Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


STROKE ISKEMIK

DI SUSUN
O
L
E
H

NAMA : LISA APRILIA, S.Kep


NIM : 2007901019
INSTITUSI : STIKES MUHAMMADIYAH LHOKSEUMAWE

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MUHAMMADIYAH LHOKSEUMAWE
TAHUN 2020
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Penyakit stroke menurut World Health Organization (WHO) tahun 2006
adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak
fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler.
Stroke Iskemik adalah kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel otak
mengalami kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan. Aliran darah
yang terhenti membuat suplai oksigen dan zat makanan ke otak juga terhenti,
sehingga sebagian otak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Utami P,
2009).
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak
yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehuingga menggangu kebutuhan
darah dan oksigen di jaringan otak (Caplan, 2000).

2. Etiologi
Gangguan pasokan aliran darah ke otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulasi yaitu arteri karotis interna dan sistem
vetebrobasilar dan semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah
ke jaringan-kejaringan otak terputus selama 15-20 menit akan terjadi infark atau
kematian jaringan (Caplan, 2000). Berikut adalah hal-hal yang menyebabkan
gangguan peredaran darah otak, yaitu:
a. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada
arteriosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh darah atau
peradangan.
b. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya pada syok
dan hiperviskositas darah.
c. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh darah ekstrakranium.
d. Ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.
Menurut Arum (2015) selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada faktor-
faktor lain yang dapat menyebabkan stroke Iskemik diantaranya :
a. Faktor risiko medis
1) Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
2) Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan)
3) Migraine (sakit kepala sebelah)
b. Faktor risiko pelaku
1) Kebiasaan merokok
2) Mengkonsumsi minuman bersoda dan beralkohol
3) Suka menyantap makanan siap saji
4) Kurangnya aktifitas gerak/olahraga
5) Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa alasan yang
jelas
c. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1) Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Tekanan darah tinggi merupakan peluang terbesar terjadinya stroke.
Hipertensi mengakibatkan adanya gangguan aliran darah yang mana
diameter pembuluh darah akan mengecil sehingga darah yang mengalir ke
otak pun berkurang. Dengan pengurangan aliran darah ke otak, maka otak
kekurangan suplai oksigen dan glukosa, lama-kelamaan jaringan otak akan
mati.
2) Penyakit jantung
Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard (kematian otot jantung)
menjadi factor terbesar terjadinya stroke. Jantung merupakan pusat aliran
darah tubuh. Jika pusat pengaturan mengalami kerusakan, maka aliran darah
tubuh pun menjadi terganggu, termasuk aliran darah menuju otak.
Gangguan aliran darah itu dapat mematikan jaringan otak secara mendadak
ataupun bertahap.
3) Diabetes mellitus
Pembuluh darah pada penderita diabetes melitus umumnya lebih kaku atau
tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan atau penurunan kadar
glukosa darah secara tiba-tiba sehingga dapat menyebabkan kematian otak.
4) Hiperkolesterlemia
Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol dalam darah
berlebih. LDL yang berlebih akan mengakibatkan terbentuknya plak pada
pembuluh darah. Kondisi seperti ini lama-kelamaan akan menganggu aliran
darah, termasuk aliran darah ke otak.
5) Obesitas
Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu faktor
terjadinya stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar kolesterol dalam
darah.
6) Merokok
Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang yang merokok
mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibanding orang-orang
yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen mempermudah
terjadinya penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi
sempit dan kaku. Karena pembuluh darah menjadi sempit dan kaku, maka
dapat menyebabkan gangguan aliran darah.

d. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi


1) Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya stroke. Hal ini
terkait dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi secara alamiah. Pada
orang-orang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku karena banyak
penimbunan plak. Penimbunan plak yang berlebih akan mengakibatkan
berkurangnya aliran darah ke tubuh, termasuk otak.
2) Jenis kelamin
Dibanding dengan perempuan, laki-laki cenderung beresiko lebih besar
mengalami stroke. Ini terkait bahwa laki-laki cenderung merokok, Bahaya
terbesar dari rokok adalah merusak lapisan pembuluh darah pada tubuh.
Pada perempuan usia lanjut juga dapat beresiko besar terkena stroke karena
kadar esterogennya yang menurun.
3) Riwayat keluarga. Jika salah satu anggota keluarga menderita stroke, maka
kemungkinan dari keturunan keluarga tersebut dapat mengalami stroke.
Orang dengan riwayat stroke pada keluarga memiliki resiko lebih besar
untuk terkena stroke dibanding dengan orang yang tanpa riwayat stroke
pada keluarganya.
4) Perbedaan ras. Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada orang Afrika-
Karibia sekitar dua kali lebih tinggi daripada orang non-Karibia. Hal ini
dimungkinkan karena tekanan darah tinggi dan diabetes lebih sering terjadi
pada orang afrikakaribia dari pada orang non-Afrika Karibia. Hal ini
dipengaruhi juga oleh factor genetic dan faktor lingkungan.

