Anda di halaman 1dari 152

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN

PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG


PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP),
SERANG, PROPINSI BANTEN

Oleh:
RONA PUTRIA
A 14104687

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN
PEMBIBITAN (BREEDING) SAPI POTONG
PADA PT LEMBU JANTAN PERKASA (LJP),
SERANG, PROPINSI BANTEN

Oleh:

RONA PUTRIA
A14104687

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar


SARJANA PERTANIAN
pada
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
RONA PUTRIA. Analisis Kelayakan Usaha Pengembangan Pembibitan
(Breeding) Sapi Potong Pada PT Lembu Jantan Perkasa (LJP), Serang, Propinsi
Banten Di Bawah Bimbingan NETTI TINAPRILA

Kebutuhan masyarakat terhadap daging sapi cenderung meningkat seiring


dengan meningkatnya pengetahuan gizi masyarakat yang tidak diimbangi oleh
pertumbuhan populasi sapi potong di Indonesia. Petumbuhan populasi sapi potong
cenderung statis. Berdasarkan data Statistik Ditjen Peternakan, populasi sapi
potong pada tahun 2005 mencapai 10,5 juta ekor. Jumlah tersebut tidak mampu
untuk memenuhi permintaan konsumsi daging secara nasional. Melihat kenyataan
tersebut sapi potong merupakan potensi terbesar yang prospektif dalam memasok
permintaan daging di Indonesia. Permintaan yang tinggi akan sapi bibit dan sapi
bakalan hingga saat ini belum dapat dipenuhi oleh usaha pembibitan sapi potong
di dalam negeri. Hal ini tercermin pada impor sapi bakalan dan daging sapi beku
yang cenderung makin meningkat.
Melihat kenyataan tersebut potensi untuk pengembanggan sapi potong di
dalam negeri masih cukup besar untuk dikembangkan. Masalah yang dihadapi
perusahaan selama ini adalah dalam pengadaan bakalan yang sangat ditentukan
oleh nilai tukar Rupiah terhadap Dollar yang sangat berfluktuasi. Investasi yang
digunakan dalam usaha pembibitan tidaklah sedikit selain itu dibutuhkan waktu
yang lama dalam mengembalikan modal karena pembibitan sapi potong
menghasilkan output produksi selama satu tahun, sehingga untuk pengembangan
pembibitan selanjutnya perlu dilakukan analisis kelayakan usaha breeding sapi
potong. Analisis kelayakan usaha pengembangan pembibitan sapi potong
dilakukan untuk melihat aspek-aspek yang secara bersama-sama menentukan
bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi dalam
usaha breeding sapi potong. Aspek-aspek yang akan dikaji dalam usaha breeding
sapi potong meliputi aspek teknis, aspek manajemen, aspek pasar, aspek sosial
dan aspek finansial.
Perhitungan aspek finansial menggunakan kriteria investasi yang
digunakan untuk menyatakan layak atau tidaknya suatu usaha yaitu NPV, IRR,
Net B/C ratio dan Payback Period. Selain kriteria investasi, juga digunakan
analisis sensitivitas untuk mengetahui tingkat kepekaan kegiatan pembibitan sapi
potong terhadap keadaan yang berubah-ubah. Dari hasil analisis aspek finansial
akan diketahui seberapa besar keuntungan yang diperoleh petani dan kegiatan
mana yang paling menguntungkan pada kondisi sekarang, apakah kegiatan
pembibitan, kegiatan penggemukkan, atau kegiatan pembibitan dan
penggemukkan dilakukan secara bersamaan. Berdasarkan uraian di atas maka
dapat dirumuskan permasalahan apakah dengan pengembangan skala usaha
pembibitan (breeding) sapi potong pada PT Lembu Jantan Perkasa (LJP) akan
layak untuk dilakukan ?
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah
: 1) Melihat aspek teknis, aspek pasar, aspek sosial serta lingkungan, dan aspek
manejemen dalam usaha breeding PT LJP. 2) Menganalisis kelayakan usaha
breeding PT LJP. 3) Menganalisis sensitivitas usaha pembibitan sapi potong
terhadap volume produksi dan harga input produksi dominan yaitu nilai tukar
Rupiah terhadap Dollar yang berfluktuatif . Diharapkan penelitian ini dapat
berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan, yaitu peternak dan calon pengusaha
pembibitan sapi potong. Selain itu bagi peneliti, mahasiswa dan pihak-pihak yang
memerlukan informasi mengenai usaha pembibitan sapi potong.
Penelitian ini dilakukan pada PT Lembu Jantan Perkasa (LJP) yang
berlokasi di Jalan Serang-Pandeglang Km 9,6 Desa Sindang Sari, Kecamatan
Pabuaran, Provinsi Banten. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan pertimbangan bahwa PT Lembu Jantan Perkasa merupakan
salah satu perusahaan swasta nasional berskala besar yang bergerak di bidang
pembibitan sapi potong di Provinsi Banten. Penelitian lapang serta pengambilan
data dilaksanakan pada bulan Mei 2008 hingga Juli 2008.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung di
perusahaan serta wawancara dengan manajer perusahaan dan karyawan
perusahaan. Selain itu digunakan juga data sekunder yang diperoleh dari catatan
intern perusahaan, baik catatan produksi maupun keuangan, Badan Pusat Statistik,
Dinas Peternakan dan literatur yang diperoleh dari perpustakaan LSI IPB,
perpustakaan FAPERTA, perpustakaan FAPET dan internet, buku-buku dan
literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian.
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang
aspek-aspek usaha pembibitan sapi potong yaitu meliputi analisis aspek teknis,
aspek institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial, dan aspek pasar. Analisis
kelayakan finansial ini menggunakan perhitungan kriteria-kriteria investasi yaitu,
Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net
B/C), Payback Period (PP) dan analisis sensitivitas. Data kuantitatif yang
dikumpulkan, diolah dengan menggunakan kalkulator dan komputer yaitu
Microsoft Excel dan ditampilkan dalam bentuk tabulasi untuk memudahkan
pembacaan dan diberikan penjelasan secara deskriptif.
Hasil analisis kelayakan usaha pengembangan pembibitan sapi potong dari
aspek finansial mengunakan kriteria kelayakan NPV, IRR, Net B/C, dan Payback
Period, maka diperoleh hasil ; NPV sebesar Rp 1.929.172.324, Net B/C sebesar
1,48, IRR sebesar 10,65 persen, dan Payback Period sebesar 3,56. Hasil analisis
finansial menunjukan bahwa usaha pengembangan pembibitan sapi potong layak
untuk dilaksanakan karena nilai NPV lebih besar dari nol, nilai IRR lebih besar
dari suku bunga. Analisis sensitivitas dengan variasi penghitungan mengunakan
metode switching value dengan dua variabel parameter yaitu nilai tukar rupiah
terhadap Dollar yang berfluktuatif dan penurunan volume produksi sapi potong.
Hasil analisis sensitivitas menunjukan Penurunan volume produksi sapi bunting
muda dan bunting tua sebesar lima persen paling peka diantara dua variabel
parameter lainnya yaitu variabel kenaikan Dollar terhadap Rupiah, variabel
penurunan volume produksi anak sapi dengan berat 40-175 Kg, dan variabel
penurunan produksi anak sapi dengan berat 170-250 Kg.
ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN
PEMBIBITAN (BREEDING) SAPI POTONG
PADA PT LEMBU JANTAN PERKASA (LJP),
SERANG, PROPINSI BANTEN

Oleh:

RONA PUTRIA
A14104687

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar


SARJANA PERTANIAN
pada
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Pengembangan Pembibitan
(Breeding) Sapi Potong Pada PT Lembu Jantan Perkasa (LJP),
Serang, Propinsi Banten

Nama : Rona Putria

NRP : A14104687

Menyetujui
Dosen Pembimbing

Ir. Netti Tinaprilla, MM


NIP. 132 133 965

Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian

Prof.. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr


NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus : 8 September 2008


PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN SKRIPSI SAYA YANG BERJUDUL


ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN
(BREEDING) SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKASA
(LJP) SERANG PROPINSI BANTEN BENAR-BENAR MERUPAKAN
HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2008

RONA PUTRIA
(A14104687)
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Talu pada tanggal 23 Januari 1983 sebagai anak dari

pasangan Bapak Nasul Osen dan Ibu Risffarmi. Penulis adalah anak ke dua dari

empat bersaudara.

Penulis mengikuti pendidikan sekolah dasar di SDN No 18 Sukamenanti

dan lulus pada tahun 1995. Pendidikan tingkat menengah pertama dilalui di

SLTPN 4 Pasaman dan lulus pada tahun 1998. Pendidikan menengah umum

diselesaikan pada tahun 2001 di SMUN 1 Pasaman. Pada tahun 2004 penulis

menyelesaikan pendidikannya di Program Diploma III Manajemen Agribisnis,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2005 penulis

melanjutkan pendidikan pada Program Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas

Manajemen, Institut Pertanian Bogor.


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan berkah, rahmat, dan hidayah-NYA, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan hasil karya penulis guna

memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Ekstensi

Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi yang berjudul ANALISIS KELAYAKAN USAHA

PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING) SAPI POTONG PADA PT

LEMBU JANTAN PERKASA (LJP) SERANG PROPINSI BANTEN ini

berisikan mengenai tahapan-tahapan kegiatan budidaya pembibitan sapi potong

pada PT Lembu jantan Perkasa (LJP), analisis kelayakan usaha pembibitan sapi

potong serta analisis sensitifitas.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Namun penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Bogor, September 2008

Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT segala

rahmat dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan Skripsi

ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, yang sudah memberikan dukungan

moral maupun materil, dorongan semangat, binbingan, sumbangan pemikiran dan

lain-lain. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima

kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak dan Ibu tercinta atas perhatian dan kasih sayang yang tulus kepada

penulis serta dorongan moril dan materil, motifasi, dan doa selama

perkuliahan dan penulisan skripsi ini.

2. Ir. Netti Tinaprila, MM sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan arahan selama penulisan skripsi.

3. Dr. Ir. Heny K Daryanto selaku dosen penguji yang telah memberikan

kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

4. Tintin Sarianti Sp. Selaku penguji Komdik yang telah memberikan nasehat

dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

5. Ir. Rita Nurmalita, MS selaku dosen evaluator kolokium yang telah

memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Bambang dan Bapak Ketut sebagai manejer PT Lembu Jantan

Perkasa yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan

informasi yang berhubngan dengan penelitian yang penulis lakukan.


7. Kak Rury dan kedua adikku (Algiffarantos dan Prima) yang selalu saling

mendoakan dan memberikan motivasi. Semoga kita berempat selalu

berada dalam jalan-Nya dan dapat menyenangkan hati kedua orangtua.

8. Peni, Erika, Hafsah, Lisza, Idha, Kris, Rena, Mirna, dan Alm Emay yang

selalu menjadi sahabat sejati. You are my best friend and I hope you get

what you want, kiranya persahabatan kita tetap abadi.

9. Koko dan Agripha terimakasih atas semua masukan, saran, bantuan dan

kebaikan selama ini, segala kesulitan dalam penyusunan skripsi ini

menjadi tidak berarti. Thakns alot guys.

10. Teman-teman seperjuangan skripsi : Alm Cici, Mira, Mba Endah, Nova,

Dewi atas kebersamaan dan masukan selama penyusunan skripsi.

11. Anak-anak C10 : Dian, Kak Dina, Kak Fitrie, Kak Ida, Kak Yulia, Uwi
dan Tantri
12. Anak-anak MAB 38 : Agung, Bina, Zaenal, Deri, Faisal, Fahrul, Asti,
Unun, Yanti, Anggra, dan yang tidak disebutkan namanya.
13. Kepada seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Sarjana Ekstensi

Manajemen Agribisnis.

14. Rekan-rekan mahasiswa Ekstensi MAB : Fresti, Niken, Ola, Mey, Arfan,

Hendri, Northa, Ridwan, Sandy, Dian, Irma serta seluruh pihak yang tidak

dapat disebutkan satu per satu.

15. And last but absolutely not least to my very best partner in crime Harmen

NH. Thank you for your motivation, attention and for your everlasting

love.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv


DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. viii

I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 5
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 11
1.4. Kegunaan Penelitian ..................................................................... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 13


2.1. Sejarah Bangsa Sapi Potong ......................................................... 13
2.2. Jenis-Jenis Sapi Potong ................................................................. 14
2.1.1. Jenis-Jenis Sapi Lokal ......................................................... 14
2.1.2. Jenis-Jenis Sapi Bukan Lokal ............................................. 15
2.3. Pemilihan Bibit Sapi Potong ......................................................... 16
2.4. Inseminasi Buatan (IB) ................................................................. 18
2.5. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan ...................................... 21

III. KERANGKA PEMIKIRAN .............................................................. 30


3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................ 30
3.1.1. Studi Kelayakan Proyek ...................................................... 30
3.1.2. Analisis Finansial ................................................................ 31
3.1.3. Discounted Cash Flow Method ........................................... 32
3.1.4. Analisis Sensitivitas ............................................................. 34
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................. 35

IV. METODE PENELITIAN ................................................................... 41


4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 41
4.2. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 41
4.3. Metode Analisis Data .................................................................... 42
4.3.1. Analisis Aspek Teknis ........................................................ 42
4.3.2. Analisis Aspek Manajemen ................................................. 43
4.3.3. Analisis Aspek Sosial dan Lingkungan .............................. 43
4.4.4. Analisis Aspek Pasar ........................................................... 43
4.4.5. Analisis Aspek Finansial ..................................................... 44
4.4. Aspek-Aspek Kelayakan Investasi ................................................ 44
4.4.1. Net Present Value (NPV) .................................................... 44
4.4.2. Internal Rate Return (IRR) ................................................. 46
4.4.3. Net Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) .................................... 46
4.4.4. Payback Period .................................................................. 48
4.5. Analisis Break Even Point (BEP) ................................................. 48
4.6. Analisis Sensitivitas ...................................................................... 49
4.7. Asumsi Dasar ................................................................................ 50
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 5
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 11
1.4. Kegunaan Penelitian .................................................................... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 13


2.1. Sejarah Bangsa Sapi Potong ........................................................ 13
2.2. Jenis-Jenis Sapi Potong ................................................................ 14
2.1.1. Jenis-Jenis Sapi Lokal ........................................................ 14
2.1.2. Jenis-Jenis Sapi Bukan Lokal ............................................ 15
2.3. Pemilihan Bibit Sapi Potong ........................................................ 16
2.4. Inseminasi Buatan (IB) ................................................................ 18
2.5. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan ..................................... 21

III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................. 30


3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ....................................................... 30
3.1.1. Studi Kelayakan Proyek ..................................................... 30
3.1.2. Analisis Finansial ............................................................... 31
3.1.3. Discounted Cash Flow Method .......................................... 32
3.1.4. Analisis Sensitivitas ............................................................ 34
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................ 35

IV. METODE PENELITIAN .................................................................. 41


4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 41
4.2. Jenis dan Sumber Data ................................................................. 41
4.3. Metode Analisis Data ................................................................... 42
4.3.1. Analisis Aspek Teknis ....................................................... 42
4.3.2. Analisis Aspek Manajemen................................................. 43
4.3.3. Analisis Aspek Sosial dan Lingkungan ............................. 43
4.4.4. Analisis Aspek Pasar .......................................................... 43
4.4.5. Analisis Aspek Finansial .................................................... 44
4.4. Aspek-Aspek Kelayakan Investasi................................................ 44
4.4.1. Net Present Value (NPV) ................................................... 44
4.4.2. Internal Rate Return (IRR) ................................................ 46
4.4.3. Net Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) ................................... 46
4.4.4. Payback Period ................................................................. 48
4.5. Analisis Break Even Point (BEP) ................................................ 48
4.6. Analisis Sensitivitas ..................................................................... 49
4.7. Asumsi Dasar ............................................................................... 50
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ........................... 57
5.1. Perkembangan dan Sejarah Perusahaan ....................................... 57
5.2. Lokasi Perusahaan ........................................................................ 59
5.3. Tujuan Perusahaan ....................................................................... 59
5.4. Deskripsi Kegiatan Bisnis PT Lembu Jantan Perkasa ................. 60
5.4.1. Unit Usaha Breeding Sapi Potong ...................................... 61
5.4.2. Unit Usaha Fattening Sapi Potong ..................................... 63
5.4.3. Unit Usaha Feedmil ............................................................ 64
5.4.4. Unit Usaha Pengolahan Limbah ......................................... 65
5.4.5. Unit Usaha Penyewaan Mobil ............................................ 66

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK TEKNIS, MANAJEMEN,


SOSIAL-LINGKUNGAN, DAN PASAR ......................................... 67
6.1. Aspek Teknis ................................................................................ 67
6.1.1. Lokasi Breeding Sapi Potong.............................................. 67
6.1.2. Bentuk Bangunan, Peralatan, dan Teknologi pada PT LJP 68
6.1.3. Deskripsi Proses Produksi Breeding Sapi Potong PT LJP.. 71
6.2. Aspek Manajerial .......................................................................... 79
6.2.1. Struktur Organisasi PT LJP................................................. 79
6.2.2. Wewenang, Tugas dan Tangungjawab pada PT LJP ......... 81
6.2.3. Deskripsi Sumber Daya Manusia pada PT LJP .................. 83
6.3. Aspek Pasar................................................................................... 84
6.3.1. Harga Jual Breeding PT LJP ............................................... 84
6.3.2. Pemasaran Breeding Sapi Potong ...................................... 86
6.4. Aspek Sosial dan Lingkungan....................................................... 88

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL ......................................... 90


7.1. Analisis Kelayakan Usaha Pembibitan (Breeding) Sapi Potong
PT LJP (Skenario I) ...................................................................... 91
7.1.1. Arus Manfaat (In Flow) ..................................................... 91
7.1.2. Arus Biaya (Out Flow) ....................................................... 95
7.1.2.1. Biaya Investasi ..................................................... 95
7.1.2.2. Biaya Operasional ................................................ 97
7.1.3. Kelayakan Finansial Usaha Pembibitan Sapi Potong ......... 107
7.1.3.1. Kriteria Investasi ................................................... 107
7.1.3.2. Titik Impas (BEP) ................................................. 109
7.2. Analisis Kelayakan Usaha Penggemukkan (Fattening) Sapi
Potong PT LJP (Skenario II) ........................................................ 110
7.2.1. Arus Manfaat (In Flow) ..................................................... 110
7.2.2. Arus Biaya (Out Flow) ....................................................... 112
7.2.2.1. Biaya Investasi ..................................................... 112
7.2.2.2. Biaya Operasional ................................................ 114
7.2.3. Kelayakan Finansial Usaha Penggemukkan Sapi Potong... 123
7.2.2.1. Kriteria Investasi ................................................... 123
7.2.2.2. Titik Impas (BEP) ................................................. 124
7.3. Analisis Kelayakan Usaha Pembibitan dan Penggemukkan Sapi
Potong (Skenario III) .................................................................. 125
7.3.1. Arus Manfaat (In Flow) ..................................................... 125
7.3.2. Arus Biaya (Out Flow) ....................................................... 129
7.3.2.1. Biaya Investasi ..................................................... 129
7.3.2.2. Biaya Operasional ................................................ 131
7.3.3. Kelayakan Finansial Pembibitan dan Penggemukkan Sapi
Potong (Skenario III)........................................................... 139
7.3.3.1. Kriteria Investasi .................................................. 139
7.3.3.2. Titik Impas (BEP) ................................................ 141
7.4. Analisis Rugi Laba........................................................................ 142
7.5. Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial pada Ketiga
Skenario ....................................................................................... 143
7.6. Analisis Sensitifitas (Switching Value) ........................................ 144
7.6.1. Anasilis Switching Value Usaha Pembibitan Sapi Potong
(Skenario I) ........................................................................ 145
7.6.2. Analisis Switching Value Usaha Penggemukkan Sapi
Potong (Skenario II)............................................................ 147
7.5.3. Analisis Switching Value Usaha Pembibitan dan
Penggemukkan Sapi Potong (Skenario III)......................... 148

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 151


8.1. Kesimpulan .................................................................................. 151
8.2. Saran ............................................................................................. 152

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 156


DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Konsumsi Daging Nasional Tahun 2004 – 2006 .................................. 2


2. Populasi Peternakan di Indonesia Tahun 2001 – 2006 ......................... 3
3. Perkembangan Impor Sapi Tahun 2001 – 2006.................................... 4
4. Penjualan Sapi Breeding PT. LJP Tahun 2006 – 2007 ......................... 9
5. Penelitian Terdahulu yang Relevan Mengenai Kelayakan Breeding
Sapi Potong ........................................................................................... 29
6. Kapasitas Kandang dan Jumlah Ternak pada PT LJP........................... 69
7. Peralatan Kandang pada PT LJP ........................................................... 70
8. Formula Konsentrat PT LJP untuk Pakan Weaner, Breeding, dan
Fattening ............................................................................................... 79
9. Tingkat Pendidikan Staff Di PT Lembu Jantan Perkasa....................... 84
10. Harga Sapi Weaner PT LJP Tahun 2008 .............................................. 85
11. Harga Sapi Bunting PT LJP Tahun 2008.............................................. 86
12. Komponen Penerimaan Usaha Pembibitan Sapi Potong PT Lembu
Jantan Perkasa ....................................................................................... 91
13. Proyeksi Populasi Stock Breeding Usaha Pembibitan Sapi Potong ...... 94
14. Rincian Biaya Investasi Usaha Pembibitan Breeding Sapi Potong PT
Lembu Jantan Perkasa........................................................................... 96
15. Komponen Investasi Biaya Bangunan Usaha Pembibitan PT Lembu
Jantan Perkasa ....................................................................................... 97
16. Rincian Biaya Tetap Usaha Pembibitan Sapi Potong PT Lembu
Jantan Perkasa ....................................................................................... 98
17. Rincian Biaya Staff PT Lembu Jantan Perkasa (LJP)........................... 99
18. Rincian Biaya Variabel Usaha Pembibitan Sapi Potong PT Lembu
Jantan Perkasa ....................................................................................... 100
19. Rincian Biaya Pakan Usaha Pembibitan Sapi Potong PT Lembu
Jantan Perkasa ....................................................................................... 102
20. Rincian Biaya Transportasi Usaha Pembibitan Sapi Potong PT
Lembu Jantan Perkasa........................................................................... 103
21. Rincian Biaya Obat-Obatan dan Vitamin Usaha Pembibitan Sapi
Potong PT Lembu Jantan Perkasa......................................................... 104
22. Rincian Biaya Peralatan Usaha Pembibitan Sapi Potong PT Lembu
Jantan Perkasa ....................................................................................... 105
23. Jadwal Kegiatan Karyawan Kandang PT Lembu Jantan Perkasa......... 106
24. Kriteria Investasi Usaha Pembibitan Sapi Potong PT Lembu Jantan
Perkasa (LJP) ........................................................................................ 107
25. Nilai BEP Usaha Pembibitan Sapi Potong PT Lembu Jantan Perkasa . 109
26. Rincian Penerimaan Usaha Penggemukkan Sapi Potong Lembu
Jantan Perkasa ....................................................................................... 111
27. Rincian Biaya Investasi Usaha Penggemukkan Sapi Potong PT
Lembu Jantan Perkasa........................................................................... 113
28. Rincian Gaji Staff Usaha Penggemukkan Sapi Potong PT Lembu
Jantan Perkasa ....................................................................................... 115
29. Rincian Biaya Tetap Usaha Penggemukkan Sapi Potong PT Lembu
Jantan Perkasa ....................................................................................... 115
30. Rincian Biaya Pakan Usaha Penggemukkan Sapi Potong PT Lembu
Jantan Perkasa ....................................................................................... 118
31. Rincian Biaya Transportasi Usaha Penggemukan Sapi Potong PT
Lembu Jantan Perkasa........................................................................... 120
32. Rincian Biaya Obat-Obatan Usaha Penggemukkan Sapi Potong PT
Lembu Jantan Perkasa........................................................................... 121
33. Biaya Peralatan Usaha Penggemukkan Sapi Potong PT LJP ............... 122
34. Kriteria Investasi Usaha Penggemukkan Sapi Potong PT Lembu
Jantan Perkasa (LJP) ............................................................................. 123
35. Nilai BEP Usaha Penggemukkan Sapi Potong PT Lembu Jantan
Perkasa (LJP) ........................................................................................ 125
36. Proyeksi Populasi Ternak Sapi Potong Usaha Fattening Dan
Breeding PT Lembu Jantan Perkasa (Skenario III) .............................. 127
37. Rincian Biaya Investasi Usaha Pembibitan Dan Penggemukkan Sapi
Potong PT Lembu Jantan Perkasa......................................................... 130
38. Rincian Biaya Tetap Usaha Pembibitan Dan Penggemukkan Sapi
Potong PT Lembu Jantan Perkasa......................................................... 132
39. Rincian Biaya Variabel Usaha Pembibitan Dan Penggemukkan Sapi
Potong PT Lembu Jantan Perkasa......................................................... 133
40. Rincian Biaya Pakan Sapi Penggemukkan PT Lembu Jantan Perkasa. 134
41. Rincian Biaya Transportasi Usaha Pembibitan Dan Penggemukkan
Sapi Potong PT Lembu Jantan Perkasa................................................. 136
42. Rincian Biaya Obat-Obatan dan Vitamin Usaha Pembibitan Dan
Penggemukkan Sapi Potong PT Lembu Jantan Perkasa ....................... 137
43. Rincian Biaya Peralatan Usaha Pembibitan Dan Penggemukkan Sapi
Potong PT Lembu Jantan Perkasa......................................................... 139
44. Kriteria Investasi Usaha Pembibitan Dan Penggemukkan Sapi Potong
PT Lembu Jantan Perkasa (LJP) ........................................................... 140
45. Nilai BEP Usaha Pembibitan Dan Pengemukkan Sapi Potong PT
Lembu Jantan Perkasa (Skenario III).................................................... 142
46. Perbandingan Kriteria Kelayakan Finansial Usaha Sapi Potong Pada
Ketiga Skenario..................................................................................... 144
47. Switching Value Usaha Pembibitan Sapi Potong (Skenario I).............. 146
48. Switching Value Usaha Penggemukkan (Fattening) Sapi Potong
(Skenario II) .......................................................................................... 147
49. Switching Value Usaha Penggemukkan (Fattening) dan Pembibitan
(Breeding) Sapi Potong (Skenario III) .................................................. 149
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pemikiran Operasional ......................................................... 40


2. Seleksi Bakalan dan Calon Bibit pada PT LJP ..................................... 72
3. Tahapan Inseminasi Buatan (IB) PT LJP.............................................. 75
4. Struktur Organisasi PT LJP................................................................... 80
5. Saluran Distribusi Breeding Sapi Potong PT LJP................................. 87
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Denah Lokasi PT LJP ........................................................................... 158


2. Luas Lahan yang Digunakan PT LJP.................................................... 159
3. Layout Kandang PT LJP ....................................................................... 160
4. Cashflow Usaha Pembibitan Sapi Potong (Skenario I) ........................ 161
5. Nilai Sisa Usaha Pembimbitan Sapi Potong (Skenario I) ..................... 161
6. Nilai Sisa Usaha Penggemukan Sapi Potong (Skenario II) .................. 163
7. Cashflow Usaha Penggemukan Sapi Potong (Skenario II)................... 164
8. Nilai Sisa Usaha Pembibitan dan Penggemukan Sapi Potong
(Skenario III)......................................................................................... 165
9. Cashflow Usaha Pembibitan dan Penggemukan Sapi Potong
(Skenario III)......................................................................................... 166
10. Rugi Laba usaha Penggemukan Sapi Potong (Skenario II) .................. 168
11. Cashflow Sensitivitas Kenaikan Harga dolar Terhadap Bakalan
Sebesar 10.75% ..................................................................................... 169
12. Cashflow Sensitivitas Penurunan Harga Jual Anak Sapi Sebesar 9% .. 170
13. Cashflow Sensitivitas Penurunan Harga Jual Sapi Bunting Sebesar
3% ......................................................................................................... 171
14. Cashflow Sensitivitas Penurunan Volume Produksi Anak Sapi
Breeding Sebesar 9% ............................................................................ 172
15. Cashflow Sensitivitas Penurunan Volume Produksi Sapi Bunting
Sebesar 3% ............................................................................................ 173
16. Cashflow dengan Kenaikan Harga Dolar Sebesar 3.50% Terhadap
Harga Bakalan....................................................................................... 174
17. Cashflow Sensitivitas Penurunan Harga Jual Sapi Potong Jenis Sterr
Sebesar 3.57% ....................................................................................... 175
18. Cashflow Penurunan Harga Jual Sapi Bull Sebesar 3.20% .................. 176
19. Cashflow Sensitivitas Penurunan Harga Jual Sapi Heifer Sebesar
3.60% .................................................................................................... 177
20. Cashflow Sensitivitas Penurunan Volume Produksi Sapi Potong Sterr
Sebesar 3.60% ....................................................................................... 178
21. Cashflow Sensitivitas Penurunan Volume Produksi Sapi Bull Sebesar
3.22% .................................................................................................... 179
22. Cashflow Sensitivitas Penurunan Volume Produksi Sapi Potong
Heifer Sebesar 3.60%............................................................................ 180
23. Cashflow Sensitivitas Kenaikan Dolar Terhadap Harga Bakalan
Sebesar 10.93% ..................................................................................... 181
24. Cashflow SensitivitasPenurunan Harga Jual Anak Sapi Breeding
Sebesar 34.15% ..................................................................................... 183
25. Cashflow Sensitivitas Penurunan Harga Jual Sapi Bunting Sebesar
16.96% .................................................................................................. 184
26. Cashflow Sensitivitas Penurunan Harga Jual Sapi Sterr Sebesar
14.50% .................................................................................................. 185
27. Cashflow Sensitivitas Penurunan Harga Jual Sapi Bull sebesar
14.32% .................................................................................................. 186
28. Cashflow Sensitivitas Penurunan Harga Jual Sapi Bull Sebesar
14.32% .................................................................................................. 187
29. Cashflow Sensitivitas Penurunan Harga Jual Sapi Heifer Sebesar
14.58% .................................................................................................. 188
30. Cashflow Sensitivitas Penurunan Volume Produksi Penjualan Anak
Sapi Breeding Sebesar 34.15% ............................................................. 189
31. Cashflow Sensitivitas Penurunan Volume Produksi Sapi Bunting
sebesar 8.31%........................................................................................ 190
32 Cashflow Sensitivitas Penurunan Volume Produksi Sapi Potong Sterr
Sebesar 14.49% ..................................................................................... 191
33. Cashflow Sensitivitas Penurunan Volume Produksi Sapi Potong
BullSebesar 14.28% .............................................................................. 192
34. Cashflow Sensitivitas PenurunanVolume Produksi Sapi Potong
Heifer Sebesar 14.55%.......................................................................... 193
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan akan produk asal hewani terus meningkat. Hal tersebut

didorong oleh meningkatnya pendapatan penduduk, meningkatnya jumlah

penduduk serta semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya

mengkonsumsi produk pangan asal hewani. Ada korelasi positif antara

peningkatan pendapatan terhadap pola konsumsi manusia. Pada tingkat

pendapatan rendah manusia cenderung memenuhi kebutuhan hidupnya terhadap

karbohidrat, seiring dengan terjadinya peningkatan pendapatan, manusia akan

mengubah pola konsumsinya untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani.

