PENDAHULUAN
Etika itu harus diajarkan sejak dari dini agar para murid tahu siapa dirinya
dan kepada siapa saja mereka harus hormat. Sehingga nantinya akan tampak jelas
peran orang tua dalam mendidik mereka dan juga akan tampak bagaimana mereka
merealisasikan ilmu yang telah merek dapat dalam kehidupan sehari-hari.
1.2.Rumusan Masalah
1.3.Tujuan Pembahasan
Dalam pengumpulan data kali ini, metode yang digunakan adalah studi
keperpustakaan. Dan juga penulis mengambil beberapa data dari buku online yang
berhubungan dengan topic yang akan dijelaskan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Guru
Dalam literature kependidikan islam, kata guru juga sering dikatakan dengan
Ustadz,mu’alim, murrabiy, muddaris dan muaddib. Sedangkan menurut
Muhammad Ali al-Khuli dalam kamusnya “Dictionary of Education; English-
Erobic”, kata “guru” disebut juga dengan mu’allim dan muddaris.
Kata “mu’allim” berasal dari kata dasar ilm yang menangkap hakekat
sesuatu.Dalam setiap ilmu terkandung dimensi teoritis dan dimensi amaliyah.Ini
mengandung makna seorang guru dituntut untuk mampu menjelaskan hakekat ilmu
pengetahuan yang diajarkannya, sertamenjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya,
dan berusaha membangkitkan siswa untuk mengamalkannya.
Dalam hal ini, sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Alaq: 5 sebagai berikut:
“ Dia mengajarkan manusia apa yang mereka tidak ketahui”
Ayat ini berindikasi bahwa Allah mengajarkan baca tulis dengan perantara
pena. Dan pengajaran itu berupa hal-hal yang tidak diketahui. Jadi pendidikan
dalam arti ta’lim menunjukkan proses pemberian informasi kepada obyek didik
sebagai makhluk yang berakal, di samping itu pula ta’lim juga menjadi indikator
kelebihan manusia sebagai peserta didik karena kepemilikan akal pada dirinya.
Jadi, tugas guru adalah mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu
berkreasi, sekaligus mengatur dan memelihara hasil karyanya untuk tidak
menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
Kata al-thalib ini selanjutnya lebih digunakan untuk pelajar pada perguruan
tinggi yang selanjutnya disebut mahasiswa. Penggunaan kata althalibuntuk
mahasiswa dapat dimengerti karena seorang mahasiswa sudah memiliki bekal
pengetahuan dasar yang iaperoleh dari tingkat pendidikan dasar dan lanjutan,
terutama pengetahuan tentang membaca, menulis dan berhitung. Dengan bekal
pengetahuan dasar ini, ia diharapkan memiliki bekal untuk mencari, menggali dan
mendalami bidang keilmuan yang diminatinya dengan cara membaca, mengamati,
memilih bahan-bahan bacaan, seperti buku-buku, surat kabar, majalah, fenomena
sosial melalui berbagai peralatan dan sarana pendidikan lainnya, terutama bahan
bacaan.
Secara fitrah, anak memerlukan bimbingan dari orang yang lebih dewasa.
Hal ini dapat dipahami dari kabutuhan-kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap
orang yang baru lahir, Allah SWT berfirman:
ار َواألَ ْفئِ َدةَ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُوْ نَ ْ ِّم ْنأ َ ْخ َر َج ُكم َوهللا َ ون أٔ َّمهَا تِ ُك ْم الَ تَ ْعلَ َُموْ نَ َشيئًا َو َج َع َل لَ ُك ُم ال َّس ْم َع َواألَ ب
َ ْص ِ طٔ ٔب
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu
bersyukur.”
الى هللا من المٶمن الضيفpعن أبي هريرة قا ل رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ألمٶمن القوي خيروأحب
“ Dari Abu Hurairah r,a, ia berkata: Rasulullah saw, telah bersabda: Orang mukmin
yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang mukmin yang lemah.”
Senantiasa mengadakan perjalanan (rihlah, comparative study) dan
melakukan riset dalam rangka menuntut ilmu karena ilmu itu tidak hanya pada satu
majlis al-‘ilm, tetapi dapat dilakukan di tempat dan majelis-majelis lain.
“Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah saw, telah bersabda: Barang
siapa yang ditanyai suatu imu pengetahuan, tetapi ia menyembunyikannya, maka
Allah akan menyedikan baginya kekangan dari api neraka di hari kiamat”. Ilmu
yang dimilikinya dapat dimanfaatkan.