3. Klasifikasi
Sekitar 80 – 85% stroke iskemi yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di
salah satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Berdasarkan
penyebabnya menurut Hickey (2007) terdapat lima subtipe dasar pada stroke
iskemik yaitu :
1) Stroke Lakunar
Infark lakunar terjadi karena penyakit hipertensi dan menyebabkan sindrom
stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih
lama dengan angka kejadiannya sekitar 25%. Infark lakunar merupakan infark
yang terjadi pasca oklusi aterotrombotik. Trombosis yang terjadi dalam
pembuluh ini menyebabkan daerah infark yang kecil dan lunak yang disebut
dengan lakuna. Perubahan yang terjadi pada pembuluh-pembuluh ini
disebabkan oleh disfungsi endotel karena penyakit hipertensi persisten.
2) Trombosis arteri besar atau penyakit aterosklerotik
Stroke jenis ini berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan
penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna dengan angka kejadiannya
sekitar 20%. Trombosis pembuluh darah otak cenderung memiliki awitan yang
bertahap, bahkan berkembang dalam beberapa hari dan dikenal dengan istilah
stroke in evolution. Pelannya aliran darah pada arteri yang mengalami
trombosis parsial mengakibatkan defisit perfusi dan menyebabkan reduksi
mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik.
3) Stroke Emboli Kardiogenik
Stroke yang terjadi akibat embolus dapat menimbulkan defisit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit dengan angka
kejadiannya sekitar 20%. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas.
Trombus embolik ini sering tersangkut di pembuluh darah yang mengalami
stenosis. Penyebab terseringnya adalah atrium fibrilasi.
4) Stroke Kriptogenik
Sebagian pasien mengalami oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar
tanpa penyebab yang jelas dengan angka kejadiannya sekitar 30%. Kelainan ini
disebut stroke kriptogenik karena sumbernya tersembunyi.
5) Stroke Karena Penyebab Lain
Beberapa penyebab lain stroke yang lebih jarang dengan angka kejadiannya
sekitar 5% adalah displasia fibromuskular dan arteritis temporalis. Displasia
fibromuskular terjadi di arteria servikalis. Pada pemeriksaan dopler, tampak
banyak lesi seperti sosis di arteri, dengan penyempitan stenotik berselang-
seling dengan bagian-bagian yang mengalami dilatasi. Arteritis temproralis
terutama menyerang lanjut usia dimana arteri karotis eksterna dan terutama
arteria temporalis mengalami peradangan granulomatosa dengan sel-sel
raksasa.

