Abstrak
Jumlah resiko yang mungkin terjadi pada proyek konstruksi dalam hal ini adalah
pembangunan proyek, maka resiko penting yang akan berdampak pada biaya over-run
kontraktor perlu mendapat perhatian. Resiko kegagalan konstruksi bangunan menunjukkan
indikasi kinerja kontraktor yang kurang efektif dan efisien selama tahap implementasi. Hal ini
disebabkan oleh persaingan antar kontraktor, sehingga kontraktor dalam menerima pekerjaan
tidak memperhatikan resiko penting yang mungkin terjadi yang dapat menyebabkan kerugian.
Maka diperlukan suatu deskripsi tentang resiko penting yang terjadi dalam membangun
proyek di kota Baturaja.
Pendahuluan
Industri konstruksi memiliki sifat yang sangat dinamis dengan resiko yang harus
dihadapi. Setiap proyek konstruksi, resiko pasti ada dan merupakan hal yang biasa terjadi
kecuali kalau pemilik dapat mentransfernya ke pihak lain dengan membayar kompensasi.
Resiko dapat memberikan pengaruh terhadap produktivitas, kinerja, kualitas dan batasan biaya
dari proyek konstruksi.
Jika resiko itu terjadi maka pekerjaan konstruksi akan terganggu, di mana hal tersebut
akan mempengaruhi kinerja proyek konstruksi secara keseluruhan sehingga menimbulkan
kerugian terhadap biaya, waktu dan mutu. Agar resiko atau ketidakpastian itu dapat
dikendalikan dan diantisipasi sedini mungkin, maka resiko-resiko yang ada dan berpotensi
menimbulkan kerugian harus dikelola dengan sebaik mungkin.
Tinjauan Pustaka
Resiko mengacu pada kegiatan-kegiatan atau faktor-faktor, yang apabila terjadi akan
meningkatkan kemungkinan tidak tercapainya tujuan proyek yang berupa waktu, biaya, dan
mutu. Risk refers to those dangerous activities or factors that, if they occur, will increase the
probability that the project’s goals of time, cost, and performance will not be met. Terdapat
tiga definisi manajemen resiko, yaitu; pertama, manajemen resiko merupakan suatu proses
formal di mana faktor-faktor resiko diidentifikasi, secara sistematis.
Kedua, manajemen resiko merupakan suatu metode formal dan sistematis dalam dalam
manajemen yang mengkonsentrasikan pada indentifikasi dan pengendalian daerah atau
kegiatan yang memiliki potensi perubahan yang tidak diinginkan.
Ketiga, manajemen resiko dalam konteks proyek adalah suatu seni dan ilmu
mengidentifikasi, menganalisis, dan merespon terhadap faktor-faktor resiko selama umur
proyek. Dengan demikian identifikasi resiko adalah suatu kegiatan untuk menentukan resiko
mana yang mungkin berdampak pada proyek dan mendokumentasikan karakteristiknya.
Manajemen resiko adalah semua rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan resiko
yaitu perencanaan (planning), penilaian (assessment), penanganan (handling) dan pemantauan
(monitoring) resiko. Tujuan manajemen resiko adalah untuk mengenali resiko pada sebuah
proyek dan mengembangkan strategi untuk mengurangi atau bahkan menghindarinya, tetapi
juga harus dicari cara untuk memaksimalkan peluang yang ada. Atau dengan kata lain tujuan
dari manajemen resiko adalah untuk membuang ketidakpastian dari resiko dan meraih
oportunitas.
Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai
faktor-faktor resiko penting yang dianggap mempunyai pengaruh bagi kontraktor di Kota
Baturaja. Data diolah dengan menggunakan analisa faktor yang dipergunakan untuk
mereduksi data atau meringkas, dari variabel yang banyak menjadi sedikit variabel yang
paling dominan. Tahapan dalam penelitian yang akan dilakukan adalah tahap pendahuluan,
tahap pengumpulan dan pengolahan data, tahap analisa dan pembahasan, serta tahap
kesimpulan dan saran.