D.Etika Murid
a. Etika Murid terhadap dirinya
Hendaknya tujuan pendidikan itu karena takut kepada Allah SWT dan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:
” Perumpamaan sahabat yang baik dan sahabat yang buruk itu bagaikan pembawa
misik (kasturi) dan penyulut api. Pembawa kasturi terkadang memberi kepadamu
atau kau membeli dirinya, atau (paling tidak) kamu mencium bau harumnya.
Adapun penyulut api, kalau tidak membakar pakaianmu, maka kamu mendapat bau
baranya”.
Adapun mengenai etika murid terhadap guru, menurut Sa’id bin Muhammad Da’ib
Hawwa itu ada sepuluh:
1. Mendahulukan kesucian jiwa dari pada kejelekan akhlak dan keburukan sifat,
karena ilmu adalah ibadahnya hati, shalatnya jiwa, dan peribadatannya batin
kepada Allah.
3. Tidak bersikap sombong kepada orang yang berilmu dan tidan tidak bertindak
sewenang-wenang terhadap guru, bahkan ia harus menyerahkan seluruh urusannya
dan mematuhi nasehatnya. Oleh karena itu, penuntut ilmu tidak boleh bersikap
sombong terhadap guru. Di antara bentuk kesombongannya terhadap guru adalah
sikap tidak mau mengambil manfaat (ilmu) kecuali dari orang-orang besar yang
terkenal.
5. Seorang penuntut ilmu tidak boleh meninggalkan suatu cabang ilmu yang
terpuji, atau salah satu jenis ilmu, kecuali ia harus mempertimbangkan matang-
matang dan memperhatikan tujuan dan maksudnya.
10. Hendaklah mengetahui kaitan dengan tujuan agar supaya mengutamakan yang
tinggi.
Sedangkan menurut Hasyim Asy’ari bahwa etika murid terhadap ada sepuluh
macam yang harus diketahui oleh murid:
1. Murid hendaknya membersihkan hati dari segala kotoran, agar ilmu mudah
masuk pada dirinya.
4. Qona’ah dan sabar terhadap makanan dan pakaian yang sederhana agar segera
memperoleh kedalam ilmu dan sumber hikmah.
6. Makan sekedarnya, tidak terlalu kenyang, agar tidak menghambat ibadah dan
memberatkan badan.
7. Berusaha bersikap waro’ (hati-hati terhadap masalah haram, subhat dan sia-sia);
memilih yang halal bagi kebutuhan hidupnya agar hati senantiasa bersinar dan siap
menerima cahaya ilmu dan keberkahanya.
10. Meninggalkan hal yang bisa menarik pada kesia-sian dan kelalaian dari belajar
dan ibadah.
Sangat jelas sekali, keharusan adanya niat dan kebersihan hati dalam
belajar.Karena belajar dianggap sebagai ibadah dan tujuannya adalah ridha dan
taqorrub kepada Allah.Untuk itu, murid harus menyesuaikan diri dengan sifat-sifat
bersih dan suci dari Allah.Penekanan pentingnya kebersihan hati dalam belajar itu
berdasarkan atas kepercayaan bahwa ilmu merupakan anugerah dari Allah yang
maha Agung. Semakin suci dan bersih hati manusia akan semakin baik dan kuat
menerima ilmu dan nur Allah.
Dan juga perlu disadari, bahwa hormat dan patuh kepada gurunya bukanlah
manifestasi penyerahan total kepada guru yang dianggap memiliki otoritas,
melainkan karena keyakinan murid bahwa guru adalah penyalur kemurahan Tuhan
kepada para murid di dunia maupun di akhirat. Selain itu juga didasarkan atas
kepercayaan bahwa guru tersebut memiliki kesucian karena memegang kunci
penyalur ilmu pengetahuan dari Allah.Dengan demikian, dalam kontek kepatuhan
santri pada guru hanyalah karena hubungannya dengan kesalehan guru kepada
Allah, ketulusannya, dan kecintaanya mengajar murid-murid.
Adapun etika murid terhadap guru dalam kesehariannya adalah sebagai berikut:
Ø Hendaklah murid menghormati guru, memuliakan serta mengagungkannya
karena Allah, dan berdaya upaya pula menyenangkan hati guru dengan cara yang
baik.
Ø Selektif dalam bertanya dan tidak berbicara kecuali setelah mendapat izin dari
guru
Ø Bila berbeda pendapat dengan guru, berdiskusi atau berdebat lakukanlah dengan
cara yang baik.