4. Patofisiolog
Terjadinya stroke iskemik akibat adanya thrombus dan embolus, dapat
menyebabkan pembuluh darah di otak menjadi tersumbat, akibatnya aliran darah
ke otak akan berkurang hingga terjadi hipoksemia pada otak bila Central Blood
Flow hanya 20% dan normal (ambang perfusi terjadi sekitar 50 ml/l00 gram
jaringan otak/menit). Hipoksemia akan menimbulkan kematian sel-sel otak dan
unsur - unsur pendukungnya. Sesuai dengan teori Zium dan Choi (dalam Harsono,
2009) dijelaskan bahwa daerah otak yang mengalami kematian atau infark akan
melepaskan glutamat dan radikal bebas dalam jumlah yang cukup
besar, glutamat akan merusak membrane sel otak, sebagai kompensasi ion
calcium masuk ke dalam sel, masuknya ion calcium ke dalam sel justru akan
merangsang pengeluaran glutamat. Sementara radikal bebas yang lepas akan
membanjiri membran neuron disekitar daerah intärk sarnpai terjadi juga
perpindahan kalsium kedalam sel (calcium influx).
Daerah otak yang mengalami iskemik dapat dibedakan atas bagian inti
(core) yaitu daerah terjadinya iskemik terberat dan berlokasi di sentral, daerah inti
ini bila dalam waktu singkat tidak langsung mendapat reperfusi dapat mengalami
nekrotik. Bagian luar daerah inti iskemik disebut dengan penumbra iskemik.
artinya sel - sel dan jaringan pendukung disekitar core belum mengalami nekrotik
walaupun tingkat iskemik yang dialami semakin ke perifer akan semakin ringan,
tapi fungsi - fungsinya sangat berkurang sehingga dapat menyebabkan terjadinya
defisit neurologik maksimal pada 24 jam pertama. Diluar daerah penumbra
iskemik, dikeliingi oleh suatu daerah hyperemic akibat adanya aliran darah
kolateral (luxury perfusion area) (Rasyid, et al. 2007).
Dalam Price & Wilson (2006) dijelaskan bahwa setelah terjadi iskemik,
maka faktor mekanis dan kimiawi akan rnenyebabkan terjadinya kerusakan
sekunder. Faktor yang banyak menyebabkan cidera adalah:
a. Rusaknya sawar darah otak dan sawar darah cairan serebro spinal akibat zat zat
toksik.
b. Edema intestisium otak akibat meningkatnya permeabilitas vakuler di arteri
yang terkena.
c. Zona hiperperfusi sekitar jaringan iskemik yang dapat mengalirkan darah dan
mempercepat infark neuron yang mengalami iskemik.
d. Hilangnya autoregulasi otak schingga central blood flow tidak responsive
terhadap perbedaan tekanan dan kebutuhan metabolik. Hal ini sangat
berbahaya karena dapat meningkatkan terjadinya edema otak peningkatan
tekanan intra kranial dan kerusakan neuron akan menjadi semakin luas.
Sebagai sasaran utama penatalaksanaan stroke iskemik adalah path daerah
penumbra iskemik dengan tujuan segera di reperfusi hingga sel - sel otak dapat
berfungsi kembali, pulihnya fungsi neuron ini bisa terjadi setelah 2 minggu
serangan infark dan mencapai pemulihan sempurna pada minggu ke 8 (Harsono,
1999). Faktor yang mempengaruhi reversibilitas fungsi sel otak ini adalah waktu
reperfusinya, semakin cepat makin baik dan bahkan bila tidak terjadi reperfusi
daerah ini akan mengalami kematian secara perlahan - lahan, proses inilah yang
membuat harapan hidup pada stroke iskemik lebih baik dari pada stroke
hemorhagik, walaupun tingkat kecacatan justru akan lebih berat pada stroke
iskemik akibat dan kerusakan neuron- neuron yang terkena iskemik, berbeda
dengan stroke hemorhagik yang akan mengalami resolusi dan meninggalkan
jaringan otak dalam kondisi utuh.
PATHWAY STROKE NON HEMORAGIK
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi: Faktor yang dapat dimodifikasi:
Umur Hipertensi
Ras Hiperkolesterolemia
Jenis kelamin Diabetes Millitus
Genetik Riwayat penyakit jantung
Life style (obesitas, diet, stres)

Terbentuknya trombus arterial dan emboli

Penyumbatan pembuluh darah otak

Suplay O2 ke otak

Iskemik jaringan pada otak Syok neurologik


Metabolisme anaerob
Penumpukan asam laktatTIK

Hipoksia
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
Nyeri akut
STROKE NON HEMORAGIK

Iskemik pada arteri serebral anterior Iskemik pada arteri serebral medial Iskemik pada arteri serebral posterior

Gangguan visual area


Gangguan premotor area
Gangguan Brocha’s motorspeech Gangguan
area gustatory area Refleks batuk
Kerusakan neuromuskular Gangguan pengelihatan atau pergerakan
Diplopia
Terjadi penumpukan sputum
Disatria, Afasia, Disfagia
Hemiplegia Hemiparesis Amourasis fulgaks

Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


siko kerusakan integritas kulit
Hambatan mobilitas fisik Ketidakefektifan pola nafas Gangguan persepsi sensori pengelihatan
Hambatan komunikasi verbal
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke iskemik Menurut Lewis, Dirksen, Heitkemper,
Bucher dan Camera (2010) yaitu stroke dapat menimbulkan efek pada berbagai
fungsi tubuh, meliputi : aktivitas motorik, eliminasi bowel dan urin, fungsi
intelektual, kerusakan persepsi sensori, kepribadian, afek, sensasi, menelan, dan
komunikasi. Fungsi-fungsi tubuh yang mengalami gangguan tersebut secara
langsung terkait dengan arteri yang tersumbat dan area otak yang tidak
mendapatkan perfusi adekuat dari arteri tersebut. yaitu:
a. Kehilangan Fungsi Motorik
Defisit motorik merupakan efek stroke yang paling jelas terlihat. Defisit
motorik meliputi kerusakan : mobilitas, fungsi respirasi, menelan dan
berbicara, refleks gag, dan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari
Disfungsi motorik yang paling sering terjadi adalah hemiplegia (paralisis pada
satu sisi tubuh).
b. Kehilangan Fungsi Komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi adalah bahasa dan komunikasi. Stroke
adalah penyebab utama terjadinya afasia. Disfungsi bahasa dan komunikasi
akibat stroke adalah disartria (kesulitan berbicara), disfasia (kesulitan terkait
penggunaan bahasa), apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang telah dipelajari
c. Kerusakan Afek
Pasien yang pernah mengalami stroke akan kesulitan mengontrol emosinya.
Respon emosinya tidak dapat ditebak. Perasaan depresi akibat perubahan
gambaran tubuh dan hilangnya berbagai fungsi tubuh dapat membuat makin
parah.
d. Kerusakan Fungsi Intelektualitas
Baik itu memori maupun penilaian dapat terganggu sebagai akibat dari stroke.
Pasien dengan stroke otak kiri sering sangat berhati-hati dalam membuat
penilaian. Pasien dengan stroke otak kanan cenderung lebih impulsif dan
bereaksi lebih cepat.
e. Gangguan Persepsi dan Sensori
Persepsi adalah kemampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat
mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan
visuospasial, dan kehilangan sensori. Disfungsi persepsi visual diakibatkan
oleh adanya gangguan jalur sensori primer antara mata dan korteks visual.
Hilangnya sensori akibat stroke dapat berupa kerusakan yang ringan seperti
sentuhan atau kerusakan yang lebih berat yaitu hilangnya propriosepsi
(kemampuan untuk menilai posisi dan gerakan bagian-bagian tubuh) dan
kesulitan menginterpretasi stimulus visual, taktil dan auditori.
f. Gangguan Eliminasi
Kebanyakan masalah yang terkait dengan eliminasi urin dan bowel terjadi pada
tahap akut dan bersifat sementara. Saat salah satu hemisfer otak terkena stroke,
prognosis fungsi kandung kemih baik. Awalnya, pasien dapat mengalami
urgensi dan inkontinensia. Walaupun kontrol motor bowel biasanya tidak
terganggu, pasien sering mengalami konstipasi yang diakibatkan oleh
imobilitas, otot abdomen yang melemah, dehidrasi dan respon yang menurun
terhadap refleks defekasi. Masalah eliminasi urin dan bowel dapat juga
disebabkan oleh ketidakmampuan pasien mengekspresikan kebutuhan
eliminasi.

6. Pemeriksaan Diagnostik
1) Radiologi
a. Angiografi serebri : Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Pada
stroke perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma
b. Lumbal fungsi : Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik pada
subarachnoid atau pada intrakranial
c. CT-Scan : Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti.
Hasil pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk ke
ventrikel atau menyebar ke permukaan ota
d. Macnetic Resonance Imaging (MRI) : Menentukan posisi serta besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik
e. USG Doppler : Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis)
f. EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.

2) Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal
ini berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia. Sedangkan
leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Bila kadar leukosit diatas
normal, berarti ada penyakit infeksi yang sedang menyerang pasien.
b. Test darah koagulasi Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu:
prothrombin time, partial thromboplastin (PTT), International Normalized
Ratio (INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini gunanya mengukur
seberapa cepat darah pasien menggumpal.
c. Test kimia darah. Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah,
kolesterol, asam urat, dll. Apabila kadar gula darah atau kolesterol berlebih,
bisa menjadi pertanda pasien sudah menderita diabetes dan jantung. Kedua
penyakit ini termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke (Robinson, 2014).