Menurut Statiska Direktoral Jenderal Peternakan, konsumsi daging pada

periode tahun 2004 – 2006 mengalami peningkatan, hal ini bisa dilihat pada Tabel

1. Angka konsumsi daging nasional tahun 2006 yaitu berjumlah 1.838.942 ton

menempati urutan kedua setelah daging ayam yaitu konsumsi daging sapi potong

dengan angka konsumsi sebesar 474.447,036 ton. Hal tersebut mencerminkan

bahwa konsumsi daging sapi potong mempunyai kotribusi yang cukup besar

dalam konsumsi daging nasional. Salah satu yang menyebabkan daging ayam

lebih diminati oleh masyarakat umum yaitu harga daging ayam yang lebih

terjangkau dibandingkan harga daging sapi, dimana harga daging sapi saat ini Rp

55.000 per Kg, serta selera masyarakat yang lebih menyukai mengkonsumsi

daging ayam.

Konsumsi daging sapi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan,

walaupun secara keseluruhan konsumsi daging ayam lebih besar yaitu 527.776,354

ton pada tahun 2006. Kandungan gizi daging sapi yang lebih tinggi, dengan rasa
2

yang enak, terkesan eklusif dan kaya protein menjadikan daging sapi menjadi

salah satu pilihan unggulan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein

hewani dan masih diminati. Adanya kasus flu burung merupakan ancaman bagi

peternak ayam yang mungkin akan memberikan dampak terjadinya penurunan

konsumsi daging ayam, kejadian tersebut dapat dijadikan peluang bagi sapi

potong dalam memasok permintaan kebutuhan daging secara nasional.

Tabel 1. Konsumsi Daging Nasional Tahun 2004-2006

Konsumsi per Tahun (Ton)


Komoditi
2004 2005 2006
Ayam 365.968,261 473.661,3 527.776,354
Sapi Potong 325.305,12 394.718,125 474.447,036
Kerbau 243.978,84 255.777,264 307.103,314
Kambing 216.870,08 296.827,936 349.398,98
Domba 112.501,354 94.732,32 110.336,52
Babi 90.814,346 63.154,88 69.879,796
Total 1.355.438 1.578.872 1.838.942
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2007

Kebutuhan masyarakat terhadap daging sapi cenderung meningkat seiring

dengan meningkatnya pengetahuan gizi masyarakat yang tidak diimbangi oleh

pertumbuhan populasi sapi potong di Indonesia. Petumbuhan populasi sapi potong

dari tahun 2003 sampai tahun 2006 cenderung statis. Berdasarkan data Statistik

Ditjen Peternakan, populasi sapi potong pada tahun 2005 mencapai 10,5 juta ekor.

Jumlah tersebut tidak mampu untuk memenuhi permintaan konsumsi daging

secara nasional. Melihat kenyataan tersebut sapi potong merupakan potensi

terbesar yang prospektif dalam memasok permintaan daging di Indonesia. Tabel

2 menjelaskan perkembangan populasi peternakan di Indonesia dari tahun 2001

sampai tahun 2006.


3

Tabel 2. Populasi Ternak Di Indonesia 2001 – 2006

Populasi Peternakan per Tahun (Ekor)


Jenis
2003 2004 2005 2006*)
Sapi potong 10.504.128 10.532.889 10.569.312 10.835.686
Sapi perah 373.753 364.062 361.351 382.313
Kerbau 2.402.993 2.403.298 2.128.491 2.201.111
Kambing 12.549.086 12.780.961 13.409.298 14.051.156
Domba 7.810.702 8.075.148 8.327.022 8.543.206
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2007
Keterangan : *) Angka Sementara

Kebutuhan daging sapi di Indonesia saat ini dipenuhi dari tiga sumber

yaitu peternakan rakyat (ternak sapi lokal), industri peternakan rakyat (hasil

penggemukkan sapi ekspor-impor), dan impor daging dari luar negeri. Produksi

daging dalam negeri saat ini tidak mencukupi tingkat konsumsi sehingga

pemerintah terus meningkatkan impor, baik daging sapi potong maupun bakalan

sapi potong untuk mencukupi permintaan tersebut. Selain itu, tingkat

ketergantungan atas bibit sapi potong pun masih tinggi.

Impor sapi hidup dan daging beku merupakan salah satu upaya supaya

tidak terjadi kesenjangan antara produksi dan tingkat konsumsi daging sapi di

dalam negeri. Tabel 3 dapat menjelaskan perkembangan impor sapi dari beberapa

negara asal selama lima tahun terakhir (Tahun 2001– 2006). Sapi yang diimpor

berupa sapi bakalan dan sapi induk. Dari tabel tersebut diketahui bahwa jumlah

impor sapi tersebut cenderung mengalami peningkatan. Negara Australia

merupakan pemasok impor utama sapi bakalan dan sapi induk bagi negara

Indonesia, dimana pada tahun 2005 jumlah impor sapi bakalan yaitu 89.672.476

Kg menurun menjadi 10.151.145 Kg pada tahun 2006. Jumlah sapi induk yang

diimpor pada tahun 2005 sebesar 1.615.139 Kg, sedangkan tahun 2006 yaitu

sebesar 2.172.060 Kg.


4

Tabel 3. Perkembangan Impor Sapi Tahun 2001 – 2006

Sapi bakalan Sapi induk


No Tahun Negara asal
Kg US $ Kg US $
Singgapura,
1 2001 39.936.781 38.985.579 1.620.726 2.009.046 Australia, United
State
Korea Selatan,
2 2002 38.391.927 34.894.335 2.272.061 3.054.295 Australia
3 2003 56.699.525 51.009.904 2.029.054 2.439.828 Australia
4 2004 73.186.000 79.370.618 1.822.096 2.382.693 Australia
5 2005 89.672.476 107.731.332 1.615.139 1.921.558 Australia
6 2006 10.151.145 87.241.388 2.172.060 2.545.113 Australia
Sumber : Badan Pusat Statistik Tahun, 2008

Kenyataan itulah yang mendorong Dirjen Peternakan mengeluarkan

kebijakan Gaung (Tiga Ung) Lampung pada tahun 1992 dimana isinya : Sapi

lokal sebagai tulang punggung, Impor sapi bakalan sebagai pendukung, dan impor

daging sapi sebagai penyambung. Melalui kebijakan ini disusun perencanaan

secara lebih teliti berapa besarnya pemasukan sapi bakalan dan daging impor

untuk memenuhi daging sapi dalam negeri (APFINDO, 2007).

Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mengurangi ketergantungan

impor sapi potong yaitu dengan cara memperbaiki mutu genetik sapi potong

dengan menghasilkan bibit ternak sapi potong yang berkualitas. Bertambah

banyaknya pembibitan sapi potong maka akan sangat mungkin menambah jumlah

populasi ternak yang ada di Indonesia.

Kegiatan pembibitan melalui proses dan tahapan yang panjang serta

membutuhkan modal yang besar sehingga untuk pengembalian modal dibutuhkan

waktu yang lama dan perputaran uang yang lama. Bakalan yang digunakan

sebagai bibit sapi potong diimpor sebagian besar berasal dari negara Australia.

Harga bakalan dipengaruhi oleh kurs yang berlaku. Seberapa besar keuntungan

yang diperoleh dari kegiatan usaha pembibitan sapi potong dan apakah kegiatan
5

usaha pembibitan (breeding) sapi potong layak dan menguntungkan secara

ekonomis untuk dilaksanakan oleh karena itu analisis kelayakan usaha pembibitan

sapi potong tersebut perlu dilakukan.

1.2. Perumusan Masalah

Indonesia pada saat ini masih mengalami kekurangan pasokan sapi potong

karena pertambahan populasi sapi potong tidak seimbang dengan kebutuhan

konsumsi daging nasional. Di lain pihak, kebutuhan masyarakat terhadap daging

sapi cenderung semakin meningkat. Jika impor daging dan sapi potong terus

meningkat dikhawatirkan Indonesia menjadi negara yang sangat ketergantungan

terhadap produk dari luar negeri. Kebijakan impor sapi bakalan ataupun daging

terpaksa dilakukan karena tanpa impor daging atau sapi bakalan dimungkinkan

terjadi pengurasan sapi lokal yang berakibat buruk bagi ketahanan pangan

nasional dan peternakan sapi rakyat.

Salah satu upaya peningkatan produksi daging sapi potong dalam negeri

yaitu dengan upaya perbaikan mutu genetik sapi potong melalui pengembangan

sapi murni (pemurnian) melalui usaha pembibitan sapi potong. Bertambah

banyaknya pembibitan sapi potong maka akan sangat mungkin menambah jumlah

populasi ternak yang ada di Indonesia. Inseminasi Buatan (IB) merupakan salah

satu teknik dalam pengembangbiakkan sapi potong yang dapat memperbaiki mutu

genetik ternak serta merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh dalam

peningkatan populasi ternak.

Pengembangan sapi potong untuk mendukung program kecukupan daging

2010 diperlukan dukungan inovasi untuk meningkatkan produktivitas ternak.

Peran pemerintah serta adanya kerjasama yang saling mendukung antara


6

peternakan rakyat dan swasta harus digalakkan. Tidak teraturnya program

perkawinan, kurangnya perhatian pada pemberian metode pakan, pemotongan

yang tidak sesuai aturan, dan mutasi ternak dari suatu wilayah ke wilayah lain

yang tidak terkontrol merupakan beberapa penyebab rendahnya populasi sapi

potong.

Pembibitan bertujuan meningkatkan mutu genetik dan nilai ekonomis sapi

potong serta menghasilkan bibit sapi yang memiliki kualitas unggul. Saat ini

masih sedikit yang mengusahakan pembibitan sapi potong di Indonesia. Selama

ini pihak swasta lebih tertarik menanamkan modalnya pada usaha penggemukkan

dari pada usaha pembibitan. Hal ini disebabkan antara lain usaha penggemukkan

memiliki resiko yang lebih kecil, perputaran modal lebih cepat, dan waktu

pengembalian modal (payback period) lebih singkat dibanding usaha pembibitan,

dimana breeding sapi potong baru dapat dijual setelah anak sapi yang baru lahir

berumur tiga bulan.

Hal ini berbeda dengan usaha penggemukkan dimana sapi potong dapat

dijual setelah mengalami penggemukkan selama tiga bulan. Para investor

beranggapan bahwa dalam usaha breeding dibutuhkan lahan secara ekstensif

dengan modal yang besar, padahal usaha pembibitan dapat dilakukan dengan

memanfaatkan lahan sebaik mungkin dengan sistem semi intensif serta

manajemen pakan yang baik yaitu memanfaatkan hasil produk sampingan

pertanian (by product) sebagai bahan baku pakan yang bernutrisi.

Di samping itu, proses pengurusan penggunaan lahan dan izin usaha

biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama. Tidak adanya kepastian dalam
7

penguasaan lahan ini akan menghambat investor untuk menanamkan modalnya

dalam usaha pembibitan sapi potong (Hadi dan Ilham, 2002).

PT Lembu Jantan Perkasa (LJP) adalah salah satu perusahaan swasta

nasional di Indonesia yang yang berskala usaha besar, dan bergerak di dua bidang

usaha yaitu pembibitan sapi potong (breeding) dan penggemukkan (fattening) sapi

secara intensif. Sejak awal tahun 1990 PT LJP bergerak di bidang penggemukan

sapi potong dengan menggunakan input utama yaitu bakalan sapi potong yang

diimpor dari negara Australia. Berdasarkan pengalaman perusahaan, input bakalan

yang diimpor tersebut sebesar 15 persen dari seluruh populasi sapi potong yang

diimpor, telah dalam keadaan bunting. Keadaan tersebut merupakan peluang

yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mulai mengembangkan usaha

pembibitan (breeding). Sehingga bakalan impor yang baru datang sebelum

dimasukkan ke dalam unit usaha pembibitan dan unit usaha penggemukkan

terlebih dahulu dilakukan seleksi.

Sapi betina yang diimpor, setelah melalui karantina yang ketat, diseleksi

untuk menentukan keadaan dan potensi reproduksinya. Seleksi dilakukan meliputi

Pemeriksaan Alat Reproduksi (PAR) dan Pemeriksaan Alat Kebuntingan (PKB).

Apabila berada dalam keadaan bunting atau layak untuk bereproduksi, sapi-sapi

betina tersebut dimasukkan ke dalam suatu program pembudidayaan pembibitan

untuk dikembangkan lebih lanjut menggunakan teknologi IB.

Ternak yang tidak produktif langsung disalurkan ke lokasi feedlot untuk

masuk ke program penggemukkan. Menurut pengalaman PT LJP, dari seluruh

populasi bakalan yang telah diseleksi alat reproduksinya, sebesar 45 persen

digunakan dalam program breeding sebagai calon bibit (cabit) karena memiliki
8

alat reproduksi yang bagus, sedangkan sisanya 55 persen untuk usaha

penggemukkan. Penggunaan bakalan impor ini dilakukan karena tidak tersedianya

jumlah sapi bakalan di dalam negeri serta bibit ternak lokal yang kurang

berkualitas.

Hal utama yang melatarbelakangi PT LJP mendirikan usaha pembibitan

sapi potong yaitu melihat kondisi pertumbuhan populasi sapi potong yang

cenderung statis sedangkan kebutuhan akan daging sapi di dalam negeri makin

meningkat setiap tahunnya, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara permintaan

daging sapi dengan populasi sapi potong. Hal ini menyebabkan tingkat

ketergantungan impor sapi potong semakin tinggi. Melihat kenyataan tersebut,

potensi untuk pengembangan sapi potong di dalam negeri masih cukup besar,

namun belum diberdayakan secara optimal.

Masalah yang dihadapi perusahaan selama ini adalah dalam pengadaan

bakalan yang sangat ditentukan oleh nilai tukar Rupiah terhadap Dollar yang

sangat berfluktuasi. Menurut perusahaan permintaan akan breeding sapi potong

semakin meningkat setiap tahunnya dimana tahun 2006 penjualan PT LJP yaitu

sebesar 1860 ekor sapi dan pada tahun 2007 penjualan sapi breeding meningkat

menjadi 2331 ekor sapi. Meningkatnya permintaan akan bibit sapi potong

merupakan peluang bagi perusahaan, sehingga untuk memenuhi peluang tersebut

PT LJP berencana akan mengembangkan usaha dengan menambah skala usaha

pembibitan sapi potong. Tabel 4 menjelaskan penjualan sapi breeding PT LJP

tahun 2006 dan 2007.


9

Tabel 4. Penjualan Sapi Breeding PT LJP Tahun 2006-2007

Tahun
Keterangan
2006 (ekor) 2007 (ekor)
1. Penjualan anak
Sale calf male 12 48
Sale calf female 1 31
Sale weaner male 392 198
Sale weaner female 76 301
Total penjualan anak 481 578
2. Penjualan bunting
Bunting muda 3- 6 bulan 1080 1432
Bunting ≥ 7 bulan 299 321
Total penjualan bunting 1379 1753
Total Penjualan 1860 2331
Sumber : Departemen Livestock PT LJP, 2008

PT LJP mulai merintis usaha pembibitan sapi potong pada bulan Oktober

tahun 2005. Populasi breeding sapi potong pada awalnya berjumlah 200 ekor sapi,

dengan kapasitas kandang lebih kurang 3000 ekor sapi. Melihat adanya potensi

permintaan konsumen terhadap daging sapi potong yang semakin meningkat, serta

adanya peningkatan penjualan sapi breeding, maka PT LJP berencana akan

menambah fasilitas dan kandang yang dapat menampung 7500 ekor ternak pada

tahun 2008. Jumlah sapi breeding yang ada di PT LJP saat ini yaitu untuk anak

sapi 657 ekor dan jumlah sapi bunting yaitu 2287 ekor. PT LJP memiliki luas

areal 159.000 m2.

Lahan tersebut telah dimanfaatkan seluas 3.1473,5 m2 untuk bangunan

unit feedmill, kebun hijauan, 11 kandang sapi breeding dan hospital pen, kolam

penampungan limbah (holding pond), mess karyawan dan staff, serta guest

house, cattle yard, laboratorium, dan holding fasilitas untuk IB serta kantor.

Investasi yang digunakan dalam usaha pembibitan tidaklah sedikit selain itu

dibutuhkan waktu yang lama dalam mengembalikan modal karena breeding sapi

potong baru bisa dijual setelah anak sapi berumur tiga bulan, sehingga untuk
10

pengembangan pembibitan selanjutnya oleh peternak-peternak lain perlu

dilakukan analisis kelayakan usaha breeding sapi potong. Aspek-aspek yang akan

dikaji dalam pengembangan usaha breeding sapi potong meliputi aspek teknis,

aspek institusioanal-organisasi-manejerial, aspek pasar, aspek sosial dan aspek

finansial.

Keberhasilan breeding sapi potong dipengaruhi oleh manajemen breeding

itu sendiri yaitu : 1) manajemen ternak pra-breeding, 2) kesehatan hewan, 3)

pakan, 4) manajemen ternak saat IB, 5) waktu IB dan, 6) Pemeriksaan

Kebuntingan (PKB). Jika ada suatu perubahan dalam dasar perhitungan biaya dan

benefit maka perlu dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat apa yang akan

terjadi dengan hasil analisis proyek. Perubahan-perubahan tersebut yaitu

kenaikkan biaya variabel terutama harga bakalan yang akan digunakan sebagai

calon bibit, karena harga bakalan sangat dipengaruhi oleh nilai tukar Rupiah

terhadap Dollar yang sangat berfluktuasi. Penurunan volume produksi sapi

potong, dan penurunan harga output.

Jika jumlah populasi sapi yang dibudidayakan untuk pembibitan semakin

besar sedangkan jumlah lahan dan fasilitas yang digunakan sama, maka

keuntungan yang diperoleh akan besar dan sebaliknya, mengingat usaha breeding

di PT LJP adalah usaha peternakan insentif. Apabila populasi sedikit, dan jumlah

fasilitas dan lahan yang digunakan sama, maka profit yang diperoleh kecil.

Meningkatnya skala usaha akan menghemat biaya. Usaha pembibitan sapi potong

mampu menghasilkan keuntungan yang memadai, jika skala usaha diperbesar

dengan menambah populasi sapi breeding. Berdasarkan uraian di atas maka

dapat dirumuskan permasalahan apakah dengan pengembangan skala usaha


11

pembibitan (breeding) sapi potong pada PT Lembu Jantan Perkasa (LJP) akan

layak untuk dilakukan ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah :

a. Melihat aspek teknis, aspek pasar, aspek sosial serta lingkungan, dan aspek

manejemen dalam usaha breeding PT LJP

b. Menganalisis kelayakan usaha breeding PT LJP

c. Menganalisis sensitivitas usaha breeding pada PT LJP

1.4. Kegunaan Penelitian

PT LJP merupakan perusahaan swasta nasional yang bergerak pada usaha

breeding sapi potong di Indonesia. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat

menjadi masukan dan memberikan informasi yang berguna bagi pihak yang

berkepentingan untuk tertarik dalam usaha pembibitan, khususnya pemerintah

agar ikut berperan serta dalam mengurangi tingkat ketergantungan impor sapi

bakalan atau pun sapi potong serta meningkatkan jumlah populasi sapi potong di

Indonesia sehingga kebutuhan akan daging secara nasional dapat terpenuhi.

Kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi perusahaan penelitian ini diharapakan sebagai masukan terhadap

manajemen perusahaan untuk mengetahui kelayakan usaha breeding, serta

untuk mengetahui variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi usaha

breeding jika salah satu variabel input naik.


12

2. Bagi pemerintah diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi

bagaimana teknik budidaya breeding pada PT LJP dan bagaimana

kelayakan usaha breeding, serta sebagai bahan pertimbangan dalam

membuat kebijakan dan keputusan yang menyangkut usaha pembibitan sapi

potong. Diharapkan skripsi ini dapat sebagai masukan bagi pemerintah agar

ikut berperan serta mengembangkan usaha pembibitan sapi potong di

Indonesia agar swasembada daging tahun 2010 dapat tercapai.

3. Bagi mahasiswa dan pihak yang membutuhkan informasi tentang

pembibitan sapi potong diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan

informasi serta sebagai sumber literatur dan menambah wawasan mengenai

usaha peternakan khususnya pembibitan sapi potong.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Sapi Potong

Dari sejarahnya, semua bangsa sapi yang dikenal di dunia berasal dari

Homacodontidae yang dijumpai pada zaman Paleocene. Adapun jenis primitifnya

ditemukan pada zaman Pliocene di India, Asia. Perkembangan dari jenis-jenis

primitif itulah menghasilkan tiga kelompok nenek moyang sapi hasil

penjinakkan. Adapun sapi yang dihasilkan dari jenis primitif, diklasifikasikan

menjadi tiga kelompok besar yang memiliki genetik sapi yang penting untuk

menghasilkan keturunan yang berkualitas, yaitu :

1. Bos Sondaicus, atau Bos Banteng, sampai sekarang ini masih bisa ditemui

hidup liar di daerah margasatwa yang dilindungi di pulau Jawa seperti

Pangandaran dan Ujung Kulon.

2. Bos Indicus atau Sapi Zebu, sampai sekarang mengalami perkembangan di

India, Asia.

3. Bos Taurus atau Sapi Eropa, sampai sekarang mengalami perkembangan

di Eropa.

Tiga kelompok nenek moyang tersebut, baik secara alamiah ataupun

karena peran serta manusia mampu mengalami perkembangan hasil perkawinan

atau persilangan yang menunjukkan bangsa-bangsa sapi modern, baik tipe potong-

perah, tipe potong-kerja, maupun tipe potong-murni.


14

2.2. Jenis-Jenis Sapi Potong

Beberapa jenis sapi potong banyak dijumpai di Indonesia, baik itu sapi

potong lokal ataupun jenis sapi potong bukan lokal yang merupakan hasil

persilangan dan cocok dibudidayakan di Indonesia. Jenis sapi tersebut menyebar

di wilayah Indonesia diantaranya sapi Bali, Onggole, Peranakan Ongole, dan sapi

Madura. Sedangkan bangsa sapi potong bukan lokal seperti sapi Limousin, sapi

Charolais, dan sapi Brahman.

2.2.1. Jenis Sapi Lokal

Jenis-jenis sapi yang sudah lama terdapat di Indonesia dan telah

berkembang secara turun temurun dikenal dengan sebutan sapi lokal. Jenis-jenis

sapi lokal tersebut tersebar di hampir semua daerah di Indonesia, tetapi ada pula

yang hanya terdapat di daerah-daerah tertentu saja. Jenis sapi tersebut antara lain :

1. Sapi Bali, merupakan keturunan dari Bos Banteng. Sapi Bali mempunyai

bentuk dan karakteristik yang sama dengan banteng dan tergolong sapi

yang cukup subur, sehingga sapi Bali sangat cocok sebagai ternak bibit

yang potensial. Sapi Bali mempunyai fertilitas 83-86 persen

(Murtidjo,1990), tipe pekerja yang baik, persentase karkas yang tinggi,

daging rendah lemak, dan daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi

2. Sapi Ongole, merupakan keturunan Bos Indicus yang masuk ke Indonesia

melalui jalur perdagangan. Sapi ini berwarna putih dan memiliki banyak

lipatan di bagian leher dan perut.

3. Sapi Peranakan Ongole, sapi ini juga dikenal sebagai sapi Sumba Ongole

merupakan hasil persilangan sapi Ongole asal India dengan sapi Madura
15

secara grading up (keturunan hasil perkawinan yang dikawinkan kembali

dengan sapi Ongole). Sapi ini berwarna putih dan berpunuk.

4. Sapi Madura merupakan sapi lokal yang mirip sapi Bali. Perbedaan yang

signifikan antara sapi Bali dan sapi Madura terletak pada keberadaan

punuk, sapi Bali tidak berpunuk sedangkan sapi Madura berpunuk.

2.2.2. Jenis Sapi Bukan Lokal

1. Sapi Limousin, merupakan sapi potong keturunan Bos Taurus yang berhasil

dikembangkan di Prancis. Bentuk tubuhnya memanjang penuh daging dan

sangat padat, hampir mirip dengan singa. Berat badan sapi Limousin betina

bisa mencapai rata-rata 650 Kg, dan sapi jantan mencapai berat rata-rata 850

Kg. Sapi Limousin mempunyai pertambahan berat badan harian yang cukup

tinggi sehingga banyak diimpor dalam bentuk bakalan. Sapi Limousin sudah

diimpor ke Indonesia, diantaranya dipelihara di Balai Inseminasi Buatan

Lembang Jawa, Barat.

2. Sapi Charolais, merupakan sapi potong keturunan Bos Taurus dan banyak

dikembangbiakkan di Amerika. Warna tubuhnya krem muda atau keputih-

putihan. Postur tubuhnya besar dan padat, tetapi kasar dengan bobot badan

jantan dewasa dapat mencapai 1.000 Kg, sedangkan betina dewasa sekitar 750

Kg.

3. Sapi Brahman, merupakan sapi yag termasuk dalam golongan sapi Zebu.

Sapi Brahman banyak disilangkan dengan jenis sapi lainnya dan

menghasilkan Brahman Cross (peranakan Amerika Brahman) dimana jenis

sapi Brahman mempunyai pertambahan berat badan harian yang cukup tinggi,
16

yaitu 0,8 Kg – 1,2 Kg per hari. Jenis sapi Brahman umumnya diimpor dari

Australia dan Selandia Baru dalam bentuk bakalan untuk digemukkan

kembali.

2.3. Pemilihan Bibit Sapi Potong

Pembibitan sapi potong saat ini masih berbasis pada peternakan rakyat yang

berciri skala usaha kecil, manajemen sederhana, pemanfaatan teknologi seadanya,

lokasi tidak terkonsentrasi dan belum menerapkan sistem dan usaha agribisnis.

Kebijakan pengembangan usaha pembibitan sapi potong diarahkan pada suatu

kawasan, baik kawasan khusus maupun terintegrasi dengan komoditi lainnya serta

terkonsentrasi di suatu wilayah untuk mempermudah pembinaan, bimbingan, dan

pengawasan dalam pengembangan usaha pembibitan sapi potong yang baik (Good

breeding). Bibit sapi potong merupakan salah satu faktor produksi yang

menentukan dan mempunyai peranan penting dalam upaya mendukung

terpenuhinya kebutuhan daging, sehingga diperlukan upaya pengembangan

pembibitan sapi potong secara berkelanjutan.

Bibit ternak dari usaha peternakan sapi potong mempunyai arti penting

dalam mendukung keberhasilan usaha. Usaha pemeliharaan sapi bibit potong

bertujuan mengembangbiakkan sapi potong dan keuntungan yang diharapkan

adalah hasil keturunannya. Sedangkan pemeliharaan bakalan memelihara sapi

potong dewasa untuk selanjutnya digemukkan dan keuntungan yang diharapkan

adalah hasil penggemukkan. Bibit ternak adalah semua ternak hasil proses

penelitian dan pengkajian atau ternak yang memenuhi persyaratan tertentu untuk

dikembangbiakkan dan atau untuk produksi (Ditjen Peternakan, 2007).


17

Pembibitan adalah kegiatan budidaya untuk menghasilkan bibit ternak

untuk keperluan sendiri atau untuk diperjual-belikan. Bibit sapi potong

diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu:

a. Bibit dasar (elite/foundation stock), diperoleh dari proses seleksi rumpun

atau galur yang mempunyai nilai pemuliaan di atas nilai rata-rata.

b. Bibit induk (breeding stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit

dasar.

c. Bibit sebar (commercial stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit

induk.

Syarat yang paling penting untuk seleksi sapi potong yaitu sapi harus sehat,

usia masih muda, dan tidak memiliki sejarah terserang penyakit yang

membahayakan. Pemilihan bibit ternak sapi potong biasanya menyangkut tentang

(1) asal usul atau silsilah ternak termasuk bangsa ternak, (2) kapasitas produksi

(umur, pertambahan berat badan, produksi daging, dan lemak), (3) kapasitas

reproduksi (kesuburan ternak, jumlah anak yang lahir dan hidup normal, umur

pertama kawin, siklus birahi, lama bunting, keadaan waktu melahirkan,

kemampuan membesarkan anak dan sebagainya), dan (4) tingkat kesejahteraan

anak (Ditjen Peternakan, 2007). Bibit sapi yang digunakan pada PT LJP antara

lain jenis Brahman Cross, Limousine, Simental, dan jenis sapi lokal.

Pembibitan sapi potong dapat meningkatkan mutu genetik dan nilai

ekonomi sapi potong, menghasilkan bibit sapi yang memiliki kualitas unggul dan

memiliki sifat heriditer (sifat yang diwariskan) yang baik seperti temperamen

yang jinak, sifat keibuan yang baik serta produktivitas yang tinggi.
18

2.4. Inseminasi Buatan (IB)

Sapi dapat dikembangbiakkan dengan dua metode yakni : (1) metode

alamiah yaitu sapi jantan dikawinkan dengan sapi betina yang sedang birahi, dan

(2) metode inseminasi buatan (IB), metode ini lebih populer dikenal dengan istilah

kawin suntik dengan bantuan peralatan khusus dan manusia (inseminator).

Inseminasi buatan (IB) adalah pemasukan atau penyampaian semen ke dalam

saluran alat kelamin betina dengan menggunakan alat-alat bantuan manusia.

Dalam prakteknya, prosedur IB tidak hanya meliputi penyampaian semen ke

dalam saluran kelamin betina, tetapi mencangkup juga seleksi dan pemeliharaan

pejantan, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan

(pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen (Toelihere, 1979).

Pada umumnya IB di Indonesia lebih ditekankan pada pencapaian target

peningkatan populasi ternak dan memperbaiki mutu genetik. Pelaksanaan IB

harus disertai dengan evaluasi kemajuan genetik yang dicapai setelah penyebaran

gen-gen unggul (Noor, 2003). Pelaksanaan IB harus dilakukan secara selektif

dan pada saat yang tepat. Waktu IB yang paling baik adalah menjelang akhir

masa birahi. Kadang-kadang tanda-tanda awal dan akhir birahi sulit untuk

dideteksi sehingga efektifitas IB menjadi rendah. Birahi pada sapi ditandai oleh

alat kelamin luar (vagina) berwarna merah, bengkak dan keluarnya lendir jernih

serta tingkah laku sapi yang menaiki sapi lain atau diam jika dinaiki sapi lain.

Faktor kebersihan sangat diperlukan dalam melakukan IB. Penyebaran

penyakit dapat dikurangi dengan memperhatikan sumber penyebaran penyakit.

Penularan penyakit dapat terjadi antar peternakan, antar ternak, dari ternak ke

manusia, dalam servik dan uterus, dan dari berbagai sumber lainnya.
19

Pelaksanaan IB juga dapat dimanfaatkan untuk menambah populasi betina

dan menghindarkan terjadinya crossbreeding (keturunan campuran), sehingga

dapat menghasilkan ternak murni yang sejenis. Selain itu, IB dapat juga

mengurangi terjadinya bahaya pada pekerja dan dapat mencegah terjadinya

penularan penyakit antara individu sehingga dapat mengurangi atau menekan

biaya perawatan. Menurut PT LJP pelaksanaan program IB dalam breeding sapi

potong memberikan beberapa keuntungan. Keuntunggan IB yaitu :

1. Meningkatkan mutu genetik ternak secara cepat dengan penggunaan

semen pejantan unggul atau superior.

