Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
a. Menurut sahabat Abu Mas’ud al-Anshori dan Abdulloh bin Mas’ud, jama’ah adalah
mayoritas kaum muslimin.
b. ama’ah adalah para ulama dan imam yang mencapai tingkatan mujtahid.
c. Menurut sahabat Umar bin Abdul ‘Aziz, jama’ah adalah para sahabat Nabi SAW saja bukan
generasi sesudah mereka.
1
d. Jama’ah adalah ijma’ kaum Muslimin terhadap suatu hukum dan prinsip yang harus diikuti
oleh pengikut oleh agama-agama lain karena ijma’ mereka dijamin oleh Allah tidak akan
tersesat sebagaimana dalam hadist Nabi SAW.
e. Menurut al-Imam at-Thobari, jama’ah adalah jama’ah kaum muslimin apabila bersepakat
dalam memilih seorang pemimpin, maka pemimpin itu harus dibaiat dan disetujui oleh kaum
muslimin yang lain, dan barang siapa yang melepaskan diri dari kepemimpinannya maka dia
keluar dari jama’ah kaum Muslimin.[1]
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah golongan mayoritas umat Muhammad. Mereka adalah
para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam dasar-dasar akidah. Merekalah yang
dimaksud oleh hadist Rosululloh SAW yang artinya:
“........maka barang siapa yang menginginkan tempat lapang di surga hendaklah berpegang
teguh pada al-jama’ah; yakni berpegang teguh pada akidah al-jama’ah.” (hadist ini
dishohihkan oleh al-Hakim, dan at-Tirmidzi mengatakan hadist hasan shohih).
Agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw. merupakan satu kesatuan dari tiga unsur dasar
yaitu Iman, Islam dan Ihsan. ketiganya diterapkan dan diamalkan oleh Rasulullah dan para
sahabatnya secara serempak, terpadu dan berkesinambungan. Tidak ada yang lebih ditonjolkan
dengan mengesampingkan yang lain. Tidak ada yang dipertentangkan karenasesungguhnya
agama Islam bukan bahan pertentangan.
Setelah Rasulullah saw, wafat, bibit-bibit perselisihan diantara ummat Islam mulai
tampak.Tentang wafat tidaknya Nabi, tentang pengganti Nabi (masalah khalifah), tentang
tempat pemakaman Nabi, dan lain-lain. Perselisihan dalam masalah-masalah tersebut
kemudian menyebabkan timbulnya firqah-firqah atau aliran-aliran, seperti telah diramalkan
oleh Rasulullah saw.
Menurut para ahli sejarah, firqah-firqah dalam Islam timbul pada akhir pemerintahan
Sayyidina Usman bin Affan. Ketika itu tampil Abdullah ibnu Saba', seorang pendeta Yahudi
asal Yaman yang mengaku Islam. Ia bermaksud menghancurkan Islam dengan menjalankan
tipu daya untuk menjerumuskan kaum muslimin ke dalam kancah perpecahan.
Pertama-tama Abdullah ibnu Saba mempropagandakan suatu aliran yang diberi nama
"Madzab Wishayah" yang berhasil mempengaruhi para pendukung Sayyidina Ali bin Abi
2
Thalib. Menurut madzab ini, ada washiyat dari Nabi Muhammad saw. untuk menjadikan
Sayyidina Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah sesudah beliau wafat. Di tegaskan pula
bahwa hanya Sayyidina Ali yang berhak menjadi khalifah pengganti Rasulullah saw.
Disamping itu di propagandakan pula aliran "Hak Ilahi" untuk memperkuat kedudukan
Sayyidina Ali. Menurut aliran ini, hanya Sayyidina Ali yang berliak menjadi Khalifah
karenahal itu telah menjadi ketentuan Allah SWT. Sedangkan Sayyidina Utsman bin Affan
telah merampas hak itu dengan kekerasan.
Propaganda Abullah ibnu Saba' berjalan secara intensif dan berhasil memperoleh
dukungan dari kaum muslimin, terutama diwilayah Mesir, Kufah dan Basrah. Maka pada
tahun 31 Hijriyah muncul golongan Syi'ah yang Sangat fanatik terhadap Sayyidina Ali.