7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan keperawatan Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan
stroke di rumah sakit terbagi atas :
1) Penatalaksanaan umum
a) Pada fase akut (Golden Period selama 3 jam)
(1) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami
gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat
penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk mempertahankan
metabolism otak. Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen,
penggunaan ventilator, merupakan tindakan yang dapat dilakukan
sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah atau oksimetri.
(2) Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) Peningkatan
intra cranial biasanya disebabkan karena edema serebri, oleh karena itu
pengurangan edema penting dilakukan misalnya dengan pemberian
manitol, control atau pengendalian tekanan darah.
(3) Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah
(4) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
(5) Evaluasi status cairan dan elektrolit
(6) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah
resiko injuri
(7) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung dan
pemberian makanan
(8) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
(9) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,
fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflex
(10) Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena penurunan
kesadaran atau mengalami disfagia.

b) Fase rehabilitasi
(1) Pertahankan nutrisi yang adekuat
(2) Program manajemen bladder dan bowel
(3) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM)
(4) Pertahankan integritas kulit
(5) Pertahankan komunikasi yang efektif
(6) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
(7) Persiapan pasien pulang

2) Penatalaksanaan kolaboratif
a. Fisioterapi, lumpuh seluruhnya sangat jarang seorang fisioterapi akan
membantu anda mengatasi kegiatan menyangkut atot yang kecil sekalipun,
anda juga akan dilibatkan dalam program peregangan untuk otot-otot
tertentu. Beberapa bidang yang dilatih adalah: berdiri, berjalan, menjangkau
dan menggunakan benda-benda, khususnya peralatan makan
b. Terapi bicara, hal ini untuk mengatasi gangguan komunikasi
c. Terapi obat-obatan a) Antihipertensi : captopril, antagonis kalsium b)
Diuretic : manitol 20%, furosemid c) Antikolvusan : fenitoin
d. Pembedahan Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm
atau volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan
ventrikuloperitoneal bila ada hidrosefalus obstrukis akut.