2. Meningkatkan produktivitas ternak yang bernilai ekonomis, yaitu

pertumbuhan yang cepat, persentase karkas dan kualitas pedaging yang

baik, serta fertilitas yang tinggi.

3. Fleksibel dalam program breeding, dapat mengawinkan spesifik betina

dengan breed pejantan yang diinginkan (Simental, Limousin, Brahman).

4. Meningkatkan efisiensi produksi dengan penggunaan semen

berfertilitas tinggi sehingga memperpendek calving interval, dan

mengurangi betina yang kawin berulang.

5. Mengurangi masalah dalam memperkecil resiko transmisi penyakit.

6. Efisiensi ekonomis dimana tidak ada biaya pembelian dan pemeliharaan

pejantan.

Guna mengetahui tingkat keberhasilan maupun kegagalan IB, perlu ada

suatu program pencatatan (recording). Pencatatan diperlukan untuk menentukan

maju mundurnya program inseminasi buatan pada satu individu betina, pada
20

sekelompok ternak betina dalam suatu peternakan atau pada sekelompok ternak

dalam suatu daerah IB.

Inseminasi buatan pada sapi potong dapat memacu peningkatan populasi.

Apabila angka kebuntingan yang tinggi dapat dicapai maka kematian dapat

ditekan dan jarak beranak optimal dapat dilaksanakan sehingga penyediaan

kelengkapan sarana dan prasarana IB harus selalu diperhatikan. Ada tiga metode

untuk menginseminasi sapi sejak dimulainya IB yaitu :

1. Metode Inseminasi dalam Vagina

Metode tersebut merupakan metode yang paling awal digunakan. Caranya

adalah dengan menumpahkan sejumlah semen di mulut serviks. Metode ini

membutuhkan semen yang matang dalam jumlah yang banyak. Keadaan

vagina yang kurang baik menyebabkan sperma tidak berumur panjang

(Barden dan Fuquay, 1997).

2. Metode Inseminasi dalam Serviks

Metode tersebut telah mengunakan spekulum steril yang dimasukan ke dalam

vagina. Metode tersebut memerlukan lampu untuk memudahkan masuknya

spekulum ke dalam serviks yang telah terbuka. Biasanya spekulum

dimasukkan 1-2 cm dalam serviks dan semen dapat ditumpahkan. Metode

inseminasi serviks lebih baik daripada metode inseminasi dalam

vagina.(Bearden dan Fuquay, 1997).

3. Metode Inseminasi Rektovaginal

Teknik inseminasi rektovaginal dilakukan dengan cara pipa inseminasi dan

gelas plastik sekali pakai atau pipet jarum diarahkan ke mulut serviks dengan

bantuan tangan lewat dinding rektum untuk mengangkat bagian serviks dan
21

selanjutnya pipet dimasukkan kedalam saluran serviks, sehingga semen dapat

ditumpahkan langsung kedalam uterus dengan menekan secara perlahan spoit

atau pistol inseminasi yang dipasang pada pipet (Bearden dan Fuquay, 1997).

Diperlukan usaha yang maksimal guna mempercepat pertumbuhan

produksi peternakan. Dengan usaha yang maksimal tersebut diharapkan program

pemerintah dalam meningkatkan populasi sapi potong dapat terlaksana dengan

baik dan dapat bermanfaat bagi masyarakat.

2.5. Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Bukit (2007), melakukan Analisis Kelayakan Usaha Ikan Patin (Kasus di

Kabupaten Bogor). Metode yang digunakan dalam perhitungan aspek finansial

menggunakan kriteria investasi yaitu NPV, IRR, Net B/C ratio dan Payback

Period. Selain itu juga digunakan analisis sensitivitas.

Dalam penelitaan ini dilakukan tiga skenario, yaitu skenario I kegiatan

budidaya pembenihan ikan patin, skenario II kegiatan pembesaran ikan patin, dan

skenario III kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan patin. Berdasarkan hasil

penelitian maka dapat disimpulkan bahwa skenario I lebih layak dan

menguntungkan dilaksanakan dibandingkan dengan skenario II dan III, dimana

skenario I menghasilkan NVP sebesar Rp 10.8796.492,2, net B/C ratio sebesar

1,724, IRR sebesar 22,75 persen, dan payback period selama 3,91 tahun.

Variabel analisis sensitivitas yang dilakukan untuk ketiga skenario adalah

penurunan harga jual output produksi, penurunan volume output produksi, dan

kenaikan harga input dominan yaitu harga pakan ikan patin. Adapun hasil

sensitivitas diperoleh bahwa skenario satu kurang peka terhadap perubahan


22

variabel bila dibandingkan dengan skenario dua dan tiga. Hasil sensitivitas untuk

skenario I, kegiatan budidaya pembenihan ikan patin masih layak dilaksanakan

sampai penurunan harga 8,8 persen, penurunan volume produksi sampai 8,8

persen dan kenaikan harga artemia 22 persen dan cacing sutra 25,3 persen.

Penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2007), mengenai Analisis

Kelayakan Finansial Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Perah (Studi Kasus di

CV Cisarua Integreted Farming). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui

manajemen atau tatalaksana usaha peternakan sapi perah di CV Cisarua Integreted

Farming dan menganalisis kelayakan pengembangan usaha peternakan sapi perah

CV Integreted Farming, baik ditinjau dari segi teknis maupun finansial. Analisis

finansial menunjukkan pada saat proyek tanpa sumber pembiayaan dari bank pada

tingkat suku bunga 12 persen menunjukkan nilai NPV sebesar Rp 359.203.465,91,

nilai BCR 1,32, IRR sebesar 19,04 persen dan Payback Period selama 13,89

tahun. Jika mengunakan sumber pembiayaan dari bank dengan suku bunga 16

persen, menunjukkan nilai NPV sebesar Rp 196.178.751,78, dengan nilai BCR

sebesar 1,23 dan IRR sebesar 22,89 persen serta nilai Payback Period selama

19,58 tahun.

Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa perencanaan pengembangan

perusahaan tersebut layak untuk dilaksanakan tanpa pembiayaan dengan tingkat

suku bunga 12 persen maupun dengan pembiayaan menggunakan tingkat suku

bunga kredit 16 persen karena telah memenuhi kriteria kelayakan finansial.

Analisis sensitivitas pada tingkat suku bunga 12 persen tanpa pembiayaan,

jika harga pakan naik sebesar lima persen menunjukkan bahwa proyek layak

untuk dilaksanakan, kerena nilai NPV sebesar Rp 120.155.660,70, nilai BCR


23

sebesar 1,10, nilai IRR sebesar 14,36 persen dan Payback Period selama 15,74

tahun. Hasil analisis sensitivitas dengan pembiayaan menggunakan tingkat suku

bunga 16 persen dengan peningkatan harga pakan lima persen menunjukkan

bahwa secara finansial perusahaan tidak layak untuk dikembangkan karena

dengan nilai NPV sebesar Rp –9.102.885,50 yang berarti bahwa perusahaan

mengalami kerugian, BCR sebesar 0,99, ini berarti setiap penambahan

pengeluaran sebesar Rp 1,00 maka akan menghasilkan manfaat sebesar Rp 0,99.

Tingkat IRR perusahaan mencapai 15,68 persen, yang artinya berada di bawah

dari tingkat suku bunga yang digunakan. Nilai Payback Period 22,50, ini berarti

investasi sebesar Rp 2.038.961,00 akan kembali selama 22,50 tahun.

Rofik (2005), meneliti tentang Analisis Kelayakan Finansial Usaha

Peternakan Sapi Perah Pondok Rangon Jakarta Timur. Tujuan dari penelitian

tersebut adalah untuk menganalisis karakteristik dan kelayakan usaha peternakan

sapi perah Pondok Rangon serta melakukan analisis sensitivitas usaha peternakan

sapi perah Pondok Rangon. Metode analisis yang digunakan secara kuantitatif

yang digunakan untuk mendapatkan besaran parameter kelayakan finansial dari

usaha ternak sapi perah yaitu NPV, IRR dan Net B/C. Hasil perhitungan NPV,

Net B/C, dan IRR pada tingkat suku bungga 14,85 persen pada masing-masing

kelompok di Kelurahan Pondok Rangon layak untuk dilakukan. Berdasarkan

analisis sensitivitas menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan harga pakan 30

persen pada semua kelompok masih layak dilakukan dalam mengembangkan

usaha ternak sapi perah.


24

Ratniati (2007), meneliti tentang Analisis Sistem Pemasaran Ternak Sapi

Potong PT Great Livestock Company, Lampung Tengah. Dalam penelitian ini

berdasarkan lembaga atau individu pemasaran yang terlibat di wilayah Bandar

Lampung terdapat delapan saluran, sedangkan untuk wilayah Bogor dan DKI

Jakarta masing-masing terdapat enam dan lima saluran pemasaran. Rata-rata

farmer share dari seluruh sebaran sebesar 93,54 persen (91,47 persen sampai

dengan 94,79 persen) untuk wilayah Lampung; 88,47 persen (87,88 persen

sampai dengan 89,06 persen) untuk wilayah Bogor, dan 85,78 persen (84,75 pesen

sampai dengan 86,59 persen) untuk wilayah DKI Jakarta. Hal tersebut

menunjukkan bahwa secara umum seluruh saluran di masing-masing wilayah

farmer share sudah cukup besar. Harga yang diterapkan adalah harga franco dan

loco.

Berdasarkan satuan Rp per Kg bobot hidup maka total marjin pemasaran

yang paling besar diterima oleh lembaga pemasaran di wilayah Bandar Lampung

terdapat pada saluran I. Namun berdasarkan satuan total volume penjualan maka

marjin pemasaran yang paling besar diterima PT GGLC terdapat pada saluran III.

Marjin pemasaran yang paling besar diterima lembaga pemasaran di wilayah

Bogor dan DKI Jakarta adalah pada saluran II, sedangkan berdasarkan total

volume penjualan maka saluran I memberikan yang paling besar.

Sahat (2007), meneliti tentang Analisis Permintaan Daging Sapi Segar di

Wilayah DKI Jakarta. Model yang digunakan adalah model ekonometrika dengan

variabel-varibel yang diduga dapat mempengaruhi permintaan daging sapi segar

di wilayah DKI Jakarta. Hasil analisis model dugaan menunjukkan bahwa

keragaman permintaan daging sapi segar dapat dijelaskan oleh model sebesar 64,6
25

persen dan sisanya dijelaskan oleh variabel kualitatif seperti preferensi dan selera

dan variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Hasil F-Hitung sebesar 6,68

dan P-Value sebesar 0,00 menunjukkan bahwa variabel dalam model secara

serentak signifikan terhadap permintaan daging sapi segar.

Variabel yang mempengaruhi permintaan daging sapi segar secara

signifikan adalah, harga daging sapi segar, harga daging ayam ras, harga ikan

segar, harga daging ayam buras, harga daging kambing, harga daging babi, serta

pendapatan per kapita penduduk DKI Jakarta. Variabel yang memiliki hubungan

negatif dengan permintaan daging sapi segar adalah harga daging sapi segar,

harga ikan segar, harga daging ayam buras, harga daging babi. Variabel yang

mendekati elastis karena besaran elastisitasnya mendekati satu adalah harga

daging ayam ras dan harga ikan segar. Sedangkan variabel harga telur ayam ras,

harga daging kambing, serta harga daging ayam buras bersifat inelastis.

Pembentukan harga di tiap lembaga pemasaran umumnya dengan metode cost-

plus- pricing.

Penelitian yang dilakukan oleh Purba (2006), mengenai Analisis Strategi

Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong (Kasus di PT Lembu Jantan

Perkasa). Analisis strategi dipilih berdasarkan skala prioritas dan dicari yang

terbaik. Perumusan strategi terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu tahap

input dengan menggunakan matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) dan Evaluasi

Faktor Eksternl (EFE). Tahap kedua yaitu tahap pemaduan dengan menggunakan

matriks Internal-Eksternal (I-E) dan matriks SWOT. Tahap ketiga adalah tahap

keputusan dengan menggunakan Quantitative Strategyc Planning Matrix


26

(QSPM). Hasil yang diperoleh matriks IFE dan EFE dapat disusun matriks

Internal-Eksternal.

Nilai IFE sebesar 3,145 dan EFE sebesar 3,341 menempatkan PT Lembu

Jantan Perkasa pada sel I yang menggambarkan bahwa perusahaan dalam kondisi

internal dan eksternal yang tinggi atau kuat, dalam arti peluang dan ancaman yang

dihadapi perusahaan dalam kondisi tinggi. Urutan strategi pengembangan bisnis

berdasarkan prioritas tertinggi untuk dilaksanakan sesuai kondisi internal dan

eksternal perusahaan adalah mempertahankan kontinuitas sapi potong dengan

pengembangan pembibitan atau menyediakan sapi bakalan hasil breeding sendiri

(TAS = 5,233).

Rachmawatie (2005), dalam peneliatiannya yang berjudul Analisis

Keputusan Peternak Rakyat Sapi Potong dalam Penerapan Teknologi Inseminasi

Buatan (Kasus Desa Singasari, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor) meneliti

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap keputusan peternak rakyat sapi

potong dalam penerapan IB serta untuk mengetahui besarnya tingkat keuntungan

rata-rata yang diperoleh peternak IB dan non IB dari usaha ternak sapi potong.

Keuntungan rata-rata yang diperoleh peternak IB dan peternak non IB masing-

masing Rp 143.721,32 per ST per tahun dan Rp 143.932,61 per ST per tahun.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penerapan IB di Desa Singasari

adalah pengalaman beternak dan tingkat pendidikan peternak yang tidak tamat

SD. Pengalaman beternak nyata pada taraf 10 persen dengan nilai odd ratio 0,86.

Hal tersebut berarti semakin tinggi pengalaman beternak maka kencenderungan

peternak menerapakan IB semakin kecil. Kecenderungan peternak memiliki

tingkat pendidikan tidak tamat SD untuk bersedia menerapakan IB sebesar 0,08


27

kali lebih kecil dibandingkan peternak lain yang tidak sekolah. Secara umum

peternak di Desa Singasari lebih banyak tidak menempuh pendidikan formal yaitu

dengan persentase 64,30 persen peternak dari total peternak IB dan sebesar 43,75

persen dari total peternak bukan IB.

Madhan (2005), meneliti tentang Korelasi Antara Jarak Inseminasi Buatan

Pertama Setelah Melahirkan, Days Open dan Calving Interval, serta Pengaruh

Musim Terhadap Lama Kebuntingan pada Sapi Bali. Penelitian ini bertujuan

untuk melihat antara jarak Inseminasi Buatan (IB) pertama setelah melahirkan,

days open dan calving interval, serta pengaruh musim terhadap lama kebuntingan

pada sapi Bali yang diternakkan secara tradisional. Penelitian tersebut dilakukan

berdasarkan metode survei deskriptif melalui pengumpulan data sekunder dari

inseminator dan Dinas Peternakan Propinsi Bali. Data sekunder yang diperoleh

diolah dan dianalisis dengan korelasi Pearson dan One-Way ANOVA. Jarak IB

pertama setalah melahirkan, days open dan calving interval rata-rata pada sapi

Bali berturut-turut adalah 127±80 hari, 138,5±85 hari dan 428,7±86 hari dan

masing-masing mempunyai korelasi positif dengan koefisien korelasi antara 0,80-

0,888 (P<0.01). Lama kebuntingan rata-rata adalah 289±5 hari dan tidak terdapat

pengaruh musim terhadap lama kebuntingan (P>0,05).

Prihandoko (2003), meneliti tentang Kajian Komparatif Keberhasilan

Pelaksanaan Program Inseminasi Buatan (IB) pada Sapi Potong di Kabupaten

Karanganyar dan Kabupaten Magelang Propinsi Jawa Tengah. Tujuan penelitian

yaitu untuk menentukan tingkat keberhasilan pelaksanaan program IB dengan

menggunakan peubah-peubah profil reproduksi yaitu Service Per Conception atau

S/C, Conception Rate atau CR, Calving Interval atau CI dan Pregnancy Rate atau
28

PR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi IB pada sapi

potong di Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Magelang telah diterima

peternak sebagai pilihan yang baik untuk mengawinkan induk-induk sapinya.

Hasil peubah-peubah yang digunakan untuk memprediksi efisiensi reproduksi

angka yang dicapai Kabupaten Karanganyar adalah S/C 2,68, CR 50,16 persen,

PR 69,19 persen, dan CI 16,25 bulan. Sedangkan Kabupaten Magelang angka

yang dicapai adalah S/C 4,50, CR 29,53 persen, PR 55,03 persen, dan CI sebesar

16,67 bulan. Hasil menunjukkan bahwa Kabupaten Karanganyar mempunyai

angka-angka efisiensi reproduksi yang lebih baik dibandingkan dengan Kabupaten

Magelang.

Tabel 5 menunjukkan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan

penelitian ini adalah penelitian mengenai kelayakan finansial, Inseminasi Buatan

(IB) serta pemasaran sapi potong atau pun daging sapi potong. Posisi penelitian

yang dilakukan adalah memperkaya penelitian terdahulu yang relevan.


29

Tabel 5. Penelitian Terdahulu Yang Relevan Mengenai Kelayakan Breeding


Sapi Potong

Beda Penelitian
Nama Tahun Judul Penelitian Metode Penelitian
Terdahulu
NPV,IRR,NBCR,P
Objek penelitian
Analisis Kelayakan Ikan Patin ayback Period dan
Bukit 2007 ikan patin dan
(Kasus di Kabupaten Bogor) Analisis
lokasi penelitian
Sensitivitas
Analisis Kelayakan Finansial
NPV,IRR,NBCR,
Pengembangan Usaha Objek penelitian
Payback Period,
Agustina 2007 Peternakan Sapi Perah (Studi sapi perah dan
Analisis
Kasus di CV Cisarua Integrated lokasi penelitian
Sensitivitas
Farming)
Analisis Kelayakan Finansial Objek Penelitian
Rofik 2005 Usaha Peternakan Sapi Perah sapi perah dan NPV, IRR, NBCR
Pondok Rangon Jakarta Timur lokasi penelitian
Objek penelitian
Anlisis Sistem Pemasaran sapi potong, lokasi
Ternak Sapi Potong PT Great penelitian metode Margin tataniaga,
Ratniati 2007
Giant Livestock Company, analisis yang farmer share
Lampung Tengah digunakan dan
tujuan penelitian
Objek penelitian
sapi potong, lokasi
Analisis Permintaan Daging
penelitian, metode
Sahat 2007 Sapi Segar di Wilayah DKI Ekonometrika
analisis yang
Jakarta
digunakan dsn
tujusn penelitian
Objek penelitian
Analisis Strategi
sapi potong,
Pengembangan Usaha
metode analisis EFI,EFE. SWOT
Purba 2006 Peternakan Sapi Potong (Studi
yang digunakan dan QSPM
Kasus di PT Lembu Jantan
dan tujuan
Perkasa)
penelitian
Analisis Keputusan Peternak Objek penelitian
Rakyat Sapi Potong dalam sapi potong, lokasi,
Rachma Penerapan Teknologi metode analisis Keuntungan rata-
2005
wati Inseminasi Buatan (Studi Kasus yang digunakan rata, nilai odd ratio
di Desa Singasari, Kecamatan dan tujuan
Jonggol, Kabupaten Bogor penelitian
Korelasi Antara Jarak
Objek penelitian
Inseminasi Buatan Pertama
sapi potong, lokasi,
Setelah Melahirkan, Days Open
metode analisis
Madhan 2005 dan Calving Interval, serta Way ANOVA
yang digunakan
Pengaruh Musim terhadap
dan tujuan
Lama Kebuntingan Sapi pada
penelitian
Sapi Bali
Korelasi Pearson
Objek penelitian dan One- Sevice
Kajian Komparatif
sapi potong, lokasi, Reconception
Keberhasilaan Pelaksanaan
Prihando metode analisis (S/C), Conception
2003 Program IB pada Sapi Potong
ko yang digunakan Rate (CR),Calving
di Kabupaten Karanganyar dan
dan tujuan Interval (CI ) dan
Kabupaten Magelang
penelitian Pregnancy Rate
(PR )
III. KERANGKA PEMIKIRAN 

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan

dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

dalam penelitian. Selain itu, teori merupakan acuan untuk menjawab

permasalahan.

3.1.1. Studi Kelayakan Proyek

Proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya-

biaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan secara logika merupakan wadah

untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan pelaksanaan,

dalam satu unit. Rangkaian dasar dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek

adalah siklus proyek yang terdiri dari tahap-tahap identifikasi, persiapan dan

analisis penilaian, pelaksanaan dan evaluasi (Gitingger, 1986). Evaluasi poyek

sangat penting, evaluasi ini dapat dilakukan beberapa kali selama pelaksanaan

proyek.

Studi kelayakan proyek adalah studi atau penelitian dalam rangka untuk

menilai layak atau tidaknya proyek investasi yang akan dilakukan dengan berhasil

dan menguntungkan secara ekonomis (Suratman, 2002). Secara umum aspek-

aspek yang akan dikaji dalam kelayakan proyek meliputi aspek hukum, sosial

ekonomi dan budaya, aspek pasar dan pemasaran, aspek manajemen, aspek teknis

dan teknologi, dan aspek keuangan. Investasi atau penanaman modal di dalam

perusahaan tidak lain adalah menyangkut penggunaan sumber-sumber yang

diharapkan akan memberikan imbalan (pengembalian) yang menguntungkan di


31

masa yang akan datang. Apapun bentuk investasi yang dilakukan diperlukan studi

kelayakan meskipun intesitasnya berbeda. Hal ini mengingat masa yang akan

datang mengandung penuh ketidak pastian. Tujuan utama dilakukan studi

kelayakan proyek adalah untuk menghindari keterlanjuran investasi yang

memakan dana yang relatif besar yang ternyata justru tidak memberikan

keuntungan secara ekonomis. Adapun manfaat yang diharapkan dilakukan studi

kelayakan proyek adalah memberi masukan informasi kepada decision maker

dalam rangka untuk memutuskan dan menilai alternatif proyek investasi yang

dilakukan. Studi kelayakan diperlukan oleh investor, kreditur dan pemerintah

yang memiliki kepentingan yang berbeda.

3.1.2. Analisis Finansial

Analisis proyek dapat dilakukan dengan dua pendekatan umum yaitu analisis

finansial dan ekonomi. Analisis finansial merupakan analisis manfaat-biaya yang

berpusat dari modal yang ditanamkan dalam proyek dan merupakan penerimaan

langsung bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaannya (Kadariah, 1980).

Pada analisis finansial, harga yang digunakan adalah harga pasar (harga yang

berlaku sebenarnya). Pada analisis ekonomi, proyek dilihat dari sudut

perekonomian secara keseluruhan, yang memperhatikan hasil total, produktivitas

atau keuntungan yang didapat dari semua yang dipakai dalam proyek untuk

masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan. Pada penelitiaan ini bertujuan

untuk melihat tingkat kelayakan suatu proyek dari sisi finansial.

Menurut Gittinger (1986), Sebuah proyek pertanian merupakan suatu

kegiatan investasi di bidang pertanian yang mengubah sumber-sumber finansial

menjadi barang-barang kapital yang menghasilkan keuntungan dan manfaat


32

(benefit) setelah beberapa waktu tertentu. Dalam menganalisis keberlanjutan

pelaksanaan proyek, maka perlu dilakukan evaluasi mengenai biaya yang telah

dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh dari pengeluaran biaya tersebut. Bila

manfaat (benefit) dari proyek dirasakan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan,

maka proyek tersebut layak dijalankan. Sebaliknya apabila manfaat yang

dirasakan lebih rendah dari pada biaya yang telah dikeluarkan, maka proyek

tersebut tidak layak dijalankan.

Biaya merupakan segala sesuatu yang dikeluarkan ditujukan untuk

memperoleh manfaat tertentu. Menurut Kadariah (1976), manfaat proyek dapat

dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

1. Manfaat langsung (direct benefit) yang diperoleh dari adanya kenaikkan

nilai output, fisik, dan atau dari penurunan biaya.

2. Manfaat tidak langsung (indirect benefit) yang disebabkan oleh adanya

proyek tersebut yang biasanya dirasakan oleh orang tertentu serta

masyarakat berupa adanya efek multiplier, skala ekonomi yang lebih besar

dan adanya dynamic second effect, misalnya perubahan dalam

produktivitas tenaga kerja yang disebabkan oleh keahlian.

3. Manfaat yang tidak dapat dinilai dan sulit dinilai dengan uang (intangible

effect), misalnya perbaikan lingkungan hidup.

3.1.3. Discounted Cash Flow Method


Konsep nilai waktu uang (time value of money) menjelaskan tentang

perubahan nilai uang dari waktu ke waktu dikarenakan adanya suku bunga yang

mempengaruhinya. Karena itu, untuk membandingkan nilai uang yang berbeda


33

saat pengeluaran dan penerimaannya, maka perlu penyetaraan nilai melalui

pendiskontoan (discounting). Metode analisis finansial yang menggunakan teknik

pemotongan nilai ini disebut Discounted Cash Flow.

Tingkat suku bunga yang digunakan dalam pendiskontoan manfaat dan

biaya haruslah mencerminkan oportunity cost of capital, yaitu tingkat

pengembalian (rate of return) investasi alternatif proyek lainnya (Gray,

dkk,1999). Berdasarkan metode Discounted Cash Flow terdapat beberapa kriteria

penilaian investasi yang dapat dijadikan tolak ukur, yaitu :

1. Nilai bersih sekarang (Net Present Value atau NPV), merupakan selisih

nilai kini arus manfaat dan biaya yang dihitung berdasarkan discount rate

yang berlaku. Jika nilai NPV>0, maka proyek dikatakan layak atau

bermanfaat karena dapat menghasilkan lebih besar dari opportunity cost

faktor produksi modal. NPV=0, berarti menghasilkan opportunity cost

faktor produksi modal, pada kondisi ini proyek tidak untung dan tidak

rugi. NPV<0, berarti proyek tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang

dipergunakan yang menunjukkan bahwa proyek tidak layak untuk

dilakukan.

2. Tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return atau IRR),

merupakan tingkat discuont rate yang menjadikan NPV proyek sama

dengan nol. Perhitungan IRR digunakan untuk mengetahui persentase

keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan menunjukkan

kemampuan proyek dalam mengembalikan pinjaman. Suatu investasi

dikatakan layak apabila IRR lebih besar dari tingkat suku bunga.
34

3. Rasio manfaat-biaya bersih (Net Benefit-Cost Ratio atau Net B/C)

merupakan angka perbandingan arus benefit bersih yang positif terhadap

manfaat bersih yang negatif. Nilai Net B/C ratio menunjukkan besarnya

tingkatan tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu

rupiah. Proyek layak dilaksanakan apabila nilai B/C lebih dari satu,

sedangkan jika nilai B/C kurang dari satu maka proyek tidak layak

dilaksanakan.

4. Masa pengembalian investasi terdiskonto (Discounted Payback Period),

merupakan kriteria tambahan dalam analisis kelayakan untuk melihat

periode waktu yang diperlukan dalam melunasi seluruh investasi yang

telah dikeluarkan. Selama proyek dapat mengembalikan modal atau

investasi sebelum berakhirnya umur proyek, berarti proyek masih dapat

dilaksanakan. Akan tetapi apabila sampai saat proyek berakhir dan belum

dapat mengembalikan modal yang digunakan, maka sebaiknya proyek

tidak dilaksanakan.

3.1.4. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk meneliti kembali suatu analisis

kelayakan proyek, agar dapat melihat pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan

yang berubah-ubah atau adanya suatu kesalahan dalam dasar-dasar biaya dan

manfaat. Hal tersebut merupakan cara menarik perhatian kepada masalah utama

dari analisis proyek, yaitu proyek selalu menghadapi resiko ketidakpastian yang

dapat saja terjadi pada keadaan-keadaan yang telah diramalkan.

Dalam analisis sensitivitas setiap kemungkinan harus dicoba yang berarti

setiap kali harus diadakan analisis kembali. Ini perlu sekali, karena analisis
35

proyek biasanya didasarkan pada proyek-proyek yang banyak mengandung

ketidakpastian dan perubahan yang terjadi di masa yang akan datang. Analisis

sensitivitas dilakukan untuk melihat pengaruh penurunan harga dan kenaikan

biaya yang terjadi terhadap kelayakan usahatani tersebut, yaitu dari layak menjadi

tidak layak untuk dilaksanakan (Gittinger, 1986). Analisis sensitivitas dapat

dilakukan dengan pendekatan switching value (nilai pengganti), dimana analisis

ini mencari seberapa perubahan maksimum yang dapat ditolerir agar proyek

masih memberikan keuntungan normal. Perubahan-perubahan yang terjadi

misalnya perubahan tingkat produksi, harga jual output maupun harga input.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Permintaan yang tinggi akan sapi bibit dan sapi bakalan hingga saat ini

belum dapat dipenuhi oleh usaha pembibitan sapi potong di dalam negeri. Hal ini

tercermin pada impor sapi bakalan dan daging sapi beku yang cenderung makin

meningkat. Jumlah populasi sapi potong yang cenderung statis, tidak dapat

mengimbangi jumlah komsumsi daging sapi potong yang semakin meningkat

setiap tahunnya. Melihat kenyataan tersebut potensi untuk pengembanggan sapi

potong di dalam negeri masih cukup besar untuk dikembangkan.

Banyak pihak swasta maupun pemerintah tidak tertarik untuk menanamkan

modalnya dalam usaha pembibitan sapi potong. Hal ini disebabkan biaya investasi

yang digunakan dalam pembibitan lebih besar dari pada usaha penggemukkan. Di

samping usaha pembibitan memiliki resiko yang lebih besar, serta perputaran

uang dan pengembalian modal yang lama. Kondisi tersebut berbeda dengan

usaha penggemukkan dimana resiko yang dihadapi lebih kecil, perputaran uang

yang cepat karena sapi dapat dijual setelah digemukkan selam tiga bulan.
36

Tidak adanya upaya pemerintah dalam pinjaman modal berupa kredit

lunak merupakan salah satu penyebab tidak tertariknya investor menjalankan

usaha pembibitan sapi potong. Selain itu, harga bakalan yang digunakan sebagai

calon bibit sangat dipengaruhi oleh nilai tukar Rupiah terhadap Dollar yang

berfluktuasi. Analisis kelayakan pentingnya dilakukan untuk melihat apakah

usaha breeding sapi potong tersebut layak untuk dijalankan atau tidak.

PT Lembu Jantan Perkasa (LJP) termasuk golongan usaha besar yang

awalnya bergerak di bidang penggemukkan dan penjualan sapi potong yang

didukung oleh tenaga peternak yang berpengalaman. PT Lembu Jantan Perkasa

merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang berskala besar bergerak di

dua bidang yakni pembibitan (breeding) sapi potong dan penggemukkan

(fattening) sapi potong secara intensif. Untuk mengantisipasi penurunan populasi

sapi potong dan peningkatan kebutuhan akan konsumsi daging sapi secara

nasional serta untuk mengurangi tingkat ketergantungan impor sapi potong di

Indonesia, maka mulai tahun 2004 PT LJP mulai merintis usaha pembibitan sapi

potong (breeding) dengan mengunakan bakalan yang telah diseleksi terlebih

dahulu sebelum dimasukkan ke pembibitan.