Bahkan terlalu mendewakan Sayyidina Ali.
Pada tahun 37 H. terjadi perang Sifin antara tentara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan
tentara Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Karena terdesak, Mu'awiyah menggunakan siasat untuk
menghentikan perang dengan mengadakan arbitrasi. Peristiwa ini terkenal dengan "Majlis
Tahkim".
Kelompok tentara Ali yang tidak menghendaki perdamaian membentuk barisan
memisahkan diri dari kelompok Sayyidina Ali. Mereka disebut Khawarij, artinya yang
keluar dan memisahkan diri. Golongan ini bersemboyan "La hukuna illa lillah" Mereka
memandang bahwa para pelaku Majlis Tahkim yaitu Sayyidina Ali, Mu'awiyah, Amr bin
Ash dan lain-lain yang menerima "Tahkim" adalah kafir. Tokoh Kuwarij yang terkenal
adalah Abullah bin Abdul Wahab Ar Rosyabi.
Lambat laun golongan Khawarij pecah menjadi beberapa sekte, diantaranya : AL
Muhakkimah, Al Azangah Al Najdat, Al Ajaridah, Al Sufriyah dan Al Thadad konsep
perubahan Yang dipandang kafir bukan lagi orang yang telah menerima Tahkim, tetapi
orang yang berbuat dosa besar, yaitu murtakital kabuir juga dipandang kafir.
Selain itu, timbul kelompok yang menamakan diri Marji'ah dipimpin oleh Hasan bin
Bilal Al Muzni, kelompok ini mengeluarkan fatwa bahwa berbuat maksiyat Tidaklah
mengandung madlarat apabila sudah berinian. Tetapi berbuat kebajikan juga tidak
mengandung manfaat jikalau masih kafir. Karena itu pelaku dosa besar tetap masih mukmin
dan bukan kafir
3
Ada lagi kelompok yang menanakan diri Jabariyah Tatahuya bernama lahm bin Satwan
dari Khurasan. Golongan ini mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk
berbuat apa-apa (majbur) manusia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak
sendiri dan tidak mempunyai pilihan. Semua usaha, ikhtiyar dan perbuatan manusia sama
sekali bukanlah kemampuan manusia, tetapi sudah ditentukan oleh Tulan.
Faham fatalisme yang dibawa oleh Jahm ini ternyatå mendapat perlawanan keras
(ekstrim) dari golongan Qadariyah yang dipimpin Ma'had Al Juhaini. Berbeda dengan
Jabariyah, golongan ini mengajarkan bahwa manusia berkuasa atas segala perbuatannya
.Manusiasendirilah yang melakukan perbuatan-perbuatan baik atas kehendak dan
kekuasaannya. Dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan jalat atas
kematian dan dayanya sendiri, tidak ada sangkut pautnya dengan Tuhan. Manusia dapat dan
mampu menentukan perbuatannya sendiri-sendiri.
Pada permulaan abad ke dua hijnyah muncul golongan Mu'tazilah yang dipelopori oleh
Wasil bin Atha'. Dalam membahas masalah-masalah ketuhanan mereka lebih banyak
memakai akal sehingga mereka lebih dikenal sebagai kaum rasionalis. Akal lagi golongan
Mu'tazilah menempati tempat utama, sehingga kurang memperhatikan dalil-dalil naqli (Al
Qur'an dan Al-Hadits). Mereka tidak percaya Miraj karena tidak masuk akal. Begitu pula
tetang siksa kubur. Adalah tidak masuk akal orang yang sudah mati terbaring dalam lubang
sekecil itu, kemudian dibangunkan dan diperintahkan duduk Mu'tazilah juga mengatakan
bahwa Al -Quran itu mahluk .
Golongan Mu'tazilah dengan faham kebebasan rationya perlahan-lahan memperoleh
pengaruh dalam masyarakat Islam dan mencapai puncaknya pada masa khalifah-khalifah
Abasiyalı, Al Makmun, Al Mu'tashiin dan Al Watsiq.
