Anda di halaman 1dari 15

A.

Sejarah Latar Belakang Pemberontakan PKI Madiun 1948

Peristiwa diawali dengan aksi saling culik menculik dan pembunuhan keji tanpa kejelasan
siapa pihak yang pertama kali memulainya. Korban pun berjatuhan, mulai dari pemimpin
agama, perwira TNI, perwira polisi, dan juga anggota ponpres di Madiun.

Selanjutnya pada tanggal 10 September 1948, massa pengikut PKI di daerah Ngawi mencegat
serta menghadang RM Suryo yang memakai mobil Gubernur Jawa Timur RM Ario Soerjo
beserta 2 mobil pengawal polisi. Ketiganya dibunuh dan kemudian mayat mereka dibuang ke
hutan.

Aksi penculikan dan pembunuhan keji pun terus berlanjut dan semakin banyak korban
berjatuhan. Bahkan dari golongan kiri sendiri pun juga jatuh korban yang diculik serta
dibunuh, yaitu dr. Muwardi. Alasan inilah yang menyebabkan ketidakjelasan pihak mana
yang memulai aksi kekejaman ini hingga mereka saling menuduh satu sama lain.

Kol. Marhadi yang juga menjadi korban mengakibatkan munculnya tuduhan bahwa para
pejabat dan petinggi pemerintahan Republik Indonesia saat itulah yang memulai aksi
tersebut. Bahkan Wakil Presiden Bung Hatta juga dituduh bekerja sama dengan Amerika buat
memusnahkan Partai Komunis Indonesia. Tuduhan tersebut sealur dengan pernyataan
Domino Theory yang dipaparkan Presiden Amerika Serikat saat itu, Harry S. Truman.

Truman mati-matian berusaha membasmi serta memerangi gerakan komunis di seluruh


dunia, karena menurutnya negara dengan pemerintahan atau otoritas komunis bakal
mempengaruhi negara yang berhubungannya biar jatuh ke pemerintahan komunis juga, mirip
dengan efek permainan domino.

Pada tanggal 18 September 1948 isu terbentuknya pemerintahan Front Nasional Daerah atau
FND bagi keresidenan di Madiun oleh Sumarmo disiarkan di radio walau isu tersebut
kemudian dibantah oleh Sumarmo.

Pembentukan FND adalah sebagai bentuk perlawanan terhadap ancaman yang disebarkan ke
pemerintahan pusat Republik Indonesia. Karena itulah PKI mengusulkan pembentukan Front
Demokratik Rakyat atau FDR serta negara Soviet Republik Indonesia tanggal 18 September
1948 oleh pemimpin PKI, Muso.

Gerakan itu didukung Menteri Pertahanan Indonesia saat itu, Amir Syarifuddin dan
mengakibatkan Presiden Soekarno menyatakan pidato terbuka di radio yang menyuruh rakyat
Indonesia buat memilih dirinya atau Muso.

Akibat semua itu muncullah penetapan mosi tidak percaya terhadap kabinet Amir Syarifudin
di Januari 1948 hingga Amir terpaksa pindah menjadi partai oposisi. Tanggal 26 Februari
1948, partai oposisi Amir kian kuat disertai penggabungan Partai Sosialis Indonesia atau PSI,
Pemuda Sosialis Indonesia atau Pesindo, serta banyaknya kelompok kiri dari Patuk Jawa
Tengah yang terdiri dari pasukan militer serta masyarakat sipil bernama Kelompok Diskusi
Patuk.

Penyebab Terjadinya Pemberontakan PKI Madiun 1948

Diawali dengan pidato Presiden Soekarno, pemberontakan tak terelakkan lagi hingga memicu
konflik bersenjata. Peristiwa berdarah ini dikenal dengan peristiwa Madiun atau Madiun
Affairs, dan di masa Orde Baru dinyatakan sebagai pemberontakan PKI.

Berikut beberapa penyebab terjadinya pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948 lalu.

Perjanjian Renville

Perjanjian antara Indonesia yang diwakili Amir Syariffudin dan Belanda ini dianggap
menguntungkan pihak Belanda dan membuat status Indonesia menjadi makin tidak jelas.
Karena itulah banyak petinggi dan juga rakyat yang menyalahkan Amir.

Adapun isi dari Perjanjian Renville antara lain adalah:

 Wilayah Indonesia cuma diakui sebagai wilayah yang terbagi di garis Van Mook atau
Demarkasi yang merupakan garis pembatas yang dibuat Van Mook sebagai batas
kekuasaan.
 Belanda tetap punya kedaulatan atas Indonesia sebelum Republik Indonesia Serikat
terbentuk.
 Kedudukan atas Republik Indonesia Serikat bakal sejajar dengan kedudukan Kerajaan
Belanda di Uni Indonesia Belanda.
 Republik Indonesia Serikat bakal mencakup semua bagian Republik Indonesia.
 Sebelum Republik Indonesia Serikat terbentuk, Kerajaan Belanda bakal memberi
penyerahan kekuasaan pada bagian pemerintahan federal sementara.
Pengesahan serta penetapan Perjanjian Renville merugikan Indonesia, bahkan semakin
diperparah seiring masalah blokade pemerintah Belanda. Amir pun mundur dari
pemerintahan Indonesia tanggal 23 Januari 1948 yang mengakibatkan Wakil Presiden diberi
mandat oleh Presiden buat menyusun kabinet baru. Wakil Presiden Bung Hatta pun
menyusun kabinet baru tanpa mengikutsertakan golongan sosialis maupun golongan kiri.

Front Demokrasi Rakyat Dibentuk

Setelah mundur dari pemerintahan Indonesia, Amir kemudian membentuk Front Demokrasi
Rakyat atau FDR yang menyatukan komunis dengan golongan sosialis kiri. Sejak itu banyak
hal negatif terjadi hingga mengakibatkan semakin banyak masalah bermunculan di Indonesia.
Hal tersebut antara lain disebabkan karena tujuan mereka memang berusaha mengganti
sistem pemerintahan Republik Indonesia saat itu dengan membentuk gerakan baru.
Penyerangan Kawanan Buruh Dan Petani

Salah satu aksi buruk yang dilakukan kelompok tersebut antara lain adalah dengan menghasut
kaum buruh dan juga para petani agar mereka lakukan aksi mogok kerja. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya salah satu pengecaman ekonomi tanggal 5 Juli 1948 di pabrik
karung Delanggu.

Perebutan Pimpinan Kekuasaan Republik Indonesia

Penyebab terjadinya pemberontakan PKI lainnya adalah keinginan Muso selaku pimpinan
PKI untuk merebut kursi pimpinan pemerintahan Republik Indonesia serta menjadikan partai
komunis sebagai partai penguasa daerah Republik Indonesia. Mereka pun memunculkan
skema sekaligus berusaha mendeklarasikan pemerintahan Indonesia yang menganut paham
komunis.

Muso menganggap bahwa dunia terpecah dua kubu, yaitu kubu imperialis di bawah Amerika
Serikat dan kubu komunis di bawah Uni Soviet. Karena perjuangan rakyat Indonesia
merupakan perjuangan menentang imperialis, maka sudah sepatutnya Indonesia memihak
Uni Soviet.

Doktrin Baru Muncul

Muso mengeluarkan doktrin serta politik baru bernama jalan baru yang dikembangkan di
kalangan partai buruh, partai sosialis dan anggota PKI lainnya. Bahkan bersama dengan
Amir, ia mendeklarasikan pimpinan kekuasaan berada di bawah tangannya dan
memporakporandakan kepercayaan dengan menghasut hingga semua golongan saling curiga
dan bermusuhan.

Rasionalisasi Kabinet Hatta Ditolak

PKI pun juga menyerang kabinet rasionalisasi dan reorganisasi yang disusun Bung Hatta. 
Namun tanggal 2 Januari 1948, Presiden Soekarno mengeluarkan ketetapan presiden yang
menyuruh pelaksanaan gerakan rasionalisasi sebagai upaya peperangan. Isi dari ketetapan
tersebut adalah:

 Pemegang pimpinan TNI beserta staf gabungan angkatan perang dibubarkan.


 Pengangkatan staf angkatan umum perang beserta wakil.
 Penetapan panglima angkatan perang mobil yang diberikan kepada Jenderal
Sudirman.
 Pengangkatan sementara staf markas besar pertempuran.
Dikeluarkannya ketetapan presiden tersebut membuat Muso kian meradang dan menolak
rasionalisasi kabinet Hatta. Saat itu mereka didukung dua kader politik besar, PNI dan juga
Masyumi.
Tujuan Pemberontakan PKI Madiun

Di balik sejarah latar belakang pemberontakan PKI Madiun 1948, tujuan pemberontakan itu
sendiri antara lain adalah sebagai berikut:

 Penggantian Dasar Negara


PKI ingin mengganti dasar negara yang tadinya berlandaskan Pancasila menjadi komunisme.

 Pembentukan Negara Republik Soviet Indonesia


Muso selaku pimpinan PKI ingin membentuk Republik Soviet Indonesia dengan ideologi
serta dasar negara pro komunis dan soviet menggantikan kedaulatan Republik Indonesia.

 Melakukan propaganda buat mempercayai pentingnya Front Nasional


PKI dipimpin Muso bertujuan mau melakukan propaganda pada masyarakat Republik
Indonesia agar mereka mempercayai pentingnya pembentukan Front Nasional.

 Berkoalisi dengan tentara TNI


PKI bertujuan buat menjalin koalisi dengan tentara TNI dimana tentara yang terpilih mestilah
punya pengetahuan bidang politik, dibimbing opsir-opsir politik, serta punya pemikiran anti
penjajahan, dan punya visi yang sama dengan PKI.

 Melakukan penghasutan dan mempengaruhi Kaum Buruh Dan Petani


PKI berusaha mempengaruhi para buruh serta petani agar mogok kerja dan bersama-sama
melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Republik Indonesia.

 Mengumpulkan serta menghimpun massa


Tujuan pemberontakan PKI di Madiun lainnya adalah ingin mengumpulkan serta
menghimpun massa sebanyak-banyaknya biar mau bergabung dengan PKI dan melakukan
pemberontakan. 

Gagasan Utama Pemberontakan PKI Madiun

Muso mengemukakan tiga gagasan utama terkait pemberontakan PKI di Madiun, yaitu:

 Pembentukan Front Nasional buat menghimpun kekuatan komunis di bawah


pimpinan PKI.
 Pengubahan Partai Komunis Indonesia atau PKI menjadi partai tunggal Marxis-Lenin.
 Penyesuaian perjuangan PKI dengan garis perjuangan komunis internasional.
Demikianlah paparan singkat terkait sejarah latar belakang pemberontakan PKI Madiun
1948. Semoga bermanfaat ya.

B. Pengertian DI/TII
DI/TII (Darul Islam / Tentara Islam Indonesia) merupakan sebuah gerakan atau perkumpulan
organisasi yang berjuang atas nama Umat Islam yang ada di seluruh Indonesia. Nama NII
merupakan kependekan dari Negara Islam Indonesia dan kemudian banyak orang yang
mengenalnya dengan nama Darul islam atau yang biasa dikenal dengan nama DI.

Arti kata darul Islam itu sendiri ialah Rumah Islam. Jadi kesimpulan dari organisasi DI/TII
adalah tempat atau wadah bagi umat islam yang ada di Indonesia untuk menyampaikan
pendapat-pendapat mereka, supaya pendapat-pendapat tersebut bisa tertampung dan dapat
terorganisir sehingga berguna bagi umat islam di Indonesia.

Latar Belakang DI/TII Singkat


Sudah 74 tahun Indonesia mendapatkan kemerdekaan setelah dijajah oleh beberapa bangsa
asing selama tiga ratus tahun lebih. Dalam kurun waktu tersebut banyak peristiwa yang telah
terjadi, salah satunya dalam catatan adalah berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) di awal
masa kemerdekaan. Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo merupakan pendiri negara berasas
Islam tersebut. Negara Islam Indonesia yang disingkat NII atau juga dikenal dengan nama
Darul Islam atau DI yang artinya yaitu Rumah Islam adalah gerakan politik yang
dideklarasikan pada 7 Agustus 1949 oleh Kartosoewirjo di sebuah Desa Cisampah,
Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Kegiatan tersebut memiliki maksud untuk menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru
saja dideklarasikan kemerdekaannya, menjadi negara dengan agama Islam sebagai dasar
negara. Dalam proklamasi Negara Islam Indonesia menyatakan bahwa, Hukum yang berlaku
dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam, dan dalam undang-undangnya
menyebutkan bahwa, Negara berdasarkan Islam dan Hukum yang tertinggi adalah Al Quran
dan Hadits. Deklarasi Negara Islam Indonesia itu begitu jelas menyatakan keharusan negara
untuk membuat undang-undang yang didasari dengan hukum Islam, dan sangat menolak
ideologi selain Alqur’an dan Hadits Shahih.

Dalam perkembangannya, Negara Islam Indonesia menyebar di berbagai wilayah Indonesia,


terutama Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Aceh dan Kalimantan.  Setelah pembuatnya, yaitu
Kartosoewirjo ditangkap TNI dan dihukum eksekusi pada 1962, kegiatan Negara Islam
Indonesia menjadi terbelah. Namun walaupun terbelah gerakan tersebut tetap eksis secara
diam-diam meskipun dianggap sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia.

Pemberontakan DI/TII
Pada tanggal 14 Agustus 1945 menurut Alers, sesungguhnya Kartosuwirjo sudah
mendeklarasikan suatu negara Darul Islam yang merdeka. Namun setelah tanggal 17 Agustus
1945 Kartosuwirjo membela Republik Indonesia yang dideklarasikan oleh Soekarno-Hatta.
Lalu pada saat Belanda melakukan agresi militer I kepada Republik Indonesia pada tanggal
21 Juli 1947, Kartosuwirjo menggaungkan Perang suci melawan Belanda pada tanggal 14
Agustus
Kartosuwirjo bersama gerakan DI-nya awalnya mendukung Republik dalam perjuangan
melawan Belanda. Akan tetapi ketika Indonesia melakukan perjanjian Renville dengan pihak
Belanda, Darul Islam kembali bergejolak sebagai reaksi negatif dari adanya persetujuan akan
perjanjian Renville pada bulan Januari 1948. Menurut perjanjian yang tertulis itu pasukan
TNI harus ditarik dari dari daerah Jawa Barat yang terletak dibelakang garis demarkasi Van
Mook. Akan tetapi sekitar 4000 pasukan Hisbullah dibawah pimpinan Kartosuwirjo, bekas
anggota PSII sebelum perang dan bekas anggota Masyumi menolak untuk berhijrah.

Reaksi keras dari Pihak Kartosuwirjo yang menentang hasil perjanjian Renville itulah yang
dianggap sebagai sebuah pemberontakan, dikarenakan sebagai warga negara, Kartosuwirjo
beserta pasukannya dapat menerima dan menjalankan hasil dari perjanjian Renville sendiri.
Bukan malah melakukan perlawanan dan malah memproklamasikan sendiri kemerdekaannya
sebagai Negara Islam Indonesia, sementara saat itu, Indonesia sudah merdeka. Hal tersebut
sama dengan Darul Islam ingin mendirikan negara di dalam sebuah negara walaupun pada
saat itu Darul Islam mendirikan sebuah negara di Pasundan, wilayah yang dikuasai Belanda
pada saat itu.

Kemudian pada saat Belanda melakukan agresi militer ke II yaitu pada tanggal 19 September
1948, Kartosuwirjo menggaungkan kembali untuk melakukan perang suci kepada pihak
Belanda. Maka dari itu, kubu Darul Islam sudah secara terbuka tidak terpaut dengan
Perjanjian Renville lagi. Lalu pada akhirnya di tanggal 7 Agustus 1949, Kartosuwirjo sebagai
pemimpin dari DI mendeklarasikan terbentuknya negara Islam Indonesia sebagai pengganti
terhadap Republik Indonesia (Yogya).

Timbulnya Gerakan DI/TII di Jawa Barat (Kartosoewirjo)


Gerakan DI/TII di Jawa Barat terjadi pada tanggal 7 Agustus 1949, yang di pimpinan oleh
Sekarmadji Maridjan kartosoewiryo.

Sebab Penentangan terjadi :

1. Presiden RI mengakui kesepakatan Renville yang memwajibkan pengikut RI


meninggalkan daerah Jawa Barat dan pindah ke Jawa Tengah, hal ini dianggap
Kartosuwirjo sebagai bentuk pembelotan Pemerintah RI kepada perjuangan rakyat
Jawa Barat (karena ada beberapa komandan TNI yang menjanjikan akan
meninggalkan semua persenjataannya di Jawa Barat apabila mereka hijrah nanti).
Sekitar dua ribu pengikutnya yang diantaranya yaitu laskar Hizbullah dan Sabilillah,
Kartosuwirjo menolak pindah dan memulai usaha mendirikan Negara Islam Indonesia
(NII). 

Tujuan Penentangan DI/TII Jawa Barat

1. Ingin membentuk negara yang berlandaskan agama islam dan lepas dari NKRI
sewaktu tentara Belanda menduduki ibukota RI di Yogyakarta.
2. Menjadikan Syariat islam sebagai dasar Negara (pola tingkah laku, dalam
keluarga/masyarakat/bangsa ataupun Negara) bersumber pada Alqur’an, Hadist, Isma,
Qias.
Upaya Pemusnahan yang dilakukan Pemerintah untuk menumpas gerakan DI/TII di Jawa
Barat tersebut, yaitu dengan pendekatan musyawarah yang di lakukan Muhamad Natsir.
Tetapi pendekatan musyawarah tersebut tidak membawa hasil sehingga pemerintah RI
terpaksa mengambil tindakan tegas dengan menerapkan operasi militer yang di sebut Operasi
Pagar Betis dan Operasi Baratayudha untuk menumpas gerakan DI/TII.

Kemudian pada tanggal 4 juni 1962, Kartosuwiryo beserta para pengikutnya berhasil
ditanggap oleh pasukan Siliwangi di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Kartosuwiryo
dijatuhi hukuman mati di hadapan regu tembak dari keempat angkatan bersenjata RI pada 16
Agustus 1962

Timbulnya Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan (Kahar Muzakkar)


Penentangan DI/TII di Sulawesi Selatan dimulai sejak tahun 1951 yang dipimpin oleh Kahar
Muzakar. Pada mulanya kegiatan tersebut berawal dari Kahar Muzakar menempatkan
pasukan rakyat Sulawesi Selatan ke dalam bagian APRIS (Angkatan Perang Republik
Indonesia Serikat). Kahar muzakar memiliki kemauan untuk menjadi pemimpin APRIS di
daerah Sulawesi Selatan.

Kemudian pada tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar memberikan surat kepada pemerintah
pusat yang menyebutkan agar semua anggota dari KGGS (Komando Gerilya Sulawesi
Selatan) dimasukkan dalam APRIS serta menyarankan pembentukan Brigade Hasanudin.
Akan tetapi permintaan Kahar Muzakar tersebut ditolak oleh pemerintah pusat.Pemerintah
sentral bersama dengan pemimpin APRIS mengeluarkan prosedur dengan memasukkan
semua anggota KGSS ke dalam Corps Tjadangan Nasional (CTN) dan Kahar Muzakar
diangkat sebagai pemimpin dengan kedudukan letnan kolonel.

Kebijakan pemerintah tersebut membuat kecewa Kahar Muzakar. Pada 17 Agustus 1951,
Kahar Muzakar bersama pasukannya melarikan diri ke hutan. Kemudian pada tahun 1952
Kahar Muzakar menyebut bahwa wilayah Sulawesi Selatan telah menjadi bagian dari Negara
Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo.Pemerintah lalu mengambil tindakan tegas dengan
mengadakan operasi militer untuk mengatasi penentangan Kahar Muzakkar. Dan pada
akhirnya di bulan Februari 1965 Kahar Muzakar berhasil ditembak

Timbulnya Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan (Ibnu Hadjar)


Penolakan yang dipimpin Ibnu Hadjar di Kalimantan Selatan merupakan bagian dari gerakan
penolakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang akan membuat negara
berdasarkan hukum Islam di Indonesia, yang juga disebut dengan Negara Islam Indonesia.

Penolakan Ibnu Hadjar bermula dari kegagalan eks pejuang kedaulatan yang berasal dari
Kalimantan Selatan untuk bergabung di tentara Indonesia saat itu yang bernama APRIS
(Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat). Banyak mantan pejuang yang tidak dapat
masuk tentara karena disebabkan tidak bisa baca tulis, termasuk Ibnu Hadjar sendiri. Mereka
semua juga kecewa dengan adanya mantan tentara KNIL (Tentara Hindia Belanda) di
APRIS.
Ibnu Hadjar lalu membuat Kesatuan Rakjat Jang Tertindas (KRJT), dan menggempur pos
tentara di Kalimantan Selatan pada Oktober 1950.Penyelesaian secara damai mulanya
dilakukan Pemerintahan Indonesia, tetapi Ibnu Hadjar yang sempat tertangkap dan dilepaskan
untuk membujuk penentang lain menyerah malah kabur dan meneruskan
penentangannya.Penentangan tersebut kemudian berhasil dikalahkan dan Ibnu Hadjar
menyerah pada Maret 1965, dan kemudian dijatuhi Hukuman Mati. 

Timbulnya Gerakan DI/TII di Aceh (Daud Beureueh)


 Penyebab penentangan DI/TII di Aceh berawal mula karena kekecewaan tokoh-tokoh Aceh
yang dipimpin oleh Daud Beureueh kepada pemerintah pusat. Kekecewaan tersebut
disebabkan oleh penghapusan status provinsi Aceh yang disatukan dengan Sumatera
Utara.Setelah adanya penolakan DI/TII di Jawa Barat yang dipimpin oleh Sekarmadji
Maridjan Kartosoewirjo, pada tahun 1953, Daud Beureueh menyebutkan ikut dengan DI/TII.
Pasukan tentara Indonesia dengan cepat dapat merebut kota-kota besar di Aceh, tetapi
wilayah pedalaman dikuasai gerilya DI/TII.

Penentangan DI/TII di Aceh berakhir saat menyerahnya Daud Beureueh setelah dicapai
kesepakatan dalam Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh.Musyawarah itu berlangsung pada
17-21 Desember 1962. Upaya tersebut menghasilkan perjanjian untuk mengembalikan posisi
provinsi Aceh, dan memberikan provinsi ini otonomi khusus. Hasil diplomasi tersebut adalah
menjadi berakhirnya penentangan DI/TII di Aceh.

C. APRA
Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) adalah milisi dan tentara swasta pro-Belanda yang
didirikan pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Milisi ini didirikan oleh
mantan Kapten DST KNIL Raymond Westerling setelah demobilisasinya dari
kesatuan Depot Speciale Troepen (depot pasukan khusus KNIL) pada tanggal 09
Januari 1949. Nama milisi ini berasal dari bagian dari kitab ramalan Jawa Kuno Ramalan
Jayabaya yang meramalkan kedatangan seorang "Ratu Adil" yang merupakan
keturunan Turki. Karena mempunyai warisan darah campuran Turki, Westerling memandang
dirinya sebagai sang "Ratu Adil" yang diramalkan akan membebaskan rakyat Indonesia dari
"tirani".

Westerling berusaha untuk mempertahankan adanya negara-negara federal dalam Republik


Indonesia Serikat melawan kesatuan Republik Indonesia yang dipimpin
oleh Sukarno dan Hatta yang dianggapnya didominasi oleh orang Jawa. APRA direkrut dari
18 faksi anti-Republik yang beragam, termasuk personel mantan gerilyawan Republik, Darul
Islam, Ambon, Melayu, Minahasa, KNIL yang telah didemobilisasi, Regiment Speciale
Troepen (Resimen Pasukan Khusus KNIL), dan Tentara Kerajaan Belanda. Tahun 1950,
APRA telah berevolusi dari serangkaian unit pertahanan diri pedesaan menjadi kekuatan
tempur berjumlah 2.000 personel.
Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil(APRA) Tidak senang dengan pertumbuhan
pengaruh pemerintahan Soekarno, Westerling bersekongkol dengan Sultan Pontianak Sultan
Hamid II yang berhaluan federalis untuk meluncurkan kudeta pada bulan Januari 1950.Pada
tanggal 23 Januari 1950, APRA meluncurkan kudeta menentang pemerintah Republik
Indonesia. Walaupun milisi ini berhasil untuk sementara menduduki Bandung, mereka gagal
untuk menduduki Jakarta dan Blora. Mereka telah merencanakan untuk
menggulingkan Kabinet RIS dan membunuh beberapa tokoh Republik terkemuka termasuk
Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwana IX dan Sekretaris-Jenderal Ali Budiardjo.
Kegagalan kudeta ini menyebabkan adanya demoralisasi anggota milisi terhadap Westerling
dan terpaksa melarikan diri ke Belanda. Tanpa pemimpin yang kuat, APRA akhirnya berhenti
berfungsi pada Februari 1950. Tindakan APRA tersebut pada akhirnya menyebabkan
penahanan Sultan Hamid II dan justru mempercepat pembubaran Republik Indonesia
Serikat pada tanggal 17 Agustus 1950, mengubah Indonesia menjadi negara kesatuan yang
didominasi oleh pemerintahan pusat di Jakarta.

D. Andi Aziz
Peristiwa Andi Azis adalah upaya pemberontakan yang dilakukan oleh Andi Azis, seorang
mantan perwira KNIL, yang berusaha untuk mempertahankan keberadaan Negara Indonesia
Timur dan enggan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Andi Azis,
para perwira APRIS (ABRI) (dari kalangan mantan anggota KNIL) harus bertanggung jawab
terhadap gangguan keamanan di wilayah Negara Indonesia Timur yang menurutnya didalangi
oleh pemerintah.

Awal gerakan
Andi Azis adalah seorang mantan perwira KNIL yang bergabung menjadi perwira APRIS
(ABRI), kemudian beliau diterima sebagai perwira APRIS. Pelantikannya disaksikan
oleh Letkol Ahmad Yunus Mokoginta, yang merupakan Panglima Tentara Teritorium Negara
Indonesia Timur. Namun kemudian, beliau justru menggerakkan pasukannya dari para
mantan perwira KL/KNIL lainnya untuk menyerang markas APRIS dan menyandera
sejumlah perwira APRIS, termasuk Letkol A. Y. Mokoginta. Setelah menguasai Makassar,
beliau menyatakan bahwa Negara Indonesia Timur harus dipertahankan. Ia menuntut agar
para perwira APRIS (dari kalangan mantan anggota KNIL) harus bertanggung jawab
terhadap gangguan keamanan di wilayah Indonesia Timur yang menurutnya didalangi oleh
pemerintah.
Pada tanggal 8 April 1950, pemerintah membuat ultimatum yang meminta Andi Azis agar
segera datang ke Jakarta. Karena, apabila beliau tidak mengindahkan ultimatum tersebut,
maka Kapal Angkatan Laut Hang Tuah akan mem-bom kota Makassar. Selain itu, ultimatum
pemerintah tersebut juga meminta agar Andi Azis mempertanggungjawabkan perbuatannya
dalam waktu 4 x 24 jam, tetapi ultimatum tersebut tetap juga tidak diindahkan. Setelah batas
waktu terlewati, pemerintah mengirimkan pasukan di bawah Kolonel Alex Kawilarang. Dan
akhirnya, pada tanggal 15 April 1950, Andi Azis datang ke Jakarta dengan perjanjian dari Sri
Sultan Hamengkubuwana IX bahwa beliau tidak akan ditangkap. Tetapi, ketika Andi Azis
datang ke Jakarta, beliau justru langsung ditangkap.

Pertempuran
Gerakan ini diawali dengan kegiatan pasukan APRIS (ABRI) yang diganggu oleh KL/KNIL
dan kerap kali melakukan provokasi serta konflik dengan pasukan APRIS. Pertempuran
keduanya meletus pada tanggal 5 Agustus 1950. Tentara KL/KNIL berhasil ditaklukkan oleh
APRIS dengan mengerahkan seluruh kekuatan pasukan dari angkatan darat, laut, dan udara.
E. RMS
Setelah memproklamasikan kemerdekaan, ternyata Indonesia tidak lantas terlepas dari
ketegangan-ketegangan antarkelompok masyarakat lho, RG Squad! Saat itu, beberapa
wilayah yang berada di Indonesia menolak untuk bergabung dengan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, salah satunya Maluku. Kalian tahu kenapa? Nah, di artikel ini kita bahas
mengapa wilayah tersebut tidak setuju dengan didirikannya NKRI, hingga berujung
pemberontakan Republik Maluku Selatan. Didirikannya Negara Kesatuan Republik
Indonesia, menimbulkan respon dari masyarakat Maluku Selatan saat itu. Seorang mantan
jaksa agung Negara Indonesia Timur, Mr. Dr. Christian Robert Soumokil,
memproklamirkan berdirinya Republik Maluku Selatan pada tanggal 25 April 1950.
Hal ini merupakan bentuk penolakan atas didirikannya NKRI, Soumokil tidak setuju dengan
penggabungan daerah-daerah Negara Indonesia Timur ke dalam wilayah kekuasaan Republik
Indonesia. Dengan mendirikan Republik Maluku Selatan, Ia mencoba untuk melepas wilayah
Maluku Tengah dan NIT dari Republik Indonesia Serikat.
Berdirinya Republik Maluku Selatan ini langsung menimbulkan respon pemerintah yang
merasa kehadiran RMS bisa jadi ancaman bagi keutuhan Republik Indoensia Serikat. Maka
dari itu, pemerintah langsung ambil beberapa keputusan untuk langkah selanjutnya.
Tindakan pemerintah yang pertama dilakukan adalah dengan menempuh jalan damai. Dr. J.
Leimena dikirim oleh Pemerintah untuk menyampaikan permintaan berdamai kepada
RMS, tentunya membujuk agar tetap bergabung dengan NKRI. Tetapi, langkah pemerintah
tersebut ditolak oleh Soumokil, justru ia malah meminta bantuan, perhatian, juga pengakuan
dari negara lain lho, terutama dari Belanda, Amerika Serikat, dan komisi PBB untuk
Indonesia.

Ditolaknya mentah-mentah ajakan pemerintah kepada RMS untuk berdamai,


membuat pemerintah Indonesia memutuskan untuk melaksanakan ekspedisi militer.
Kolonel A.E. Kawilarang dipilih sebagai pemimpin dalam melaksanakan ekspedisi militer
tersebut. Kalian tahu ngga beliau itu siapa? Beliau itu adalah panglima tentara dan teritorium
Indonesia Timur. Ia dirasa mengerti dan paham bagaimana kondisi Indonesia di wilayah
timur.
Akhirnya kota Ambon dapat dikuasai pada awal November 1950. Akan tetapi, ketika
melakukan perebutan Benteng Nieuw Victoria, Letnan Kolonel Slamet Riyadi gugur. Namun,
perjuangan gerilya kecil-kecilan masih berlanjut di Pulau Seram sampai 1962. Setelah itu,
pada tanggal 12 Desember 1963, Soumokil akhirnya dapat ditangkap dan kemudian
dihadapkan pada Mahkamah Militer Luar Biasa di Jakarta. Berdasarkan keputusan
Mahkamah Militer Luar Biasa, Soumokil dijatuhi hukuman mati.

F. PRRI/Pamesta
PRRI adalah singkatan dari Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia, sementara
Permesta adalah singkatan dari Perjuangan Semesta atau Perjuangan Rakyat Semesta.
Pemberontakan keduanya sudah muncul saat menjelang pembentukan Republik Indonesia
Serikat (RIS) tahun 1949. Akar masalahnya yaitu saat pembentukan RIS tahun 1949
bersamaan dengan dikerucutkan Divisi Banteng hingga hanya menyisakan 1 brigade saja.
Kemudian, brigade tersebut diperkecil menjadi Resimen Infanteri 4 TT I BB. Kejadian itu
membuat para perwira dan prajurit Divisi IX Banteng merasa kecewa, karena mereka merasa
telah berjuang hingga mempertaruhkan jiwa dan raganya untuk kemerdekaan
Indonesia. Selain itu, ada pula ketidakpuasan dari beberapa daerah seperti Sumatera dan
Sulawesi terhadap alokasi biaya pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat.
Kondisi ini pun diperparah dengan tingkat kesejahteraan prajurit dan masyarakat yang sangat
rendah.

PRRI selanjutnya membentuk Dewan Perjuangan dan sekaligus tidak mengakui kabinet


Djuanda, maka terbentuklah kabinet PRRI. Pada tanggal 9 Januari 1958 para tokoh militer
dan sipil mengadakan pertemuan di Sungai Dareh, Sumatera Barat. Pertemuan tersebut
menghasilkan sebuah pernyataan berupa “Piagam Jakarta” dengan isi berupa tuntutan
agar Presiden Soekarno bersedia kembali kepada kedudukan yang konstitusional, serta
menghapus segala akibat dan tindakan yang melanggar UUD 1945 dan membuktikan
kesediaannya itu dengan kata dan perbuatan.

Selanjutnya Letnan Kolonel Ahmad Husein pada tanggal 15 Februari 1958


memproklamirkan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)
dengan perdana menteri Syafruddin Prawiranegara. Hal ini merupakan respon atas
penolakan tuntutan yang diajukan oleh PRRI. Pada saat dimulainya pembangunan
pemerintahan, PRRI mendapat dukungan dari PERMESTA dan rakyat setempat. Dengan
bergabungnya PERMESTA dengan PRRI, gerakan kedua kelompok itu disebut
PRRI/PERMESTA.

Untuk menumpas pemberontakan, pemerintah melancarkan operasi militer gabungan yang


diberi nama Operasi Merdeka, dipimpin oleh Letnan Kolonel Rukminto Hendraningrat.
Operasi ini sangat kuat karena musuh memiliki persenjataan modern buatan Amerika Serikat.
Terbukti dengan ditembaknya Pesawat Angkatan Udara Revolusioner (Aurev) yang
dikemudikan oleh Allan L. Pope seorang warga negara Amerika Serikat.

Akhirnya, pemberontakan PRRI/Permesta baru dapat diselesaikan pada bulan Agustus 1958,
dan pada tahun 1961 pemerintah membuka kesempatan bagi sisa-sisa anggota Permesta
untuk kembali Republik Indonesia.

Sekarang RG Squad semakin tahu kan tentang sejarah perjuangan Indonesia? Masih banyak


lagi peristiwa sejarah yang mungkin saja belum banyak diketahui oleh teman-teman semua.
Kalau mau tahu lebih banyak lagi, selain terus ikutin blog Ruangguru, kamu juga
bisa nih belajar bareng tutor berpengalaman di ruangbelajar Plus.

G. Latar Belakang G30S/PKI


Pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965 bukanlah kali pertama bagi PKI.
Sebelumnya, pada tahun 1948 PKI sudah pernah mengadakan pemberontakan di Madiun.
Pemberontakan tersebut dipelopori oleh Amir Syarifuddin dan Muso. Tujuan dari
pemberontakan itu adalah untuk menghancurkan Negara RI dan menggantinya menjadi
negara komunis.

Bahkan, dengan adanya ajaran dari presiden Soekarno tentang Nasakom (Nasional, Agama,
Komunis) yang sangat menguntungkan PKI karena menempatkannya sebagai bagian yang
sah dalam konstelasi politik Indonesia. Hal ini hanya akan membukakan jalan bagi PKI untuk
melancarkan rencana-rencananya. Yang salah satunya sudah terbukti adalah pemberontakan
G-30-S-PKI yang dipimpin oleh DN. Aidit. Pemberontakan itu bertujuan untuk
menyingkirkan TNI-AD sekaligus merebut kekuasaan pemerintahan.

Selain karena ingin merebut kekuasaan, ada juga factor lain yang membuat mereka
melakukan pemberontakan itu, yakni :

 Angkatan Darat menolak pembentukan Angkatan kelima


 Angkatan Darat menolak Nasakomisasi karena ajaran ini dianggap hanya akan
menguntungkan kedudukan PKI untuk yang kesekian kalinya.
 Angkatan Darat menolak Poros Jakarta-Peking dan konfrontasi dengan Malaysia. Hal
ini merupakan suatu langkah yang bijak menyangkut adanya Poros Jakarta-Peking
dan konfrontasi dengan Malaysia hanya akan membantu Cina meluaskan semangat
revolusi komunisnya di Asia Tenggara, dan akan merusak hubungan baik dengan
negara-negara tetangga.

Sejarah G30S/PKI
Sebelum peristiwa 30S PKI terjadi, Partai Komunis Indonesia sempat tercatat sebagai partai
Komunis terbesar di dunia. Hal ini  didukung dengan adanya sejumlah partai komunis yang
telah tersebar di Uni Soviet dan Tiongkok.

Semenjak dilakukannya audit  pada tahun 1965, setidaknya ada 3,5 juta pengguna aktif yang
bernaung menjalankan program dalam partai ini. Itu pun belum termasuk dengan 3 juta jiwa
yang menjadi kader dalam anggota pergerakan pemuda komunis.

Di sisi lain, PKI juga memiliki hak kontrol secara penuh terhadap pergerakan buruh, kurang
lebih ada 3,5 juta orang telah ada di bawah pengaruhnya. Belum sampai disitu, masih ada 9
juta anggota lagi yang terdiri dari gerakan petani dan beberapa gerakan lain. Misal
pergerakan wanita, pergerakan sarjana dan beberapa organisasi penulis yang apabila
dijumlahkan bisa mencapai angka 20 juta anggota beserta para pendukungnya.

Masyarakat curiga dengan adanya pernyataan isu bahwa PKI adalah dalang dibalik terjadinya
peristiwa 30 September yang bermula dari kejadian di bulan Juli 1959, yang mana pada saat
itu parlemen telah dibubarkan. Sementara Presiden Soekarno justru menetapkan bahwa
konstitusi harus berada di bawah naungan dekrit presiden.

PKI berdiri dibelakang dukungan penuh dekrit presiden Soekarno. Sistem Demokrasi
Terpimpin yang diusung oleh Soekarno telah disambut dengan antusias oleh PKI.   Karena
dengan adanya sistem ini, diyakini PKI mampu menciptakan suatu persekutuan konsepsi
yang Nasionalis, Agamis dan Komunis dengan singkatan NASAKOM.

Pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, pasukan G-30-S-PKI mulai bergerak dari Lubang
Buaya dan menyebar ke segenap penjuru Jakarta. PKI menduduki beberapa instalasi vital di
Ibukota seperti Studio RRI, pusat Telkom dan lain-lain. Pasukan Pasopati berhasil melakukan
penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira TNI-AD yang menjadi target operasi.
Enam Jenderal yang menjadi korban keganasan G-30-S-PKI ialah sebagai berikut:

1. Letnan Jenderal Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf


Komando Operasi Tertinggi)
2. Mayjen Haryono Mas Tirtodarmo (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang
Perencanaan dan Pembinaan)
3. Mayjen R.Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
4. Mayjen Siswono Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
5. Brigjen Donald Izacus Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
6. Brigjen Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)

Sementara itu, Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil meloloskan diri dari penculikan. Akan
tetapi, putrinya Ade Irma Suryani terluka parah karena tembakan penculik dan akhirnya
meninggal di rumah sakit.
Ajudan Nasution, Letnan Satu Pierre Andreas Tendean ikut menjadi sasaran penculikan
karena wajahnya mirip dengan Jenderal Nasution. Ketika itu juga tertembak Brigadir Polisi
Karel Satsuit Tubun, pengawal rumah Waperdam II Dr.J. Leimena yang rumahnya
berdampingan dengan rumah Nasution.

Lolosnya Nasution, membuat Aidit dan koleganya cemas karena akan menimbulkan masalah
besar. Untuk itu, Suparjo menyarankan agar operasi dilakukan sekali lagi. Saat berada di
istana, Suparjo melihat bahwa militer di kota dalam keadaan bingung. Akan tetapi, para
pemimpin gerakan pada saat itu tidak melakukan apa-apa. Hal ini menjadi salah satu
penyebab kehancuran operasi mereka.

Sementara itu, sesudah PKI dengan G 30 S/PKI nya berhasil membunuh para pimpinan TNI
AD, kemudian pimpinan G 30 S/PKI mengumumkan sebuah dektrit melalui RRI yang telah
berhasil pula dikuasai. Dekrit tersebut diberinya nama kode Dekrit No 1 yang mengutarakan
tentang pembentukan apa yang mereka namakan Dewan Revolusi Indonesia di bawah
pimpinan Letkol Untung. Berdasarkan revolusi merupakan kekuasaan tertinggi, dekrit no 1
tersebut, maka Dewan Revolusi merupakan kekuasaan tertinggi, Dekrit no 2 dari G 30 S/PKI
tentang penurunan dan kenaikan pangkat (semua pangkat diatas  Letkol diturunkan, sedang
prajurit yang mendukung G 30 S/PKI dinaikan pangkatnya 1 atau 2 tingkat).

Tujuan G30S/PKI
Berikut ini terdapat beberapa tujuan G30S/PKI, antara lain:

 Bahwa Gerakan 30 September adalah perbuatan PKI dalam rangka usahanya untuk
merebut kekuasaan di negara Republik Indonesia dengan memperalat oknum ABRI
sebagai kekuatan fisiknya,
 Bahwa tujuan tetap komunis di Negara Non Komunis adalah merebut kekuasaan
negara dan mengkomuniskannya.
 Usaha tersebut dilakukan dalam jangka panjang dari generasi ke generasi secara
berlanjut.
 Selanjutnya bahwa kegiatan yang dilakukan tidak pernah terlepas dari rangkaian
kegiatan komunisme internasional.

Pengaruh G30S/PKI Bagi Bangsa Indonesia


Setelah peristiwa G30S/PKI berakhir, kondisi politik Indonesia masih belum stabil. Situasi
Nasional sangat menyedihkan, kehidupan ideologi nasional belum mapan. Sementara itu,
kondisi politik juga belum stabil karena sering terjadi konflik antar partai politik. Demokrasi
Terpimpin justru mengarah ke sistem pemerintahan diktator. Kehidupan ekonomi lebih
suram, sehingga kemelaratan dan kekurangan makanan terjadi dimana-mana.

Presiden Soekarno menyalahkan orang-orang yang terlibat dalam perbuatan keji yang
berakhir dengan gugurnya Pahlawan Revolusi serta korban– korban lainnya yang tidak
berdosa. Namun Presiden Soekarno menyatakan gerakan semacam G30S/PKI dapat saja
terjadi dalam suatu revolusi. Sikap Soekarno ini diartikan lain oleh masyarakat, mereka
menganggap Soekarno membela PKI. Akibatnya, popularitas dan kewibawaan Presiden
menurun di mata Rakyat Indonesia. Demonstrasi besar-besaran terjadi pada tanggal 10
Januari 1966.
Para demonstran ini mengajukan tiga tuntutan yang terkenal dengan sebutan TRITURA (Tri
Tuntutan Rakyat), meliputi sebagai berikut :

 Pembubaran PKI
 Pembersihan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI.
 Penurunan harga – harga (Perbaikan Ekonomi).

Tindakan Pemerintah lainnya adalah mengadakan reshuffle (perombakan) Kabinet Dwikora.


Pembaharuan Kabinet Dwikora terjadi tanggal 21 Februari 1966 dan kemudian disebut
dengan Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan. Mengingat jumlah anggota mencapai hampir
seratus orang, maka kabinet itu sering disebut dengan Kabinet Seratus Menteri.

Menjelang pelantikan Kabinet Seratus Menteri pada tanggal 24 Februari 1966, KAMI
melakukan aksi serentak. Dalam demonstrasi itu gugur seorang mahasiswa Universitas
Indonesia, Arief Rahman Hakim.

Peristiwa itu berpengaruh besar terhadap maraknya gelombang aksi demonstrasi. Di Istana
Bogor ketiga perwira tinggi itu mengadakan pembicaraan langsung dengan Presiden yang
didampingi oleh Dr. Subandrio, Dr. J. Leimena dan Dr. Chaerul Saleh. Sesuai dengan
kesimpulan pembicaraan, maka ketiga perwira TNI – AD itu bersama dengan Komandan
Resimen Cakrabirawa, Brigjen Sabur diperintahkan membuat konsep surat perintah kepada
Letjen Soeharto yang kemudian Surat Perintah itu lebih dikenal dengan sebutan Surat
Perintah 11 Maret (SUPERSEMAR). Isi pokoknya adalah memerintahkan kepada Letjen
Soeharto atas nama Presiden untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk
terjaminnya keamanan dan ketertiban serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya
revolusi serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan presiden

Penumpasan G30S/PKI
Berikut ini terdapat beberapa penumpasan G30S/PKI, antara lain:

1. Menetralisipasi pasukan yang berada di sekitar Medan Merdeka yang dimanfaatkan


oleh kaum G30S/PKI.
2. Operasi militer tentang penumpasan G30S/PKI mulai dilakukan sore hari.
3. Pasukan RPKAD berhasil menduduki kembali gedung RRI pusat, gedung
telekomunikasi dan mengamankan seluruh wilayah Medan Merdeka tanpa terjadi
bentrokan senjata.
4. Pasukan Batalyon 238 Kujang/Siliwangi berhasil menguasai lapangan banteng dan
mengamankan markas Kodam V/Jaya dan sekitarnya.
5. Presiden Soekarno meninggalkan Halim Perdana Kusuma menuju Istana Bogor.
Pasukan RPKAD bergerak menuju sasaran dipimpin oleh Kolonel Subiantoro.
6. Dalam gerakan pembersihan ke kampung-kampung di sekitar lubang buaya, Ajun
Brigadir Polisi Sukitman yang sempat ditawan oleh regu penculik berhasil meloloskan
diri.
7. Pada tanggal 3 Oktober 1965 berhasil ditemukan jenazah para perwira tinggi AD yang
telah dikuburkan dalam sumur tua.
8. Keesokan harinya bertepatan dengan HUT ABRI tanggal 5 Oktober jenazah mereka
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Mereka dianugerahi gelar
pahlawan Revolusi.
Penumpasan G30S/PKI Di Jawa Tengah dan Yogyakarta
Berikut ini terdapat beberapa penumpasan G30S/PKI di Jawa Tengah dan Yogyakarta, antara
lain:

1. Brigjen Surjosumpeno segera memanggil para perwira untuk melakukan taklimat.


2. Pangdam memerintahkan kepada para pejabat supaya tetap tenang dan berusaha untuk
menenangkan rakyat karena situasi yang sebenarnya belum diketahui. Berangkat ke
Magelang untuk menyusun kekuatan.
3. Tanggal 2 Oktober membebaskan kota Semarang dengan kekuatan 2 pleton BTR.
4. Kota demi kota yang pernah dikuasai oleh pihak G30S/PKI itu berhasil direbut
kembali.
5. Dibentuk Komando Operasi Merapi yang dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edi Wibowo.
6. Kolonel Sahirman, Kolonel Maryono, dan Kapten Sukarno berhasil ditembak mati.
7. Di Blitar dengan nama Operasi Trisula.
8. Di luar Jakarta dan Jawa Tengah cukup dilakukan dengan Gerakan Operasi
Territorial.

Anda mungkin juga menyukai