Terbatasnya bibit ternak lokal serta sedikitnya jumlah bibit unggul yang

tersedia merupakan salah satu alasan bagi PT LJP menggunakan bibit sapi potong

impor. Input utama yang digunakan dalam pembibitan sapi potong yaitu bibit

sapi potong berkualitas yang diimpor dari negara Australia dimana pembayaran

yang digunakan memakai mata uang Dollar. Jenis sapi potong bibit yang

digunakan yaitu Brahman Cross atau dikenal dengan bahasa komersialnya


37

Australia Comersial Cross (ACC) melalui perusahaan Walco Internasional. Proses

pembibitan melalui beberapa tahap.

Diharapkan usaha pembibitan dapat memenuhi kebutuhan daerah-daerah

akan bibit sapi pilihan yang berkualitas untuk menunjang usaha peningkatan gizi

masyarakat melalui pemenuhan kebutuhan ternak sapi potong. Usaha pembibitan

sapi potong membutuhkan modal investasi yang besar karena usaha pembibitan

secara intensif membutuhkan banyak fasilitas. Investasi yang terdapat dalam

usaha breeding sapi potong tersebut meliputi investasi kandang calon bibit,

kandang sapi bunting, kandang weaner, cattle yard, holding pond (kolam

penampungan limbah), holding fasilitas, laboraturium IB, hospital pen, bangunan

unit feedmill, lahan hijauan ternak, mess karayawan, kantor, dan geust house.

PT LJP menjual produknya yaitu sapi dalam keadaan bunting dan berupa

anak sapi (weaner). Harga yang ditetapkan berbeda berdasarkan berat tubuh. Sapi

buting dijual jika umur kebuntingan sapi telah mencapai tiga bulan sampai dengan

tujuh bulan dengan harga berkisar Rp 9.600.000,00 sampai harga Rp

12.100.000,00. Sedangkan untuk anak sapi baru bisa dijual jika umur weaner

maksimal satu tahun. Harga sapi weaner berkisar Rp 3.600.000,00 sampai Rp

6.850.000,00.

Saat ini tingkat keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) PT LJP yaitu sebesar

80 persen dengan jumlah inseminasi per kebuntingan atau nilai S/C (Service Per

Conception) sebesar 1.6-1.7. Nilai tersebut menandakan bahwa tingkat kesuburan

sapi breeding PT LJP tinggi.

Menurut pengalaman perusahaan dari semua populasi bakalan yang

diimpor sebesar 15 persen telah bunting secara alami, setelah melakukan seleksi
38

melalui pemeriksaan alat reproduksi maka sebesar 30 persen sapi bakalan tersebut

layak untuk dimasukkan dalam program pembibitan sedangkan sisanya untuk

program penggemukkan. Hal tersebut merupakan peluang yang dapat

dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mendirikan usaha pembibitan sapi potong.

Proporsi input bakalan impor dari 100 persen total populasi sebesar 45 persen

digunakan sebagai input breeding, sedangkan sisanya 55 persen dimasukkan

kedalam usaha penggemukkan.

Berdasarkan permasalahan yang terjadi maka perlu dilakukan analisis

kelayakan untuk melihat apakah usaha pengembangan pembibitan sapi potong

layak untuk dilaksanakan atau tidak, sehingga perlu dilakukan pembahasan

mengenai aspek-aspek yang berhubungan dengan kelayakan usaha. Aspek-aspek

tersebut meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek finansial

serta aspek lingkungan.

Penilaian tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis finansial untuk

melihat nilai NPV, IRR, Net B/C ratio dan Payback Period. Menurut Umar

(2005), NPV yaitu selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang

dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Untuk

menentukan nilai sekarang perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan.

Jika nilai NPV>0, maka proyek dikatakan layak atau bermanfaat karena

dapat menghasilkan lebih besar dari modal opportunity cost faktor produksi

modal. Nilai NPV=0, berarti proyek menghasilkan sebesar opportunity cost faktor

produksi modal. Pada kondisi ini proyek tidak untung dan tidak rugi. Jika nilai

NPV<0, berarti proyek tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan

yang menunjukkan bahwa proyek tidak layak dilakukan.


39

Nilai net B/C ratio menunjukkan besarnya tingkat tambahan manfaat pada

setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah. Proyek dikatakan layak untuk

dilaksanakan apabila nilai B/C ratio lebih dari satu, sedangkan nilai B/C ratio

kurang dari satu maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan. Untuk mengetahui

berapa periode yang diperlukan untuk menutup kembali penggeluaran investasi

dengan menggunakan aliran kas maka digunakan Payback Period. Analisis

sensitivitas dilakukan untuk mengetahui perubahan dalam dasar perhitungan biaya

dan benefit untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek.

Perubahan-perubahan tersebut yaitu kenaikkan biaya variabel terutama

harga bakalan yang akan digunakkan sebagai calon bibit, karena harga bakalan

sangat dipengaruhi oleh nilai tukar Rupiah terhadap Dollar yang sangat

berfluktuasi dan penurunan volume produksi. Kerangka pemikiran operasional

Analisis Kelayakan Usaha Pengembangan Pembibitan (Breeding) Sapi Potong

pada PT Lembu Jantan Perkasa dapat dilihat pada Gambar 1.


40

• Adanya potensi permintaan konsumsi daging sapi


potong yang semakin meningkat
• Pertumbuhan sapi potong yang cenderung statis
• Mengurangi tingkat ketergantungan impor sapi
potong karena impor sapi bakalan dan daging dari
tahun ke tahun menunjukan peningkatan.

PT Lembu Jantan Perkasa

Usaha pembibitan (breeding) sapi potong :


• Harga bakalan yang dipengaruhi nilai tukar Rupiah
terhadap Dollar yang berfluktuatif
• Proses produksi breeding sapi potong yang lama

Analisis Kelayakan Usaha

Aspek Aspek Aspek finansial Aspek sosial Aspek


teknis manejemen • NPV, IRR, Net dan pasar
B/C, Payback lingkungann
period
• Sensitivitas

Tidak Layak Layak

UsahaPengembangan Pembibitan (breeding)


Sapi Potong

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional


IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada PT Lembu Jantan Perkasa (LJP) yang

berlokasi di Jalan Serang-Pandeglang Km 9,6 Desa Sindang Sari, Kecamatan

Pabuaran, Provinsi Banten. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan bahwa PT Lembu Jantan Perkasa merupakan

salah satu perusahaan swasta nasional berskala besar yang bergerak di bidang

pembibitan sapi potong di Provinsi Banten. Penelitian lapang serta pengambilan

data dilaksanakan pada bulan Mei 2008 hingga Juli 2008.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung di

perusahaan serta wawancara dengan manajer perusahaan dan karyawan

perusahaan. Selain itu digunakan juga data sekunder yang diperoleh dari catatan

intern perusahaan, baik catatan produksi maupun keuangan, Badan Pusat Statistik,

Dinas Peternakan dan literatur yang diperoleh dari perpustakaan LSI IPB,

perpustakaan FAPERTA, perpustakaan FAPET dan internet

Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :

1. Data gambaran umum perusahaan yang meliputi sejarah perusahaan,

struktur organisasi perusahaan, aktivitas produksi, jenis produk,

pemasaran, keuangan.
42

2. Data historis perusahaan, yaitu komponen-komponen biaya investasi, biaya

variabel dan biaya biaya tetap, harga jual produk, volume produksi, dan

realisasi penjualan.

3. Data historis produksi meliputi data persediaan bahan baku bakalan calon

bibit dan semen beku IB, penggunaan sumberdaya, harga beli bibit ternak

sapi potong, tenaga kerja produksi.

4.3. Metode Analisis Data

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan

kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai

aspek-aspek yang dikaji dalam analisis kelayakan usaha breeding sapi potong

pada PT LJP yang dijelaskan secara deskriptif. Aspek-aspek tersebut meliputi

aspek teknis, aspek manajemen, aspek lingkungan dan aspek sosial serta aspek

pasar.

Analisis kuantitatif digunakan untuk mengkaji kelayakan finansial usaha

breeding sapi potong pada PT LJP berdasarkan kriteria kelayakan investasi yaitu

NPV, IRR, dan Net B/C Ratio dan analisis sensitivitas. Data kuantitatif

dikumpulkan, diolah dengan menggunakan kalkulator dan komputer Software

Microsoft Excel kemudian ditampilkan dalam bentuk tabulasi untuk memudahkan

pembaca dan diberikan penjelasan secara deskriptif.

4.3.1. Aspek Teknis

Aspek teknis perlu dikaji secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran

mengenai lokasi usaha pembibitan sapi potong, besarnya skala usaha atau luas
43

produksi, proses kegiatan produksi yang dilakukan serta peralatan yang digunakan

dalam usaha pembibitan sapi potong pada PT LJP.

4.3.2. Aspek Manajemen

Aspek manajemen perlu dikaji secara deskriptif untuk melihat sumberdaya

manusia dalam menjalankan jenis-jenis pekerjaan pada usaha pembibitan PT LJP.

Serta untuk melihat sumber daya lain seperti srtuktur organisasi yang berguna

dalam menentukan garis kerja untuk mengatur pelaksanaan operasional

perusahaan serta sistem informasi yang digunakan dalam perusahaan.

4.3.3. Aspek Sosial dan Aspek Lingkungan

Aspek sosial perlu dikaji secara deskriptif untuk melihat dampak yang

ditimbulkan oleh adanya kegiatan usaha pembibitan sapi potong terhadap kondisi

sosial masyrakat di sekitar perusahaan maupun terhadap manfaat-manfaat yang

ditimbulkan secara menyeluruh dari usaha pembibitan sapi potong PT LJP.

Aspek lingkungan perlu dikaji karena usaha pembibitan sapi potong berdampak

pada pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh bau yang muncul dari usaha

pembibitan sapi potong tersebut. Aspek lingkungan dikaji secara deskriptif untuk

mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha pembibitan.

4.4.4. Aspek Pasar

Aspek pasar perlu dikaji secara deskriptif untuk melihat sistem pemasaran

serta potensi pasar dari usaha pembibitan sapi potong, bagaimana distribusi,

kapasitas dan kontinuitas serta tingkat harga yang ditetapkan.


44

4.4.5. Analisis Aspek Finansial

Dalam melakukan analisis finansial diperlukan kriteria investasi yang yang

digunakan untuk menyatakan layak atau tidaknya suatu usaha. Kriteria investasi

yang digunakan yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net

Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PP). Analisis kelayakan investasi

dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun aliran tunai diskontokan (discounted

cash flow) karena adanya pengaruh waktu terhadap nilai uang atau semua biaya

dan manfaat yang akan datang harus diperhitungkan.

4.4. Aspek-Aspek Kelayakan Investasi

Penerapan kelayakan investasi dilakukan dengan membandingkan antara

besarnya biaya yang dikeluarkan dengan manfaat yang diterima dalam suatu

proyek investasi untuk jangka waktu tertentu. Analisis investasi dilakukan

dengan terlebih dahulu menyusun aliran tunai. Kriteria investasi digunakan

beberapa indikator kelayakkan investasi yaitu Net Present Value (NPV), Ineternal

Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (NBCR), dan Payback Period (PP).

4.4.1. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) dapat diartikan keuntungan yang diperoleh

selama umur investasi. Menurut Gitingger (1986), NPV adalah nilai kini arus

pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi.

n
Bt − Ct
NPV = ∑ (1 + i )
t =1
t
45

Dimana :

Bt = Penerimaan (Benefit) tahun ke-t

Ct = Biaya (Cost) tahun ke-t

n = Umur ekonomis proyek

i = Tingkat suku bungga/Discount rate

Tiga kriteria kelayakan finansial berdasarkan NPV, yaitu :

1) NPV ≥0, berarti secara finansial usaha breeding sapi potong layak

dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh lebih besar dari pada biaya

2) NPV≤0, berarti secara finansial usaha breeding sapi potong tidak layak

untuk dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh lebih kecil dari pada

biaya yang dikeluarkan.

3) NPV═0, berarti secara finansial usaha breeding sapi potong sulit

dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk

menutupi biaya yang dikeluarkan.

Penerimaan PT LJP meliputi penerimaan dari unit usaha breeding yang

diperoleh dari biaya penjualan sapi bunting, penjualan sapi weane atau anak sapi,

serta limbah kotoran sapi potong yang dapat digunakan sebagai pupuk kandang.

Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk usaha breeding sapi potong terdiri dari biaya

investasi dan biaya operasional. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun ke-0 dan

biaya reinvestasi dikeluarkan untuk peralatan-peralatan yang sudah habis umur

ekonomisnya. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya

variabel dan biaya tetap dikeluarkan pada tahun ke-1, dimana dimulai kegiatan

produksi. Umur proyek dari analisis kelayakan usaha breeding sapi potong adalah
46

10 tahun, hal ini berdasarkan umur ekonomis bangunan yaitu kandang sapi dan

sarana produksi lainnya yang terdapat dalam usaha tersebut.

4.4.2. Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah nilai discount rate yang membuat NPV dari suatu proyek sama

dengan nol. Internal Rate of Return adalah tingkat rata-rata keuntungan intern

tahunan yang dinyatakan dalam satuan persen (Gitigger, 1986). Jika diperolah

nilai IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang berlaku (discount rate), maka

proyek dinyatakan layak dilaksanakan. Sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari

tingkat suku bunga yang berlaku maka proyek tersebut tidak layak untuk

dilaksanakan. Rumus yang digunakan dalam menghitung IRR adalah sebagai

berikut :

NPV1
IRR = i 1
+ (i2 − i1 )
NPV1 − NPV2

Dimana :

i1 = Discount rate yang menghasilkan NPV positif

i2 = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif

NPV1 = NPV yang bernilai positif

NPV2 = NPV yang bernilai negative

4.4.3. Net Benefit Cost Ratio (NBCR)

Net B/C ratio merupakan angka perbandingan antara nilai kini arus manfaat

dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Angka tersebut menunjukkan tingkat

besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan uang.
47

Kriteria yang digunakan untuk pemilihan ukuran Net B/C rationya sebesar

satu atau lebih jika manfaat didiskontokan pada tingkat biaya opportunities

capital (Gitingger, 1986), tetapi jika nilai Net B/C<1 maka proyek tersebut tidak

layak untuk dilaksanakan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

n Bt − Ct
∑ : untuk Bt – Ct ≥ 0
t= 0 (1 + i ) t
BCR = n
Bt − Ct
∑ (1 + i ) i
; untuk Bt –Ct ≤ 0
t= 0

Dimana :

Bt = Penerimaan (Benefit) tahun ke-t

Ct = Biaya (Cost ) tahun ke-t

n = Umur ekonomis proyek

i = Tingkat suku bunga/Discount rate

Penerimaan PT LJP diperoleh dari penjualan sapi weaner (anak sapi),

penjualan sapi bunting, serta penjualan limbah kotoran sapi potong. Biaya yang

dikeluarkan dalam breeding sapi potong pada PT LJP terdiri dari biaya investasi

dan biaya operasional. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun ke-0 dan biaya

reinvestasi yang dikeluarkan untuk peralatan-peralatan sudah habis umur

ekonomisnya. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya

variabel dan biaya tetap dikeluarkan pada tahun ke-1, dimana dimulai kegiatan

produk.

4.4.4. Payback Period

Payback period merupakan jangka waktu periode yang dibutuhkan untuk

membayar kembali semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam investasi


48

suatu proyek. Semakin cepat waktu pengembalian, semakin baik proyek tersebut

untuk diusahakan. Akan tetapi analisis payback period memiliki kelemahan

karena mengabaikan nilai uang terhadap waktu (present value) dan tidak

memperhitungkan periode setelah payback period. Secara sistematis dapat

dirumuskan sebagai berikut :

V
PBP =
I

Dimana :

PBP = Jumlah waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal

V = Jumlah modal yang diinvestasikan

I = Hasil bersih per tahun/periode atau hasil rata-rata per tahun (terdiskonto).

4.5. Analisis Sensitivitas

Menurut Soekarwati (1981), analisis sensitivitas adalah suatu proses

analisis yang menunjukkan perubahan-perubahan koefisien perencanaan semula

dapat berubah karena dapat dipengaruhi oleh beragam pilihan kegiatan yang

dilaksanakan. Tujuan analisis sensitivitas adalah untuk melihat apa yang akan

terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam

dasar-dasar perhitungan atau manfaat.

Analisis sensitivitas dalam penelitian usaha pembibitan sapi potong pada

PT LJP dilakukan untuk menguji kepekaan perubahan keadaan terhadap

kelayakan investasi. Variasi analisis sensitivitas salah satunya metode yang

digunakan adalah switching value. Metode ini digunakan untuk mengetahui batas

maksimum perubahan yang dapat ditolerir oleh kegiatan usaha agar layak untuk

dijalankan. Nilai perubahan maksimum diperoleh dengan cara mencoba-coba


49

tingkat perubahan nilai NPV negatif, Net B/C<1, dan IRR < i. Variabel

parameter sensitivitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kenaikkan harga

Dollar terhadap Rupiah dan penurunan volume produksi.

4.6. Asumsi Dasar

Analisis kelayakan usaha pengembangan pembibitan (breeding) sapi

potong pada PT LJP menggunakan beberapa asumsi, yaitu :

1. Biaya investasi yang digunakan berdasarkan harga tahun 2008, dimana

biaya investasi kandang yang sudah ada sebelumnya pada perusahaan tidak

diperhitungkan.

2. Modal yang digunakan adalah modal sendiri. Modal awal investasi yang

dikeluarkan yaitu sebesar Rp 5.000.000.000,00 sehingga perusahan tidak

membayar bunga cicilan tertentu.

3. Suku bunga yang dipakai adalah tingkat suku bunga deposito berjangka

satu tahun di Bank Rakyat Indonesia yaitu 5,75 persen tahun 2008.

4. Pajak pendapatan yang digunakan adalah pajak progresif berdasarkan UU

No. 17 Tahun 2000, yaitu :

a. Penghasilan ≤Rp50 juta akan dikenakan pajak sebesar lima persen.

b. Penghasilan Rp 50−100 juta dikenakan pajak sebesar 10 persen.

c. Penghasilan ≥Rp 100 juta dikenakan pajak sebesar 30 persen.

5. Umur proyek ditentukan sepuluh tahun berdasarkan umur ekonomis yang

paling lama yaitu bangunan. PT Lembu Jantan Perkasa (LJP) mulai

menjalankan usaha breeding sapi potong tahun 2005 dan perusahaan

merencanakan mengembangkan usaha breeding ada tahun 2008.


50

6. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap

dan biaya variabel dikeluarkan pada tahun ke-1, dimana dimulai kegiatan

produksi. Biaya yang dikeluarkan untuk usaha breeding sapi potong terdiri

dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi dikeluarkan

pada tahun ke-0 dan biaya reinvestasi dikeluarkan untuk peralatan-

peralatan yang sudah habis umur ekonomisnya.

7. Harga yang digunakan diasumsikan konstan. Harga yang digunakan dalam

penelitian adalah harga yang berlaku pada bulan Mei 2008, baik harga

input maupun harga output dari kegiatan usaha pada masing-masing

skenario.

8. Koofisien teknis yang digunakan sama dengan koofisiien teknis pada

perusahaan. Koofisien teknis usaha pembibitan pada skenario pertama

dan skenario ketiga sama yaitu memiliki tingkat kelahiran anak jantan

sebesar 48 persen, tingkat kelahiran anak betina 48 persen dan tingkat

mortalitas empat persen pada skenario kedua.

9. Pada tahun pertama jumalah input bakalan yang digunakan sebagai

breeding dalam pengembangan usaha sebesar 3500 ekor, hal ini

berdasarkan kapasitas kandang yang akan dibangun perusahaan, sehingga

pada tahun berikutnya jumlah pembelian input bakalan diasumsikan sama

sebesar.

10. Input utama yang dijadikan bibit dalam usaha pembibitan sapi potong pada

PT LJP merupakan bakalan sapi potong yang digunakan dalam usaha

penggemukkan. Pemanfaatan bakalan eks impor tersebut terlebih dahulu

diseleksi secara ketat alat reproduksinya, sehingga proporsi bakalan yang


51

digunakan dalam usaha pembibitan sapi potong pada PT LJP yaitu 45

persen.

11. Penjualan limbah kotoran sapi potong setiap tahunnya diasumsikan sama.

12. Tingkat keberhasilan IB PT LJP sebesar 80 persen dengan jumlah

inseminasi per kebuntingan atau nilai S/C (Service Per Conception)

sebesar 1.6-1.7. Nilai tersebut menandakan bahwa tingkat kesuburan

breeding PT LJP tinggi, artinya sapi berhasil di IB sebanyak dua kali IB.
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1. Perkembangan Sejarah Perusahaan

PT Lembu Jantan Perkasa didirikan pada tahun 1990 dan mengfokuskan

usaha di bidang perdagangan, impor, dan penggemukkan sapi potong. Visi

perusahaan ini adalah meningkatkan kualitas dan moderinisasi tataniaga sapi

potong, yang bertujuan untuk menunjang usaha peningkatan gizi masyarakat

melalui pemenuhan kebutuhan ternak sapi potong dalam lingkup regional dan

nasional. Pada tahun 1994 PT LJP membuka cabang di bidang usaha

penggemukkan dan penjualan sapi potong dengan nama PT Lembu Satwa Prima

(PT LSP).

Tahun 2005 pada bulan Oktober perusahaan ini mulai mencoba merintis

usaha breeding dan menjadikan PT LSP sebagai breeding center. Tahun 2006 PT

LSP yang bergerak di bidang usaha fattening dipindahkan lokasinya ke Rangkas

Bitung sehingga sapi potong untuk program penggemukkan di mutasi ke daerah

Rangkas Bitung dan nama PT LSP Serang diganti dengan nama PT LJP.

Hal yang melatarbelakangi pendirian usaha breeding ini adalah untuk

mengantisipasi penurunan populasi sapi potong dan adanya peningkatan konsumsi

daging sapi potong. Jumlah populasi awal sapi breeding pada PT LJP pada tahun

2005 bulan Oktober yaitu 200 ekor sapi. Tahun 2007 jumlah produksi dan

populasi sapi potong meningkat yakni untuk sapi bunting 2287 ekor dan untuk

anak sapi(sapi weaner) berjumlah 657 ekor. PT LJP adalah salah satu perusahaan

peternakan swasta sapi potong yang merintis usaha peternakan di dua bidang
53

yakni di bidang pembibitan sapi (breeding) dan penggemukkan sapi (fattening)

secara intensif yang berskala besar.

PT LJP memiliki tenaga peternak dan tenaga-tenaga ahli reproduksi yang

sangat berpengalaman sejak tahun 1973. Strategi pemasaran PT LJP salah satunya

memilih lokasi yang dekat dengan pasar. Saat ini perusahaan memiliki kandang

penggemukkan dan berkerjasama dengan pihak lain di beberapa lokasi, seperti

Serang (Banten), Bekasi, Cariu, Cikalong dan Jatinangor (Jawa Barat), Belawan

dan Langkat (Sumatera Utara), serta Sawah Lunto (Sumatera Barat). Perusahaan

juga memberikan pelatihan tentang breeding kepada Instansi pemerintah,

usahawan dan masyarakat yang tertarik tentang breeding sapi potong.

PT LJP telah terdaftar sebagai keanggotaan Asosiasi Produsen Daging dan

Feedlot indonesian (APFINDO) dengan nomor registrasi 015/APFINDO/ 1995,

pada tanggal 20 Agustus 1995. Modal awal yang digunakan perusahaan Rp

5.000.000.000,00. PT LJP adalah perusahaan swasta nasional breeding dan juga

merupakan salah satu perusahaan fattening terbaik di Indonesia. Sapi-sapi bibit

yang dihasilkan oleh PT LJP dijamin memiliki kualitas baik. Kebutuhan pakan

ternak yang dipelihara, dipenuhi sendiri oleh perusahaan. PT LJP memiliki unit

Feedmil untuk memproduksi pakan ternak yang berkualitas.

Feedmil PT LJP juga melayani kebutuhan peternak dan perusahaan

penggemukkan sapi potong lainnya, dengan kualitas yang terjamin. Bahan baku

pakan berasal dari sisa produksi pengolahan hasil pertanian dan perkebunan

namun masih mengandung nilai nutrisi yang baik. Bahan baku diformulasi secara

khusus dan diolah dengan pengawasan ketat oleh tenaga nutrisionist yang

berpengalaman. Perusahaan mempunyai luas areal 159.000 m2. Lahan tersebut


54

telah dimanfaatkan seluas 3.1473,5 m2.untuk kandang sapi, gudang, bunker

jerami, cattle yard, mes karyawan, guest house, kantor, hospital pen, labarotium

IB, holding fasilitas, penampungan air, chooper, mushola, kebun rumput dan

hijauan, serta tempat penampungan limbah kotoran sapi (holding pond). Saat ini

PT LJP memiliki kapasitas kandang yang mampu menampung lebih kurang 3000-

4000 ekor sapi.

5.2. Lokasi Perusahaan

PT LJP beralamat di Jalan Raya Serang-Pandeglang Km 9,6. di Desa

Sindang Sari, Kecamatan Pabuaran, Serang Propinsi Banten. Letak perusahaan

berada lima kilometer dari ibu kota kabupaten dan 12 kilometer dari ibu kota

propinsi. PT LJP terletak 250 m dari jalan raya sehingga mudah dijangkau oleh

sarana transportasi dan 500 m dari pemukiman penduduk sehingga memudahkan

para pekerja untuk mencapai lokasi perusahaan. Keadaan topografi berbukit-bukit

dengan ketinggian 1.778 m di atas permukaan laut (dpl), temperatur 23-27,9 0C.

Curah hujan bervariasi 1500-1300 mm/tahun. PT LJP berkantor pusat di Jalan

Tarum Barat E 11-12 No.8 Kalimalang Jakarta Timur. Lampiran 1 menjelaskan

denah lokasi feedlot PT LJP.

5.3. Tujuan Perusahaan

PT LJP merupakan salah satu perusahaan peternakan semi intensif.

Mengantisipasi penurunan populasi sapi potong, serta meningkatnya konsumsi

daging sapi yang tidak diseimbangi oleh kemampuan produksi daging sapi dari

dalam negeri dan untuk mengurangi tingkat ketergantungan impor sapi potong
55

maupun daging sapi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun merupakan hal

yang melatarbelakangi PT LJP mendirikan usaha pembibitan sapi potong di

Indonesia. Bertambahnya usaha pembibitan sapi potong (breeding) merupakan

salah satu cara yang dapat mempertahankan jumlah populasi sapi di Indonesia.

Pembibitan sapi potong mampu meningkatkan mutu genetik dan nilai ekonomis

sapi potong serta menghasilkan bibit sapi yang memiliki kualitas unggul dan

memiliki sifat herediter (sifat yang diwariskan) yang baik.

Usaha pembibitan sapi potong PT LJP diharapkan dapat memenuhi

kebutuhan daerah-daerah akan sapi bibit pilihan yang berkualitas. Keberadaan PT

LJP memberikan lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya serta memberikan

masukan bagi pendapatan daerah sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

5.4. Deskripsi Kegiatan Bisnis PT LJP

Kegiatan bisnis pada PT LJP Serang terdiri dari empat unit usaha. Unit

usaha yang ada yaitu pembibitan sapi potong (unit breeding), penjualan konsentrat

(unit feedmill), penjualan pupuk kandang dan jasa transportasi penggangkutan

sapi. Unit usaha penggemukan sapi potong (fattening) PT LJP tersebar di

beberapa lokasi yaitu Rangkas Bitung, Cikalong, Langkat, dan Belawan.

Penelitian ini hanya mengkaji unit bisnis usaha pembibitan sapi potong, serta

penggemukkan sapi potong sedangkan unit usaha lain hanya dijelaskan secara

umum.
56

5.4.1. Unit Usaha Breeding Sapi Potong

Usaha pembibitan sapi potong merupakan kegiatan bisnis yang utama

dilakukan oleh PT LJP, untuk menghasilkan bibit sapi potong yang baik

diperlukan bakalan yang berkualitas. Bakalan yang digunakan sebagai calon bibit

pada PT LJP yaitu bangsa Brahman Cross atau dikenal dengan bahasa

komersialnya yaitu Australian Comersial Cross (ACC). Bakalan di impor dari

negara Australia, dimana harga bakalan sapi potong sangat dipengaruhi oleh

musim yang berlaku dari daerah asal sapi potong dan juga dipengaruhi oleh nilai

kurs Dollar.

Perusahaan tidak mengunakan bakalan sapi potong lokal sebagai calon

bibit ternak karena untuk mendapatkan dan menembah garis keturunan baru

dengan sifat genetik yang baik maka PT LJP menggunakan bakalan bangsa

Brahman Cross sehingga akan menambah populasi baru sapi potong di Indonesia.

Semakin banyak jenis populasi sapi potong bangsa Brahman Cross di Indonesia,

maka akan menggurangi tingkat ketergantungan impor negara kita terhadap

negara Australia sebagai pengimpor utama sapi potong. Impor bakalan sapi

potong tersebut terdiri dari sapi Heifer, Bull dan Steer.

Selama ini, pengusaha penggemukkan sapi lebih memilih mengimpor sapi

bakalan dari Australia daripada membeli sapi bakalan hasil pembibitan di dalam

negeri. Menurut perusahaan, alasan PT LJP membeli bakalan impor antara lain

adalah : 1) sapi bakalan impor lebih murah dari pada sapi bakalan dalam negeri, 2)

untuk memperoleh sapi bakalan dalam jumlah besar, cara impor lebih cepat

dibanding pengadaan dari dalam negeri, dan 3) waktu dan biaya transportasi dari
57

Australia (Darwin) lebih murah daripada dari Nusa Tenggara Timur, Nusa

Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Selain itu perusahaan memanfaatkan

peluang adanya hasil kawin alam dari populasi sapi potong yang diimpor sebesar

15 persen telah bunting dan siap untuk dimasukkan ke dalam program pembibitan.

Harga bakalan Brahman Cross saat ini yaitu berkisar $ 2,00 per Kg.

Bakalan yang digunakan dalam breeding sapi potong yaitu berumur 14

bulan. Steer adalah sapi jantan yang dikebiri pada umur muda sebelum mencapai

dewasa kelamin, sedangkan Bull adalah sapi jantan yang tidak dikebiri. Bull dan

Steer adalah bakalan yang digunakan dalam penggemukkan (fattening) sapi

potong dimana output yang dihasilkan yaitu untuk pemenuhan kebutuhan sapi

yang siap dipotong.

Heifer adalah sapi betina dara yang tidak dikebiri dan belum mempunyai

anak dengan umur dibawah tiga tahun. Bakalan Heifer tersebut diseleksi sebagai

bakalan calon bibit yang akan digunakan dalam breeding sapi potong. Inseminasi

Buatan (IB) diterapkan oleh perusahaan untuk meningkatkan produktivitas ternak

yang bernilai ekonomis dan untuk meningkatkan mutu genetik ternak yang baik,

secara cepat dengan menggunakan semen pejantan yang unggul, sehingga output

yang dihasilkan yakni sapi bunting dan sapi sapihan atau Weainer. Kegiatan

pembibitan melalui proses dan tahapan yang panjang serta membutuhkan modal

yang besar sehingga untuk pengembalian modal dibutuhkan waktu yang lama dan

perputaran uang yang lama karena usaha pembibitan sapi potong baru dapat dijual

setelah sapi yang di IB melahirkan anak sapi.