Beberapa golongan atan firqah sebagaimana dicontohkan diatas adalah tumbuh dan
berkembang karena perscilan politik. Dr. Ahmad Amin dalam bukunya "Fajrul Islam
mengatakan bahwa pada mulanya perpecahan itu bersifat politis, kemudian meningkat
padamasalah aqidah dan selanjutnya meliputi seluruh aspek ke Islaman.
Banyakıyafirqah sudah barang tentu menjadikan bara api peselisihan semakin berkobar.
Akibatnya ajaran Islam yang pada hakekatnya mudah dicerna dan diamalkan menjadi
seolah-olah sulit dan rumit karena diperdebatkan dengan emosional dan nafsu ashobiyah
terhadap golongan masing-masing Yang menjadi ukuran kebenaran bukanlah kemurnian
4
ajaran Islam seperti yang diajarkan dan dipraktekkan pada jaman Nabi dan para sahabatnya,
akan tetapi rasa ta'assub dan fanatik buta terhadap golongan
Pada saat-saat yang demikian, ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah mutlak dipopulerkan
kembali sehingga ummat Islam dapat terbebaskan dari ajaran yang sesat. Dalam buku:
"Kittah Nahdliyah" KH Ahmad Siddiq menegaskan: "Setelah gangguan itu membadai dan
berkecamuk, dirasakan perlunya predikat Ahlussunnah wal Jama'ah dipolulerkan oleh kaum
muslimin yang tetap setia menegakkan Assunnah wal Jama'ah, mempertahankannya dari
segala macam gangguan yang ditimbulkan oleh aliran-aliran yang mengganggu itu.
Mengajak ummat Islam kembali kepada Assunnah wal Jam'ah.
Jadi Ahlussunnah wal Jama'ah bukanlah satu ajaran yang muncul sebagai reaksi dari
timbulnya beberapa aliran yang menyimpang dari ajaran Islam yang murni seperti : Syi'ah,
Khawarij, Murji'ah, Jabariyah, Dodariyah dan Mu'tazilah, tetapi Ahlussunnah wal Jama'ah
benar-benar sudah ada sejak jaman Nabi dan Justru aliran-aliran itulah yang menodai
kemurnian ajarannya
Ketika Nabi SAW wafat, kaum muslimin masih bersatu dalam agama yang mereka jalani.
Klasifikasi sosial yang ada pada saat itu terdiri dari 3 golongan, yaitu orang muslim, orang kafir,
dan orang munafik. Namun begitu Nabi wafat, perselisihan diantara mereka terjadi tentang
pemimpin yang akan menjadi pengganti Nabi SAW. Namun akhirnya, kekuatan kepemimpinan
para sahabat Nabi tersebut mengalahkan semua ambisi dan fanatisme kesukuan, sehingga
menggiring mereka pada kesepakatan untuk memilih Abu Bakar As-Shidiq sebagai kholifah.
Setelah Ia wafat, khilafah berpindah tangan Umar bin Khatab, sahabat Nabi terbaik setelah Abu
Bakar. Hingga akhirnya khalifah Umar menemui ajalnya setelah ditikam oleh seorang budak
Persia, yaitu Abu Lu’lu’ah al-Majusi. Setelah ia wafat, khilafah berpindah ketangan kholifah
Utsman bin Affan, menantu Nabi SAW. Ia dibaiat sebagai kholifah berdasarkan hasil rapat tim
formatur yang dibentuk oleh Umar menjelang wafatnya.
Setelah 6 tahun dari masa pemerintahan Utsman, friksi internal dan gejolak politik
seputar kebijakan-kebijakan Utsman mulai muncul kepermukaan dan menjadi sasaran kritik
sebagian masyarakat. Dalam kondisi tersebut, unsur-unsur Majusi dan Yahudi ikut bermain
5
dalam mengeruhkan suasana, sehingga lahirlah berbagai kekacauan dan beragam propaganda
dengan membawa kepentingan menurunkannya dari jabatan melalui amr ma’ruf dan nahi
mungkar, sehingga hal tersebut barakhir dengan terbunuhnya kholifah Utsman ditangan kaum
pemberontak.