Ø Jika melakukan kesalahan, segera mengakuinya dan meminta maaf kepada guru.
Artinya:
”Tidak boleh menuntut ilmu kecuali dari guru yang amin dan tsiqah (mempunyai
kecerdasan kalbu dan akal) karena kuatnya agam adalah dengan ilmu”.
Selain itu, Dalam kitab Ilmu wa Adab al-‘Alim wa al- Muta’allim dikatakan
bahwa sikap murid sama dengan sikap guru, yaitu sikap murid sebagi pribadi dan
sikap murid sebagai penuntut ilmu. Sebagai pribadi seorang murid harus bersih
hatinya dari kotoran dan dosa agar dapat dengan mudah dan benar dalam
menangkap pelajaran, menghafal dan mengamalkanny.Hal ini sejalan dengan
sabda Rasulullah saw:
عمله اال وهي القلبpاال ان في الجسد مضفة ٳذا صلحت صلح سا ئر عمله وٳذا فسدت فسد سائر
Selanjutnya menurut Imam Ghazali, ada sepuluh kriteria yang harus diupayakan
oleh anak didik, diantaranya yaitu:
1. Sebelum memulai proses belajar, anak didik harus terlebih dahulu menyucikan
jiwa dari perangai buruk dan sifat tercela.
3. Anak didik harus selalu bersikap rendah hati, memperhatikan instruksi dan
arahan pendidik, dan mampu mengontrol emosinya.
4. Anak didik harus menghindarkan diri dari suasana perdebatan yang
membingungkan.
6. Anak didik harus belajar secara gradual. Ia perlu menentukan skala prioritas
ilmu pengetahuan dengan mengacu kepada manfaatnya, dalam hal ini adalah ilmu
agama.
8. Anak didik harus memahami nilai ilmu pengetahuan yang dipelajari dan
menentukan mana yang lebih utama dari yang lain.
10. Anak didik harus hati-hati dalam memilih sosok pendidik demi kelangsungan
proses belajar yang positif.
“Maka apabila aku melihat para penuntut ilmu pada zaman sekarang ini
(zaman Assyaikh Azzarnuji) bersungguh-sungguh kepada ilmu, dan mereka tidak
sampai pula pada ilmu yang dipelajari (tidak mendapat manfaat dan hasilnya yaitu
beramal dan menyebarkan), terhalang karena mereka telah salah jalan dan
meninggalkan syarat-syaratnya. Dan setiap yang tersalah jalan akan sesat, dan
tidak mendapati tujuan, sedikit maupun banyak. Maka aku ingin dan hendak
menerangkan kepada mereka jalan menuntut ilmu….”
Antara lain sebabnya adalah “tersalah jalan” itu sendiri, etika sopan santun
dan beradab dalam menuntut ilmu sudah jarang diamalkan. Ingatlah wahai pelajar!
Menuntut ilmu agama ini bukanlah sekedar hanya dengan mengumpulkan dan
mengoleksi pengetahuan di otak saja.Karena jika demikian, maka harddisk PC jauh
lebih alim dari kita semua. Sedangkan di dalam otak mengandung lebih dari 100
Gigabyte fail dari jutaan helaian kitab. Sudahkah kita menyimpannya dan berapa
helai sudah didapati hafalan itu.Bila kita ingin tahu kesalahan jalan menuntut ilmu,
maka ketahuilah bahwa salah jalan ini ada pada perkara-perkara yang telah
disebutkan oleh Syaikh Azzarnuji. Tersebutkan dalam kitab Ta’limul Muta’allim,
ada tiga perkara:
1. Niat
2. Memilih Guru
A.Kesimpulan
a. Keseluruhan istilah anak didik dalam perspektif hadits mengacu pada satu
pengertian, yaitu orang yang sedang menuntut ilmu, tanpa membedakan ilmu
agama atau ilmu umum.
c. Tugas dan tanggung jawab murid adalah: mengutamakan ilmu yang mempunyai
kemaslahatan paling besar untuk agama umat dan kehidupan akhirat, mengulangi
pelajaran, ikut bertanggung jawab pada pendanaan pendidikan jika ia mampu,
mematuhi peraturan yang berlaku, mengutamakan menuntut ilmu dari pada amalan
sunat lainnya, dan lain-lain.
B.Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu para peserta didik untuk
semakin tahu bagaimna seharusnya mereka bersikap.Dan para peserta
didikhendaknya tahu bagaiman etika mereka jika mereka berhadapan dengan guru
mereka.
MAKALAH
ETIKA SISWA DISEKOLAH
Disusun Oleh: