya perindustrian meluas
secara memanjang. Kota yang berlereng menyebabkan pembangunan
perumahan cenderung meluas sesuai bujuran lereng.
Gambar 2.2

Teori Sektoral

c. Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Harris dan Ullman pada tahun 1945.
Kedua geograf ini berpendapat, meskipun pola konsentris dan sektoral
terdapat dalam wilayah kota, kenyataannya lebih kompleks dari apa
yang dikemukakan dalam teori Burgess dan Hoyt.
Pertumbuhan kota yang berawal dari suatu pusat menjadi bentuk
yang kompleks. Bentuk yang kompleks ini disebabkan oleh
munculnya nukleus-nukleus baru yang berfungsi sebagai kutub
pertumbuhan. Nukleus-nukleus baru akan berkembang sesuai dengan
penggunaan lahannya yang fungsional dan membentuk struktur kota
yang memiliki sel-sel pertumbuhan.
Nukleus kota dapat berupa kampus perguruan tinggi, Bandar udara,
kompleks industri, pelabuhan laut, dan terminal bus. Keuntungan
ekonomi menjadi dasar pertimbangan dalam penggunaan lahan secara
mengelompok sehingga berbentuk nukleus. Misalnya, kompleks
industri mencari lokasi yang berdekatan dengan sarana transportasi.
Perumahan baru mencari lokasi yang berdekatan dengan pusat
perbelanjaan dan tempat pendidikan.
Harris dan Ullman berpendapat bahwa karakteristik persebaran
penggunaan lahan ditentukan oleh faktor-faktor yang unik seperti situs
kota dan sejarahnya yang khas, sehingga tidak ada urut-urutan yang
teratur dari zona-zona kota seperti pada teori konsentris dan sektoral.
Teori dari Burgess dan Hoyt dianggap hanya menunjukkan contoh-
contoh dari kenampakan nyata suatu kota.

Gambar 2.3
Teori Inti Ganda

d. Teori Konsektoral (Tipe Eropa)


Teori konsektoral tipe Eropa dikemukakan oleh Peter Mann pada
tahun 1965 dengan mengambil lokasi penelitian di Inggris. Teori ini
mencoba menggabungkan teori konsentris dan sektoral, namun
penekanan konsentris lebih.
Gambar 2.4
Teori Konsektoral (Tipe eropa)

e. Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin)


Teori konsektoral tipe Amerika Latin dikemukakan oleh Ernest
Griffin dan Larry Ford pada tahun 1980 berdasarkan penelitian di
Amerika Latin. Teori ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.5
Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin)
f. Teori Poros
Teori poros dikemukakan oleh Babcock (1932), yang menekankan
pada peranan transportasi dalam memengaruhi struktur keruangan
kota. Teori poros ditunjukkan pada gambar sebagai berikut.

Gambar 2.6
Teori Poros

g. Teori Historis
Dalam teori historis, Alonso mendasarkan analisisnya pada
kenyataan historis yang berkaitan dengan perubahan tempat tinggal
penduduk di dalam kota. Teori historis dari Alonso dapat digambarkan
sebagai berikut.

Gambar 2.7
Teori Historis
Berdasarkan teori-teori mengenai struktur ruang maka, ada 3 bentuk
struktur ruang kota jika ditinjau dari pusat pelayanan, yaitu :
a. Monocentric city
Monocentric city adalah kota yang belum berkembang pesat,
jumlah penduduknya belum banyak, dan hanya mempunyai satu pusat
pelayanan yang sekaligus berfungsi sebagai CBD (Central Bussines
District).
b. Polycentric city
Perkembangan kota mengakibatkan pelayanan oleh satu pusat
pelayanan tidak efisien lagi. Kota-kota yang bertambah besar
membutuhkan lebih dari satu pusat pelayanan yang jumlahnya
tergantung pada jumlah penduduk kota. Fungsi pelayanan CBD
diambil alih oleh pusat pelayanan baru yang dinamakan sub pusat kota
(regional centre) atau pusat bagian wilayah kota. Sementara itu, CBD
secara berangsur-angsur berubah dari pusat pelayanan retail (eceran)
menjadi kompleks kegiatan perkantoran komersial yang daya
jangkauan pelayanannya dapat mencakup bukan wilayah kota saja,
tetapi wilayah sekeliling kota yang disebut juga wilayah pengaruh
kota.
CBD dan beberapa sub pusat kota atau pusat bagian wilayah
kota (regional centre) akan membentuk kota menjadi polycentric
city atau cenderung seperti multiple nuclei city yang terdiri dari:
 CBD, yaitu pusat kota lama yang telah menjadi kompleks
perkantoran
 Inner suburb (kawasan sekeliling CBD), yaitu bagian kota yang
tadinya dilayani oleh CBD waktu kota belum berkembang dan
setelah berkembang sebagian masih dilayani oleh CBD tetapi
sebagian lagi dilayani oleh sub pusat kota
 Sub pusat kota, yaitu pusat pelayanan yang kemudian tumbuh
sesuai perkembangan kota
 Outer suburb (pinggiran kota), yaitu bagian yang merupakan
perluasan wilayah kegiatan kota dan dilayani sepenuhnya oleh sub
pusat kota
 Urban fringe (kawasan perbatasan kota), yaitu pinggiran kota yang
secara berangsur-angsur tidak menunjukkan bentuk kota lagi,
melainkan mengarah ke bentuk pedesaan (rural area)

c. Kota metropolitan
Kota metropolitan adalah kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota
satelit yang terpisah cukup jauh dengan urban fringe  dari kota tersebut,
tetapi semuanya membentuk satu kesatuan sistem dalam pelayanan
penduduk wilayah metropolitan.
Adapun model struktur ruang apabila dilihat berdasarkan pusat –
pusat pelayanannya diantaranya:
 Mono centered, terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat yang
tidak saling terhubung antara sub pusat yang satu dengan sub pusat
yang lain.
 Multi nodal, terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat dan sub
sub pusat yang saling terhubung satu sama lain. Sub sub pusat
selain terhubung langsung dengan sub pusat juga terhubung
langsung dengan pusat.
 Multi centered, Terdiri dari beberapa pusat dan sub pusat yang
saling terhubung satu sama lainnya.
 Non centered, pada model ini tidak terdapat node sebagai pusat
maupun sub pusat. Semua node memiliki hirarki yang sama dan
saling terhubung antara yang satu dengan yang lainnya.
Gambar 2.8
Tipologi Struktur Ruang

Pusat kota merupakan pusat dari segala kegiatan kota antara lain
politik, sosial budaya, ekonomi, dan teknologi. Jika dilihat dari fungsinya,
pusat kota merupakan tempat sentral yang bertindak sebagai pusat
pelayanan bagi daerah-daerah di belakngnya, mensuplainya dengan
barang-barang dan jasa-jasa pelayanan, jasa-jasa ini dapat disusun menurut
urutan menaik dan menurun tergantung pada ambang batas barang
permintaan. Pusat kota terbagi dalam dua bagian:
1. Bagian paling inti (The Heart of The Area) disebut RBD (Retail
Business District), Kegiatan dominan pada bagian ini antara lain
department store, smartshop, office building, clubs, hotel, headquarter
of economic, civic, political.
2.   Bagian diluarnya disebut WBD (Whole Business District) yang
ditempati oleh bangunan yang diperuntukkan untuk kegiatan ekonomi
dalam jumlah yang besar antara lain pasar dan pergudangan.

Sedangkan pengertian sub pusat pelayanan kota adalah suatu pusat


yang memberikan pelayanan kepada penduduk dan aktivitas sebagian
wilayah kota, dimana ia memiliki hirarki, fungsi, skala, serta wilayah
pelayanan yang lebih rendah dari pusat kota, tetapi lebih tinggi dari pusat
lingkungan.

LANGKAH PERUMUSAN

Input Peta Jenis dan Skala Pelayanan


Peta Jaringan Jalan

Metode Overlay

Proses Menghitung Jumlah Kebutuhan Fasiltas


Menentukan Jenis Fasilitas

Output Peta Struktur Ruang

Langkah langkah membuat struktur ruang


a. Menentukan lokasi pusat pelayanan dan skala pelayanan

Menandai letak eksisting pelayanan apa saja yang ada di kota,


termasuk jenis pelayanannya. Kemudian tentukan besarnya skala
pelayanan.
Jenis – jenis pusat pelayanan dapat berupa :
a. fasilitas pendidikan,
b. fasilitas kesehatan
c. fasilitas niaga
d. ruang terbuka hijau
Skala pelayanan :
a. Skala Regional : mencakup di dalam dan di luar kota
b. Skala Kota : mencakup di dalam kota
c. Skala lokal : mencakup lingkungan di dalam kota

b. Menentukan sistem jaringan prasarana


Sistem jaringan prasarana kota dibentuk oleh sistem jaringan
transportasi sebagai sistem jaringan prasarana utama dan
dilengkapi dengan sistem jaringan prasarana lainnya. Salah satu
jaringan prasarana adalah jaringan jalan.

Jenis jalan :
a. Jalan Arteri
b. Jalan Kolektor
c. Jalan Lokal
d. Jalan Lingkungan

c. Menyesuaikan syarat lokasi pusat pelayanan dan prasarana sesuai


dengan kriteria. Lokasi pusat pelayanan tidak boleh sembarang,
harus sesuai dengan kriteria. Begitu juga prasarananya.

d. Mengintegrasikan pusat pelayanan dengan prasarana

Setelah pusat pelayanan dan prasarana sesuai dengan kriteria,


perhatikan keterkaitan antara pusat pelayanan dan prasarana.
Apakah pusat pelayanan dengan prasarana saling terkait? Apakah
pusat pelayanan aksesibel?
2.5 TEORI POLA RUANG
Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan
ruang untuk fungsi budi daya. Rencana pola ruang suatu wilayah memiliki
beberapa fungsi yaitu :

a. sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonmi


masyarakatnya
b. mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang.
c. sebagai dasar penyusunan indikasi program utama jangka menengah
lima tahunan untuk 20 (dua puluh) tahun.
d. sebagai dasar pemberian izin pemanfaatan ruang pada wilayah kota.

Dalam rencana Pola ruang wilayah kota ada beberapa rumusan yang
dapat mengatur mengenai peruntukan ruang disebuah wilayah yaitu:

a. Kebijakan dan startegi penataan ruang wilayah


b. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah dan kota
c. Kebutuhan ruang utuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi dan
lingkungan
d. Ketentuan undang-undang yang terkait
Setelah dapat rumusan yang mengatur mengenai perunukkan pola
ruang, maka harus menetahui bahwa kriteria pola ruang adalah:
a. Merujuk rencana pola ruang wilayah yang ditetapkan RTRWN
b. Memperhatikan rencana pola ruang wilayah kabupaten/kota yang
berbatasan
c. Memperhatikan mitigas bencana pada wilayah kota
d. Memperhatikan kepentingan keamanan
e. Menyediakan RTH minimal 30 % dari luas wilayah kota
f. Menyediakan ruang untuk kegiatan sektor informal
g. Menyediakan ruang terbuka non hijau untuk menampung kegiatan
sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat kota.
h. Jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu
perencanaan pada wilayah kota bersangkutan.
i. Mengacu pada klasifikasi pola ruang wilayah kota yang terdiri atas
kawasan lindung dan kawasan budi daya.
 Kawasan lindung
Kawasan lindung terdiri atas hutan lindung yang mana
memperhatikan :
 kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
kawasan bawahannya, yang meliputi kawasan
bergambut dan kawasan resapan air.
 kawasan perlindungan setempat, yang meliputi
sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar
danau atau waduk, kawasan sekitar mata air.
 ruang terbuka hijau (RTH) kota, yang antara lain
meliputi taman RT, taman RW, taman kota dan
permakaman.
 kawasan suaka alam dan cagar budaya.
 kawasan rawan bencana alam, yang meliputi kawasan
rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang
dan kawasan rawan banjir. Dan
 Kawasan Budi daya
Hampir sama dengan kawasan lindung, kawasan budidaya
terdiri atas:
 kawasan perumahan yang dapat dirinci, meliputi
perumahan dengan kepadatan tinggi, perumahan dengan
kepadatan sedang, dan perumahan dengan kepadatan
rendah.
 kawasan perdagangan dan jasa, yang diantaranya terdiri
atas pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko
modern.
 kawasan perkantoran yang diantaranya terdiri atas
perkantoran pemerintahan dan perkantoran swasta.
 kawasan industri, yang meliputi industri rumah
tangga/kecil dan industri ringan.
 kawasan pariwisata, yang diantaranya terdiri atas
pariwisata budaya, pariwisata alam, dan pariwisata
buatan.
 kawasan ruang terbuka non hijau.
 kawasan ruang evakuasi bencana meliputi ruang terbuka
atau ruang-ruang lainnya yang dapat berubah fungsi
menjadi melting point ketika bencana terjadi.
 kawasan peruntukan ruang bagi kegiatan sektor
informal.
 kawasan peruntukan lainnya, meliputi antara lain:
pertanian, pertambangan (disertai persyaratan yang
ketat untuk pelaksanaan penambangannya), pelayanan
umum (pendidikan, kesehatan, peribadatan, serta
keamanan dan keselamatan), militer, dan lain-lain
sesuai dengan peran dan fungsi kota.

Rencana pola ruang wilayah kota harus dapat mengikuti peraturan


perundangan-undangan mulai dari sistem jaringan prasarana utama dan
sungai. Dalam melakukan penetuan pola ruang dari segi pemetaan, pola
ruang yang mengatur dalam segi wilayah pesisir dan kelautan harus perlu
dilengkapi dengan peta batimetri untuk melihat wilayah kota yang terkena
pola ruang itu sendiri. Rencana pola ruang juga membahas tentang ruang
untuk laut, udara serta daratan yang terdapat dalam peraturan perundang-
undangan.
2.6 TEORI PEDESAAN

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2005, bahwa desa


merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat stempat berdasrkan asal-usul dan adat istiadat yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Menurut Koentjaraningrat desa adalah suatu komunitas kecil yang


menetap secara tetap di suatu tempat, masyarakat desa itu sendiri
mempunyai karakteristik seperti yang dikemukakan oleh Roucek dan
Warren mereka menggambarkan karakteristik masyarakat desa sebagai
berikut:

 Besarnya peranan kelompok primer


 Faktor geografis menentukan dasar pembentukan kelompok atau
asosiasi
 Hubungan lebih bersifat akrab dan langgeng
 Homogen
 Keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi
 Populasi anak dalam proporsi yang lebih besar.

Pola pemukiman penduduk suatu desa merupakan suatu aspek yang


dapat menggambarkan dengan jelas bagaimana keterkaitan antara struktur
phisik desa dengan pola kehidupan internal masyarakatnya. Menurut P.H
Landis membagi menjadi empat pola pemukiman penduduk yaitu
(Rahardjo, 2010 : 98-99) :

a. The Farm Village Type (FVT)


Pola pemukiman ini biasanya para keluarga petani atau penduduk
tinggal bersama-sama dan berdekatan di suatu tempat dengan lahan
pertanian berada di luar lokasi pemukiman.
b. The Nebulous Farm Type (NFT)
Pola ini hampir sama dengan pola FVT bedanya disamping ada
yang tinggal bersama disuatu tempat terdapat penduduk yang tinggal
tersebar di luar pemukiman itu, lahan pertanian juga berada di luar
pemukiman itu.

c. The Arranged Isolated Farm Type (AIFT)


Pola pemukiman ini dimana penduduknya tinggal disekitar
jalan dan masing-masing berada di lahan pertanian mereka dengan
suatu trade center di antara mereka.

d . The Pure Isolated Farm Type (PIFT)


Pola pemukiman ini penduduknya tinggal dalam lahan pertanian
mereka masing-masing terpisah dan berjauhan satu sama lain dengan
suatu trade center.

Pola hidup masyarakat tidak hanya menyangkut lapangan pekerjaan


pendidikan dan kehidupan keluarga belaka, tetapi juga meliputi
keorganisasian masyarakat sosial, upacara dan adat istiadat yang berlaku
serta kehidupan keragamaan, namun dalam suatu masyarakat atau desa
terdapat beberapa pola hidup. Penduduk masyarakat di suatu desa diduduki
oleh kaum petani yang merupakan pencaharian utama mereka dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari serta sebagian untuk kepentingan sosial.
2.7 TEORI KEBENCANAAN

Menurut Bakornas PB (2007), bencana terjadi jika ada ancaman yang


muncul dengan kondisi kerentanan yang ada secara sederhana hubungan
ancaman dan kerentanan dapat digambarkan sebagai berikut.

Ancaman
adalah suatu kejadian
atau peristiwa yang berpotensi menimbulkan kerusakan, kehilangan jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, dan menimbulkan dampak suatu kondisi
yang ditentukan oleh psikologis. Kerentanan adalah suatu kondisi yang
ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi dan
sosial budaya dan lingkungan yang mengakibatkan peningkatan
kerawanan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana (Bakornas
PB, 2007).

Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami


(suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor)
dan aktivitas manusia. Kerugian yang terjadi dalam bidang keuangan dan
struktural, bahkan sampai kematian yang disebabkan karena
ketidakberdayaan manusia akibat kurang baiknya manajemen keadaan
darurat. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk
mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka.
Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi
(hazard) serta memiliki kerentanan/ kerawanan (vulnerability) yang juga
tinggi tidak akan memberi dampak yang hebat/ luas jika manusia yang
berada di sana memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster resilience).
Konsep ketahanan bencana merupakan evaluasi kemampuan sistem dan
infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah & menangani
tantangan-tantangan serius yang hadir. Meskipun daerah tersebut rawan
bencana dengan jumlah penduduk yang besar jika diimbangi dengan
ketahanan terhadap bencana yang cukup akan meminimalisir dampak
yang di timbulkan akibat bencana (Hilman, 2007).
Menurut Depkes RI (2007), bencana dapat dikelompokkan menjadi
bencana alam dan bencana non alam, yaitu bencana yang disebabkan oleh
perbuatan manusia. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan tingginya
risiko bencana baik yang disebabkan oleh faktor alam maupun non alam
antara lain :
a) Kondisi alam serta perbuatan manusia dapat menimbulkan bahaya bagi
makluk hidup, yang dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi,
bahaya hidrometeorologi, bahaya biologi, bahaya teknologi dan
penurunan kualitas lingkungan.
b) Kerentanan yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-
elemen di dalam suatu wilayah yang berisiko bencana.
c) Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat.
Dengan beragamnya faktor penyebab bencana serta luasnya ruang
lingkup dan dimensi bencana sesuai UU No 24 Tahun 2007, maka
dibutuhkan keterlibatan beragam keahlian dalam upaya mengatasi dan
pengurangan risiko bencana, mulai dari keilmuan sosial menyangkut
kelembagaan, organisasi, pemberdayaan keluarga dan masyarakat, sampai
di bidang teknik dan ahli dinamika model dan analisis system ( Depkes RI,
2007).
Dalam upaya mengatasi bencana, a.
a. Prediction
Dalam fase ini, dilakukan kegiatan mitigasi dan kesiapsiagaan
melalui langkah-langkah struktural dan non-struktural. Langkah
structural yaitu langkah yang dilakukan untuk mengurangi dampak
buruk dari bencana alam, kerusakan lingkungan dan bencana
teknologi. Sedangkan langkah non-struktural yaitu tindakan yang
diambil pada saat awal terjadi bencana untuk memastikan respon yang
efektif terhadap dampak bahaya, termasuk peringatan dini yang efektif
dan tepat waktu, serta evakuasi sementara penduduk dan barang dari
lokasi terancam bencana.

b. Warning
Fase ini mengacu pada penyediaan informasi yang efektif dan tepat
waktu melalui lembaga-lembaga yang terpercaya, agar individu dapat
mengambil tindakan untuk menghindari atau mengurangi risiko dan
mempersiapkan respon yang efektif.
c. Emergency relief
Pemberian bantuan atau pertolongan selama atau segera setelah
bencana terjadi untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan yang
Penentuan mendasar orang-orang yang terkena. Hal ini dapat langsung
dalam jangka pendek atau jangka panjang.
d. Rehabilitation
Fase ini mencakup keputusan dan tindakan yang diambil setelah
bencana dengan tujuan untuk memulihkan atau memperbaiki kondisi
kehidupan masyarakat serta mendorong dan memfasilitasi penyesuaian
yang diperlukan untuk mengurangi risiko bencana.
e. Reconstruction
Fase ini mencakup semua kegiatan yang penting dilakukan dalam
jangka panjang yaitu fase prediksi berupa mitigasi dan kesiapsiagaan,
fase respon terhadap peringatan dan pemberian bantuan darurat, serta
fase pemulihan berupa rehabilitasi dan rekonstruksi.
Secara garis besar, terdapat empat fase menajemen bencana yaitu :
a. Fase Mitigasi adalah upaya memperkecil dampak negatif bencana,
contohnya zonasi dan pengaturan bangunan(building codes), analisis
kerentanan, pembelajaran public.
b. Fase Preparadness adalah merencanakan bagaimana menanggapi
bencana, contohnya merencanakan kesiagaan, latihan keadaan darurat,
system peringatan.
c. Fase Respon adalah upaya memperkecil kerusakan yang disebabkan
oleh bencana. Contohnya pencarian, pertolongan, tindakan darurat.
d. Fase Recovery adalah mengembalikan masyarakat ke kondisi normal,
contohnya perumahan sementara, bantuan keuangan, dan perawatan
kesehatan.
2.7 TEORI TRANSPORTASI
Transportasi merupakan usaha dan kegiatan mengangkut atau
membawa barang dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dalam penjelasan
tentang ilmu transportasi, bahwa alat pendukung transportasi mencakup
beberapa unsur yaitu:

a. Ruang untuk bergerak


b. Tempat awal/akhir pergerakan
c. Yang bergerak (alat angkut/kendaraan dalam bentuk apapun)
d. Pengelolaan yang mengkoordinasi ketiga unsur sebelumnya

Menurut Abbas, bahwa transportasi sebagai dasar dan perkembangan


masyarakat serta pertumbuhan industri. Dengan adanya transportasi, maka
akan menyebabkan adanya pembagian pekerjaan menurut budaya, adat
istiadat. Dalam transportasi terlihat dua unsur yang terpenting yaitu:

a. Pemindahan atau pergerakan


b. Secara fisik mengubah tempat dari barang dan penumpang ke tempat
lain.
Dalam transportasi, ada bebarapa fungsi yang harus dipelajari lebih
lanjut yaitu mulai dari angkutan penumpang dan kendaraan umum serta
kendaraan pribadi.
Menurut Nur Nasution, bahwa transportasi umum yang menghasilkan
jasa pelaynan ransportsi kepada masyarkat pemakai jaa angkutan, maka
pada prinsipnya ada 4 fungsi prduk jasa transportasi yang aman, tertib, dan
teratur, nyaman, dan ekonomis.
Dalam mewujudkan keempat fungsi transportasi, maka harus dapat
melakukan manajeman transportasi yaitu :
a. Merencanakan kapasitas dan jumlah armada
b. Merencanakan jaringan trayek/lintas/rute
Dalam konsep transportasi, sistem pergerakan (traffic flow) muncul
karena adanya aktivitas dan diduung oleh ketersediaan fasilitas dan
infrastruktur yang berupa sistem jaringan. Sistem jaringan ini meliputi jaan
raya, rel kereta api, terminal, stasiun, pelabuhan, dan bandara.
Sistem kelembagaan yang berkaitan dengan sistem transportasi
meliputi aspek legal(kesesuaian UU, peraturan pemerintah, RTRW,
maupun kebijakan insentif dan disintensif), aspek organisasi (organisasi
pemerintah, masyarakat, maupun swastadalam penyelenggaraan
transportasi) serta aspek sumber daya manusi.
Keterkaitan antara sistem jaringan, pergerakan, dan aktivitas dalam
sistem transportasi dapat dinyatakan dengan makin tingginya kualitas dan
kuantitas sistem kegiatan dan sistem jaringan, makin tinggi ula kuantitas
dan kualitas pergerkan yang dihasilkan.
Gambar 2.9
Sistem Transportasi

Sistem aktivitas Sistem Jaringan


Sistem
kelembaga
an Sistem
pergerakan

Sistem lingkungan
Dalam sistem transportasi, terminal merupakan titik simpul dari
berbagai angkutan, sebagai titik perpindahan penumpang, dan berbagai
moda ke suatu moda. Dalam konsep ini, terminal banyak dihubungkan
dengan berbagai fungsi yang dapat ditinjau berdasrkan fungsi terminal
transportasi jalan raya yaitu:
a. Titik konsentrasi penumpang dan segala arah yang berkumpul atau
menuju ke sana, karena tujuan perjalanan di sekitar terminal atau yang
akan berganti kendaraan;
b. Titik dispersi, yaitu tempat penyebaran penumpang ke segala arah
tujüan kota atau luar kota, atau ke beberapa tujuan khusus seperti
bandara, stasiun KA dsb;
c. Titik tempat penumpang berganti moda angkutan
d. Pusat pelayanan penumpang untuk naik dan turun kendaraan,
menunggu, membeli karcis dan beberapa keperluan yang
bersangkutan dengan petjalanan; dan
2.8 TEORI DAERAH ALIRAN SUNGAI

Berdasarkan Permen PU 2013 bahwa Daerah Alira Sungai adalah


daerah yang dibatasi oleh punggung-punggung/pegunungan dimana air
hujan yang jatuh didaerah tersebut akan mengalir menuju sungai utama
pada suatu titik yang ditinjau atau suatu wilayah yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau
atau ke laut secara alami, yang batas didarat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan.

Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan


timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan
segala aktivitasnyaagar terwujudnya kelestarian dan keserasian ekosistem
serta meningkatkan kemanfaatan sumer daya alam bagi manusi secara
berkelanjutan.

Dalam perencanaan dan pengelolan DAS dibutuhkan parameter-


parameter yang mendukung karakteristik fisik DAS yaitu mulai dari
keadaan morfometri, topografi, tanah, geologi, vegetasi, penggunaan
lahan, hidrologi dan manusia. Dengan adanya perencanaan terhadap
parameter ini akan dapat menjadi referensi dalam melakukan pendekatan
perencanaan, pelaksanaan atau pemantauan, dan evaluasi pengelolaan
DAS secara efektif dan efisien, sehingga dapat mengurangi terjadinya
bencana alam seperti tanah longsor, banjir bandang, dan bencana geologis.

Dalam melakukan pengelolaan DAS, ada 3 sasaran utama yang dapat


dicapai dalam pengelolaan DAS yaitu sebagai berikut :

a. Rehabilitasi Lahan terlantar atau laha yang masih produktif


b. Perlindungan terhadap lahan-lahan yang umumnya sensitif terhadap
terjadinya erosi atau tanah longsor
c. Peningkatan atau pengembangan sumber daya terutama sumber daya
air
Berdasarkan pengelolaan DAS diatas, maka kegiatan-kegiatan
pengelolaan DAS akan dapat dibagi sesuai dengan peruntannya seperti
seluruh wilayah DAS dibagi menjadi beberapa tipe tat guna lahan utama
seperti hutan, pertanian, perkebunan, pertambangan, transportasi serta
permukiman.
Dari sasaran utama terhadap pengelolaan DAS, maka tujuan yang dapat
dicapai yaitu:
a. Terjaminnya pemanfaatan sumber daya alam skala DAS secara
berkelanjutan
b. Tercapainya keseimbangan ekologis
c. Terjaminnya kuantitas dan kualitas air sepanjang tahun
d. Pengendalian banjir dan aliran permukaan
e. Pengendalian erosi tanah dan proses degradasi lahan

Gambar 2.10
Daerah Aliran Sungai

Anda mungkin juga menyukai