Khilafah berpindah tangan ke Ali bin Abi Tholib, menantu dan sepupu Nabi serta sahabat
terbaik setelah wafatnya Utsman. Namun beragam kekacauan yang terjadi pada Utsman sangat
berpengaruh terhadap pemerintahan Ali bin Abi Tholib. Pada masa pemerintahannya terjadi
perang saudara besar-besaran antara Ali dengan kelompok Aisyah, Tholhah, dan Zubair dalam
perang jamal, kemudian terjadi perang shiffin dengan kelompok Mu’awiyah bin Abi Sofyan.
Pada masa pemerintahannya, muncul satu kelompok dari pengikut Ali yang memisahkan
diri dan kemudian dinamakan dengan aliran khowarij. Mereka mendefinisikan iman dengan
keyakinan yang disertai pengamalan, sehingga keyakinan tidaklah berguna ketika tidak disertai
pengamalan. Oleh karena itu, khowarij mengkafirkan pelaku dosa. Khowarij berpandangan
bahwa Utsman, Ali, Aisyah, Tholhah, Zubair, Muawiyah, dan pengikut mereka dalam perang
Jamal dan Shiffin adalah kafir. Khowarij hanya mengakui kholifah Abi Bakar dan Utsman.
Pada masa Ali, lahir juga aliran Sabaiyah dari kalangan Rafidhah (Syi’ah) yang dipimpin
oleh Abdulloh bin Saba’. Mereka berpandangan bahwa Ali adalah Tuhan. Ajaran Abdulloh bin
Saba’ ini dilanjutkan oleh golongan syiah yang terpecah menjadi 3 golongan besar, yaitu
Imamiyah, Zaidiyah, dan Ismailiyah. Kelompok syiah yang ekstrim seperti Imamiyah dan
Ismailiyah mengkafirkan seluruh sahabat Nabi kecuali empat orang.
Setelah benturan pemikiran antara Syi’ah dan Khowarij semakin keras pasca proses
arbitrase antara Ali dan Mu’awiyah. Situasi tersebut menjadi sebab lahirnya satu kelompok yang
netral (tidak memilih antara pihak manapun). Menurut kelompok ini, ketika kita tidak dapat
menentukan mana pihak yang salah dan mana yang benar, maka kita harus mengembalikan
persoalan ini kepada Allah. Dengan pandangan ini, kelompok tersebut akhirnya dinamakan
aliran Murji’ah (kelompok yang mengembalikan persoalan kepada Allah).
Pada akhir generasi sahabat, lahir aliran Qadariyah yang dipimpin oleh Ma’bad al-Juhani,
Ghailan al-Dimasyqi dan Ja’ad bin Dirham. Kelompok ini berpandangan bahwa perbuatan
manusia terjadi karena rencana sendiri bukan karena takdir Allah. Pendangan mereka menuai
penolakan keras dari kalangan sahabat yang masih hidup pada saat itu, seperti Abdullah bin
Umar, Abdullah bin Abbas, dan lain sebagainya.
6
Pada masa al-Imam al-Hasan Al-Bashri lahir kelompok Mu’tazilah yang dirintis oleh
Atho’ al-Ghazzal yang membawa faham manzilah baina al manzilataini (tempat antara dua
tempat). Aliran ini berpandangan bahwa seorang muslim yang fasik tidak dikatakan mukmin dan
tidak dikatakan kafir dan diakhirat nanti dia akan kelak dineraka bersama dengan orang-orang
kafir. Selain aliran tersebut diatas muncul aliran Najjariyah, Karramiyah dan Wahhabi.
