Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Merupakan kehendak Allah, bahwa manusia diciptakan dalam
bingkisan sosial, dimana manusia dituntut untuk berinterakasi
(bermasyarakat, tolong menolong, dll). Oleh karenanya, manusia harus
menyadari akan keterlibatan orang lain dalam suatu kehidupan ini, yaitu
saling berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama-sama, dan
mencapai tujuan hidup yang lebih maju.
Ajaran islam yang dibawa Muhammad ini memiliki sisi keunikan
tersendiri, dimana di dalam ajaran tersebut tidak hanya bersifat
komprehensif, tapi juga bersifat universal. Komprehensip berarti mencakup
seluruh aspek kehidupan, baik ritual, ataupun sosial (hubungan antara
sesama makhluk). Sedangkan Universal bisa diterapkan kapan saja, hingga
hari akhir.
Landasan ajaram islam Al-Qur’an dan Al-Hadits memiliki daya
jangkau dan daya atur, yang secara universal dapat dilihat dari sisi teksnya
yang selalu pas untuk diimplementasikan dalam wacana kehidupan aktual,
misalnya daya jangkau dan daya atur dalam masalah perekonomian. Dalam
hal ini ekonomi maupun bidang-bidang ilmu lainnya tidak luput dalam
kajian islam, yang bertujuan untuk menuntun manusia agar selalu tetap
berada di jalan Allah, jalan kebenaran dan keselamatan.
Aspek perekonomian merupakan suatu hal yang sangat penting,
dimana posisi ini menentukan akan kesejahteraan manusia semuanya.
Seiring dengan perjalanan sang waktu dan pertumbuhan masyarakat, serta
kemajuan IPTEK (ilmu penegetahuan dan teknologi), maka dalam hal ini
mengarah pada suatu titik, yaitu membentuk dan mewujudkan perubahan
terhadap pola kehidupan bermasyarakat, tidak terkecuali dalam bidang
ekonomi, yaitu tentang suatu perdagangan.
2

Transaksi salam, sebagaimana model transaksi jual beli lainnya telah


ada, bahkan sebelum kedatangan Nabi Muhammad, sebagai bentuk
transaksi yang ada sejak lama, dan dipraktekkan dalam masyarakat luas.
Dalam transaksi ini terlampir seperangkat aturan yang tercantum dalam Al-
Qur’an, Al-Hadits, dan Ijma’ para Ulama’. Akan tetapi dengan
berkembangnya zaman, yang ditandai dengan majunya ilmu pengetahuan
dan teknologi, membawa manusia pada perubahan secara signifikan. Contoh
kecil, perkembangan teknologi elektronik yang berlangsung sangat pesat
akhir-akhir ini, telah mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan
masyarakat, bagaimana tidak, kalo adanya digunakan sebagai alat transaksi
bisnis jarak jauh (E-Commerce / non face), yang hanya melakukan
pertukaran data.
Pembahasan lebih dalam, akan dibahas pada bab selanjutnya.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, Rumusan Masalah yang dapat diambil adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah konsep Jual Beli Online atau E-Commerce?
2. Bagaimanakah pendapat para ulama tentang hukum Jual Beli Online
atau E-Commerce?
3. Bagaimanakah analisis hukum Jual Beli Online dalam Islam?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep Jual Beli Online atau E-Commerce
2. Untuk mengetahui pendapat para ulama tentang hukum Jual Beli
Online atau E-Commerce
3. Untuk mengetahui analisis hukum Jual Beli Online dalam Islam
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Jual Beli Online atau E-Commerce