Hal tersebut berbeda sekali dengan usaha fattening dimana sapi dapat

dijual setelah mengalami penggemukkan selama 90-100 hari. Tingkat


58

keberhasilan IB PT LJP 80 persen. Jumlah stock breeding PT LJP saat ini yaitu

untuk anak sapi 657 ekor dan jumlah sapi bunting yaitu 2287 ekor. Proses

kegiatan breeding pada PT LJP meliputi :

a. Seleksi sapi bibit bakalan (heifers) yang memiliki alat reproduksi yang

baik

b. Pemeliharan sapi-sapi bibit dengan pakan ternak yang disesuaikan dengan

kebutuhan

c. Penyerentakan berahi secara serentak dan berkala

d. Inseminasi Buatan (IB) pada sapi-sapi siap kawin

e. Pemeriksaan kebuntingan pada sapi-sapi yang telah diinseminasikan

f. Pemeliharaan sapi-sapi betina bunting sampai dengan melahirkan

g. Pemeliharaan anak-anak sapi secara insentif

h. Penyapihan anak-anak sapi dari induk pada saatnya

i. Pengawinan sapi-sapi kembali tiga bulan setelah melahirkan

5.4.2. Unit Usaha Fattening

Program penggemukkan sapi potong (Cattle Fattening), dimulai dari

kegiatan impor sapi potong yang didatangkan dari Australia. Sapi-sapi ini

dipelihara secara intensif selama 90-100 hari. Pemiliharaan sistem intensif

disertsi pemberian pakan ternak yang bernutrisi tinggi, akan diperoleh kenaikkan

berat badan sapi sebesar 1,2 - 1,4 Kg/hari, selama masa pemeliharaan hingga bisa

dijual. Saat ini perusahaan memiliki kandang penggemukkan dan berkerjasama

dengan pihak lain di beberapa lokasi, seperti Serang (Banten), Bekasi, Cariu,

Cikalong dan Jatinangor (Jawa Barat), Belawan dan Langkat (Sumatera Utara),

serta Sawah Lunto (Sumatera Barat).


59

Sapi fattening yang dijual oleh perusahaan harganya berbeda-beda sesuai

dengan jenis sapi. Harga jual sapi bull yaitu Rp 21.400 per Kg, sapi steer dijual

dengan harga Rp 21.100 per Kg, dan harga sapi heifer Rp 21.000 per Kg.

Program penggemukkan sapi potong selain bertujuan untuk menghasilkan nilai

tambah secara ekonomis, juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

akan daging sapi yang berkualitas.

5.4.3. Unit Usaha Feedmill

PT LJP mempunyai unit feedmill yang berfungsi untuk menangani

penyediaan pakan. Selain untuk memenuhi pakan ternak milik sendiri, feedmill

PT LJP juga melayani kebutuhan peternak dan perusahaan penggemukan sapi

lainnya, dengan kualitas terjamin. Suatu usaha peternakan harus memperhatikan

ketersediaan makanan ternak karena ternak yang mendapat makanan yang baik

disertai manajemen yang baik serta keadaan lingkungan yang sesuai akan memp

epengaruhi pertumbuhan yang baik sehingga pertumbuhan optimal sapi dapat

tercapai. Pakan konsetrat diproduksi sendiri oleh perusahaan dimana bahan baku

pakan berasal dari sisa produksi pengolahan hasil pertanian atau perkebunan

namun masih mengandung nilai nutrisi yang baik.

Pemberian pakan pada usaha breeding PT LJP didasarkan pada prinsip

pemberian pakan konsentran dan hijauan. Konsentrat adalah makanan ternak

yang mengandung zat gizi dalam kadar tinggi yang mudah dicerna. Bahan baku

pakan diformulasi secara khusus dan diolah dengan pengawasan ketat oleh

nutrisionist yang berpengalaman. Konsentrat yang dihasilkan memiliki komposisi

yang berbeda. Pembuatan pakan dilakukan di unit feedmill yang dibangun tahun
60

1995 dengan luas 32 m x 39,5 m dengan kapasitas 1.200-1.300 ton. Unit feedmil

tersebut digunakan sebagai tempat untuk melakukan proses produksi ransum

konsentrat, penyediaan dan penyimpanan bahan baku ransum konsentrat. Hal ini

karena perusahaan memiliki manajemen pakan tersendiri yang tidak bisa

diberitahukan kepada perusahaan lain atau pesaing

5.4.4. Unit Usaha Pengolahan Limbah

Limbah sapi potong dikelola dengan baik supaya tidak mencemari

lingkungan masyrakat sekitar terutama bau yang ditimbulkan dari kotoran sapi.

Limbah kotoran tersebut dapat dijual sehingga menambah pendapatan perusahaan.

PT LJP mengelola limbah kotoran sapi secara baik dimana limbah kotoran sapi

tersebut di tampung dan dikumpulkan kedalam kolam penampungan limbah yang

disebut dengan holding pond. Kemudian limbah ini dialirkan ke kolam filtrasi

pond berfungsi sebagai kolam penyaringan limbah untuk diendapkan lebih lama

sehingga dihasilkan limbah atau pupuk sedangkan limbah cair dialirkan ke kolam

facultatif pond kemudian limbah cair dialirkan ke kolam aerobic pond untuk

menetralisir dan mematikan zat-zat yang berbahaya supaya limbah aman untuk

dialirkan ke sungai.

Limbah atau kotoran sapi tersebut dapat dijadikan bahan baku pupuk

organik dan dijual dengan harga Rp 500 per karung dengan berat 50 Kg. PT LJP

memiliki pembeli tetap yang juga pihak luar yang dipercaya oleh perusahaan

untuk mengelola limbah tersebut, selain itu perusahaan juga mempunyai pembeli

tidak tetap yang berasal dari Serang dan Tanggerang.


61

5.4.5. Unit Usaha Penyewaan Mobil

PT LJP menyediakan jasa penyewaan mobil bagi para pelanggan untuk

mengangkut sapi dan pakan konsentrat. Mobil yang disewakan ada dua macam

yaitu fuso dan colt diesel. PT LJP menetapkan tarif bukan berdasarkan jumlah

sapi yang diangkut tetapi berdasarkan tujuan. Seluruh biaya perjalanan sepeti

bahan bakar, biaya tol, dan gaji supir ditanggung oleh perusahaan.
VI. ANALISISIS KELAYAKAN ASPEK TEKNIS,
ASPEK MANAJEMEN, PASAR, LINGKUNGAN
DAN SOSIAL

6.1. Aspek Teknis

Aspek teknis menitikberatkan pada penilaian atas kelayakan proyek dan

teknologi. Penilain aspek teknis meliputi penentuan lokasi proyek, besar skala

operasi dan luas produksi, penentuan bangunan proyek, pemilihan mesin,

peralatan lainnya, teknologi yang diterapkan, dan lay out.

6.1.1. Lokasi Breeding Sapi Potong

Menurut perusahaan pengembangan usaha pembibitan sapi potong perlu

mempertimbangkan lokasi yang tepat. Usaha pembibitan dapat dilakukan di

daerah yang mempunyai fasilitas transportasi cukup baik agar pengangkutan pedet

dari lokasi pembibitan ke lokasi penggemukan bisa lebih cepat dan murah. Pada

umumnya lokasi penggemukan, berada di pinggiran kota tujuannya untuk

mendekati daerah konsumen seperti Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. PT

LJP terletak 250 m dari jalan raya sehingga mudah dijangkau oleh sarana

transportasi dan 500 m dari pemukiman penduduk. Letak PT LJP berada 5 Km

dari ibu kota Kabupaten, dan 12 Km dari ibu kota propinsi.

Lokasi pembibitan saat ini perlu dipusatkan di pulau Jawa. Di samping

fasilitas transportasi yang baik, ketersediaan pakan berupa hijauan dan limbah

pertanian juga relatif banyak karena pulau Jawa merupakan daerah sentra

produksi tanaman pangan dan sayuran. Demikian pula bahan-bahan untuk pakan

konsentrat cukup tersedia seperti dedak/bekatul, ampas tahu, ampas ubi kayu, dan
63

ubi kayu, dengan demikian, pemanfaatan pakan menjadi lebih optimal,

penyusutan bobot badan sapi potong selama transportasi menuju pusat konsumen

dapat diperkecil, dan biaya pengangkutan relatif murah

6.1.2. Bentuk Bangunan, Peralatan, dan Teknologi pada PT LJP

Kandang merupakan bagian terpenting dalam budidaya pembibitan sapi

potong maupun penggemukkan sapi potong. PT LJP merupakan perusahaan

dengan sistem pemeliharaan intensif karena sapi dipelihara dalam kandang dan

bukan dilepaskan dalam suatu lahan seperti sistem ekstensif. Pembibitan sistem

ekstensif pakannya mengandalkan padang penggembalaan. Kandang yang bersih

akan mendukung program breeding sapi potong karena sanitasi yang bersih akan

mempertahankan keadaan yang sehat bagi ternak dalam kandang. PT LJP

memiliki luas lahan 31.474 m2 dimana lahan tersebut telah dipakai untuk

bangunan kantor, kandang dan lahan hijauan. Lampiran 2 menjelaskan luas lahan

yang telah dipakai oleh perusahaan.

Jumlah kandang yang ada pada PT LJP yaitu 11 kandang. Kandang yang

digunakan dalam pembibitan di PT LJP adalah tipe kandang koloni terbuka

kecuali untuk G merupakan kandang koloni tertutup karena kandang tersebut

digunakan untuk sapi bunting yang akan melahirkan. Kandang A, B, C

merupakan kandang untuk bakalan atau calon bibit. Kandang D, F dan E adalah

kandang untuk sapi IB bunting.

Sapi yang sedang bunting tua lebih dari tujuh bulan di tempatkan pada

kandang G, kandang ini merupakan kandang untuk melahirkan dan untuk

menyusui (laktasi). Kandang H digunakan untuk sapi bunting sedangkan sapi

pedet yang disapih (dipisahkan antara induk dan anak) dipisahkan dalam kandang
64

weaner. Selain kandang utama, PT LJP mempunyai kandang hospital pen (HP)

untuk sapi yang sakit, dan kandang foster mother untuk sapi weaner yang tidak

bisa menyusui dari induknya. Tabel 6 menjelaskan kapasitas kandang pada PT

LJP dan jumlah ternak pada PT LJP.

Tabel 6. Kapasitas Kandang dan Jumlah Ternak pada PT LJP

Jumlah Ukuran pen/m2 Alokasi


Kandang 2
pen P L m Breeding Kap/pen Total
A 10 10 15 150 Cabit 40 400
B 14 10 15 150 Cabit 110 560
C 12 10 15 150 Cabit 35 480
D 8 10 15 150 IB bunting 35 280
E 10 10 15 150 IB bunting 70 350
F 10 10 15 150 IB bunting 70 350
Yearling, 60 115
G 10 10 15 150 laktasi, 40 120
bunting 15 15
H 8 10 20 200 Bunting 20 160
I 12 10 15 150 Bunting 35 420
Weaner 24 4 6 24 Weaner 10 240
HP 1 1 1
-calf Box 24 6 24
-induk 3 15
Foster Foster
1 7 7
mother mother
Sumber : Departemen Livestock PT LJP, 2008

Konstruksi kandang tersebut merupakan kandang permanen dengan atap

asbes, kerangka kandang dibuat dari kayu, besi dan beton, lantai dibuat dengan

paving blok dengan kemiringan 15o. Bagian kandang yang diberi atap adalah

gang way (gang yang menghubungkan bagian pedok yang berhadapan). Lantai

kandang sapi bunting dilapisi serbuk gergaji, hal ini bertujuan supaya lantai

kandang tidak licin sehingga sapi bunting lebih leluasa bergerak, selain itu serbuk

gergaji dapat menyerap bau yang dihasilkan dari kotoran. Lampiran 3

menjelaskan tentang lay out kandang sapi pada PT LJP. Terdapat beberapa
65

peralatan yang digunakan untuk memperlancar proses pembersihan kandang.

Peralatan yang diperlukan di kandang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Peralatan Kandang pada PT LJP

No Peralatan Jumlah per kandang


1 Sodokan kandang 5
2 Ember 3
3 Sikat 3
4 Gancu 4
5 Sodokan limbah 1
6 Tali tambang 1
7 Sentong (pengaduk pakan dalam bak pakan) 3
8 Sapu lidi 2
9 Lori 1
Sumber : departemen Livestock PT LJP, 2008

PT LJP memiliki kandang penanganan ternak (cattle yard) dan kandang

penanganan IB. Cattle yard berfungsi untuk menampung ternak yang akan

diberlakukan secara khusus, misalnya untuk pemasangan ear tag, penimbangan,

pemeriksaan alat reproduksi dan pemeriksaan alat kebuntingan, dll.

Bangunan yang dimiliki oleh PT LJP untuk pelaksanaan dan kemudahan IB

yaitu holding fasility yang merupakan area pengendalian ternak IB (restraining

area). Holding fasilitas berfungsi untuk menahan ternak saat di IB secara efisien

sehingga stress yang berlebih pada saat ternak sedang handing (penyampaian atau

penyuntukan semen) dapat diminimalkan sehingga keberhasilan IB dapat dicapai.

Desain bangunan yang praktis, sederhana, tidak mahal, dan kuat dibuat untuk

keamanan sapi potong dalam melaksanakan IB dan memudahkan ternak keluar

masuk area pengendalian tanpa banyak belokan. Lokasi restraining area dekat

dengan laboratorium IB.

Laboratorium IB berfungsi untuk tempat pemeriksaan semen, penyimpanan

alat-alat IB dan obat-obatan serta thawing semen (proses pemanasan semen pada

suhu tertentu sebelum disuntikan ke sapi calon bibit) dan lain-lain.


66

Teknologi yang digunakan oleh PT LJP relatif maju dimana teknologi yang

digunakan menyangkut penggunaan obat-obatan dan suplement untuk memacu

pertumbuhan sapi potong serta adanya penanganan pakan konsentrat oleh tenaga

ahli dan penyediaan pakan secara kontinyu yang diproduksi sendiri oleh

perusahaan. Perusahaan juga memanfaatkan jaringan komputer serta jaringan

telephon untuk kelancaran proses produksi serta sistem pemeliharaan sapi potong

yang ditangani oleh tenaga ahli yang berpengalaman.

6.1.3. Deskripsi Proses Produksi (Breeding) Sapi Potong Pada PT LJP

a. Tahapan Pra-Breeding Sapi Potong

Bakalan yang baru datang terlebih dahulu di karantina untuk pemeriksaan

kesehatan hewan, pemeriksaan tersebut meliputi vaksinasi, pemeriksaan darah.

Untuk bakalan yang baru datang penanganan awal yang dilakukan oleh

perusahaan yaitu sapi diistirahatkan selama tiga hari sebelum dilakukan

penimbangan awal, pemasangan ear tag dan grading. Hal ini dilakukan untuk

memulihkan kondisi sapi yang mengalami stres saat pengangkutan.

Selama masa istirahat sapi diberi pakan jerami yang dicampur dengan

molases, dan pemberian air minum yang dicampur dengan multivitamin.

Pemberian pakan diberikan secara adlibitum. Setelah tiga hari, dilakukan

penimbangan awal, dan pemasangan ear tag yang bertujuan untuk memudahkan

penanganan sapi di kandang, memudahkan pencatatan bobot badan awal, dan

memudahkan pada saat penjualan. Proses grading meliputi seleksi berdasarkan

bobot badan jenis kelamin, dan kondisi kesehatan sapi. Berdasarkan bobot badan

bakalan yang cocok di IB yaitu 270 Kg. Selama 15-30 hari bakalan tersebut
67

masih dalam masa karantina yang diawasi oleh Dinas Peternakan setempat.

Gambar 2 menjelaskan tahapan seleksi bakalan dan calon bibit di PT LJP.

Bakalan

Seleksi Performance
Pemeriksaan Alat Reproduksi (PAR)
Pemeriksaan Alat Kebuntingan (PKB)

ƒ Karantina : Vaksinasi, sampel darah


ƒ Rekondisi : Anti stress, dan pakan yang sesuai kebutuhan ternak

Fattening Calon bibit Bunting

Gambar 2. Seleksi Bakalan Dan Calon Bibit Pada PT LJP


Sumber : PT LJP, 2008

Setelah melalui pemeriksaan karantina yang ketat, bakalan sapi betina

yang diimpor tersebut akan diseleksi performannya untuk menentukan keadaan

dan potensi reproduksi sapi tersebut. Pemeriksaan performan meliputi

Pemeriksaan Alat Reproduksi (PAR) oleh tenaga ahli dan Pemeriksaan

Kebuntingan (PKB).

Setelah sapi datang minimal dalam tiga minggu maka dilakukan PAR, jika

berat sapi yang telah digrading mencapai bobot 270 Kg maka dalam satu minggu

sapi bakalan sudah dapat dilakukan PAR. Masa adaptasi dalam program breeding

membutuhkan waktu satu sampai dua bulan dimana selama satu bulan disebut
68

masa recondition dan satu bulan untuk masa pengamatan adaptasi reproduksi sapi.

Apabila berada dalam keadaan bunting atau layak untuk bereproduksi, sapi-sapi

betina tersebut dimasukkan dalam suatu program pembudidayaan untuk

dikembangkan lebih lanjut menggunakan teknologi IB. Ternak yang tidak

produktif langsung disalurkan ke lokasi feedlot lain untuk dimasukkan dalam

program penggemukkan.

b. Diteksi Birahi

Deteksi berahi (Oestrus) berperan penting dalam keberhasilan IB.

kegagalan mendeteksi birahi menyebabkan panjangnya calving interval yang

akhirnya akan menambah biaya pemeliharaan. Menurut PT LJP yang salah satu

penyebabnya kegagalan IB yang dialami perusahaan yaitu deteksi birahi yang

tidak akurat dimana sapi yang akan di IB tidak dalam keadaan birahi.

PAR (Pemeriksaan Alat Reproduksi ) untuk calon bibit dilakukan untuk

mengetahui apakah kondisi ovarium dalam keadaan normal dan berfungsi dengan

baik. Hal ini berhubungan dengan kondisi birahi. PAR disertai dengan

penyuntikan prostaglandin yang dapat mempengaruhi masa birahi sapi potong.

Kondisi birahi dapat terjadi secara alamiah atau melalui penyerentakan birahi.

Waktu pengamatan biarahi pada PT LJP dilakukan pada pagi hari pukul 05.00

WIB sampai dengan pukul 07.00 WIB, dan sore hari pada pukul 15.00 WIB

sampai dengan pukul 17.00 WIB.

Kondisi birahi diketahui melalui tanda-tanda : 1) Standing heat, 2)

Keadaan alat kelamin luar, 3) Tingkah laku (sexual behavior). Rata-rata siklus

birahi 21 hari dengan kisaran normal 18-24 hari. Sapi menunjukan birahi rata-rata

berlangsung selama 12-18 jam. Standing heat umumnya berlangsung selama 12-
69

18 jam. Sapi diam dinaiki berlangsung 4-5 detik, dengan jumlah aktivitas

bervariasi 35-55 kali. Standing heat lebih banyak terjadi pada pagi dan sore.

Tanda utama sapi berahi adalah diam saat dinaiki oleh sapi lain. Sapi yang

menaiki, perlu diamati karena kemungkinan akan berahi juga. Beberapa tanda lain

yang menyertakan sapi berahi atau akan berahi sbb.:

ƒ Mengendus vulva atau urine sapi yang lain

ƒ Mempautkan dagu pada sapi yang lain, kedua sapi akan berahi

ƒ Menyendiri

ƒ Menjilat sapi yang lain, kedua sapi akan berahi

ƒ Melenguh dan tidak tenang/ gelisah

ƒ Penuruan feed intake

ƒ Vulva bengkak dan merah

ƒ Cairan bening dari vagina

c. Inseminasi Buatan (IB)

IB dilaksanakan pada waktu yang tepat setelah terjadinya birahi untuk

mendapatkan keberhasilan yang optimal. IB menggunakan semen Brahman,

semen Simmental, dan semen Limousin dari BIB terakreditasi seperti BIB

Singosari, BIB Lembang, dan BIB Tuah Sakato dengan harga Rp 7.000 per strow.

Stress ternak pada saat pelaksanaan IB harus dihindari seperti stress akibat

kegaduhan, handling ternak yang kasar, holding fasilitas yang buruk.

Sebelum dilakukan IB sapi dimasukkan dalam ruang kawin (breeding

chute) tanpa stressing yang berlebihan, perlengkapan IB dipersiapkan dengan

baik. Sapi yang kotor terutama bagian vulva agar dibersihkan terlebih dulu
70

sebelum di IB. Gambar 3 menjelaskan mengenai tahapan Inseminasi Buatan ( IB)

pada PT LJP.

Oestrus/birahi

IB1

Yes Return

No
IB2

Yes Return

IB3 PKB
PKB

Fattening Return
Yes

Gambar 3. Tahapan Inseminasi Buatan (IB) PT LJP


Sumber : PT LJP, 2008

Waktu IB juga harus diperhatikan karena untuk mencapai angka

kebuntingan yang tinggi, saat yang tepat untuk IB sangat tergantung dengan

waktu birahi (waktu IB bersamaan dengan waktu ovulasi). Rata-rata IB (untuk

sapi Brahman cross ) dilaksanakan 8-10 jam setelah standing heat (birahi pagi

maka IB dilakukan pada sore hari, jika berahi sore maka IB dilakukan tengah

malam). Setelah sapi di IB tahapan selanjutnya yaitu pengamatan birahi pasca

pengawinan dimana sapi return akan di IB kembali, maksimal tiga kali dan sapi

non return akan di PKB 60 sampai 90 hari pasca IB


71

Teknik IB yang dilakukan PT LJP yaitu inseminasi rektovaginal dengan

cara pipa inseminasi dan gelas plastik sekali pakai atau pipet jarum diarahakan ke

mulut serviks dengan bantuan tangan lewat dinding rektum untuk mengangkat

bagian serviks dan selanjutnya pipet dimasukan kedalam saluran serviks, sehingga

semen dapat ditumpahkan langsung kedalam uterus dengan menekan secara

perlahan spoit atau pistol inseminasi yang dipasang pada pipet. Sapi-sapi

pembibitan pada PT LJP di IB sebanyak tiga kali, jika sapi yang telah di IB tetapi

tidak bunting maka dilakukan kembali pemeriksaan alat kebuntingan untuk

melihat kembali alat reproduksi dan potensi reproduksi.

d. Pemeliharaan Sapi Bunting, Melahirkan Dan Laktasi

Pemeriksaan Kebuntingan dilakukan pada kelompok ternak yang tidak

kembali birahi minimal 60 hari setelah IB dengan metode Palpasi Rectal,

Sedangkan sapi yang telah berhasil dikawinkan akan mengalami kebuntingan.

Pemeriksaan Kebuntingan dangan metode palpasi rectal yaitu perabaan uterus

melalui dinding rectal untuk mendeteksi pembesaran uterin dan perubahan lain

yang terkait dengan kebuntingan. Sapi bunting dengan umur kebuntingan lebih

dari tujuh bulan ditempatkan di kandang bunting, kemudian jika kebuntingan sapi

telah mencapai umur delapan bulan ditempatkan dalam kandang exercise,

selanjutnya pada saat menunggu kelahiran sapi yang bunting sembilan bulan

ditempatkan pada kandang melahirkan.

Selama menjelang waktu kelahiran, pengawasan diintensifkan. Induk dan

anak yang bermasalah dilakukan penanganan khusus untuk mengembalikan

performan induk dan anak. Pakan ternak sapi bunting dan laktasi menjadi
72

perhatian khusus untuk menjamin pertumbuhan anak yang optimal dan sangat

membantu kembalinya ternak-ternak tersebut memperlihatkan birahi dan di IB

lagi dalam waktu dua sampai tiga bulan setelah melahirkan.

Anak sapi yang baru lahir disatukan dengan induknya dalam kandang

laktasi. Penyapihan dilakukan pada umur anak sapi telah mencapai dua bulan

sampai tiga bulan. Induk-induk sapi tersebut dimasukkan kembali ke program

pembibitan untuk dibuntingkan kembali dengan metode IB. Pemeliharaan Pedet

anak sapi harus mendapat colostrum dan cukup susu dari induk. Pemberian susu

pengganti dilakukan jika susu induk tidak mencukupi. Pemberian obat-obatan

dan vitamin dilakukan untuk kesehatan dan pertumbuhan sapi.

e. Sistem Pencatatan IB

PT LJP memiliki sistem pencatatan (Recording system) secara khusus

untuk mencatat kejadian yang berkaitan dengan reproduksi ternak secara

sederhana. Guna mengetahui tingkat keberhasilan maupun kegagalan IB, perlu

ada suatu program pencatatan (recording). Pencatatan diperlukan untuk

menentukan maju mundurnya program inseminasi buatan pada satu individu

betina, pada sekelompok ternak betina dalam suatu peternakan atau pada

sekelompok ternak dalam suatu daerah IB.

Informasi yang dihasilkan dari recording system bersifat harian (day to

day) dan periodik. Data yang akurat dan komplit, penting dalam menjalankan

pembibitan sapi potong. Informasi dari recording system meliputi :

a) Status reproduksi tiap ternak yang up to date dan sejarah

reproduksi.
73

b) Data–data statistik lain : data IB, data kelahiran, penyapihan,

Servic Per Conception (S/C), kasus-kasus reproduksi, dan data lain

yang diperlukan

f. Pemberian Pakan dan Minum

Nutrisi yang cukup, penting untuk fungsi normal organ dan level hormon

yang dihasilkan. Siklus reproduksi dipengaruhi oleh hormon yang diproduksi dari

organ tubuh, sehingga kebutuhan nutrisi ternak penting diperhatikan. Kebutuhan

nutrisi masing-masing ternak berbeda sesuai dengan status physiologi ternak

seperti saat pertumbuhan, saat bunting, dan masa laktasi. sehingga perlu

pemisahan ternak berdasarkan status physiologi.

Beberapa mineral yang dapat mempengaruhi performance reproduksi

seperti : Phosphorus, Copper, Cobalt, Selenium, Manganesium,dan Iodine.

Mineral tersebut dapat dipenuhi dari pakan yang diberikan berdasarkan konsumsi

dan kebutuhan sapi breeding dan weaner. Pakan yang diberikan kepada sapi

breeding berupa pakan konsetrat dan hijauan. Konsentrat adalah makanan ternak

yang mengandung zat gizi dalam kadar yang tinggi yang mudah dicerna. Kedua

pakan tersebut mampu memberikan nutrient untuk memenuhi kebutuhan ternak.

Bahan baku diformulasi secara khusus dan diolah dengan pengawasan

ketat oleh tenaga nutrisionist yang berpengalaman. Bahan baku pakan berasal

dari sisa produksi pengolahan hasil pertanian dan perkebunan namun masih

mengandung nilai nutrisi yang baik.

Bakalan yang digunakan sebagai calon bibit untuk program breeding

diberi pakan konsentrat fattening. Sapi weaner membutuhkan pakan yang


74

memiliki komposisi protein yang tinggi. Jika berat sapi weaner mencapai berat

lebih dari 250 Kg maka pakan yang diberikan adalah pakan untuk sapi fattening.

Komposisi pakan weaner dan sapi breeding atau sapi bunting hampir sama, yang

membedakannya adalah bahan baku yang digunakan karena kebutuhan protein

yang berbeda, dimana pada pakan weaner kulit coklat dan gaplek merupakan

sumber protein untuk pertumbuhan, sedangkan untuk sapi bunting digunakan

bahan baku kedelai dan kulit kopi. Formula campuran konsentrat untuk masing-

masing jenis sapi weaner, sapi breeding atau bunting dan sapi penggemukkan

dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Formula Konsentrat PT LJP Untuk Pakan Weaner, Breeding, dan


Fattening

Jenis Pakan Sapi


Komposisi Pakan Weaner Pakan Breeding/ Pakan Fattening
Brand polar √ √ √
Onggok √ √ √
Bungkil kopra √ √ √
Bungkil sawit √ √ -
Kulit coklat √ - -
Gaplek/singkong √ - -
Kedelai - √ √
Kulit kopi - √ -
Molases √ √ √
Urea √ √ -
Sodium √ √ -
Kapur √ √ √
Garam √ √ √
Premik √ √ √
Sumber : PT LJP,2008

6.2. Aspek Manajemen

6.2.1. Struktur Organisasi PT Lembu Jantan Perkasa (LJP)

Struktur organisasi sangat diperlukan dalam suatu perusahaan untuk

mengatur pelaksanaan operasional perusahaan. Struktu organisasi tersebut

berguna untuk menentukan garis kerja dan sisitem koordinasi yang baik antara
75

para karyawan sehingga tercipta pembagian kerja. Pembagian tugas yang jelas

pada PT LJP dapat dilihat dari struktur organisasi perusahaan tersebut. Gambar 4

menjelaskan struktur organisasi pada PT LJP secara sederhana.

Komisaris

Direktur Utama

Direktur Operasional Direktur Keuangan

General Maneger Admin dan Keuangan

Farm Maneger

Deprt Deprt Deprt Deprt UPL Deprt Admin


Livestock/IB Feedmill Operasional dan
Keuangan

Karyawan

Gambar 4. Struktur Organisasi PT Lembu Jantan Perkasa


Sumber : PT LJP, 2008

PT LJP membagi tenaga kerja dalam tiga kelompok yaitu pekerja tetap,

pekerja harian dan pekerja borongan. Pekerja tetap adalah pekerja yang sifat

hubungan kerjanya berlaku untuk waktu yang tidak terbatas yaitu staff

perusahaan. Pekerja borongan yaitu pekerja yang sifat hubungan kerjanya berlaku

pada waktu tertentu dan upah sesuai dengan hasil kerja, tenaga kerja borongan

terdapat pada unit feedmill. Secara garis besar. Pembayaran gaji dilakukan setiap
76

bulan, dimana untuk karyawan harian sesuai dengan upah minimum daerah

Serang yaitu Rp 32.500,00 per hari dengan tujuh jam kerja per hari. Tenaga kerja

pada PT LJP terdiri dari 12 orang staf perusahaan, 18 orang unit feedmil, 35 orang

karyawan kandang, empat orang bagian umum, dua orang bagian limbah.

6.2.2. Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab pada PT LJP

1. Kepala Unit.

1. Mempunyai wewenang penuh dalam mengatur tugas kerja pada

unit kerja yang menjadi tanggung jawabnya.

2. Mampu menjalankan tugas yg telah di berikan oleh pimpinan

dengan sebaik baiknya.

3. Mampu membimbing dan memotivasi anak buahnya agar dapat

melaksanakan tugas dengan baik.

4. Mampu membuat catatan atau laporan yang up to date dan

melaporkannya secara tertulis pada pimpinannya.

5. Mampu memberikan solusi atas permasalahan yg dihadapi dan

berkoordinasi dengan unit lainnya.

6. Mampu menjaga kewibawaan pribadinya, atasannya,dan perusahaan

serta tatatertib kerja yang telah diatur.

7. Mampu menjaga lingkungan kerja yang bersih, indah dan harmoni.

8. Bertanggung jawab pada Supervisor masing masing.


77

2. Staff Administrasi, Keuangan dan Personalia (APK)

1. Staff APK , berfungsi membantu kelancaran operasional harian

dengan jalan melaksanakan semua tugas APK yang telah ditentukan

oleh atasan

2. Mampu menjalin kerja sama baik horizontal maupun vertikal.

3. Staff APK , harus mampu membuat/menyajikan Laporan tertulis

secara periodik.