Berdasarkan data sejarah yang ada, setelah terjadinya fitnah pada masa kholifah Utsman
bin Affan kemudian aliran-aliran yang menyimpang dari ajaran islam yang murni dan asli
bermunculan satu persatu, maka pada periode akhir generasi sahabat Nabi SAW istilah Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah mulai diperbincangkan dan dipopulerkan sebagai nama bagi kaum
muslimin yang masih setia kepada ajaran islam yang murni dan tidak terpengaruh dengan ajaran-
ajaran baru yang keluar dari mainstrem. Hal ini dapat dibuktikan dengan memperhatikan
beberapa riwayat yang menyebutkan bahwa istilah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah diriwayatkan dari
sahabat Nabi generasi junior (sighor al-shohabah) sepert Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Ibnu Sa’id
al-Khurdi. Ibnu Abbas (3SH-68H/619-688) mengatakan:
Ibnu abbas berkata ketika menafsirkan firman Allah: “pada hari yang diwaktu itu ada muka
yang putih berseri dan ada pula muka yang hitam” (QS. Ali Imron: 106). Adapun orang-orang
yang wajahnya putih berseri, adalah pengikut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan orang-orang
yang berilmu. Sedangkan orang-orang yang wajahnya hitam muram adalah pengikut bi’ah dan
kesesatan.[3]
Ahlussunnah wal Jama'ah sebagai gerakan pemurnian ajaran Islam muncul pada abad ke
tiga Hijayah Yang dianggab berjasa mempopulerkan kembali istilah Ahlussunnah wal Jama'ah
nya adalah Imam Abul Hasan Al Asy'ari dan Imam Abu Manshur Al Maturidi.
Nama lengkap Abul Hasan Al Asy'ari adalah Abu Hasan Ali bin Isma'il bin Abi Basyir bin
Ishaq bin Salim bin Isma'il bin Adillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Leh
Al Asy'ari. Lahir di Basrah (Iraq) pada tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324 H/935
M. Pada mulanya, Imam Abu Hasan Al Asy'ari adalah murid seorang ulama Mu'tazilah,
Muhammad bin Abdul Wahab Al Juba'i. Namun setelah meneliti secaia seksama faham
Mu'tazilah dan membandingkannya dengan dalil-dalil naqli (Al Qur'an dan Al Hadits) ternyata
terdapat banyak kesalahan Maka beliau mengumandangkan hasil penelaahannya dan
mengemukakan satu persatu kesalahan faham Mu'tazilah secara terbuka di Masjid Basrah.
Sejak itu imam Al Asy'ari membangun serangang terhadap paham Mu'tazilah baik melalui
7
lisan maupun tulisan. Beliau pun sering berdebat dengan gurunya Kelebihan Imam Asy'ari
terletak pada argumentasinya yang mengutamakan dalil-dalil Al Qur'an dan Al Hadits
disamping mengutakan akal pikiran (dalil naqli).
Sedangkan Irnam Maturidi, nama lengkapnya adalah Muhammad bin Mashur Al Maturidi.
Lahir di desa Maturid Samarqan dan wafat pada tahun 333 H. Seperti Imam Al Asy'ari,
Maturidi juga mempunyai kajian tentang I'tiqad Ahlussunnah wal Jama'ah sebagai mana yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya.
Gologan Ahlussunnah wal Jama'ah ini dalam waktu yang relatif singkat berhasil menyabar
keseluruh dunia Islam dan sukses menyisihkan pengaruh golongan atau firqah yang
menyimpang dari ajaran Islam. Pengaruhnya berkembang di seluruh Jazirah Arabia dan bahkan
menjamah daerah diluar Arabia, seperti Pakistan, Mesir, Afrika Utara, Tunisia, Maroko, Al
Jazair, Soma lia, Mauritania, Uganda, Sudan, Asia Kecil, Turki, Tiongkok, Indonesia,
Malaysia, Singapura,Irak, Iran, Afghaistan, India, dan lain-lain. Jika kita telusuri, maka dewasa
ini mayoritas umat Islam adalah penganut ahlussunnah wal Jama'ah.
Untuk mengetahui bahwa mayoritas ummat Islam di seluruh dunia adalah penganut faham
Ahlussunnah wal Jama'ah, yang berarti juga pengikut salah satu madzhab empat, marilah kita
periksa daftar dibawah ini :
1. Ummat Islam penganut faham Ahlussunnah wal Jama'ah, pengikut madzhab Malikidi
Maroko
2. Ummat Islam penganut faham Ahlussunnah wal Jama'ah, pengikut madzhab Hanafi diAl
Jazair, Tunisia, Libya, Turki, Mesir, India, Pakistan, Sudan, Nigeria, Afganistan,
Libanon, Uni Sovyet, Tiongkok, Iraq
3. Ummat Islam pengikut faham Ahlussunnah wal Jama'ah pengikut madzhab Hambali/
Wahaby di Nejd
4. Ummat Islam penganut faham Ahlussunnah wal Jama'ah, pengikut madzhab Syafi'i di
Philipina, Thailand, Malaysia, Somalia, Hadramaut, Yaman
5. Ummat Islam penganut faham Syiah di Iran.
Begitulah secara umum perkembangan Ahlussunnah wal Jama'ah di seluruh dunia.
Maka jelaslah bahwa sebagian besar ummat Islam di dunia pada zaman sekarang adalah
pengikut dan pendukung faham Ahlussunnah wal Jama'ah.
8
C. Qunut Subuh Adalah Sunnat
Menurut inadzhab Imam Syafi'i Rhl,yang kami anut dar: yang dianut juga oleh
Ulama- ulama besar dalam madzhab Syafi'i seperti Imam Ghazali, Imam Nawawi, Imam
Ibnu Hajar al Haitami, Imam ar Ramli, Imam Khatrib Syarbaini, Imam Zakaria al Anshari
dan lain-lain, tiahwa hukum membaca do'a qunut dalam sembayang Subuh pada i'tidal
raka'at kedua adalah sunnat 'aba'ad, diberi pahala yang mengerjakannya dan tidak diberi
pahala sekalian orang yang meninggalkannya,
Sementara menurut Imam Nawawi, hukum membaca doa qunut saat sholat subuh
adalah sunnah muakkadah atau sangat dianjurkan. Menurut Imam Nawawi, meninggalkan
doa qunut memang tak membatalkan sholat subuh. Namun, umat muslim dianjurkan
melakukan sujud sahwi ketika tidak membaca doa qunut pada saat sholat subuh, baik secara
sengaja maupun tidak. Disisi lain, para ulama mazhab Hanbali dan Hanafi berpandangan
bahwa membaca qunut bukanlah hal yang dianjurkan untuk dilakukan pada saat sholat
Subuh. Landasannya adalah hadis: "Sesungguhnya Rasulullah SAW tidak berqunut saat
sholat fajar (salat subuh), kecuali ketika mendoakan kebaikan atau keburukan untuk suatu
kaum," (HR Muslim).
Para ulama sepakat bahwa basmalah adalah termasuk ayat Al Qur’an (Al Mausu’ah
Al Fiqhiyyah, 8/83). Karena memang basmalah terdapat dalam salah satu ayat Al
Kِ ل َّر ِح
Qur’an, يم
Namun, terdapat perselisihan yang sangat kuat diantara para ulama mengenai apakah
basmalah itu bagian dari surat Al Fatihah. Karena jika ditinjau dari segi riwayat qira’ah,
dalam sebagian qira’ah yang shahih, basmalah bukan bagian dari Al Fatihah dan dalam
sebagian qira’ah yang lain, basmalah merupakan bagian dari Al Fatihah.
9
Adapun Hanafiyah, Hanabilah, Malikiyyah dan jumhur fuqaha berpendapat bahwa
basmalah bukan bagian dari Al Fatihah. Mereka berdalil dengan hadits K:الَىKKتَ َع ُ هللا
“ َح ِم َدنِي َع ْب ِديAllah Tabaraka Wa Ta’ala berfirman, aku membagi shalat antara Aku
dan hambaku menjadi dua bagian, setengahnya untukKu dan setengahnya untuk
hambaKu sesuai dengan apa yang ia minta. Ketika hambaku berkata,’Alhamdulillahi
rabbil’aalamiin’. Allah Ta’ala berkata, ‘ Hambaku telah memujiKu’” (HR. Muslim
395).
“surat tersebut adalah ‘Alhamdulillahi rabbil’aalamiin’ yang terdiri dari 7 ayat ” (HR.
Al Bukhari 4474 , 4647).
Dalil lain bagi yang berpendapat basmalah bagian dari Al Fatihah, yaitu hadits, مKُِ قَ َر ْأت:
“jika kalian membaca Alhamdulillahi rabbil’aalamiin maka bacalah bismillahir
rahmanir rahim, karena ia adalah ummul qur’an, ummul kitab dan 7 rangkaian ayat,
dan bismillahir rahmanir rahim salah satunya” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al
Kubra 2181, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ 729).
hadits ini secara sharih menyatakan bahwa basmalah merupakan bagian dari Al Fatihah,
dan inilah pendapat yang menurut kami lebih rajih. Adapun pendalilan dari hadits Abu
Hurairah yang pertama diambil dari mafhum hadits.
10
Namun sebagaimana telah dijelaskan, bahwa bacaan basmalah tsabit pada sebagian
qira’ah, maka tentunya perbedaan pendapat sangat longgar perkaranya (lihat Sifatu
Shalatin Nabi, 79-80).
Adapun Syafi’iyyah berpendapat basmalah adalah bagian dari Al Fatihah dan juga dari
setiap surat (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 8/84). Diantara alasannya adalah bahwa para
sahabat Nabi mengumpulkan Al Qur’an dan menulis basmalah di setiap awal surat,
padahal yang bukan berasal dari Al Qur’an tidak boleh ditulis dalam Al Qur’an. Dan
para ulama sepakat bahwa basmalah yang berada di antara dua surat itu adalah
kalamullah, sehingga wajib dianggap sebagai bagian dari surat Al Mausu’ah Al
Fiqhiyyah, 8/85).
“tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Faatihatul Kitaab ” (HR. Al Bukhari
756, Muslim 394)
Diantara para salaf yang berpendapat demikian adalah Al Kisa-i, ‘Ashim bin An Nujud,
Abdullah bin Katsir, dan yang lainnya (Sifatu Shalatin Nabi, 79). Syafi’iyyah juga
berpendapat wajibnya membaca Al Fatihah sebelum qira’ah setiap awal surat dari Al
Qur’an dalam shalat (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 8/88).
11
Sementara Hanafiyah yang berpendapat basmalah bukan bagian dari Al Fatihah,
mereka mengatakan bahwa membaca basmalah dalam shalat hukumnya sunnah
sebelum membaca Al Fatihah di setiap rakaat. Disunnahkannya membaca basmalah
sebelum Al Fatihah karena dalam rangka tabarruk dengan basmalah. Adapun selain Al
Fatihah tidak disunnahkan.
Pendapat yang masyhur dari Malikiyyah, yang juga berpendapat basmalah bukan
bagian dari Al Fatihah, mereka mengatakan bahwa membaca basmalah sebelum Al
Fatihah ataupun qira’ah hukumnya makruh. Mereka berdalil dengan hadits Anas bin
Malik
“aku shalat bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, Abu Bakar, Umar dan
Utsman dan aku tidak mendengar mereka membaca bismillahir rahmanir rahim” (HR.
Muslim 399).
namun ada riwayat dari Imam Malik bahwa beliau berpendapat boleh, dan riwayat lain
dari Malikiyyah yang mengatakan hukumnya wajib (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 8/87).
Kesimpulannya, khilaf dalam masalah ini berporos pada masalah apakah basmalah itu
termasuk Al Fatihah ataukah tidak dan apakah ia termasuk bagian dari setiap surat atau
tidak. Maka dalam hal membaca basmalah atau tidak membaca basmalah perkaranya
longgar.
Para ulama sepakat basmalah dibaca sirr (lirih) pada shalat yang sirr. Namun masyhur
dikalangan para ulama bahwa mereka berbeda pendapat apakah membaca basmalah
sebelum Al Fatihah itu dikeraskan (jahr) ataukah secara lirih (sirr) pada shalat yang
jahr.
12