Sampel atau populasi dari penelitian ini adalah proyek-proyek gedung yang sedang atau
sudah dibangun di Kota Baturaja. Obyek dalam penelitian ini adalah perusahaan (kontraktor)
yang terkait dalam pelaksanaan proyek gedung di Kota Baturaja. Sedangkan respondennya
adalah Project Manager dan atau Pelaksana yang terlibat dalam pelaksanaan proyek gedung,
baik yang tergabung dalam asosiasi jasa konstruksi maupun tidak, yang telah mempunyai
pengalaman lebih dari 5 tahun dan merupakan pengambil keputusan dalam organisasinya
masing- masing. Setelah penetapan sampel dilakukan penyebaran kuesioner kepada responden
untuk mendapatkan data pokok. Kemudian diuji validitas dan reliabilitas serta analisa faktor
dengan menggunkan metode statistik, yaitu dengan program bantuan statistik software SPSS
12.0 for windows. Terdapat 61 variabel pada penelitian ini, yang diperoleh dari studi literatur dan survei
pendahuluan. Variabel tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Analisa dan Pembahasan
Karakteristik Responden
Berikut ini adalah ringkasan dari profil responden yang mengisi kuesioner, uraikan
berdasarkan pengalaman dalam mengerjakan proyek gedung, tingkat pendidikan, dan jenis
bangunan yang pernah dikerjakan, yaitu :
Karena nilai KMO sudah lebih besar dari 0.5 maka jumlah data cukup untuk dianalisis
(menunjukkan adanya ukuran kecukupdekatan sampel).
Dengan merotasi matrik loading maka setiap peubah asal akan mempunyai korelasi yang
tinggi dengan faktor tertentu lainnya, sehingga tiap faktor lebih mudah diinterpretasi. Tabel 5
menunjukan hasil ringkasan 6 faktor yang terbentuk dari 49 variabel resiko penting pada
proyek gedung di kota Baturaja.
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisa faktor, diperoleh 6 faktor resiko penting yang harus diperhatikan
kontraktor pada proyek gedung di Kota Baturaja menurut pendapat para responden, antara lain
:
1. Faktor Teknis dan Managerial
Faktor ini memiliki nilai pembentuk faktor sebesar 43.936%. Pada faktor ini terdapat
beberapa hal penting yang mempengaruhi perusahaan kontraktor di Kota Baturaja, yaitu:
a) Kualitas pekerjaan, yang memiliki nilai tertinggi sebesar 0.887. Sebuah perusahaan
kontraktor akan diakui keberadaannya jika hasil pekerjaan atau proyek yang mereka
kerjakan memiliki kualitas baik atau minimal mendekati mutu yang diharapkan owner.
Karena kualitas pekerjaan yang kurang atau buruk akan mempengaruhi pemenangan
tender dan melemahkan manajemen perusahaan. Sehingga diharapkan setiap
kontraktor memperhatikan kualitas pekerjaan dari proyek yang sedang dilaksanakan.
b) Tenaga kerja dan produktivitas peralatan kurang serta material. Kondisi ini akan
mempengaruhi waktu penyelesaian proyek. Bila produktivitas alat adalah tanggung
jawab kontraktor, maka peralatan perlu mendapat perhatian dari perusahaan. Sehingga
tidak menghambat dan memperlambat jalannya pelaksanaan proyek. Apalagi
penyediaan tenaga kerja dan material proyek. Di mana kedua hal ini juga sangat
mendukung lancarnya penyelesaian proyek.
c) Pengalaman manajemen SDM kurang dan kemampuan kontraktor yang kurang.
Pengalaman manajemen kontraktor sangat penting bagi keberlangsungan hidup
perusahaan. Jika kemampuan dan pengalaman kontraktor dalam mengerjakan proyek
kurang, perusahaan tidak bisa mendapatkan kepercayaan dalam mengerjakan proyek.
Sehingga perlu adanya peningkatan pengalaman dan kemampuan kontraktor dengan
mengadakan sertifikasi bagi tenaga ahli dan manejemen kontraktor, melakukan studi
banding dengan kontraktor besar, dan kontraktor menyewa tenaga ahli untuk
melaksanakan pengelolaan proyek tersebut.
f) Proses pengawasan proyek tidak berjalan dengan baik. Ada beberapa kendala yang
mungkin akan terjadi dalam pengawasan proyek antara lain: keterbatasan alat
transportasi menuju proyek, terhambatnya mobilitas pengawasan karena masalah yang
terjadi pada lokasi setempat (seperti pilwali, dll). Sehingga perlu antisipasi dengan
menyediakan transportasi cadangan atau menempatkan mandor sebagai pengawas
sementara.
g) Proses pengawasan gambar teknik. Hal ini perlu dilakukan mengingat bahwa proses
gambar adalah awal proyek dilaksanakan. Jika tidak sesuai dengan ketentuan, maka
berpengaruh terhadap pelaksanaan di lapangan. Dan menyebabkan terlambatnya
penyelesaian proyek.
a) Adanya bencana alam (nature) dan cuaca yang buruk, yang memiliki nilai tertinggi
sebesar 0.936. Keadaan ini tidak bisa dihindari oleh perusahaan kontraktor dimanapun.
Kontraktor hanya bisa mengurangi kerusakan akibat cuaca buruk. Sedangkan rencana
besar yang melanda kontraktor tidak bisa menghentikannya. Untuk itu kontraktor bisa
menyelamatkan tenaga kerja dan sedikit material yang masih layak dipakai.
b) Biaya proses hukum tidak jelas juga memiliki nilai yang sama dengan bencana alam
yaitu sebesar 0.936. Ketidakjelasan biaya dalam proses hukum bisa menyebabkan
pembengkakkan biaya proyek. Hal ini bisa diatasi dengan mengurangi resiko ini
dengan negosiasi atau jalan damai.
c) Dampak terhadap lingkungan area proyek. Bila terjadi kerusakan atau polusi pada
sekitar proyek, maka akan terjadi masalah baru yang mengakibatkan pelaksanaan
proyek molor. Sehingga perlu antisipasi agar tidak terjadi polusi atau mengganggu
lingkungan sekitar dengan cara selalu mengawasi tiap item pekerjaan yang sekiranya
mengganggu ketenangan sekitar dan meminimalkan polusi-polusi (polusi suara, polusi
udara dll) dari peralatan yang menimbulkan kebisingan dsb.
d) Keterlambatan menangani kontrak. Setiap perusahaan kontraktor memiliki
tanggungjawab untuk menyelesaikan kontrak. Sehingga perlu mengatur siapa saja
orang yang terlibat dalam penanganan kontrak tersebut. Untuk itu diperlukan tenaga
administrasi professional dalam membuat kontrak dan mampu melakukan negosiasi
kontrak dengan owner.
f) Standar dokumen kontrak dan ketentuan kontrak tidak jelas. Sebelum melakukan rapat
pertemuan dengan owner dan partisipan proyek, sebaiknya kontraktor perlu
menanyakan kejelasan standar dokumen kontrak yang akan dipakai. Apakah mengacu
pada standar SNI atau international (Fidic). Sehingga tidak terjadi kebimbangan dalam
memutuskan klausul-klausul dokumen kontrak.
g) Amdal tidak jelas. Jika kontraktor tidak melakukan proses amdal, biasanya masalah
akan datang dikemudian hari. Bila ternyata pada lokasi proyek tersebut ada pipa-pipa
milik perusahaan lain yang tertanam, jenis tanah yang ternyata sifatnya berubah-ubah
(lanau, lempung, tanah rawa, dll), dan kadar keasaman tanah yang tinggi akibat limbah
sehingga mengakibatkan besi-besi mudah berkarat, dsb. Sehingga analisa dampak
lingkungan perlu dilakukan agar biaya proyek tidak membengkak di kemudian hari.
j) Perang. Kemungkinan ini sangat kecil terjadi. Tapi tidak menutup kemungkinan terjadi
perang. Sehingga kontraktor tidak bisa menghindari resiko akibat perang.
k) Masalah pembayaran pajak. Pembayaran pajak sering tidak dilakukan sesuai ketentuan
yang berlaku. Padahal pajak tersebut untuk meningkatkan kelancaran pelaksanaan
proyek. Bila pajak bangunan belum terbayar, maka masalah akan datang dikemudian
hari. Sehingga perlu kesepakatan antara kontraktor dan owner mengenai pembayaran
pajak.
a) Kecelakaan kerja dilokasi proyek, yang memiliki nilai tertinggi sebesar 0.780.
Menggunakan safety pada saat mengerjakan proyek bisa mengurangi angka kecelakaan
kerja. Pada kontraktor kelas atas biasanya sudah menggunakan perlengkapan tersebut.
Tetapi tidak menutup kemungkinan bagi kontraktor kecil untuk menerapkan sistem K3
agar biaya proyek tidak tersedot untuk membayar rumah sakit atau memberikan
santunan apabila terjadi kecelakaan.
d) Suku bunga bank meningkat/turun. Bunga bank yang membengkak apabila resiko ini
terjadi, seharusnya dapat menjadi beban owner, karena bagaimanapun keterlambatan
penyelesaian proyek bukan hanya kesalahan kontraktor melainkan pihak owner juga.
Sehingga pada saat suku bunga bank meningkat/turun perlu diadakan rapat koordinasi
antara kontraktor dan penyelenggara proyek, guna memutuskan tindakan apa yang
akan dilakukan selanjutnya.
5. Faktor Keuangan
Faktor ini mempunyai nilai pembentuk faktor sebesar 5.841%. Pada faktor ini terdapat
beberapa resiko penting, antara lain :
a) Arus kas tidak stabil, yang memiliki nilai tertinggi sebesar 0.853. Kontraktor tidak
akan mampu menyelesaikan proyek apabila kas dalam perusahaan kurang stabil.
Karena mengerjakan proyek sangat membutuhkan dana sehingga kontraktor perlu
menjaga kestabilan arus keuangan melalui pinjaman bank atau mencari sumber dana
lain.
c) Desain yang cacat. Salah satu kegagalan proyek adalah desain yang seharusnya sudah
bisa dilaksanakan ternyata cacat. Sehingga harus merubah atau bahkan membongkar
item pekerjaan yang desainnya cacat. Hal ini akan menyebabkan kemunduran waktu
penyelesaian proyek dan membengkaknya dana proyek. Maka perlu dilakukan
tindakan pengawasan dan me-review ulang desain yang akan dikerjakan.
a) Kondisi lokasi yang berbeda, yang memiliki nilai tertinggi sebesar 0.791. Keadaan
seperti ini bisa diatasi dengan melakukan survei lapangan, tentang bagaimana kondisi
lokasi yang akan dibangun proyek. Hal ini sangat penting dan mempengaruhi
kelancaran pelaksanaan proyek.
b) Akses menuju lokasi proyek yang sulit. Mobilitas suatu proyek sangat erat kaitannya
dengan akses menuju lokasi. Bila lokasi sulit dijangkau dengan kendaraan besar, maka
akan memerlukan tambahan waktu untuk mencapai lokasi tersebut atau mengganti
dengan muatan-muatan kendaraan truk kecil yang bisa menjangkau lokasi. Sedangkan
bila kontraktor mendatangkan peralatan atau material dari luar daerah proyek, maka
kontraktor harus memperhatikan waktu tempuh yang efektif dan berkoordinasi dengan
pemerintah setempat untuk kelancaran proyek.
Kesimpulan
Hasil penelitian dengan menggunakan alat uji analisa faktor berdasarkan persepsi
kontraktor dari 26 responden, maka diperoleh 6 faktor resiko penting yang akan
mempengaruhi produktivitas, kinerja, kualitas dan batasan biaya dari proyek konstruksi yang
dikerjakan, yaitu;
a) Teknis dan manajerial antara lain kualitas kerja, staf dan tenaga kerja, metode konstruksi
serta pengawasan;
b) Lokasi proyek dan peraturan kontrak antara lain kondisi cuaca (hujan, angin topan, badai),
dampak terhadap lingkungan, proses hukum, serta dokumen kontrak;
c) Procurement dan eksternal antara lain syarat-syarat kerja (RKS), pembayaran pajak,
peralatan dan material, kriminalitas, masyarakat, perang, industri, serta kebijakan
pemerintah;
d) Ekonomi antara lain kecelakaan kerja, inflasi, krisis ekonomi, suku bunga bank, proses
pabrikasi;
Apriyanto, Henry. 2003. Materi Kuliah Struktur Beton. Semarang: Jurusan Teknik Sipil
UNNES.
DPU. 1961. Pedoman Perencanaan Kayu Indonesia. Bandung: Yayasan Normalisasi
Indonesia.
DPU. 1984. Peraturan Perencanaan Baja Indonesia. Bandung: Yayasan Lembaga
Penyelidikan Masalah Bangunan.
DPU. 1987. Pedoman Perencanaan Bangunan Baja untuk Gedung. Bandung: Yayasan Badan
Penerbit PU.
DPU. 1987. Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung. Jakarta:
Yayasan Badan Penerbit PU.