4. Bertanggung jawab pada farm maneger dan wakil farm maneger.

3. Supervisor Ternak dan Umum.

1. Mempunyai wewenang penuh dalam mengatur tugas kerja dan

mengkoordinasikannya pada unit kerja yg dibawahinya.

2. Mampu bekerja sama dengan Bagian lain agar tujuan dan sasaran

kerja tercapai.

3. Mampu melaksanakan perintah dari atasan.

4. Mampu membuat catatan atau laporan yang up to date dan

melaporkannya secara tertulis kepada atasan atau bagian lain yang

membutuhkannya (Adm Ternak, Keuangan dan Personalia )

5. Mampu menjaga kewibawaan pribadinya, atasannya, dan

perusahaan serta tatatertib kerja yang telah diatur.

6. Mampu memberikan solusi atas per masalahan yg dihadapi dan

berkoordinasi dgn unit lainnya.

7. Mampu menjaga tingkat efisiensi kerja dan biaya dengan seefisien

mungkin

8. Mampu menjaga rahasia perusahaan.


78

4. Farm Manager Dan Wakil Farm Manager.

1. Mempunyai tanggung jawab penuh terhadap maju atau mundurnya

kinerja yang terjadi pada semua sektor.

2. Adalah kepala keluarga dari sebuah keluarga besar, yang harus

mampu menciptakan kebersamaan, persaudaraan, mampu menjaga

rahasia keluarga tanpa mengorbankan kewibawaan dan martabat

sebuah keluarga

3. Mempunyai wewenang untuk mengambil atau menentukan langkah

langkah yang dianggap perlu dalam menjaga iklim kerja yang

kondusif dan koordinasi yang harmonis baik secara vertikal maupun

horizontal.

4. Harus mampu menganalisa dan memprediksi semua kemungkinan

yang terjadi dan yang akan terjadi ,sehingga lebih cepat mencari

solusi yang terbaik.

5. Harus mampu membuat laporan yang dapat dipercaya, akurat, atas

kegiatan operasional secara periodik.

6. Bertanggung jawab kepada Direksi.

6.2.3. Deskripsi Sumber Daya Manusia Pada PT LJP

Tenaga kerja yang ada pada PT LJP 80 persen berasal dari masyarakat

sekitar dan 20 persen berasal dari luar daerah. Jadwal kegiatan rutin masing-

masing unit telah diatur sedemikian rupa dengan waktu kerja yaitu tujuh jam kerja

dalam sehari. Sebelum dan sesudah melakukan kegiatan dilakukan absen terlebih

dahulu.
79

Kriteria sumberdaya manusia yang diinginkan perusahaan untuk menjadi

staf yaitu berpendidikan minimal SMU, mempunyai pengetahuan tentang

peternakan, kreatif, inovatif, rajin, mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap

perusahaan. Tingkat pendidikan Staf di PT LJP dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Tingkat Pendidikan Staff Di PT Lembu Jantan Perkasa

No Jabatan Tingkat pendidikan Jumlah (orang)


1 Farm Manager S1 1
2 Inseminator (IB) S1 dan D3 4
3 Administrasi S1 2
4 Keuangan S1 1
5 RT (Rumah Tangga) S1 1
6 Maintenance, umum dan limbah SMU 1
7 Feedmill S1 2
8 HMT (Hijauan Makanan Ternak) S1 2
Sumber : PT LJP, 2008

Persyratan khusus untuk karyawan mengenai tingktat pendidikan dan

pengalaman kerja tidak ditentukan, yang dituntut dari karyawan adalah kemauan

bekerja keras. Rata-rata tingkat pendidikan untuk karyawan pada PT LJP SD,

SMU dan SLTA.

6.3. Aspek Pasar

Pemasaran sangat penting bagi kelangsungan produksi. Bila kemampuan

pasar untuk menyarap produksi sangat tinggi dengan harga jual yang tepat, maka

akan menghasilkan keuntungan. Sebaliknya bila pasar tidak menyediakan

kemungkinan menyerap produksi, maka usaha yang dirintis akan mengalami

kerugiaan. Secara ekonomi, berhasil tidaknya usaha pembibitan sangat ditentukan

oleh sukses tidaknya pemasaran breeding sapi potong.


80

6.3.1. Harga Jual Breeding PT LJP

Breeding PT LJP menjual anak-anak sapi keturunan yang berkualitas yaitu

Weaner dan sapi bunting. Harga jual sapi berbeda-beda berdasarkan berat tubuh

dan jenis kelamin. Harga tersebut berfluktuasi, karena sangat dipengaruhi oleh

nilai tukar dollar terhadap rupiah yang berfluktuasi untuk pembelian input yaitu

bakalan. Tabel 10 menjelasakan harga jual sapi Weaner berdasarkan berat hidup

dan jenis kelamin yang berlaku pada PT LJP pada bulan Mei 2008.

Tabel 10. Harga Sapi Weaner PT LJP Tahun 2008

Jenis Kelamin
Berat (Kg)
Betina Jantan
40-60 Kg Rp 3.600.000,00 Rp 3.850.000,00
61-80 Kg Rp 3.850.000,00 Rp 4.100.000,00
81-100 Kg Rp 4.100.000,00 Rp 4.350.000,00
101-125 Kg Rp 4.600.000,00 Rp 4.850.000,00
126-150 Kg Rp 4.850.000,00 Rp 5.100.000,00
151-175 Kg Rp 5.100.000,00 Rp 5.350.000,00
176-200 Kg Rp 5.350.000,00 Rp 5.600.000,00
201-225 Kg Rp 5.850.000,00 Rp 6.100.000,00
226-250 Kg Rp 6.100.000,00 Rp 6.350.000,00
251-275 Kg Rp 6.350.000,00 Rp 6.600.000,00
276-300 Kg Rp 6.600.000,00 Rp 6.850.000,00
Sumber : PT LJP, 2008

Sapi weaner dengan berat 40-60 Kg dijual dengan harga Rp 3.600.000,00

untuk jantan dan Rp 3.850.000,00 untuk betina. Sapi weaner dengan berat 276-

300 Kg harga jualnya mencapai Rp 6.600.000,00 untuk sapi betina, dan Rp

6.850.000,00 untuk sapi jantan. Harga jual sapi jantan lebih mahal dari sapi betina

karena sapi jantan memiliki kemampuan ADG (Avarage Daily Gain) yang lebih

baik. Penetapan harga jual sapi bunting berdasarkan usia kebuntingan dan berat

hidup sapi (Kg per ekor), sapi bunting baru bisa dijual jika usia kebuntingan telah

mencapai tiga bulan sampai sembilan bulan.


81

Sapi bunting dengan umur kebuntingan lebih dari tujuh bulan tidak dijual

oleh perusahaan. Sapi bunting tersebut dimasukkan ke kandang bunting tua dan

dirawat sampai melahirkan anaknya kemudian di IB lagi setelah selang dua bulan

sampai tiga bulan. Diperlukan perlakuan khusus sampai sapi bunting tua tersebut

melahirkan anaknya.

Harga sapi bunting dengan usia kebuntingan tiga bulan sampai lima bulan

berkisar Rp 9.600.000,00 sampai dengan Rp 11.600.000,00. sedangkan untuk sapi

dengan usia kebuntingan lima sampai tujuh bulan Rp 10.100.000,00. sampai

dengan harga Rp 12.100.000,00. Tabel 11 menjelaskan harga jual sapi bunting

pada PT LJP Mei 2008.

Tabel 11. Harga Sapi Bunting PT LJP Tahun 2008

Usia Kebuntingan Berat (Kg) Harga/ekor


< 350 Kg Rp 9.600.000,00
351-380 Kg Rp 10.100.000,00
3-5 bulan 381-400 Kg Rp 10.600.000,00
401-430 Kg Rp 11.100.000,00
> 430 Kg Rp 11.600.000,00
< 350 Kg Rp 10.100.000,00
351-380 Kg Rp 10.600.000,00
5-7 bulan 381-400 Kg Rp 11.100.000,00
401-430 Kg Rp 11.600.000,00
> 430 Kg Rp 12.100.000,00
Sumber : PT LJP, 2008

6.3.2. Pemasaran Breeding Sapi Potong

Usaha pembibitan sapi potong menghasilkan output untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat akan bibit sapi potong yang berkualitas. Output yang

dihasilkan dalam usaha pembibitan tersebut berupa sapi bunting dan sapi sapihan

(weaner) yang nantinya akan digunakan lagi sebagai bibit pengganti (replacemen

breeding) sapi potong dan sebagai bakalan yang digunakan untuk pembesaran
82

maupun penggemukkan. Menurut pengalaman perusahaan proporsi permintaan

pasar lebih besar untuk penjualan sapi bunting yaitu sebesar 80 persen, sedangkan

sisanya 20 persen diperoleh dari penjualan sapi weaner.

Perusahaan juga melakukan kerja sama dengan instansi terkait yaitu

Departemen Pertanian dan mensupplay kebutuhan bibit secara langsung.

Perusahaan juga menjual bibit ternak ke perseorangan dan perusahaan peternakan.

Saluran distribusi breeding sapi potong PT LJP dapat dilihat pada Gambar 5.

Peternakan
swasta

Output :
-bunting Replacement Usaha
PT LJP Instansi
-weaner breeding fattening
pemerintah

Perseorangan

Gambar 5. Saluran Distribusi Breeding Sapi Potong PT LJP

Sistem pembayaran dilakukan secara tunai dan kredit. Pembelian secara

kredit harus mendapat persetujuan dari direksi dengan syarat dan jaminan yang

senilai dengan harga sapi yang dibeli. Promosi yang dilakukan perusahaan selama

ini yaitu dengan mengikuti berbagai pameran pertanian, promosi melalui media

elektronik serta adanya informasi dari mulut ke mulut sehingga informasi lebih

cepat tersebar. Bentuk promosi lainnya yang dilakukan oleh PT LJP yaitu dengan

melakukan kerjasama dengan instansi terkait serta berperan serta dalam pelatihan

pembibitan sapi potong.

Kepuasaan pelanggan lebih diutamakan dengan memberikan pelayanan

yang memuaskan. PT LJP menghasilkan bibit ternak yang berkualitas dengan


83

seleksi yang ketat dan ditangani oleh tenaga ahli yang berpengalaman serta

manajemen pemeliharaan yang baik. Dalam stategi pemasaran, PT LJP memilih

lokasi yang dekat dengan pasar yaitu JABODETABEK, hal ini juga ditunjang

oleh adanya fasilitas transportasi yang baik, untuk memudahkan dalam pemasaran

breeding sapi potong.

6.4. Aspek Sosial dan Lingkungan

Penentuan lokasi dan tata letak (lay out) peternakan didasarkan pada

ketentuan teknis untuk mendirikan usaha peternakan sapi potong. Oleh karena itu

pihak perusahaan dituntut untuk memenuhi tata cara maupun pemilihan lokasi

untuk mendirikan usaha peternakan karena selain memperhatikan faktor-faktor

penunjang seperti kemudahan transportasi maupun kemudahan aspek pasar juga

harus memperhatikan keberadaan lingkungan.

PT LJP sangat peduli terhadap lingkungan sekitar. Salah satu upaya untuk

mencegah terjadinya pencemaran lingkungan adalah dengan pengolahan limbah

menjadi pupuk. Kotoran ternak sapi di tampung pada masing-masing kolam

penampungan limbah (holding pond) kemudian dialirkan ke kolam penyaringan

(filtrasi pond) untuk memisahkan limbah padat dan cair. Limbah kotoran yang

telah disaring diendapkan lebih lama pada kolam facultatif pond sedangkan

limbah cair dialirkan ke kolam penetralisir agar limbah cair aman dialirkan ke

sungai di sekitar perusahaan. Limbah kotoran sapi padat (feses) dijual pada

pelanggan khusus dengan harga Rp 500 per 50 Kg.

Keberadaan PT LJP memberikan lapangan kerja bagi masyarakat dimana

jumlah tenaga kerja yang paling banyak direkrut berasal dari masyarakat
84

sekitarnya sehingga memberikan masukan pendapatan bagi masyarakat sekitar,

serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selama ini perusahaan

selalu tanggap dan memperhatikan kesejahteraan karyawaan dan staff sehingga

terjalin rasa kekeluargaan yang tinggi dan menjadikan karyawan dan masyarakat

sekitar loyal terhadap perusahaan. Salah satu cara perusahaan dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan karyawan dan kehidupan sosial karyawan perusahaan

menyediakan fasilitas dan tunjangan sosial yaitu asuransi jiwa bagi karyawan

tetap, tunjangan kesehatan sebesar satu bulan gaji untuk satu tahun, serta

tunjangan hari raya sebesar satu bulan gaji untuk satu tahun.
VII. ASPEK KELAYAKAN FINANSIAL

Analisis kelayakaan usaha pengembangan pembibitan (breeding) sapi

potong perlu dilakukan untuk mengetahui apakah dengan pngembangan skala

usaha pembibitan yang akan dilakukan oleh PT Lembu Jantan Perkasa layak

dan menguntungkan secara finansial. Pengembangan usaha tersebut dapat

lebih meguntungkan jika kapasitas produksi diperbesar sehingga perusahaan

dapat mencapai keuntungan yang optimal. Jika jumlah populasi sapi yang

dibudidayakan untuk pembibitan semakin besar sedangkan jumlah lahan dan

fasilitas yang digunakan sama, maka keuntungan yang diperoleh akan besar

dan sebaliknya, mengingat usaha breeding di PT LJP adalah usaha peternakan

insentif. Apabila populasi sedikit, dan jumlah fasilitas dan lahan yang

digunakan sama, maka profit yang diperoleh kecil.

Meningkatnya skala usaha akan menghemat biaya. Usaha pembibitan

sapi potong mampu menghasilkan keuntunggan yang memadai, jika skala

usaha diperbesar dengan menambah populasi sapi breeding. Pemanfaatan

lahan pada PT LJP saat ini belum optimal sehingga usaha pengembangan

pembibitan sapi potong yang akan dilakukan perusahaan membutuhkan

investasi yang besar serta adanya investasi penambahan kandang baru yang

mampu menampung 3000-4000 ekor sapi breeding.

Alat untuk menganalisis aspek finansial adalah dengan menggunakan

analisis biaya manfaat PT Lembu Jantan Perkasa (LJP) selama sepuluh tahun.

Unsur-unsur yang terdapat dalam perhitungan adalah penerimaan yang

merupakan arus manfaat (inflow), serta pengeluaran (outflow) berupa biaya


85 

investasi serta biaya operasional. Nilai penyusutan tidak dimasukkan ke dalam

analisa biaya manfaat, karena pengeluaran untuk investasi termasuk dalam

arus pengeluaran sehingga akan terjadi double-counting jika penyusutan

investasi dimasukkan ke dalam analisa biaya manfaat. Nilai penyusutan

tersebut dihitung dengan mengunakan metode garis lurus dengan asumsi nilai

sisa pada akhir usia ekonomis sama dengan nol. Nilai penyusutan dan nilai

sisa dari kegiatan usaha sapi potong dapat dilihat pada Lampiran.

7.1. Analisis Kelayakan Usaha Pembibitan (Breeding) Sapi Potong

7.1.1. Arus Manfaat

Manfaat atau inflow merupakan penerimaan yang diperoleh dari suatu

usaha. Usaha pembibitan (breeding) sapi potong memiliki arus penerimaan

yang terdiri dari penerimaan yang diperoleh dari penjuan sapi bunting,

penerimaan yang diperoleh dari penjualan anak sapi, serta penerimaan yang

diperoleh dari penjualan limbah sapi potong dan nilai sisa investasi pada akhir

proyek. Penerimaan anak sapi diperoleh penjualan anak sapi berdasarkan

berat hidup ternak. Harga jual anak sapi dengan berat 40-70 Kg Rp

5.350.000,00. dan harga jual anak sapi dengan berat 175-300 Kg Rp

6.350.00,00. Penerimaan sapi bunting diperoleh dari penjualan sapi bunting

muda dan sapi bunting tua. Harga sapi bunting muda Rp 10.600.00,00 dan

harga sapi bunting tua Rp 12.100.000,00. Nilai sisa adalah nilai barang modal

yang tidak habis dipakai selama usaha berjalan dan dinyatakan dalam satuan

rupiah. Nilai sisa dan penyusutan usaha pembibitan dapat dilihat pada
86 

Lampiran 4. Rincian penerimaan usaha pembibitan sapi potong pada tahun

pertama dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Komponen Penerimaan Usaha Pembibitan Sapi Potong PT


Lembu Jantan Perkasa pada Tahun Pertama

Penerimaan Harga /ekor (Rp) Jumlah Tahun Pertama


Pejualan Anak Sapi
Anak Sapi (40-175 Kg) 3.350.000,00 - -
Anak Sapi (175-250 Kg) 6.350.000,00 - -
Penjualan Sapi Bunting
Sapi Bunting Muda 10.600.000,00 500 ekor 5.300.000.000,00
Sapi Bunting Tua 12.100.000,00 500 ekor 6.050.000.000,00
Penjualan Limbah Sapi 500,00/ 50 Kg 69553 karung 34.776.000,00
Nilai Sisa - -
Total Inflow 11.384.776.500,00

Penerimaan diperoleh dari penjulan sapi bunting dan anak sapi yang

dikalikan dengan harga jualnya. Penerimaan selama satu musim produksi

diperoleh dari penjualan sapi bunting, penjualan anak sapi, dan penjualan

limbah sapi potong. Tabel 12 menjelaskan bahwa pada tahun pertama tidak

ada penerimaan dari penjualan anak sapi karena pembelian bakalan yang di IB

sebagai calon bibit akan melahirkan anak pada tahun kedua. Pada tahun

pertama penerimaan diperoleh dari penjualan sapi bunting sebanyak 1000 ekor

dikalikan harga jualnya dan ditambah dengan penerimaan dari penjualan

limbah sehingga diperoleh hasil inflow sebesar Rp 11.384.776.500,00.

Penerimaan total pada tahun kedua lebih besar dari tahun pertama hal

ini disebabkan karena adanya penambahan penerimaan produksi dari kelahiran

anak sapi pada tahun ketiga dilihat pada cashflow kelayakan usaha pembibitan

sapi potong di Lampiran 6.


87 

Proyeksi populasi ternak sapi potong dibuat dengan memperkirakan

jumlah ternak yang dapat dipelihara atas dasar kapasitas tampung maksimum

kapasitas kandang perusahaan 3000-4500 ekor dan berdasarkan penambahan

jumlah ternak baik itu dari kelahiran, kematian dan penjualan ternak. Jumlah

pembelian bakalan pada tahun pertama diasumsikan sama sebanyak 3500 ekor.

Hal ini didasarkan pada daya tampung kapasitas kandang yang dimiliki oleh

perusahaan. Setelah melalui tahap seleksi reproduksi ternak maka sapi yang

layak dibudidayakan dalam program breeding sebesar 45 persen. Jumlah

populasi yang memiliki alat reproduksi yang bagus dan layak untuk dijadikan

bibit sebesar 1365 ekor. Tingkat keberhasilan IB sebesar 80 persen dengan

jumlah inseminasi per kebuntingan sebesar 1.6-1.7, artinya sapi berhasil

bunting setelah di IB sebanyak dua kali. Tahun ke dua sampai dengan tahun

kesepuluh jumlah pembelian input bakalan 1600 ekor diasumsikan sama.

Pembelian ternak dan penjualan ternak dimasukkan pada akhir tahun.

Sisa induk maupun anak dimasukkan pada stok awal pada tahun berikutnya.

Pada tahun pertama tidak terjadi penjualan anak sapi karena induk sapi baru

melahirkan anaknya pada tahun kedua. ternak yang tidak berhasil di

inseminasi dimutasi ke feedlot (usaha penggemukkan). Koofisien teknis usaha

pembibitan sapi potong memiliki tingkat kelahiran anak jantan sebesar 48

persen, tingkat kelahran anak betina sebesar 48 persen dan mortalitas sebesar

empat persen. Koofisien teknis yang digunakan dalam penentuan proyeksi

ternak merupakan koofisien teknis yang berlaku di tempat penelitian. Proyeksi

populasi ternak breeding sapi potong pada PT LJP dapat dilihat pada Tabel 13.
88 

Tabel 13. Proyeksi Populasi Stock Breeding Usaha Pembibitan Sapi


Potong
Tingkat
Tahun Pengembangan
Pemeliharaan
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
A. Input Bakalan
(ekor) 3500 3500 3500 3500 3500 3500 3500 3500 3500 3500
Stock Breeding
1. jumlah Induk 0 365 730 1095 1460 1525 1590 1655 1520 1385
2. Bunting (15%) 525 525 525 525 525 525 525 525 525 525
3. Seleksi PAR (30%) 1050 1050 1050 1050 1050 1050 1050 1050 1050 1050
4. Bunting IB (30%) 840 840 840 840 840 840 840 840 840 840
Total Induk Breeding
(ekor) 1365 1730 2095 2460 2825 2890 2955 3020 2885 2750
Anak Sapi Potong
1. Anak Sapi Betina 0 88 175 263 350 366 382 397 365 332
2. Anak Sapi Jantan 0 88 175 263 350 366 382 397 365 332
Total anak (ekor) 0 365 845 1440 1500 1625 1815 2070 2090 1975
Sub Total Stock
(ekor) 1365 2095 2940 3900 4325 4515 4770 5090 4975 4725
B. Penjualan
a. Penjualan Anak sapi 0 250 500 1400 1400 1400 1400 1500 1500 1500
b.Penjualan Sapi
bunting 1000 1000 1000 1000 1300 1300 1300 1500 1500 1500
Mutasi Feedlot 210 0 210 210 210 210 210 210 210 210
Sisa bunting/induk
(ekor) 365 730 1095 1460 1525 1590 1655 1520 1385 1250
sisa anak 0 115 345 40 100 225 415 570 590 475
Sisa Stock Ternak
(ekor) 365 845 1440 1500 1625 1815 2070 2090 1975 1725
Koofisien Teknis(%)
Tingkat kelahiran anak
jantan 48% 48% 48% 48% 48% 48% 48% 48% 48% 48%
Tingkat kelahiran anak
betina 48% 48% 48% 48% 48% 48% 48% 48% 48% 48%
Mortalitas 4% 4% 4% 4% 4% 4% 4% 4% 4% 4%

7.1.2. Arus Biaya (Outflow)


Arus biaya atau outflow adalah arus biaya-biaya yang terjadi dalam

analisis kelayakan usaha pembibitan sapi potong. Arus biaya- biaya tersebut

terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional.


89 

7.1.2.1. Biaya Investasi

Biaya investasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada permulaan

usaha pembibitan sapi potong. Biaya investasi tidak hanya dikeluarkan pada

awal usaha namun terjadi reinvestasi pada saat umur ekonomisnya sudah

habis. Total biaya investasi yang dikeluarkan pada usaha pembibitan sapi

potong sebesar Rp 4.033.582.000. Komponen biaya investasi usaha

pembibitan sapi potong terdiri dari biaya pembelian tanah, bangunan, dan

biaya pembelian peralatan utama seperti conatainer strow, container N2, Gun

IB, timbangan sapi, kendaraan operasional perusahaan serta peralatan

kandang.

Biaya investasi yang terbesar yaitu komponen biaya pembelian tanah

Rp 786.850.000 dan bangunan sebesar Rp 1.630.000.000 dengan umur teknis

bangunan rata-rata 10 tahun. Pembelian tanah hanya terjadi pada awal

kegiatan dan harganya diasumsikan sama untuk harga beli dan harga jualnya.

Biaya investasi untuk pembelian peralatan dan mesin yang paling besar

dikeluarkan oleh perusahaan adalah biaya pembelian kendaraan operasional

perusahaan yaitu sebesar Rp 305.000.000 sebanyak dua unit dengan umur

ekonomis 10 tahun. Reinvestasi terjadi apabila umur ekonomis peralatan

sudah habis hal ini terjadi pada peralatan-peralatan yang digunakan di kandang

Rincian biaya investasi yang dikeluarkan pada usaha pembibitan sapi potong

dapat dilihat pada Tabel 14.


90 

Tabel 14. Rincian Biaya Investasi Usaha Pembibitan Breeding Sapi


Potong PT Lembu Jantan Perkasa

Harga/unit Nilai Investasi


Jenis UE Jumlah Satuan
(Rp) (Rp)
Tanah

Pembelian Tanah Rp 31,474 m2 25,000


786,850,000
Bangunan 10 5 unit -
1,630,000,000
Peralatan dan Mesin

1.Timbangan Sapi 10 1 unit 35,000,000


35,000,000
2.Container Strow 10 1 unit 150,000,000 150,000,000

3.Container N2 10 1 unit 125,000,000


125,000,000
4.GUN IB 2 10 unit 225,000
2,250,000
5.Laptop, Komputer 8 8 unit 5,750,000 46,000,000

6.Ember 2 44 unit 7,000


308,000
7.Sikat Kandang 1 44 unit 7,500
330,000
8.Gancu 2 22 unit 12,000
264,000
9.Lampu. 1 33 unit 21,000
693,000
10.Lori 4 11 unit 250,000
2,750,000
11.Tarikan Limbah 2 22 unit 10,000
220,000
12.Sodokan Pakan 1 44 unit 2,500
110,000
13.Sepatu 1 54 unit 30,000
1,620,000
14.Kendaraan
16 2 unit 152,500,000
Operasional 305,000,000
15.Sapu Lidi 1 22 unit 2,500
55,000
Sumber : Diolah Dari Data Primer, 2008

Komponen investasi biaya bangunan usaha pembibitan dapat dilihat

pada Tabel 15. Biaya investasi bangunan yang terbesar dikeluarkan untuk

kandang sapi sebesar Rp 600.000.000. Hal ini karena kandang yang digunakan

adalah kandang permanen dengan konstruksi yang cukup kuat yang berfungsi

sebagai tempat berlindung terhadap berbagai aspek yang menggangu sehingga

memberikan kemudahan bagi pemeliharaan dan kenyamanan bagi sapi-sapi

yang dibudidayakan.
91 

Tabel 15. Komponen Investasi Biaya Bangunan Usaha Pembibitan PT


Lembu Jantan Perkasa

Bangunan Ue Jumlah Harga/unit Nilai Investasi


1. Kantor dan Mess 10 1 unit Rp 500,000,000 Rp 500,000,000
2. Kandang Sapi 20 11 unit Rp 600,000,000 Rp 600,000,000
3. Cattle Yard 20 1 unit Rp 300,000,000 Rp 300,000,000
4. Holding Fasilitas 20 1 unit Rp 200,000,000 Rp 200,000,000
5. Holding Pond 10 1 unit Rp 30,000,000 Rp 30,000,000

Total 15 unit Rp 1,630,000,000

Komponen biaya investasi bangunan lainnya yaitu cattle yard, holding

fasilitas merupakan fasilitas yang sangat dibutuhkan untuk kemudahan

penanganan sapi potong. Biaya investasi yang dikeluarkan untuk biaya-biaya

pembelian mesin dan peralatan nilainya lebih kecil dibandingkan dengan

biaya investasi untuk bangunan. Reinvestasi mulai dilakukan pada tahun kedua

untuk peralatan kandang seperti sikat kandang, sepatu, lampu, sodokan pakan,

sapu lidi, dan peralatan lainnya yang telah habis umur ekonomisnya.

Diasumsikan harga yang digunakan dalam biaya investasi usaha pembibitan

sapi potong berdasarkan harga tahun 2008.

7.1.2.2. Biaya Operasional

Biaya operasional merupakan biaya keseluruhan yang berhubungan

dengan kegiatan operasional dari usaha pembibitan sapi potong. Biaya

operasional terbagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah

biaya yang besarnya tidak terkait langsung dengan jumlah produksi yang

dihasilkan. Biaya tetap ini tetap dikeluarkan walaupun faktor produksi tidak

digunakan. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung dari jumlah
92 

produksi sapi potong yang dihasilkan. Besarnya biaya variabel dihitung sesuai

penggunaan masing-masing usaha.

1. Biaya Tetap

Biaya tetap yang dikeluarkan dalam usaha pembibitan sapi potong PT

Lembu Jantan Perkasa terdiri dari biaya gaji staff perusahaan, biaya

administrasi perusahaan, Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar satu bulan gaji,

tunjangan kesehatan sebesar satu bulan gaji untuk semua karyawan dan staff

perusahaan, serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Jumlah biaya tetap yang

dikeluarkan dalam satu tahun kegiatan usaha pembibitan sapi potong adalah

sebesar Rp 601.420.000. Rincian biaya tetap yang dikeluarkan per tahun oleh

perusahaan dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Rincian Biaya Tetap Usaha Pembibitan Sapi Potong PT


Lembu Jantan Perkasa

No Jenis Biaya Tetap Biaya (Rp)


1 Gaji Staff Rp 426,000,000
2 Biaya Administrasi Rp 14,400,000
3 Tunjangan Hari Raya Rp 76,675,000
4 Tunjangan Kesehatan Rp 76,675,000
5 Pajak PBB Rp 7,670,000
Total Biaya Tetap Rp 601,420,000

Besarnya biaya tunjangan kesehatan yang dikeluarkan perusahaan

setiap tahunnya sama dengan besarnya biaya THR yaitu sebesar Rp

76.675.000. Biaya administrasi yang dikeluarkan setiap tahun oleh perusahaan

yaitu sebesar Rp 14.400.000 dan biaya pajak bumi dan bangunan sebesar Rp

7.670.000. Besarnya biaya tetap yang dikeluarkan untuk gaji staff perusahaan

setiap tahunnya yaitu sebesar Rp 426.000.000. Gaji staff karyawan meliputi


93 

gaji manejer perusahaan, gaji livestock dan inseminator, gaji bagian

administrasi dan data, gaji bagian HMT, gaji bagian feedmill dan maintance.

Tabel 17 menjelaskan rincian biaya staff perusahaan yang dikeluarkan setiap

tahun berdasarkan jabatan yang ada di perusahaan.

Tabel 17. Rincian Biaya Staff PT Lembu Jantan Perkasa (LJP)


Tingkat
Deskripsi Jabatan Jumlah Biaya
Pendidikan
Manajer farm S1 1 Rp 48,000,000
Bagian Keuangan S1 1 Rp 38,400,000
Livestock dan Inseminator SI dan D3 4 Rp 110,400,000
Bagian RT SI 1 Rp 30,000,000
Admin dan data S1 2 Rp 67,200,000
HMT SI 2 Rp 67,200,000
Feedmill SI dan SMU 2 Rp 50,400,000
Maintance dan limbah SMU 1 Rp 14,400,000
Total Biaya Gaji Staff PT LJP Rp 426,000,000

2. Biaya Variabel

Komponen biaya lain yaitu biaya variabel yang terdiri dari biaya

pembelian bakalan, biaya pakan, biaya transportasi, biaya obat-obatan dan

vitamin, biaya untuk Pemeriksaan Alat Reproduksi ternak (PAR), biaya untuk

Pemeriksaan Alat Kebuntingan (PKB), biaya untuk pembelian alat-alat serta

biaya tenaga kerja yang merupakan tenaga harian.

Total biaya variabel yang dikeluarkan pada awal usaha yaitu sebesar

Rp 11.773.822.500,00. Tabel 18 menjelaskan besarnya biaya variabel yang

dikeluarkan oleh perusahaan pada tahun pertama dimana biaya variabel yang

paling besar yaitu untuk pembelian bakalan sebesar Rp 6.825.000.000,00

Biaya-biaya variabel tersebut terdiri dari pembelian input bakalan, biaya


94 

pakan, biaya transportasi, biaya obat-obatan, biaya PAR, biaya PKB, biaya

telephon, biaya peralatan dan biaya tenaga kerja.

Tabel 18. Rincian Biaya Variabel Usaha Pembibitan Sapi Potong PT


Lembu Jantan Perkasa

No Keterangan Biaya
1 Biaya Bakalan (Rp 20.000/Kg) Rp 6.825.000.000
2 Biaya Pakan (Rp 6.200 /per ekor/hari) Rp 3.088.995.000
3 Biaya Transportasi Rp 393.500.000
4 Obat-obatan dan Vitamin Rp 643.935.000
5 PAR (Rp 6.000/ekor) Rp 21.000.000
6 PKB (Rp 6.000/ekor) Rp 21.000.000
7 Semen IB (Rp 7.000/strow) Rp 70.000.000
8 Biaya Telephon Rp 14.400.000
9 Biaya Listrik Rp 84.000.000
10 Biaya Peralatan Rp 125.630.000
11 Biaya TK Rp 486.362.500
Total Biaya Variabel Rp 11.773.822.500

A. Biaya Input Bakalan

Bakalan merupakan input utama dalam kegiatan usaha pembibitan sapi

potong. Bakalan yang digunakan diimpor dari negara Australia, selama ini

perusahaan membeli bakalan yang digunakan untuk usaha penggemukkan

dimanfaatkan untuk menjadi calon bibit dalam usaha pembibitan sapi potong.

Bakalan yang baru datang tersebut terlebih dahulu diseleksi secara ketat

melalui pemerikasaan alat reproduksi untuk mengetahui apakah bakalan

tersebut layak dijadikan calon bibit.

Menurut pengalaman perusahaan sebesar 15 persen populasi bakalan

yang diimpor telah dalam keadaan bunting dan sebesar 30 persen populasi

bakalan sapi potong tersebut memiliki alat reproduksi yang baik, sedangkan
95 

sisanya dimutasi untuk usaha penggemukkan sapi potong, sehingga biaya

pembelian bakalan yang dimutasi ke usaha fattening di tangung oleh unit

usaha penggemukkan sapi potong. Berat hidup bakalan sapi potong yang

diimpor tersebut 250 Kg dengan harga beli Rp 20.000 per Kg sehingga harga

beli bakalan per ekor adalah Rp 5.000.000. Jumlah biaya pembelian input

bakalan dalam usaha pembibitan sapi potong sebesar Rp 3.088.995.000,00.

B. Biaya Pakan

Pakan yang diberikan kepada bibit sapi potong disesuaikan dengan

kebutuhan pakan masing-masing klas ternak yang ada pada usaha pembibitan

sapi potong. Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen livestock pada

PT LJP, biaya pakan yang dibutuhkan sapi bunting sebesar Rp 6.500 per ekor

per hari untuk sapi bunting, dan untuk anak sapi besarnya biaya pakan yang

dikeluarkan per hari sebesar Rp 6.200. Besarnya biaya pakan yang

dikeluarkan setiap tahunnya berbeda, hal ini disebebakan jumlah populasi sapi

potong yang dibudidayakan dalam usaha pembibitan berbeda.

C. Biaya Transportasi

Biaya transportasi yang dikeluarkan oleh perusahaan meliputi biaya

rekomendasi impor, biaya retribusi kesehatan hewan, biaya ekspedisi, biaya

karantina dan biaya transportasi untuk operasional mobil perusahaan serta

biaya uji sampel darah. Biaya rekomendasi impor yang dikeluarkan setiap satu

periode kedatangan impor sapi bakalan yaitu Rp 1.850.000,00.


96 

Terdapat dua kali periode kedatangan impor sapi bakalan yang akan

diseleksi untuk dijadikaan bibit dalam usaha pembibitan sapi potong pada PT

LJP sehingga setiap tahunnya perusahaan mengeluarkan biaya rekomendasi

impor Rp 3.700.000. Bakalan yang baru datang terlebih dahulu dikarantina

dan dilakukan uji sampel darah, biaya karantina yang harus dibayar oleh

perusahaan Rp 500.000 per periode dan biaya uji sampel darah sebesar Rp

2.600 per ekor.

Biaya retribusi kesehatan hewan yang dikeluarkan perusahaan yaitu Rp

2.500 per ekor, total biaya retribusi kesehatan hewan selama satu tahun Rp

8.750.000, sedangkan biaya operasional mobil perusahaan yang dikeluarkan

selama satu tahun untuk mobil fuso Rp 19.800.000 dengan pemakaian bahan

bakar sebanyak 10 liter per hari dan mobil panther lima liter per hari dengan

biaya operasional Rp 9.900.000 per tahun.. Tabel 19 menjelaskan rincian biaya

transportasi yang dikeluarkan perusahaan selama satu tahun.

Tabel 19. Rincian Biaya Transportasi Usaha Pembibitan Sapi Potong PT


Lembu Jantan Perkasa

No Keterangan Biaya
1 Biaya karantina Rp 1.000.000
2 Biaya rekomendasi impor Rp 3.700.000
3 Biaya ekspedisi (Rp 250.000/ekor) Rp 341.250.000
4 Biaya operasional mobil panther Rp 9.900.000
5 Biaya operasional mobil fuso Rp 19.800.000
6 Biaya retribusi keswan (Rp 2.500/ekor) Rp 8.750.000
7 Biaya uji sampel darah (Rp 2.600/ekor) Rp 9.100.000
Total biaya transportasi Rp 393.500.000
 

Biaya ekspedisi adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut sapi bakalan

yang baru datang dari Tanjung Periok sampai ke perusahaan dimana biaya
97 

yang dikeluarkan sebesar Rp 250.000. per ekor sapi. Besarnya total biaya

transportasi yang dikeluarkan perusahaan pada tahun pertama sebesar

Rp.393.500.000,00.

D. Biaya Obat-Obatan dan Vitamin

Komponen biaya obat-obatan dan vitamin yang dikeluarkan oleh

perusahaan dalam usaha pembibitan sapi potong dapat dilihat pada Tabel 20,

dimana total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 643.935.000,00. Adapun

biaya- biaya obat-obatan tersebut antara lain pembelian aqua bidest, crystalin

penisilin, betadin, dan biosalamin limoxin spray. Komponen biaya pembelian

vitamin meliputi pembelian injectatif, oxytral, dan biovit.

Tabel 20. Rincian Biaya Obat-Obatan dan Vitamin Usaha Pembibitan


Sapi Potong PT Lembu Jantan Perkasa

No Keterangan Jumlah Harga Biaya/unit


A Obat-obatan
Aqua bidest 500 botol 15000/ botol Rp 7.500.000
Crystalin penisilin 1000 botol 13075/ botol Rp 13.075.000
Betadin 25 liter 134000/liter Rp 3.350.000
Limoxin spray 500 botol 56700/botol Rp 28.350.000
Gusanex 600 kaleng 60000/kaleng Rp 36.000.000
B Viatamin
Injectatif 1000 botol 80000/botol Rp 80.000.000
Oxytral 340 botol 30000/botol Rp 10.200.000
Biovit 1000 Kg 350460/Kg Rp 350.460.000
Covafit 500 1000 botol 115000/botol Rp 115.000.000
C Total Biaya Rp 643.935.000
98 

E. Biaya Listrik Dan Telephon

Biaya listrik yang dikeluarkan perusahaan sebesar Rp 7.000.000 per

bulan. Hal ini dikarenakan listrik digunakan untuk penerangan kandang,

penerangan lokasi perusahaan serta untuk usaha unit feedmill. Kebutuhan

daya listrik perusahaan yaitu sebesar 74.915 Watt. Total biaya listrik yang

dikeluarkan perusahaaan selama setahun sebesar Rp 84.000.000,00. Adapun

biaya telephon yang dikeluarkan perusahaan setiap bulannya sebesar Rp

1.200.000,00 dan total biaya telephon yang dikeluarkan selama setahun yaitu

sebesar Rp 14.400.000,00.

F. Biaya Peralatan

Peralatan-peralatan yang digunakan dalam kegiatan inseminasi (IB)

dalam usaha pembibitan sapi potong antara lain sarung tangan, pinset, suntikan

10 ml, suntikan 20 ml, jarum suntik pendek, jarum suntik panjang, tabung N2

cair, plastik sheet dan nomor telinga (notel) yang akan memudahkan

penanganan sapi dikandang, memudahkan pencatatan bobot badan serta

memudahkan pada saat penjualan. Biaya variabel yang dikeluarkan perusahaan

untuk peralatan sebesar Rp 125.630.000,00.

Biaya variabel terbesar dikeluarkan untuk pembelian tabung N2 cair

sebanyak 10000 botol dalam satu tahun masa produksi dengan harga per

satuan sebesar Rp 6.000 per unit. Biaya variabel yang paling kecil dikeluarkan

perusahaan untuk peralatan yaitu untuk pembelian notel sebanyak 4000 unit

dengan harga per satuan Rp 65. Rincian biaya perlatan usaha pembibitan sapi

potong PT LJP dapat dilihat pada Tabel 21.


99 

Tabel 21. Rincian Biaya Peralatan Usaha Pembibitan Sapi Potong PT


Lembu Jantan Perkasa

No Keterangan jumlah Harga/Satuan Total


1 Sarung tangan 4000 item Rp 1.900 Rp 7.600.000
2 Pinset 100 item Rp 5.000 Rp 500.000
3 Suntikan 10 ml 5000 item Rp 950 Rp 4.750.000
4 Suntikan 20 ml 5000 item Rp 900 Rp 4.500.000
5 Jarum suntik pendek 7000 item Rp 3.334 Rp 23.338.000
6 Jarum suntik panjang 7000 item Rp 3.076 Rp 21.532.000
7 Tabung N2 cair 10000 item Rp 6.000 Rp 60.000.000
8 Plastik sheet 7000 item Rp 450 Rp 3.150.000
9 Notel 4000 item Rp 65 Rp 260.000
Total biaya peralatan untuk IB Rp 125.630.000

G. Biaya Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja harian yang ada pada PT Lembu Jantan Perkasa

untuk karyawan kandang sebanyak 35 orang, bagian limbah dua orang dan

bagian umum empat orang. Jadwal kegiatan rutin masing-masing karywan

telah diatur sedemikian rupa dengan waktu tujuh jam kerja.

Pembayaran upah harian karyawan kandang dilakukan satu minggu

sekali dengan upah per hari yaitu sebesar Rp 32.500 dengan waktu tujuh hari

kerja. Jadi biaya tenaga kerja harian yang dikeluarkan perusahaan dalam satu

tahun dengan asumsi satu tahun 365 hari adalah Rp 32.500 x 41 orang x 365

hari, sebesar Rp 486.362.500. Jadwal kegiatan karyawan kandang dapat

dilihat pada Tabel 22.


100 

Tabel 22. Jadwal Kegiatan Karyawan Kandang PT Lembu Jantan


Perkasa

Pukul Kegiatan
- Membersihkan kandang
- Mendorong kotoran ke parit
- Pembersihan bak pakan dan bak minum
07.00-11.00 WIB - Pemberian pakan
- Memeriksa bak minum
- Mengamati dan melaporkan sapi birahi
- Menangani sapi yang birahi dan beranak
11.00-01.00 WIB Istirahat
- Membersihkan kandang
- Menambah pakan
13.00-16.00 WIB
- Memeriksa bak minum
- Mengamati dan melaporkan sapi birahi dan menanganinya
Sumber : Departemen Livestock PT LJP, 2008

Lembur dapat dilakukan apabila dibutuhkan oleh perusahaan. Seperti

adanya pergiliran piket setiap hari untuk penimbangan sapi yang akan dijual

dan pembongkaran sapi apabila ada kedatangan sapi bakalan baru. Sebelum

dan sesudah melakukan kegiatan dilakukan absen terlebih dahulu. Setiap

kandang dipimpin oleh satu orang kepala kandang.

7.1.3. Kelayakan Finansial Usaha Pembibitan (Breeding) Sapi Potong

Berdasarkan cashflow kelayakan usaha pembibitan (breeding) sapi

potong (skenario I) pada Lampiran 5 maka diperoleh hasil untuk mendapatkan

nilai Net Present Value (NPV), Net B/C ration, Internal Rate of Return (IRR)

dan Payback Period (PP). Suku bunga yang dipakai merupakan suku bunga

simpanan deposito tahunan bank BRI sebesar 5.75 persen tahun 2008. Hal ini

disebabkan pemilik memakai modal sendiri dalam mendirikan usahanya,

sehingga opportunity cost dari usahanya adalah bungga deposito tersebut.


101 

Nilai NPV yang dihasilkan dari usaha pembibitan sapi potong adalah

positif sebesar Rp 1.929.172.324,00. Nilai NPV pada tingkat diskonto 5,75

persen lebih besar dari nol atau sebesar Rp 1.929.172.324,00. hal ini berarti

bahwa usaha pembibitan sapi potong yang dilakukan menurut nilai sekarang

menguntungkan untuk dilaksanakan karena dapat memberikan tambahan

manfaat atau keuntungan sebesar Rp 1.929.172.324,00. selama jangka waktu

10 tahun. Nilai tersebut merupakan pendapatan bersih yang diterima oleh

perusahaan. Adapun hasil perhitungan nilai NPV, Net B/C, IRR dan PP usaha

pembibitan sapi potong PT LJP dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Kriteria Investasi Usaha Pembibitan Sapi Potong PT Lembu


Jantan Perkasa (LJP)

No Kriteria Investasi Nilai


1 Net Present Value (NPV) Rp 1,929,172,324
2 Net B/C Ration 1,48
3 Internal Rate of Return (IRR) 10,65%
4 Payback Period (PP) 3,56

Tabel 23 di atas menunjukan bahwa nilai Net B/C ratio yang dihasilkan

adalah 1,48 atau lebih besar dari satu, artinya perbandingan penerimaan yang

diterima perusahaan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk

memperolehnya, perusahaan akan mendapat tambahan penerimaan sebesar

1,48 dari setiap pengeluaran Rp 1,00. Berdasarkan kriteria kelayakan Net B/C

usaha pembibitan sapi potong layak untuk dijalankan.

Nilai IRR yang diperoleh usaha pembibitan sapi potong sebesar 10,65

persen. Nilai ini berada di atas tingkat suku bunga deposito yang berlaku yaitu

5,75 persen. Artinya modal investasi yang ditanamkan pada usaha pembibitan
102 

sapi potong layak untuk dilaksanakan dan menguntungkan karena tingkat

pengembalian internalnya lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku.

Jangka waktu pengembalian investasi dapat dilihat dari nilai Payback

Period yaitu selama 3,56 tahun. Artinya usaha pembibitan sapi potong

tersebut akan mencapai titik pengembalian investasi pada saat kegiatan telah

berjalan selama tiga tahun empat bulan.

7.2. Analisis Rugi Laba

Analisis rugi laba digunakan perusahaan untuk mengetahui

perkembangan usaha dalam periode tertentu. Komponen rugi laba terdiri dari

pendapatan penjualan (total revenue), biaya tetap, biaya penyusutan, dan biaya

variabel dan pembayaran pajak. Laba diperoleh secara stabil pada tahun

keempat,dimana pada tahun pertama dan tahun kedua produksi perusahaan

mengalami kerugian.

Hal ini disebabkan karena penerimaan dalam satu tahun hanya

diperoleh dari penjualan sapi bunting sedangkan biaya operasional yang

dikeluarkan lebih besar dari penerimaan. Biaya variabel yang dikeluarkan

pada tahun pertama produksi sebesar Rp 11.773.782.500,00. Besarnya

penerimaan yang diperoleh pada tahun kedua dan tahun berikutnya Rp

12.840.926.500,00. yang diperoleh dari penjualan sapi bunting dan penjualan

anak sapi, serta penjualan limbah kotoran sapi potong. Biaya penyusutan yang

dikeluarkan perusahaan setiap tahunnya sebesar Rp 45.766.500. Lampiran 10

menjelaskan tentang laporan rugi laba yang diperoleh perusahaan.


103 

7.3. Analisis Sensitivitas (Switching Value)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat perubahan harga

output, jumlah output dan biaya input bakalan sehingga keuntungan mendekati

normal dimana NPV sama dengan nol. Perubahan ketiga variabel tersebut

akan mempengaruhi komponen cashflow (inflow ataupun outflow) yang pada

akhirnya akan mempengaruhi Net benefit dan mengubah kriteria investasi.

Pada penelitian ini analisis switching value yang dilakukan dengan

menghitung perubahan maksimum yang boleh terjadi akibat penurunan

volume produksi, dan kenaikan harga dollar terhadap pembelian input bakalan

sapi potong.

Salah satu variasi sensitivitas yaitu switching value (nilai pengganti),

dimana dalam analisis switching value dapat diketahui batas maksimum

perubahan yang dapat ditolerir oleh kegiatan usaha agar layak untuk

dilaksanakan. Nilai perubahan maksimum diperoleh dengan cara mencoba-

coba tingkat perubahan Net B/C sama dengan satu atau mendekati satu. Hasil

perhitungan switching value dengan beberapa variabel parameter dapat dilihat

pada Tabel 24.

Tabel 24. Switching Value Usaha Pembibitan Sapi Potong (Skenario I)

No Variabel Parameter Persentase (%)


1 Kenaikan Dollar Terhadap Rupiah 7%
2 Penurunan Volume Produksi Anak Sapi (40-175 Kg) 13%
3 Penurunan Volume Produksi Anak Sapi (175-250 Kg) 11.25%
4 Penurunan Volume Produksi Sapi Bunting Muda 5%
5 Penurunan Volume Produksi Sapi Bunting Tua 5%

Tabel 24 dapat dilihat bahwa kenaikan input yang paling dominan dan

sangat berpengaruh terhadap output produksi dalam usaha pembibitan sapi


104 

potong adalah bakalan. Bakalan merupakan input utama yang digunakan

perusahaan dimana harga bakalan sangat dipengaruhi oleh nilai tukar dollar

yang berfluktuasi. Kenaikan Dollar terhadap nilai tukar rupiah tidak boleh

melebihi dari tujuh persen, bila terjadi kenaikan harga Dollar terhadap nilai

tukar Rupiah lebih dari tujuh persen maka usaha pembibitan sapi potong tidak

layak untuk diusahakan.

Penurunan volume produksi usaha pembibitan sapi potong yang terdiri

dari penurunan volume produksi anak sapi dengan berat 40-175 Kg sebesar 13

persen dan penurunan volume produksi anak sapi dengan berat 175-250 Kg

11,25 persen merupakan batas maksimal dari usaha pembibitan sapi potong

tersebut. Penurunan volume produksi sapi bunting muda dan bunting tua

paling peka diantara dua variabel parameter tersebut. Artinya bila terjadi

penurunan volume produksi sapi bunting diatas lima persen maka usaha

pembibitan sapi potong tidak layak lagi untuk dijalankan.


105 

 
BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mengenai analisis

kelayakan usaha pengembangan pembibitan (breeding) sapi potong pada PT

Lembu Jantan Perkasa (LJP), diantaranya :

1) Beberapa elemen yang diangap penting dari aspek pasar yaitu adanya

peluang permintaan dan penawaran. Permintaan akan bibit sapi potong pada PT

Lembu Jantan Perkasa (LJP) setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal ini

dapat dilihat dari jumlah penjualan bibit sapi potong tahun 2006 sampai dengan

tahun 2007. Selain itu peluang pasar usaha pembibitan sapi potong masih terbuka

lebar, hal ini dapat dilihat dengan semakin tingginya tingkat ketergantungan impor

sapi potong di negara kita. Dalam strategi pemasaran, PT LJP memilih lokasi

yang dekat dengan pasar yaitu JABODETABEK, hal ini juga ditunjang oleh

adanya fasilitas transportasi yang baik, untuk memudahkan dalam pemasaran

breeding sapi potong. Promosi yang dilakukan perusahaan selama ini yaitu

dengan mengikuti berbagai pameran, promosi melalui media elektronik serta

adanya informasi dari mulut ke mulut sehingga informasi lebih cepat tersebar.

Bentuk promosi lainnya yang dilakukan oleh PT LJP yaitu dengan melakukan

kerjasama dengan instansi terkait serta berperan serta dalam pelatihan pembibitan

sapi potong
106 

2) Aspek teknis menitikberatkan pada penilain atas kelayakan proyek dan

teknologi. PT Lembu Jantan Perkasa dalam mengembangkan usaha pembibitan

sapi potong telah mempertimbangkan lokasi perusahaan secara tepat, dimana

usaha pembibitan tersebut berada dekat dengan daerah konsumen yaitu Jakarta,

Bogor, Tangerang dan Bekasi serta dilakukan di daerah yang mempunyai fasilitas

transportasi yang cukup baik. Di samping itu lokasi perusahaan dekat dengan

pemasok bahan baku pakan ternak. Pemilihan mesin peralatan dan teknologi yang

digunakan telah sesuai dengan aktivitas perusahaan dengan mempertimbangkan

keamanan dan kenyamanan, dan sistem komonikasi yang baik. Usaha pembibitan

sapi potong PT LJP merupakan perusahaan dengan pemeliharaan sistem intensif

mengunakan kandang koloni terbuka dan koloni tertutup. Kapasitas kandang PT

LJP mampu menampung 3000- 4000 ekor sapi.

3) Aspek manajemen PT Lembu Jantan Perkasa (LJP) memiliki struktur

organisasi dan pembagian tugas yang jelas sehingga memberikan kemudahan

dalam koordinasi diantara karyawan maupun bagian dapat dilakukan dengan

relatif mudah.

4) Aspek sosial dan lingkungan usaha pembibitan sapi potong PT Lembu

Jantan Perkasa memberikan dampak positif bagi masyarakat yang berada di

sekitar perusahaan. Keberadaan PT Lembu Jantan Perkasa memberikan lapangan

kerja bagi masyarakat sekitar, dimana jumlah tenaga kerja yang paling banyak

direkrut berasal dari masyarakat sekitarnya sehingga memberikan masukan

pendapatan bagi masyarakat, serta mampu meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Selama ini perusahaan selalu tanggap dan memperhatikan

kesejahteraan karyawaan dan staff sehingga terjalin rasa kekeluargaan yang tinggi
107 

dan menjadikan karyawan dan masyarakat sekitar loyal terhadap perusahaan.

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan karyawan dan kehidupan sosial

karyawan perusahaan menyediakan fasilitas dan tunjangan sosial. Salah satu

upaya untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan oleh perusahaan yaitu

dengan pengolahan limbah menjadi pupuk yang juga memberikan tambahan

pendapatan bagi usaha pembibitan sapi potong.

5) Hasil analisis finansial mengunakan kriteria kelayakan NPV, IRR, Net

B/C, dan Payback Period, maka diperoleh hasil NPV sebesar Rp 1.929.172.324,

Net B/C sebesar 1,48, IRR sebesar 10,65 persen, dan Payback Period sebesar 3,56

tahun. Hasil analisis finansial usaha pengembangan pembibitan sapi potong

berdasrkan kriteria investasi tersebut layak untuk dilaksanakan.

6) Analisis sensitivitas dengan variasi penghitungan mengunakan metode

switching value dengan dua variabel parameter yaitu kenaikan harga Dollar

terhadap Rupiah dan penurunan volume produksi sapi potongk. Hasil analisis

sensitivitas menunjukan bahwa variabel paremeter kenaikan penurunan volume

produksi sapi bunting muda dan sapi bunting tua sebesar lima persen lebih peka

daripada variabel lainnya.

8.2. Saran

Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat ketergantungan impor sapi

potong yang semakin meningkat setiap tahunnya yaitu dengan menambah jumlah

populasi sapi potong melalui usaha pembibitan sapi potong, serta adanya

perbaikan reproduksi dan bibit sapi untuk meningkatkan mutu genetik ternak sapi
108 

potong sehingga perlu adanya kerjasama dan peran serta pemerintah dengan

pihak swasta. PT Lembu Jantan Perkasa (LJP) merupakan perusahaan pembibitan

sapi potong swasta yang berskala besar. Perusahaan diharapkan menambah skala

usahanya terutama usaha pembibitan sapi potong untuk menambah keuntungan

perusahaan.

Sebaiknya perusahaan mengembangkan dan memanfaatkan sapi lokal

unggul sebagai bibit melalui pelestarian dan seleksi yang ketat. Perusahaan dapat

mengembangkan dan memanfaatkan limbah kotoran sapi potong dalam skala yang

lebih besar sehingga memperoleh nilai tambah secara ekonomis dan dapat

meningkatkan keuntungan perusahaan. Limbah kotoran sapi potong dapat

dimanfaatkan sebagai biogas yang berguna bagi perusahaan untuk digunakan

sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan.

Pihak pemerintah seharusnya dapat mendorong pihak swasta untuk

mengembangkan usaha pembibitan sapi potong dengan memanfaatkan sapi eks-

impor yang produktif untuk dikawinkan lagi dengan sapi lokal. Pemberian

insentif berupa kredit berbunga rendah sebaiknya dapat dilakukan oleh pemerintah

melalui kredit usaha mikro, kecil maupun usaha menengah yang untuk

memotivasi para investor dalam mengembangkan usaha pembibitan sapi potong.


DAFTAR PUSTAKA

Affandy, M. 2007. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Gambir di Desa


Toman, Kabupaten Musi Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan.
Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.

APFINDO, 2007. Kesiapan Dan Peran Asosiasi Idustri Ternak Menuju


Swasembada Daging Sapi 2010. Makalah Seminar Nasional Hari
Pangan Sedunia. Bogor.

Bukit, Agripa. 2007. Analisis Kelayakan Usaha Ikan Patin. Program Sarjana
Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor.

Badan Pusat statistik. 2006. Agribisnis Hilir. Jakarta.

Bearden HJ,dan Fuquay JW. 1997. Applied Animal Reproduction. New Jersey.
5th Ed. Prentice Hall, Upper Saddle River.

Departemen Livestock PT Lembu Jantan Perkasa. 2008.

Derektorat Jenderal Peternakan. 2007. Prospek Usaha Penggemukkan Sapi


Potong Di Indonesia. Jakarta.

Gittinger, J. Price. 1986. Analisa Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua.


Universitas Indonesia. Jakarta.

Gray C. 1997. Pengantar Evaluasi Proyek. Gramedia. Jakarta

Husnan, S dan Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Edisi Keempat. UPP
AMP YKPN. Yogyakarta.

Madhan. 2005. Korelasi Antara Jarak Inseminasi Buatan Pertama Setelah


Melahirkan, Days Open Dan Calving Interval, Serta Pengaruh Musim
Terhadap Lama Kebuntingan Sapi Bali. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Murtidjo, 1990. Beternak Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta.

Purba, A. B. 2006. Analisis Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong


Kasus Pada PT Lembu Jantan Perkasa. Skripsi. Program Studi Sosial
Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
 

 
110 

Prihandoko, S. 2003. Kajian Komparatif Keberhasilan Pelaksanaan Program


Inseminasi Buatan Pada Sapi Potong Di Kabupaten Karanganyar Dan
Kabupaten Magelang Propinsi Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Rachmawati, D. 2005. Analisis Keputusan Peternak Rakyat Sapi Potong Dalam


Penerapan Teknologi Inseminasi Buatan Kasus Desa Singasari,
Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor.

Ratniati, N.K. 2007. Analisis Sistem Pemasaran Ternak Sapi Potong PT Great
Giant Livestock Company Lampung Tengah. Skripsi. Program Studi
Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor.

Rofik, A. 2005. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Peternakan Sapi Perah


Pondok Rangon Jakarta Timur. Skripsi. Departemen Sosial Ekonomi
Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Sahat, S.F. 2007. Analisis Permintaan Daging Sapi Segar Di Wilayah DKI
Jakarta. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Soeprapto, Herry. dan Zainal, Abidin. 2006. Cara Tepat Penggemukkan Sapi
Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Suratman. 2002. Studi Kelayakan Proyek. Proyek Peningkatan Penelitian


Pendidikan Tinggi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Departemen Pendidikan Nasional.

Toelihere MR. 1979. Inseminasi Pada Ternak. Angkasa. Bandung.

 
Lampiran ..  Proyeksi Persediaan Populasi Breeding  Sapi Potong PT LJP

Tahun Pengembangan
Tingkat Pemeliharaan 
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
A. Input Bakalan (ekor) 3500 3500 3500 3500 3500 3500 3500
Stock Breeding
1. jumlah Induk  0 365 730 1095 1460 1525 1590
2. Bunting (15%) 525 525 525 525 525 525 525
3. Seleksi PAR (30%) 1050 1050 1050 1050 1050 1050 1050
4. Bunting IB (30%) 840 840 840 840 840 840 840
Total Induk Breeding  (ekor) 1365 1730 2095 2460 2825 2890 2955
Anak Sapi Potong
1. Anak Sapi Betina 0 88 175 263 350 366 382
2. Anak Sapi Jantan  0 88 175 263 350 366 382
Total anak (ekor) 0 365 845 1440 1500 1625 1815
Sub Total Stock  (ekor)  1365 2095 2940 3900 4325 4515 4770
B. Penjualan
a. Penjualan Anak sapi 0 250 500 1400 1400 1400 1400
b.Penjualan Sapi bunting 1000 1000 1000 1000 1300 1300 1300
Mutasi Feedlot 210 0 210 210 210 210 210
Sisa bunting/induk (ekor) 365 730 1095 1460 1525 1590 1655
sisa anak  0 115 345 40 100 225 415
Sisa Stock Ternak (ekor) 365 845 1440 1500 1625 1815 2070
Koofisien Teknis(%)
Tingkat kelahiran anak jantan 48% 48% 48% 48% 48% 48% 48%
Tingkat kelahiran anak betina 48% 48% 48% 48% 48% 48% 48%
Mortalitas 4% 4% 4% 4% 4% 4% 4%
2015 2016 2017
3500 3500 3500

1655 1520 1385 tahun


525 525 525 2 1365
1050 1050 1050 3
840 840 840 4
3020 2885 2750 24975 5
6
397 365 332 7
397 365 332 8
2070 2090 1975 9
5090 4975 4725 10

1500 1500 1500


1500 1500 1500 13725
210 210 210 38700
1520 1385 1250
570 590 475
2090 1975 1725

48% 48% 48%


48% 48% 48%
4% 4% 4%

Tabel 12. Proyeksi Persediaan P


Tingkat Pemeliharaan

A. Input Bakalan (ekor)


Stock Breeding
1. jumlah Induk
2. Bunting
3. Bunting IB
Total Induk Breeding (ekor)
4. Foster mother
5. Anak sapi jantan
6. Anak sapi betina
7. Weaner jantan
8. Weaner betina
Total anak (ekor)
Sub Total Stock (ekor)
B. Penjualan
a. Anak sapi
b. Sapi bunting
Mutasi Feedlot
Sisa bunting/induk (ekor)
sisa anak
Sisa Ternak (ekor)
C.Koofisien Teknis(%)
Tingkat kelahiran anak jantan
Tingkat kelahiran anak betina
Mortalitas

Tingkat Pemeliharaan

A. Input Bakalan (ekor)


Stock Breeding
1. jumlah Induk
2. Bunting (15%)
3. Seleksi PAR (30%)
4. Bunting IB (30%)
Total Induk Breeding (ekor)
Anak Sapi Potong
1. Anak Sapi Betina
2. Anak Sapi Jantan
Total anak (ekor)
Sub Total Stock (ekor)
B. Penjualan
a. Penjualan Anak sapi
b.Penjualan Sapi bunting
Mutasi Feedlot
Sisa bunting/induk (ekor)
sisa anak
Sisa Stock Ternak (ekor)
Koofisien Teknis(%)
Tingkat kelahiran anak jantan
Tingkat kelahiran anak betina
Mortalitas
Populasi Breeding Sapi Potong PT LJP
Tahun Pengembangan
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
3500 1600 1600 1600 1600 1600 1600 1600 1600 1600

0 1476 1388 1300 1212 1124 1036 948 1060 830


350 160 160 160 160 160 160 160 160 160
2520 1152 1152 1152 1152 1152 1152 1152 1152 1152
2870 2788 2700 2612 2524 2436 2348 2260 2372 2142
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
0 323 291 286 267 247 228 209 233 183
0 382 361 338 315 292 269 246 276 216
0 323 291 286 267 247 228 209 233 183
0 382 361 338 315 292 269 249 276 216
0 1411 1715 1963 2127 2205 2200 2113 2130 1928
2876 4205 4421 4581 4657 4647 4554 4379 4508 4076

0 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000


1400 1400 1400 1400 1400 1400 1400 1400 1400 1400
630 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1470 1388 1300 1212 1124 1036 948 860 972 742
0 411 715 963 1127 1205 1200 1113 1130 928
1476 1805 2021 2181 2257 2247 2154 1979 2108 1676

44% 44% 44% 44% 44% 44% 44% 44% 44% 44%
52% 52% 52% 52% 52% 52% 52% 52% 52% 52%
4% 4% 4% 4% 4% 4% 4% 4% 4% 4%

Tahun Pengembangan
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
3500 3500 3500 3500 3500 3500 3500 3500 3500 3500

0 365 730 1095 1460 1525 1590 1655 1520 1385


525 525 525 525 525 525 525 525 525 525
1050 1050 1050 1050 1050 1050 1050 1050 1050 1050
840 840 840 840 840 840 840 840 840 840
1365 1730 2095 2460 2825 2890 2955 3020 2885 2750

0 88 175 263 350 366 382 397 365 332


0 88 175 263 350 366 382 397 365 332
0 365 845 1440 1500 1625 1815 2070 2090 1975
1365 2095 2940 3900 4325 4515 4770 5090 4975 4725

0 250 500 1400 1400 1400 1400 1500 1500 1500


1000 1000 1000 1000 1300 1300 1300 1500 1500 1500
210 0 210 210 210 210 210 210 210 210
365 730 1095 1460 1525 1590 1655 1520 1385 1250
0 115 345 40 100 225 415 570 590 475
365 845 1440 1500 1625 1815 2070 2090 1975 1725

48% 48% 48% 48% 48% 48% 48% 48% 48% 48%
48% 48% 48% 48% 48% 48% 48% 48% 48% 48%
4% 4% 4% 4% 4% 4% 4% 4% 4% 4%
Lampiran 2. Luas lahan Yang Digunakan PT LJP
Fasilitas yang digunakan Luas lahan
bunker jerami 1200 m2
pabrik feedmill 1264 m2
mess karyawan 1500 m2
kantor 120 m2
penampungan air 35 m2 x 5 = 180 m2
chooper 35 m2 x 5 = 180 m2
mushola 16 m2
pos satpam 12 m2
lapangan olah raga 200 m2
holding pond 887.5 m2
jalan 4720 m2
Laboraturium IB 80 m2
Holding fasilitas 700 m2
cattel yard 1500 m2
Guest house 400 m2
lahan hijauan 3500 m2
kandang 15159 m2
 
6.5 meter

1.5 meter

Kandang Ternak Kan

2 meter

3 meter 2 meter
Kandan
Jepit
Gudang
Kantor 2.5 meter
Konsentrat

4.5 meter
Jerami 10 meter

Fermentasi Fermentasi Limbah Cair

Dekomposisi Limb

9 mete

Keterangan :

Atap kandang dibuat dengan model monitor untuk kelancaran sir


Tinggi atap sebaiknya 6 meter dengan monitor 5,5 meter dan a
Kandang Ternak
13 meter

4 meter

Kandang
Jepit Kandang
Melahirkan 5 meter
2 meter

mbah Organik Padat


4 meter

meter

rkulasi udara
atap terendah 4 meter
Lampiran 7. Cashflow Sensitivitas Kenaikan Dollar Terhadap Rupiah Sebesar 10,18%
TAHUN
URAIAN
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A. INFLOW
Penjualan Anak Sapi
1. anak sapi (40-175 Kg) 267.500.000 1.337.500.000 3.745.000.000 3.745.000.000 3.745.000.000 3.745.000.000 4.012.500.000 4.012.500.000 4.012.500.000
2. Anak Sapi (175-250 Kg) 317.500.000 1.587.500.000 4.445.000.000 4.445.000.000 4.445.000.000 4.445.000.000 4.762.500.000 4.762.500.000 4.762.500.000
Penjualan Sapi Bunting
1. Bunting Muda 5.300.000.000 5.300.000.000 5.300.000.000 5.300.000.000 6.890.000.000 6.890.000.000 6.890.000.000 7.950.000.000 7.950.000.000 7.950.000.000
2. Bunting Tua 6.050.000.000 6.050.000.000 6.050.000.000 6.050.000.000 7.865.000.000 7.865.000.000 7.865.000.000 9.075.000.000 9.075.000.000 9.075.000.000
Penjualan Limbah Sapi 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500
Nilai Sisa 786.850.500
Total Inflow 11.384.776.500 11.969.776.500 14.309.776.500 19.574.776.500 22.979.776.500 22.979.776.500 22.979.776.500 25.834.776.500 25.834.776.500 26.621.627.000
B. OUTFLOW
1.BIAYA INVESTASI
Tanah 786.850.000
Bangunan 500.000.000
Kandang 600.000.000
Cattle yard 300.000.000
Holding fasilitas 200.000.000
Holding pond 30.000.000
Container strow 150.000.000
Container N2 cair 125.000.000
Gun IB 2.250.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000
Timbangan sapi 35.000.000
Kendaraan operasional 305.000.000
Laptop dan komputer 46.000.000 46.000.000
Alat-alat kandang 6.350.000 2.808.000 3.600.000 2.808.000 6.350.000 2.808.000 3.600.000 2.808.000 3.600.000 2.808.000 3.600.000
Sub Total Investasi 3.086.450.000 2.808.000 5.850.000 2.808.000 8.600.000 2.808.000 5.850.000 2.808.000 51.850.000 2.808.000 5.850.000
2.BIAYA OPERASIONAL
a. Biaya Tetap
Gaji Staff 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000
Biaya Administrasi 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000
tunjangan Kesehatan 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000
Tunjangan Hari Raya 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000
Pajak PBB 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000
Total Biaya Tetap 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000
b. Biaya Variabel
Biaya Bakalan 7.063.875.000 7.063.875.000 7.063.875.000 7.063.875.000 7.063.875.000 7.063.875.000 7.063.875.000 7.063.875.000 7.063.875.000 7.063.875.000
Biaya Pakan 3.088.995.000 4.780.952.500 7.338.872.500 9.576.505.000 10.092.250.000 10.999.457.500 12.298.127.500 13.988.260.000 13.967.455.000 13.626.362.500
Biaya Transportasi 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000
Obat-obatan dan Vitamin 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000
PAR 21.000.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000
PKB 21.000.000 18.456.000 17.928.000 17.400.000 16.872.000 16.344.000 15.816.000 15.288.000 15.960.000 14.580.000
Semen IB 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000
Biaya Telephon 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000
Biaya Listrik 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000
Biaya Peralatan untuk IB 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000
Biaya TK 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500
Total Biaya Variabel 12.012.697.500 13.690.711.000 16.248.103.000 18.485.207.500 19.000.424.500 19.907.104.000 21.205.246.000 22.894.850.500 22.874.717.500 22.532.245.000
Total Biaya Operasional 12.612.717.500 14.290.731.000 16.848.123.000 19.085.227.500 19.600.444.500 20.507.124.000 21.805.266.000 23.494.870.500 23.474.737.500 23.132.265.000
TOTAL OUTFLOW 3.086.450.000 12.615.525.500 14.296.581.000 16.850.931.000 19.093.827.500 19.603.252.500 20.512.974.000 21.808.074.000 23.546.720.500 23.477.545.500 23.138.115.000
Pendapatan sebelum pajak -3.086.450.000 -1.230.749.000 -2.326.804.500 -2.541.154.500 480.949.000 3.376.524.000 2.466.802.500 1.171.702.500 2.288.056.000 2.357.231.000 3.483.512.000
Pajak 0 0 -720.541.350 -762.346.350 144.284.700 1.012.957.200 740.040.750 351.510.750 686.416.800 707.169.300 1.045.053.600
Net Benefit -3.086.450.000 -1.230.749.000 -1.606.263.150 -1.778.808.150 336.664.300 2.363.566.800 1.726.761.750 820.191.750 1.601.639.200 1.650.061.700 2.438.458.400
Df 5.75% 1,000 0,946 0,894 0,846 0,800 0,756 0,715 0,676 0,639 0,605 0,572
Present Value (PV)/Tahun -3.086.450.000 -1.163.828.842 -1.436.335.664 -1.504.139.036 269.200.314 1.787.170.556 1.234.667.919 554.565.393 1.024.051.225 997.646.767 1.394.156.701
NPV 70.705.332
PV+ 4.320.984.173
PV- -4.250.278.842
Net B/C 1,02
IRR 10,65%
PP 4,88
Pendapatan bersih selama 10 tah Rp       6.321.523.600 Harga per Dollar Harga Bakalan per KKenaikan Harga Dol Harga Skrg
pendapatan bersih rata-rata per Rp           632.152.360 10000 20000 7% 20700

2500000
5000000
7500000
100000000
‐2.426.804.500
‐728.041.350,0

Keterngan Nilai
CM 0
RASIO CM #DIV/0!
BEP #DIV/0!
Lampiran 5. Cashflow Kelayakan Usaha Pembibitan Sapi Potong pada PT LJP
TAHUN
URAIAN
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A. INFLOW
Penjualan Anak Sapi
1. Anak sapi (40-175 Kg) 267.500.000 1.337.500.000 3.745.000.000 3.745.000.000 3.745.000.000 3.745.000.000 4.012.500.000 4.012.500.000 4.012.500.000
2. Anak Sapi (175-250 Kg) 317.500.000 1.587.500.000 4.445.000.000 4.445.000.000 4.445.000.000 4.445.000.000 4.762.500.000 4.762.500.000 4.762.500.000
Penjualan Sapi Bunting
1. Bunting Muda 5.300.000.000 5.300.000.000 5.300.000.000 5.300.000.000 6.890.000.000 6.890.000.000 6.890.000.000 7.950.000.000 7.950.000.000 7.950.000.000
2. Bunting Tua 6.050.000.000 6.050.000.000 6.050.000.000 6.050.000.000 7.865.000.000 7.865.000.000 7.865.000.000 9.075.000.000 9.075.000.000 9.075.000.000
Penjualan Limbah Sapi 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500
Nilai Sisa 786.850.500
Total Inflow 11.384.776.500 11.969.776.500 14.309.776.500 19.574.776.500 22.979.776.500 22.979.776.500 22.979.776.500 25.834.776.500 25.834.776.500 26.621.627.000
B. OUTFLOW
1.BIAYA INVESTASI
Tanah 786.850.000
Bangunan 500.000.000
Kandang 600.000.000
Cattle yard 300.000.000
Holding fasilitas 200.000.000
Holding pond 30.000.000
Container strow 150.000.000
Container N2 cair 125.000.000
Gun IB 2.250.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000
Timbangan sapi 35.000.000
Kendaraan operasional 305.000.000
Laptop dan komputer 46.000.000 46.000.000
Alat-alat kandang 6.350.000 2.808.000 3.600.000 2.808.000 6.350.000 2.808.000 3.600.000 2.808.000 3.600.000 2.808.000 3.600.000
Sub Total Investasi 3.086.450.000 2.808.000 5.850.000 2.808.000 8.600.000 2.808.000 5.850.000 2.808.000 51.850.000 2.808.000 5.850.000
2.BIAYA OPERASIONAL
a. Biaya Tetap
Gaji Staff 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000
Biaya Administrasi 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000
tunjangan Kesehatan 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000
Tunjangan Hari Raya 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000
Pajak PBB 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000
Total Biaya Tetap 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000
b. Biaya Variabel
Biaya Bakalan 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000
Biaya Pakan 3.088.995.000 4.780.952.500 7.338.872.500 9.576.505.000 10.092.250.000 10.999.457.500 12.298.127.500 13.988.260.000 13.967.455.000 13.626.362.500
Biaya Transportasi 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000
Obat-obatan dan Vitamin 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000
PAR 21.000.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000
PKB 21.000.000 18.456.000 17.928.000 17.400.000 16.872.000 16.344.000 15.816.000 15.288.000 15.960.000 14.580.000
Semen IB 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000
Biaya Telephon 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000
Biaya Listrik 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000
Biaya Peralatan untuk IB 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000
Biaya TK 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500
Total Biaya Variabel 11.773.822.500 13.451.836.000 16.009.228.000 18.246.332.500 18.761.549.500 19.668.229.000 20.966.371.000 22.655.975.500 22.635.842.500 22.293.370.000
Total Biaya Operasional 12.373.842.500 14.051.856.000 16.609.248.000 18.846.352.500 19.361.569.500 20.268.249.000 21.566.391.000 23.255.995.500 23.235.862.500 22.893.390.000
TOTAL OUTFLOW 3.086.450.000 12.376.650.500 14.057.706.000 16.612.056.000 18.854.952.500 19.364.377.500 20.274.099.000 21.569.199.000 23.307.845.500 23.238.670.500 22.899.240.000
Pendapatan sebelum pajak -3.086.450.000 -991.874.000 -2.087.929.500 -2.302.279.500 719.824.000 3.615.399.000 2.705.677.500 1.410.577.500 2.526.931.000 2.596.106.000 3.722.387.000
Pajak 0 0 -648.878.850 -690.683.850 215.947.200 1.084.619.700 811.703.250 423.173.250 758.079.300 778.831.800 1.116.716.100
Net Benefit -3.086.450.000 -991.874.000 -1.439.050.650 -1.611.595.650 503.876.800 2.530.779.300 1.893.974.250 987.404.250 1.768.851.700 1.817.274.200 2.605.670.900
Df 5.75% 1,000 0,946 0,894 0,846 0,800 0,756 0,715 0,676 0,639 0,605 0,572
Present Value (PV)/Tahun -3.086.450.000 -937.942.317 -1.286.812.669 -1.362.746.133 402.905.187 1.913.605.424 1.354.228.077 667.624.645 1.130.963.047 1.098.745.417 1.489.758.261
NPV 1.383.878.939
PV+ 5.408.271.256
PV- -4.024.392.317
Net B/C 1,34
IRR 11,11%
PP 3,83
Pendapatan bersih selama 10 tah Rp       8.065.311.100
pendapatan bersih rata-rata per Rp           806.531.110

2500000
5000000
7500000
100000000
‐2.187.929.500
‐656.378.850,0

Keterngan Nilai
CM 0
RASIO CM #DIV/0!
BEP #DIV/0!
Lampiran 9. Cashflow Sensitivitas Penurunan Volume Produksi Anak Sapi Dengan Berat 175-250 Kg Sebesar 7.60%
TAHUN
URAIAN
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A. INFLOW
Penjualan Anak Sapi
1. Anak sapi (40-175 Kg) 267.500.000 1.337.500.000 3.745.000.000 3.745.000.000 3.745.000.000 3.745.000.000 4.012.500.000 4.012.500.000 4.012.500.000
2. Anak Sapi (175-250 Kg) 292.100.000 1.466.850.000 4.102.100.000 4.102.100.000 4.102.100.000 4.102.100.000 4.400.550.000 4.400.550.000 4.400.550.000
Penjualan Sapi Bunting
1. Bunting Muda 5.300.000.000 5.300.000.000 5.300.000.000 5.300.000.000 6.890.000.000 6.890.000.000 6.890.000.000 7.950.000.000 7.950.000.000 7.950.000.000
2. Bunting Tua 6.050.000.000 6.050.000.000 6.050.000.000 6.050.000.000 7.865.000.000 7.865.000.000 7.865.000.000 9.075.000.000 9.075.000.000 9.075.000.000
Penjualan Limbah Sapi 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500
Nilai Sisa 786.850.500
Total Inflow 11.384.776.500 11.944.376.500 14.189.126.500 19.231.876.500 22.636.876.500 22.636.876.500 22.636.876.500 25.472.826.500 25.472.826.500 26.259.677.000
B. OUTFLOW
1.BIAYA INVESTASI
Tanah 786.850.000
Bangunan 500.000.000
Kandang 600.000.000
Cattle yard 300.000.000
Holding fasilitas 200.000.000
Holding pond 30.000.000
Container strow 150.000.000
Container N2 cair 125.000.000
Gun IB 2.250.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000
Timbangan sapi 35.000.000
Kendaraan operasional 305.000.000
Laptop dan komputer 46.000.000 46.000.000
Alat-alat kandang 6.350.000 2.808.000 3.600.000 2.808.000 6.350.000 2.808.000 3.600.000 2.808.000 3.600.000 2.808.000 3.600.000
Sub Total Investasi 3.086.450.000 2.808.000 5.850.000 2.808.000 8.600.000 2.808.000 5.850.000 2.808.000 51.850.000 2.808.000 5.850.000
2.BIAYA OPERASIONAL
a. Biaya Tetap
Gaji Staff 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000
Biaya Administrasi 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000
tunjangan Kesehatan 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000
Tunjangan Hari Raya 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000
Pajak PBB 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000
Total Biaya Tetap 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000
b. Biaya Variabel
Biaya Bakalan 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000
Biaya Pakan 3.088.995.000 4.780.952.500 7.338.872.500 9.576.505.000 10.092.250.000 10.999.457.500 12.298.127.500 13.988.260.000 13.967.455.000 13.626.362.500
Biaya Transportasi 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000
Obat-obatan dan Vitamin 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000
PAR 21.000.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000
PKB 21.000.000 18.456.000 17.928.000 17.400.000 16.872.000 16.344.000 15.816.000 15.288.000 15.960.000 14.580.000
Semen IB 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000
Biaya Telephon 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000
Biaya Listrik 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000
Biaya Peralatan untuk IB 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000
Biaya TK 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500
Total Biaya Variabel 11.773.822.500 13.451.836.000 16.009.228.000 18.246.332.500 18.761.549.500 19.668.229.000 20.966.371.000 22.655.975.500 22.635.842.500 22.293.370.000
Total Biaya Operasional 12.373.842.500 14.051.856.000 16.609.248.000 18.846.352.500 19.361.569.500 20.268.249.000 21.566.391.000 23.255.995.500 23.235.862.500 22.893.390.000
TOTAL OUTFLOW 3.086.450.000 12.376.650.500 14.057.706.000 16.612.056.000 18.854.952.500 19.364.377.500 20.274.099.000 21.569.199.000 23.307.845.500 23.238.670.500 22.899.240.000
Pendapatan sebelum pajak -3.086.450.000 -991.874.000 -2.113.329.500 -2.422.929.500 376.924.000 3.272.499.000 2.362.777.500 1.067.677.500 2.164.981.000 2.234.156.000 3.360.437.000
Pajak 0 0 -656.498.850 -726.878.850 113.077.200 981.749.700 708.833.250 320.303.250 649.494.300 670.246.800 1.008.131.100
Net Benefit -3.086.450.000 -991.874.000 -1.456.830.650 -1.696.050.650 263.846.800 2.290.749.300 1.653.944.250 747.374.250 1.515.486.700 1.563.909.200 2.352.305.900
Df 5.75% 1,000 0,946 0,894 0,846 0,800 0,756 0,715 0,676 0,639 0,605 0,572
Present Value (PV)/Tahun -3.086.450.000 -937.942.317 -1.302.711.712 -1.434.160.278 210.974.675 1.732.110.851 1.182.602.003 505.330.485 968.967.300 945.557.949 1.344.900.136
NPV 129.179.091
PV+ 4.153.571.408
PV- -4.024.392.317
Net B/C 1,03
IRR 11,11%
PP 4,94
Pendapatan bersih selama 10 tah Rp       6.242.861.100 Volume Produksi Sk Penurunan Vol ProdVol Prod Skrg
pendapatan bersih rata-rata per Rp           624.286.110 50 7,60% 46,2
50 7,60% 46,2
250 7,60% 231
250 7,60% 231
700 7,60% 646,8
700 7,60% 646,8
750 7,60% 693
750 7,60% 693

2500000
5000000
7500000
100000000
‐2.213.329.500
‐663.998.850,0

Keterngan Nilai
CM 0
RASIO CM #DIV/0!
BEP #DIV/0!
Lampiran 10. Cashflow Sensitivitas Penurunan Volume Produksi Sapi Bunting Muda Sebesar 4% 116
TAHUN
URAIAN
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A. INFLOW
Penjualan Anak Sapi
1. Anak sapi (40-175 Kg) 267.500.000 1.337.500.000 3.745.000.000 3.745.000.000 3.745.000.000 3.745.000.000 4.012.500.000 4.012.500.000 4.012.500.000
2. Anak Sapi (175-250 Kg) 317.500.000 1.587.500.000 4.445.000.000 4.445.000.000 4.445.000.000 4.445.000.000 4.762.500.000 4.762.500.000 4.762.500.000
Penjualan Sapi Bunting
1. Bunting Muda 5.088.000.000 5.088.000.000 5.088.000.000 5.088.000.000 6.614.400.000 6.614.400.000 6.614.400.000 7.632.000.000 7.632.000.000 7.632.000.000
2. Bunting Tua 6.050.000.000 6.050.000.000 6.050.000.000 6.050.000.000 7.865.000.000 7.865.000.000 7.865.000.000 9.075.000.000 9.075.000.000 9.075.000.000
Penjualan Limbah Sapi 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500
Nilai Sisa 786.850.500
Total Inflow 11.172.776.500 11.757.776.500 14.097.776.500 19.362.776.500 22.704.176.500 22.704.176.500 22.704.176.500 25.516.776.500 25.516.776.500 26.303.627.000
B. OUTFLOW
1.BIAYA INVESTASI
Tanah 786.850.000
Bangunan 500.000.000
Kandang 600.000.000
Cattle yard 300.000.000
Holding fasilitas 200.000.000
Holding pond 30.000.000
Container strow 150.000.000
Container N2 cair 125.000.000
Gun IB 2.250.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000
Timbangan sapi 35.000.000
Kendaraan operasional 305.000.000
Laptop dan komputer 46.000.000 46.000.000
Alat-alat kandang 6.350.000 2.808.000 3.600.000 2.808.000 6.350.000 2.808.000 3.600.000 2.808.000 3.600.000 2.808.000 3.600.000
Sub Total Investasi 3.086.450.000 2.808.000 5.850.000 2.808.000 8.600.000 2.808.000 5.850.000 2.808.000 51.850.000 2.808.000 5.850.000
2.BIAYA OPERASIONAL
a. Biaya Tetap
Gaji Staff 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000
Biaya Administrasi 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000
tunjangan Kesehatan 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000
Tunjangan Hari Raya 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000
Pajak PBB 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000
Total Biaya Tetap 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000
b. Biaya Variabel
Biaya Bakalan 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000
Biaya Pakan 3.088.995.000 4.780.952.500 7.338.872.500 9.576.505.000 10.092.250.000 10.999.457.500 12.298.127.500 13.988.260.000 13.967.455.000 13.626.362.500
Biaya Transportasi 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000
Obat-obatan dan Vitamin 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000
PAR 21.000.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000
PKB 21.000.000 18.456.000 17.928.000 17.400.000 16.872.000 16.344.000 15.816.000 15.288.000 15.960.000 14.580.000
Semen IB 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000
Biaya Telephon 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000
Biaya Listrik 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000
Biaya Peralatan untuk IB 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000
Biaya TK 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500
Total Biaya Variabel 11.773.822.500 13.451.836.000 16.009.228.000 18.246.332.500 18.761.549.500 19.668.229.000 20.966.371.000 22.655.975.500 22.635.842.500 22.293.370.000
Total Biaya Operasional 12.373.842.500 14.051.856.000 16.609.248.000 18.846.352.500 19.361.569.500 20.268.249.000 21.566.391.000 23.255.995.500 23.235.862.500 22.893.390.000
TOTAL OUTFLOW 3.086.450.000 12.376.650.500 14.057.706.000 16.612.056.000 18.854.952.500 19.364.377.500 20.274.099.000 21.569.199.000 23.307.845.500 23.238.670.500 22.899.240.000
Pendapatan sebelum pajak -3.086.450.000 -1.203.874.000 -2.299.929.500 -2.514.279.500 507.824.000 3.339.799.000 2.430.077.500 1.134.977.500 2.208.931.000 2.278.106.000 3.404.387.000
Pajak 0 0 -712.478.850 -754.283.850 152.347.200 1.001.939.700 729.023.250 340.493.250 662.679.300 683.431.800 1.021.316.100
Net Benefit -3.086.450.000 -1.203.874.000 -1.587.450.650 -1.759.995.650 355.476.800 2.337.859.300 1.701.054.250 794.484.250 1.546.251.700 1.594.674.200 2.383.070.900
Df 5.75% 1,000 0,946 0,894 0,846 0,800 0,756 0,715 0,676 0,639 0,605 0,572
Present Value (PV)/Tahun -3.086.450.000 -1.138.415.130 -1.419.513.349 -1.488.231.410 284.242.987 1.767.732.270 1.216.286.561 537.183.494 988.637.732 964.158.831 1.362.489.622
NPV -11.878.391
PV+ 4.212.986.739
PV- -4.224.865.130
Net B/C 1,00
IRR 11,11%
PP 5,01
Lampiran 5. Cashflow Usaha Pengembanga Pembibitan (Breeding ) Sapi Potong PT LJP 116
TAHUN
URAIAN
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A. INFLOW
Penjualan Anak Sapi
1. Anak sapi (40-175 Kg) 267.500.000 1.337.500.000 3.745.000.000 3.745.000.000 3.745.000.000 3.745.000.000 4.012.500.000 4.012.500.000 4.012.500.000
2. Anak Sapi (175-250 Kg) 317.500.000 1.587.500.000 4.445.000.000 4.445.000.000 4.445.000.000 4.445.000.000 4.762.500.000 4.762.500.000 4.762.500.000
Penjualan Sapi Bunting
1. Bunting Muda 5.300.000.000 5.300.000.000 5.300.000.000 5.300.000.000 6.890.000.000 6.890.000.000 6.890.000.000 7.950.000.000 7.950.000.000 7.950.000.000
2. Bunting Tua 5.808.000.000 5.808.000.000 5.808.000.000 5.808.000.000 7.550.400.000 7.550.400.000 7.550.400.000 8.712.000.000 8.712.000.000 8.712.000.000
Penjualan Limbah Sapi 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500 34.776.500
Nilai Sisa 786.850.500
Total Inflow 11.142.776.500 11.727.776.500 14.067.776.500 19.332.776.500 22.665.176.500 22.665.176.500 22.665.176.500 25.471.776.500 25.471.776.500 26.258.627.000
B. OUTFLOW
1.BIAYA INVESTASI
Tanah 786.850.000
Bangunan 500.000.000
Kandang 600.000.000
Cattle yard 300.000.000
Holding fasilitas 200.000.000
Holding pond 30.000.000
Container strow 150.000.000
Container N2 cair 125.000.000
Gun IB 2.250.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000
Timbangan sapi 35.000.000
Kendaraan operasional 305.000.000
Laptop dan komputer 46.000.000 46.000.000
Alat-alat kandang 6.350.000 2.808.000 3.600.000 2.808.000 6.350.000 2.808.000 3.600.000 2.808.000 3.600.000 2.808.000 3.600.000
Sub Total Investasi 3.086.450.000 2.808.000 5.850.000 2.808.000 8.600.000 2.808.000 5.850.000 2.808.000 51.850.000 2.808.000 5.850.000
2.BIAYA OPERASIONAL
a. Biaya Tetap
Gaji Staff 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000 426.000.000
Biaya Administrasi 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000
tunjangan Kesehatan 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000
Tunjangan Hari Raya 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000 75.975.000
Pajak PBB 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000 7.670.000
Total Biaya Tetap 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000 600.020.000
b. Biaya Variabel
Biaya Bakalan 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000 6.825.000.000
Biaya Pakan 3.088.995.000 4.780.952.500 7.338.872.500 9.576.505.000 10.092.250.000 10.999.457.500 12.298.127.500 13.988.260.000 13.967.455.000 13.626.362.500
Biaya Transportasi 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000 393.500.000
Obat-obatan dan Vitamin 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000 643.935.000
PAR 21.000.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000
PKB 21.000.000 18.456.000 17.928.000 17.400.000 16.872.000 16.344.000 15.816.000 15.288.000 15.960.000 14.580.000
Semen IB 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000 70.000.000
Biaya Telephon 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000
Biaya Listrik 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000
Biaya Peralatan untuk IB 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000 125.630.000
Biaya TK 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500 486.362.500
Total Biaya Variabel 11.773.822.500 13.451.836.000 16.009.228.000 18.246.332.500 18.761.549.500 19.668.229.000 20.966.371.000 22.655.975.500 22.635.842.500 22.293.370.000
Total Biaya Operasional 12.373.842.500 14.051.856.000 16.609.248.000 18.846.352.500 19.361.569.500 20.268.249.000 21.566.391.000 23.255.995.500 23.235.862.500 22.893.390.000
TOTAL OUTFLOW 3.086.450.000 12.376.650.500 14.057.706.000 16.612.056.000 18.854.952.500 19.364.377.500 20.274.099.000 21.569.199.000 23.307.845.500 23.238.670.500 22.899.240.000
Pendapatan sebelum pajak -3.086.450.000 -1.233.874.000 -2.329.929.500 -2.544.279.500 477.824.000 3.300.799.000 2.391.077.500 1.095.977.500 2.163.931.000 2.233.106.000 3.359.387.000
Pajak 0 0 -721.478.850 -763.283.850 143.347.200 990.239.700 717.323.250 328.793.250 649.179.300 669.931.800 1.007.816.100
Net Benefit -3.086.450.000 -1.233.874.000 -1.608.450.650 -1.780.995.650 334.476.800 2.310.559.300 1.673.754.250 767.184.250 1.514.751.700 1.563.174.200 2.351.570.900
Df 5.75% 1,000 0,946 0,894 0,846 0,800 0,756 0,715 0,676 0,639 0,605 0,572
Present Value (PV)/Tahun -3.086.450.000 -1.166.783.924 -1.438.291.747 -1.505.988.760 267.451.166 1.747.089.843 1.196.766.535 518.724.841 968.497.358 945.113.560 1.344.479.909
NPV -209.391.221
PV+ 4.043.842.703
PV- -4.253.233.924
Net B/C 0,95
IRR 11,11%
PP 5,24

Anda mungkin juga menyukai