8. Komplikasi
a. Defisit sensori presepsi pasien dapat mengalami defisit dalam penglihatan,
pendengaran, keseimbangan, rasa, dan indra penciuman. Kemampuan untuk
menerima vibrasi/getaran, nyeri, kehangatan, dan dingin. Kehilangan
kemampuan sensori ini meningkatkan resiko cedera. Defisit dapat mencakup
hal berikut:
1) Hemianopia: kehilangan separuh lapang penglihatan pada satu atau kedua
mata
2) Agnosia: ketidakmampuan untuk mengenali satu benda atau lebih yang
sebelumnya familiar, agnosia dapat berupa visual, taktil, atau auditori
3) Apraksia: ketidakmampuan untuk melakukan beberapa pola motorik (misal.
Menggambar, berpakaian)
b. Perubahan kognitif dan perilaku : Perubahan pada kesadaran, rentang dari
konfusi ringan hingga koma, merupakan manifestasi stroke yang lazim.
Perubahan perilaku mencakup kelabilan emosi (pasien dapat tertawa atau
menangis pada kondisi yang tidak sesuai), kehilangan kontrol diri
(dimanifestasikan dengan menolak menggunakan pakaian), dan penurunan
toleransi terhadap stres (menyebabkan rasa marah atau depresi). Perubahan
intelektual dapat mencakup kehilangan memori, penurunan rentang perhatian,
penilaian yang buruk, dan ketidakmampuan untuk berpikir sacara abstrak.
c. Gangguan komunikasi : Diantara gangguan ini adalah sebagai berikut:
1) Afasia, ketidakmampuan untuk menggunakan atau memahami bahasa
2) Afasia ekspresif, masalah bicara motorik ketika salah satu dapat memahami
apa yang dikatakan, tetapi hanya dapat merespon dalam fase pendek,
disebut afasia Broka
3) Afasia reseptif, masalah bicara sensori ketika salah satu dapat memahami
kata yang diucapkan (dan sering kali tertulis). Bicara dapat fasih tetapi
dengan konten yang tidak tepat, disebut afasia Wernicke
4) Afasia global, disfungsi bahasa baik dalam hal mamahami maupun ekspresi
5) Disatria, semua gangguan dalam pengendalian otot bicara
d. Defisit motorik : Bergantung pada area otak yang terlibat, stroke dapat
menyebabkan kelemahan, paralisis, dan spastisitas. Defisit mencakup hal
berikut:
1) Hemiplegia, paralisis setengah tubuh kanan atau kiri
2) Hemiparesis kelemahan setengah tubuh kanan atau kiri
e. Gangguan eliminasi : Stroke dapat menyebabkan kehilangan sebagian sensasi
yang memicu eliminasi kandung kemih, menyebabkan sering berkemih,
urgensi berkemih, atau inkontinensia. Pengendalian urinasi dapat berubah
sebagai akibat defisit kognitif. Perubahan dalam eliminasi usus lazim terjadi,
akibat dari imobilitas dan dehidrasi.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien : Meliputi: nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama : Keluhan yang didapatkan gangguan motorik kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi,
nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang : Serangan stroke iskemik didahului dengan
serangan awal yang tidak disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala
awal sering kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada
serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat pasien melakukan aktifitas. Terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separuh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu : Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga : Ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi ataupun diabetes mellitus
f. Riwayat psikososial : Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal.
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas
emosi dan pikiran pasien dan keluarga
g. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran : Pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran somnolen,
apatis, sopor, soporo coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal
terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan memiliki tingkat
kesadaran letargi dan composmetis dengan GCS 13-15
2) Tanda-tanda Vital
3) Rambut Biasanya tidak ditemukan masalah
4) Wajah : Tidak simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal) : pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien
koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan
menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : alis mata
simetris, dapat mengangkat alis, mengernyitkan dahi, mengernyitkan
hidung, menggembungkan pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak
simetris kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta
mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah.
5) Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor,
kelopak mata tidak edema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) :
biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III
(okulomotoris) : diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor dan
anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa
membuka mata . Nervus IV (troklearis) : pasien dapat mengikuti arah
tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) : pasien dapat
mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan.
6) Hidung : Simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada
pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) :
kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat namun
ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan
kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) : pada pasien yang tidak
lemah anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak
tanganhidung.
7) Mulut dan gigi : Pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma
akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering.
Pada pemeriksaan nervus VII (facialis) : lidah dapat mendorong pipi kiri
dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan asin.
Pada nervus IX (glossofaringeal) : ovule yang terangkat tidak simetris,
mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan
rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) : pasien dapat
menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan namun
artikulasi kurang jelas saat bicara
8) Telinga : Daun telinga kiri dan kanan sejajar. Pada pemeriksaan nervus
VIII (akustikus) : pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari
perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat
mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas
9) Leher : Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : pasien stroke hemoragik
mengalami gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku kuduk(+)
10) Thorak a) Paru-paru Inspeksi : simetris kiri dan kanan Palpasi :
fremitus sama antara kiri dan kanan Perkusi : bunyi normal (sonor)
Auskultasi: suara normal (vesikuler) b) Jantung Inspeksi : iktus cordis
tidak terlihat Palpasi : iktus cordis teraba Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi:suara vesikuler
11) Abdomen : Inspeksi : simetris, tidak ada asites Palpasi : tidak ada
pembesaran hepar Perkusi : terdapat suara tympani Auskultasi: biasanya
bising usus pasien tidak terdengar. Pada pemeriksaan reflek dinding
perut, pada saat perut pasien digores pasien tidak merasakan apa-apa.
12) Ekstremitas a) Atas Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra.
CRT biasanya normal yaitu < 2 detik. Pada pemeriksaan nervus XI
(aksesorius) : pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada
bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, saat siku diketuk
tidak ada respon apaapa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi.
Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman jari tidak mengembang
ketika diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)). b) Bawah Pada
pemeriksaan reflek, Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur
tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+).
h. Tes Diagnostik
i. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola kebiasaan : Pada pasien pria, adanya kebiasaan merokok dan
penggunaan minuman beralkhohol
2) Pola makan : Terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan
pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat
badan
3) Pola tidur dan istirahat : Pasien mengalami kesukaran untuk istirahat
karena adanya kejang otot/ nyeri otot
4) Pola aktivitas dan latihan : Pasien tidak dapat beraktifitas karena
mengalami kelemahan, kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
5) Pola eliminasi : Terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
6) Pola hubungan dan peran : Adanya perubahan hubungan dan peran
karena pasien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara
7) Pola persepsi dan konsep diri : Pasien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif
2. Diagnosa Keperawatan
1) Hambatan mobilitas fisik
2) Resiko kerusakan integritas kulit
3) Gangguan Persepsi sensori

3. Intervensi dan Rasional


Diagnosa I : Hambatan Mobilitas Fisik
Tujuan: pasien dapat melakukan aktivitas secara minimum
Kriteria hasil : mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan kekuatan dan
fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan perilaku yang
memungkinkan aktivitas.

Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien dalam melakukan Mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan
aktifitas dan dapat memberikan informasi bagi
pemulihan

Ubah posisi minimal setiap 2 jam Menurunkan resiko terjadinya trauma/


(telentang, miring) iskemia jaringan.
Mulailah melakukan latihan rentang Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
gerak aktif dan pasif pada semua sirkulasi, membantu mencegah
ekstremitas kontraktur.

Anjurkan pasien untuk membantu Dapat berespons dengan baik jika daerah
pergerakan dan latihan dengan yang sakit tidak menjadi lebih terganggu.
menggunakan ekstremitas yang tidak
sakit.
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi Program khusus dapat dikembangkan
secara aktif, latihan resistif, dan untuk menemukan kebutuhan yang
ambulasi pasien. berarti/ menjaga kekurangan tersebut
dalam keseimbangan, koordinasi, dan
kekuatan.
Diagnosa II : Resiko kerusakan integritas kulit
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit, perfusi jaringan baik.
Kriteria hasil : tidak ada luka tekan, tidak ada kemerahan pada kulit, tidak ada
jaringan nekrotis

Intervensi Rasional
Kaji daaerah kulit yang tertekan secara Untuk mengetahui adanya tanda
kontinu. kemerahan atau kerusakan kulit

Berikan tempat tidur khusus (kasur Memberikan tempat tidur yang nyaman
dekubitus) dan mencegah terjadinya luka tekan

Lakukan mobilisasi per 2 jam Melancarkan sirkulasi bagian punggung


pasien untuk mencegah dekubitus

Anjurkan kepada keluarga agar lebih Mencegah terjadinya kemerahan pada


sering mengubah posisi pasien kulit yang tertekan karena keterbatasan
gerak

Anjurkan keluarga memberikan lotion Menjaga kelembaban kulit pasien


pada area kulit yang tertekan

Diagnosa III : Gangguan Persepsi Sensori


Tujuan: tidak ada perubahan perubahan persepsi.
Kriteria hasil : Pasien mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual,
mengakui perubahan dalam kemampuan.

Intervensi Rasional
Kaji kesadaran sensorik seperti Penurunan kesadaran terhadap sensorik
membedakan panas/ dingin, tajam/ dan kerusakan perasaan kinetic
tumpul, rasa persendian. Berpengaruh buruk terhadap
keseimbangan.
Catat terhadap tidak adanya perhatian Adanya agnosia (kehilangan pemahaman
pada bagian tubuh terhadap pendengaran, penglihatan, atau
sensasi yang lain)

Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan Membantu melatih kembali sensorik


seperti berikan pasien suatu benda untuk untuk mengintegrasikan persepsi dan
menyentuh dan meraba. interprestasi stimulasi.

Anjurkan pasien untuk mengamati Penggunaan stimulasi penglihatan dan


kakinya bila perlu dan menyadari posisi sentuhan membantu dalam
bagian tubuh tertentu. mengintergrasikan kembali sisi yang
sakit.

Bicara dengan tenang dan perlahan Pasien mungkin mengalami keterbatasan


dengan menggunakan kalimat yang dalam rentang perhatian atau masalah
pendek. pemahaman.
DAFTAR PUSTAKA

Al Rasyid, Lyna Soertidewi. 2007. Unit stroke: Manajemen stroke secara


komprehensif. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Arum. 2015. STROKE, Kenali, Cegah dan Obati. Yogyakarta : Notebook.
Caplan, L.R., 2000. Caplan's Stroke ; A Clinical Approach, Heinemann: Boston.
Butterwoth. Centers for Disease Control and Prevention, 2009
Harsono, 2009. Kapita Selekta Neurologi. Cetakan ketujuh. Yogyakarta: Gadjah.
Mada
Price, Sylvia Anderson&Wilson, Lorraine McCarty.2006.Patofisiologi Konsep
Klinis ProsesProses Penyakit. Jakarta: EGC.Lewis, Sharon L et al. 2011.
Medical Surgical Nursing Volume 1. United States America : Elsevier
Mosby.
Robert G. Robinson. 2009. Does cognitive recovery after treatment of poststroke
depression last a 2-year follow-up of cognitive function associated with
poststroke depression. Am J Psychiatry.pp 1157-1162
Tarwoto. 2015. Buku Ajar Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : EGC
Utami, P. 2009. Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai