Anda di halaman 1dari 5

Tabel 2.

1 Hasil Pengamatan Perubahan Kimiawi yang Terjadi selama


Penyimpanan pada Buah Salak
Kelompo Perlakuan Hari pH Padatan
k ke- Terlarut
(oBrix)
Penyimpanan tanpa 0 3,37 12,13
4 3,24 12,00
kemasan pada suhu ruang
7 3,08 11,53
Pengemasan dengan plastik 0 3,28 11,93
4 3,39 11,60
PE hitam dan penyimpanan
1 7 3,18 11,30
pada suhu ruang
Pengemasan dengan plastik 0 3,29 11,93
4 3,30 11,40
PE putih dan penyimpanan
7 3,12 11,13
pada suhu ruang
Sumber: W. Trisnawati dan Rubiyo, 2004; dan Sri Alam, S. N., 2011.
Berdasarkan Tabel 2.1 diperoleh data yaitu besaran pH dan padatan terlarut
pada sampel buah salak (kelompok 1). Terdapat tiga perlakuan yang diberikan
pada tiap-tiap sampel yaitu penyimpanan tanpa kemasan pada suhu ruang,
penyimpanan dengan pengemasan plastik PE hitam pada suhu ruang, dan
penyimpanan dengan pengemasan plastik PE putih pada suhu ruang. Pengamatan
dilakukan pada hari ke-0, 4, dan 7. Pada sampel buah salak dengan perlakuan
penyimpanan tanpa kemasan pada suhu ruang diperoleh hasil pH pada hari ke 0,
4, dan 7 berturut-turut sebesar 3,37; 3,24; dan 3,08 sedangkan untuk padatan
terlarut pada hari ke 0, 4, dan 7 berturut-turut sebesar 12,13; 12,00; dan 11,53.
Sampel salak pada perlakuan penyimpanan dengan pengemasan plastik PE hitam
pada suhu ruang diperoleh hasil bahwa pH pada hari ke 0, 4, dan 7 berturut-turut
sebesar3,28; 3,39; dan 3,18 sedangkan untuk padatan terlarut pada hari ke 0, 4,
dan 7 berturut-turut sebesar 11,93; 11,60; dan 11,30. Pada sampel salak dengan
perlakuan penyimpanan dengan pengemasan plastik PE putih pada suhu ruang
diperoleh hasil yaitu pH pada hari ke 0, 4, dan 7 berturut-turut sebesar3,29; 3,30;
dan 3,12 sedangkan untuk padatan terlarut pada hari ke 0, 4, dan 7 berturut-turut
sebesar 11,93; 11,40; dan 11,13.
Berdasarkan Tabel 2.1, dapat diketahui bahwa pH sampel salak dengan
perlakuan penyimpanan tanpa kemasan pada suhu ruang mengalami penurunan
pada hari ke-0 hingga hari ke-7. Hasil ini sudah sesuai dengan teori karena
menurut Silaban (2013), semakin lama penyimpanan buah maka kadar pH akan
semakin rendah karena terbentuknya asam dan adanya reaksi spontan antara CO 2
dengan H2O. Gas CO2 terbentuk karena penguraian sukrosa menjadi unit-unit
yang lebih sederhana karena aktivitas mikroba dalam proses fermentasi.
Sedangkan sampel salak dengan perlakuan penyimpanan dengan pengemasan
plastik PE hitam pada suhu ruang dan perlakuan penyimpanan dengan
pengemasan plastik PE putih pada suhu ruang, sama-sama mengalami
peningkatan kadar pH pada hari ke-4 serta sama-sama mengalami penurunan
kadar pH pada hari ke-7. Hasil ini kurang sesuai dengan teori karena menurut
Eskin et al. (1971), penggunaan plastik PE sebagai pengemas dapat
mempengaruhi prosentase O2 dalam plastik yaitu akan menurun sedangkan gas
CO2 akan bertambah banyak sehingga menyebabkan proses respirasi menjadi
aerobik dan terbentuk zat-zat yang dapat menguap seperti alkohol dan CO 2.
Meningkatnya kadar CO2 akan meningkatkan pembentukan asam-asam dalam
siklus Krebs sehingga akan semakin meningkatkan nilai pH. Oleh karena itu,
sampel salak dengan perlakuan penyimpanan dengan pengemasan plastik PE
hitam pada suhu ruang dan perlakuan penyimpanan dengan pengemasan plastik
PE putih pada suhu ruang harusnya mengalami peningkatan kadar pH dari hari ke-
0 hingga hari ke-7. Ketidaksesuaian ini dapat diakibatkan oleh adanya aktivitas
bakteri pemecah gula yang menghasilkan asam, seperti bakteri Acetobacter,
Clostridium, Propionibacteriun, dan Bacillus yang menyebabkan peningkatan
total asam pada sampel salak sehingga sampel salak mengalami penurunan kadar
Ph (Kumalaningsih dan Hidayat, 1995).
Sedangkan untuk nilai TPT, berdasarkan Tabel 2.1, dapat diketahui bahwa
nilai TPT sampel salak pada semua perlakuan mengalami penurunan dari hari ke-
0 hingga hari ke-7. Hasil ini sudah sesuai dengan pernyataan dari Matto et al.
(1986), yaitu nilai TPT buah salak akan meningkat dengan cepat ketika buah
mengalami pematangan dan akan terus menurun seiring dengan lama
penyimpanan. Penurunan nilai TPT selama penyimpanan disebabkan karena kadar
gula-gula sederhana pada daging buah salak mengalami perubahan menjadi
alkohol, aldehida, dan asam amino. Semakin lama penyimpanan maka komponen
gula yang terurai akan semakin banyak sehingga gula yang merupakan komponen
utama bahan total padatan terlarut semakin menuurut dan nilai total padatan
terlarut juga akan semakin menurun.
Tabel 2.2 Hasil Pengamatan Perubahan Kimiawi yang Terjadi selama
Penyimpanan pada Buah Salak
Kelompo Perlakuan Hari pH Padatan
k ke- Terlarut
(oBrix)
Penyimpanan tanpa 0 4,71 3,67
5 4,80 5,13
kemasan pada suhu ruang
10 4,86 4,13
Pengemasan dengan plastik 0 4,18 6,80
2 4,16 7,05
PE hitam dan penyimpanan
2 4 4,40 7,40
pada suhu ruang
Pengemasan dengan plastik 0 4,17 3,95
3 4,30 4,15
PE putih dan penyimpanan
6 4,58 4,00
pada suhu ruang
Sumber: Idris et al., 2013; Iflah dkk., 2012; dan Tarigan dkk., 2016.
Berdasarkan Tabel 2.2 diperoleh data yaitu besaran pH dan padatan terlarut
pada sampel buah tomat (kelompok 2). Terdapat tiga perlakuan yang diberikan
pada tiap-tiap sampel yaitu penyimpanan tanpa kemasan pada suhu ruang,
penyimpanan dengan pengemasan plastik PE hitam pada suhu ruang, dan
penyimpanan dengan pengemasan plastik PE putih pada suhu ruang. Pada sampel
buah tomat dengan perlakuan penyimpanan tanpa kemasan pada suhu ruang
diperoleh hasil pH pada hari ke 0, 5, dan 10 berturut-turut sebesar 4,71; 4,80; dan
4,86 sedangkan untuk padatan terlarut pada hari ke 0, 5, dan 10 berturut-turut
sebesar 3,67; 5,13 dan 4,13. Sampel tomat pada perlakuan penyimpanan dengan
pengemasan plastik PE hitam pada suhu ruang diperoleh hasil bahwa pH pada hari
ke 0, 2, dan 4 berturut-turut sebesar 4,18; 4,16 dan 4,40 sedangkan untuk padatan
terlarut pada hari ke 0, 2, dan 4 berturut-turut sebesar 6,80; 7,05 dan 7,40. Pada
sampel tomat dengan perlakuan penyimpanan dengan pengemasan plastik PE
putih pada suhu ruang diperoleh hasil yaitu pH pada hari ke 0, 3, dan 6 berturut-
turut sebesar 4,17; 4,30 dan 4,58 sedangkan untuk padatan terlarut pada hari ke 0,
3, dan 6 berturut-turut sebesar 3,95; 4,15 dan 4,00.
Pada Tabel 2.2 dapat diketahui bahwa buah tomat pada perlakuan
penyimpanan dengan pengemasan plastik PE hitam di suhu ruang pada hari ke-2
mengalami penurunan nilai pH yang awalnya 4,18 menjadi 4,16 sedangkan
perlakuan penyimpanan yang lain semakin lama waktu penyimpanan nilai pH
mengalami kenaikan. Hasil ini tidak sesuai dengan teori. Menurut Silaban (2013),
semakin lama penyimpanan buah maka kadar pH akan semakin rendah karena
terbentuknya asam dan adanya reaksi spontan antara CO 2 dengan H2O. Gas CO2
terbentuk karena penguraian sukrosa menjadi unit-unit yang lebih sederhana
karena aktivitas mikroba dalam proses fermentasi. Penyimpangan ini dapat terjadi
akibat dari adanya kontaminasi lingkungan, keadaan buah yang tidak baik, dan
suhu yang ruangan yang tidak stabil.
Berdasarkan Tabel 2.2 dapat diketahui bahwa buah tomat pada semua
perlakuan penyimpanan semakin lama waktu penyimpanan maka nilai TPT akan
meningkat kecuali pada penyimpanan tanpa kemasan di suhu ruang pada hari ke-
10 mengalami penurunan nilai TPT yang awalnya 5,13 menjadi 4,13. Hail ini
kurang sesuai dengan teori. Menurut Kays (1991), semakin lama komoditi
pertanian (buah-buahan) disimpan, maka TPT akan semakin tinggi. Hal ini diduga
karena selama proses pematangan kandungan gula dalam tomat terus meningkat.
Menurut Wills, et. al., (2007), kecenderungan yang umum terjadi pada buah
selama penyimpanan adalah kenaikan kandungan gula yang kemudian disusul
dengan penurunan kandungan gulanya. Perubahan kadar gula reduksi tersebut
mengikuti pola respirasi buah. Baldwin (1999), menyebutkan bahwa buah yang
tergolong klimaterik respirasinya akan meningkat pada awal penyimpanan dan
setelah itu menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun seiring dengan
lamanya penyimpanan.

Daftar Pustaka
Baldwin, EA. 1999. Edible Coating for Fresh Fruit and Vegetables: past, present
and future. Technomic Pub. CO. Inc. Lancaster.
Eskin, N. A. M., H. M. Henderson., dan R. J. Townsend. 1971. Biochemistry of
Food. Academic Press. New York.
Idris, Yousif Mohamed Ahmed., Yousif Ahmed Ibrahim., dan Abdalbasit Adam
Mariod. 2013. Color of Dehydrated Tomato: Effects of Gum Arabic.
International Journal of Food Properties 16: 838-851.
Iflah, T., 2012. PENGARUH KEMASAN STARCH-BASED PLASTICS (BIOPLASTIK)
TERHADAP MUTU TOMAT DAN PAPRIKA SELAMA PENYIMPANAN
DINGIN. Journal of Agroindustrial Technology, 22(3).
Kays, S. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Product. AVI Book.
New York.
Kumalaningsih, S dan Hidayat, N. 1995. Mikrobiologi Hasil Pertanian. Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Malang
Matto AK, Murata T, Pantastico ErB, Chachin K, dan Phan CT. 1986.
Perubahan-Perubahan Fisikokimiawi Selama Pertumbuhan Organ-Organ
Penimbun. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Silaban, Sulastri Diana, Erma Prihastanti, dan Endang Saptiningsih. 2013.
Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Total Asam,
Kadar Gula, serta Kematangan Buah Terung Belanda (Cyphomandra
betacea Sent.). Jurnal Buletin Anatomi dan Fisiologi. 21(1): 55-63.
Tarigan, N.Y.S., Utama, I.M.S. and Kencana, P.D., 2016. Mempertahankan mutu buah
tomat segar dengan pelapisan minyak nabati. Jurnal BETA (Biosistem dan Teknik
Pertanian), 4(1).
Wills R., Mc Glasson B., Graham D., dan Joyce D. 2007. Postharvest, an
introduction to the physiology and handling of fruits, vegetables and
ornamentals: 4th ed. UNSW Press. Australia.

Anda mungkin juga menyukai