1. Pengertian Jual Beli Online atau E-Commerce
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jual beli adalah
persetujuan saling mengikat antara penjual, yakni pihak yang
menyerahkan barang, dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga
barang yang dijual.
Secara etimologis, Jual beli adalah tukar menukar harta dengan
harta, artinya dalam transaksi jual beli adalah transaksi tukar menukar
antara harta milik penjual biasanya berupa barang dengan harta milik
pembeli biasanya berupa uang. Kenapa disebutkan biasanya? Karena
dalam transaksi ini juga bisa terjadi tukar menukar barang dengan barang
yang disebut jual beli dengan cara barter atau transaksi tukar menukar
uang dengan uang yang disebut jual beli money changer. Artinya Jual beli
terjadi karena adanya penawaran oleh penjual dan adanya permintaan oleh
pembeli yang saling melengkapi.
Menurut Sulaiman Rasjid, jual beli adalah suatu kegiatan tukar
menukar barang dengan barang lain dengan tata cara tertentu (akad). 1
Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga penggunaan alat tukar seperti
uang.
Sedangkan kata Online diartikan sebagai keadaan terkoneksi
dengan jaringan internet. Dalam keadaan online kita dapat berselancar di
internet dengan melakukan kegiatan secara aktif sehingga dapat menjalin
komunikasi baik komunikasi satu arah seperti membaca berita dan artikel
dalam website maupun komunikasi dua arah seperti chatting dan saling
berkirim email.
Transaksi secara online merupakan transakasi pesanan dalam
model bisnis era global yang non face, dengan hanya melakukan transfer

1
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Cet-53 (Bandung: Algesindo, 2012), 278.
4

data lewat maya (data intercange) via internet, yang mana kedua belah
pihak, antara originator dan adresse (penjual dan pembeli), atau
menembus batas Sistem Pemasaran dan Bisnis-Online dengan
menggunakan Sentral shop, Sentral Shop merupakan sebuah Rancangan
Web E-commerce smart dan sekaligus sebagai Bussiness Intelligent yang
sangat stabil untuk digunakan dalam memulai, menjalankan,
mengembangkan, dan mengontrol Bisnis.
Perkembangan teknologi inilah yang bisa memudahkan transaksi
jarak jauh, dimana manusia bisa dapat berinteraksi secara singkat
walaupun tanpa face to face, akan tetapi di dalam bisnis adalah yang
terpenting memberikan informasi dan mencari keuntungan.
Adapun mengenai definisi mengenai E-Commerce secara
umumnya adalah dengan merujuk pada semua bentuk transaksi komersial,
yang menyangkut organisasi dan transmisi data yang digeneralisasikan
dalam bentuk teks, suara, dan gambar secara lengkap. Sedangkan pihak-
pihak yang terlibat mungkin tidak beda jauh dengan jual beli pada
umumnya, hanya saja persyaratan tempat yang berbeda.
Jual beli online ialah suatu kegiatan jual beli dimana penjual dan
pembelinya tidak harus bertemu untuk melakukan negosiasi dan transaksi
dan komunikasi yang digunakan oleh penjual dan pembeli bisa melalui
alat komunikasi seperti chat, telfon, sms dan sebagainya.
Dari pengertian-pengertian tersebut maka kita dapat menyimpulkan
bahwa Jual beli online adalah aktifitas jual beli berupa transaksi
penawaran barang oleh penjual dan permintaan barang oleh pembeli
secara online dengan memanfaatkan teknologi internet.
Penjelasan diatas, yakni jual beli online sering dikaitkan atau di
namakan dengan istilah salam dalam pembahasan fiqh. Hal ini
dikarenakan adanya kesamaan antara tata cara jual beli online dengan
salam. Maka dalam hal ini, pemakalah juga mengemukakan penjelasan
tentang salam.
2. Mekanisme Jual Beli Online
5

Langkah pertama yang biasa dilakukan konsumen adalah mencari


produk atau jasa yang diinginkan di internet dengan cara melakukan
browsing terhadap situs-situs perusahaan yang ada. Melalui online
catalog-nya, konsumen kemudian menentukan barang-barang yang ingin
dibelinya. Setelah selesai “memasukkan” semua barang (pesanan dalam
bentuk informasi) ke dalam digital cart (kereta dorong digital), maka
tibalah saatnya untuk melakukan pembayaran (seperti halnya membawa
kereta dorong ke kasir di sebuah supermarket).
Langkah selanjutnya adalah konsumen berhadapan dengan sebuah
halaman situs yang menanyakan berbagai informasi sehubungan dengan
proses pembayaran yang ingin dilakukan. Informasi yang biasa
ditanyakan sehubungan dengan aktivitas ini adalah sebagai berikut:
a. Cara pembayaran yang ingin dilakukan, seperti: transfer, kartu kredit,
kartu debit, cek personal, dan lain sebagainya. Jika menggunakan
kartu kredit misalnya, informasi lain kerap ditanyakan, seperti nama
yang tercantum dalam kartu, nomor kartu, expire date, dan lain
sebagainya. Contoh lain adalah jika menggunakan cek personal,
biasanya selain nomor cek, ditanyakan pula nama dan alamat bank
yang mengeluarkan cek tersebut.
b. Data atau informasi pribadi dari yang melakukan transaksi, seperti:
nama, alamat, nomor telepon, alamat penagihan, dan lain sebagainya.
Jika konsumen ingin melakukan pembayaran dengan metoda lain,
seperti digital cash atau electronic check misalnya, konsumen diminta
untuk mengisi user name dan password terkait sebagai bukti otentik
transaksi melalui internet.
c. Bagi perusahaan yang memperbolehkan konsumennya untuk
melakukan pembayaran beberapa kali (cicilan), biasanya akan
ditanyakan pula termin pembayaran yang dikehendaki.
Setelah konsumen mengisi formulir elektronik tersebut, maka
perusahaan yang memiliki situs akan melakukan pengecekan berdasarkan
informasi pembayaran yang telah dimasukkan ke dalam sistem. Melalui
6

sebuah sistem gateway (fasilitas yang menghubungkan dua atau lebih


sistem jaringan komputer yang berbeda), perusahaan akan melakukan
pengecekan (otorisasi) terhadap bank atau lembaga keuangan yang
berasosiasi terhadap medium pembayaran yang dipilih oleh konsumen
(misalnya menghubungi Visa atau Mastercard untuk jenis pembayaran
kartu kredit). Lembaga keuangan yang terkait kemudian akan melakukan
proses otorisasi dan verifikasi terhadap berbagai hal, seperti: ketersediaan
dana, validitas medium pembayaran, kebenaran informasi, dan lain
sebagainya. Jika metode pembayaran yang dipilih melibatkan lebih dari
satu bank atau lembaga keuangan, proses otorisasi dan verifikasi akan
dilakukan secara elektronik melalui jaringan komputer antar bank atau
lembaga keuangan yang ada.
Hasil dari proses otorisasi dan verifikasi di atas secara otomatis
akan “diinformasikan” kepada pelanggan melalui situs perusahaan. Jika
otorisasi dan verifikasi berhasil, maka konsumen dapat melakukan proses
berikutnya (menunggu barang dikirimkan secara fisik ke lokasi konsumen
atau konsumen dapat melakukan download terhadap produk-produk
digital). Jika otorisasi dan verifikasi gagal, maka pesan kegagalan tersebut
akan diberitahukan melalui situs yang sama. Berbagai cara biasa
dilakukan oleh perusahaan maupun bank untuk membuktikan kepada
konsumen bahwa proses pembayaran telah dilakukan dengan baik,
seperti:
1) Pemberitahuan melalui email mengenai status transaksi jual beli
produk atau jasa yang telah dilakukan;
2) Pengiriman dokumen elektronik melalui email atau situs terkait yang
berisi “berita acara” jual-beli dan kwitansi pembelian yang merinci
jenis produk atau jasa yang dibeli berikut detail mengenai metode
pembayaran yang telah dilakukan;
3) Pengiriman kwitansi pembayaran melalui kurir ke alamat atau lokasi
konsumen;
7

4) Pencatatan transaksi pembayaran oleh bank atau lembaga keuangan


yang laporannya akan diberikan secara periodik pada akhir bulan; dan
lain sebagainya.
Dalam perkembangannya, sistem pembayaran melalui internet
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Mengingat bahwa seluruh
mekanisme tersebut dilakukan di sebuah dunia maya yang penuh dengan
potensi kejahatan, maka adalah merupakan suatu keharusan bagi
perusahaan-perusahaan besar untuk melakukan audit terhadap kinerja
sistem pembayaran perusahaan E-Commerce-nya agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan bersama. Di pihak konsumen, adalah baik untuk
tidak langsung percaya begitu saja terhadap perusahaan maupun “dunia
maya” yang ada. Belajar berbelanja melalui internet dapat dilakukan
dengan melibatkan uang dalam jumlah yang kecil dahulu. Jika benar-benar
tidak diketemukan masalah, barulah secara perlahan dapat dilakukan
frekuensi dan volume jual beli dengan nilai yang lebih besar.
Menggunakan kartu kredit atau kartu debit dengan limit terbatas
merupakan salah satu cara terbaik untuk mulai belajar berbelanja di
internet.
Dengan kata lain, secara Umum Transaksi Aman dan Sehat Yang
Terjadi Melalui Tahapan/Langkah Sebagai Berikut Ini:2
a. Pembeli datang dan melihat-lihat produk yang dijajakan penjual.
b. Pembeli menghubungi penjual untuk bertanya atau konfirmasi.
c. Pembeli mengirim atau transfer sejumlah uang kepada penjual, lalu
melaporkan setelah uang berhasil dikirim.
d. Penjual mengirim barang yang dipesan pembeli dan menginformasikan
pembeli jika telah berhasil mengirim produk.
e. Pembeli konfirmasi kepada penjual jika barang telah diterima dan
dicek kelengkapan isinya.

2
http://www.organisasi.org/1970/01/langkah-tahap-cara-transaksi-jual-beli-barang-dan-jasa-di-
internet-online.html, diakses tanggal 22 April 2014.
8

Jika metode transaksi yang dipilih adalah COD (cash on delivery)


maka penjual dan pembeli akan bertemu di suatu tempat. Pembeli akan
lihat dan cek produk penjual secara langsung dan membayarnya jika
pembeli menyukainya (poin c s/d e tidak berlaku).
3. Persamaan Jual Beli Online atau E-Commerce dengan Salam
Penjelasan di atas, yakni jual beli online sering dikaitkan atau di
namakan dengan istilah salam dalam pembahasan fiqh. Hal ini
dikarenakan adanya kesamaan antara tata cara jual beli online dengan
salam. Maka dalam hal ini, pemakalah juga mengemukakan penjelasan
tentang salam, sebagaimana berikut.
Adapun pengertian salam ialah menjual sesuatu yang tidak dilihat
zatnya, hanya ditentukan dengan sifat, barang itu ada di dalam pengakuan
(tanggungan) si penjual.3 Salam merupakan jual beli utang dari pihak
penjual, dan kontan dari pihak pembeli karena uangnya telah dibayarkan
ketika akad.
Dengan kata lain, salam adalah jual beli yang melalui pesanan,
yakni jual beli dengan cara menyerahkan terlebih dahulu uang muka
kemudian barangnya diantar belakangan.4 Firman Allah SWT :
       
  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya” (QS. Al-Baqarah” 282)
Sedangkan menurut, ulama Syafi’iyyah dan Hanabilah
menjelaskan, salam adalah akad atas barang pesanan dengan spesifikasi
tertentu yang ditangguhkan penyerahannya pada waktu tertentu, di mana
pembayaran dilakukan secara tunai di majlis akad. Ulama Malikiyyah
menyatakan, salam adalah akad jual beli di mana modal (pembayaran)

3
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), 294.
4
Rahmat Syafi’i, Fiqih Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 101.
9

dilakukan secara tunai (di muka) dan objek pesanan diserahkan kemudian
dengan jangka waktu tertentu.5
Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual
beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah
untuk jual beli yang tidak tunai, salam pada awalnya berarti
meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu,
maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang-barangya
ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah
ditetapkan ketika akad.6
Berikut ini adalah termasuk rukun salam, yaitu: 7 a. Ada si penjual
dan ada si pembeli; b. Ada barang dan uang; dan c. Ada sifat (lafadz
akad).
Sedangkan salam juga memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi
agar menjadi sah. Di antara syarat-syarat ini ada yang berkaitan dengan
penukar (ra’su mal as-salam) dan ada yang berkaitan dengan barang yang
dijual (muslam fih).
Syarat-syarat penukar (ra’su mal as-salam) adalah sebagai berikut:
a. Jenisnya diketahui
b. Kuantitasnya diketahui
c. Diserahkan di majelis
Sedangkan syarat-syarat barang (muslam fih) adalah sebagai
berikut:
a. Berada dalam tanggungan
b. Dideskripsikan dengan dengan deskripsi yang menghasilkan
pengetahuan tentang kuantitasnya dan ciri-cirinya yang
membedakannya dari barang-barang lainnya agar ketidakjelasan hilang
dan perselisihan tidak terjadi.
c. Batas waktunya diketahui. Apakah salam boleh dilakukan sampai
masa panen, kedatangan orang yang pergi haji, atau keluarganya
5
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008),129.
6
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: Raja Wali Pers, 2011), 76.
7
Rasjid, Fiqih., 295.
10

tunjangan? Malik berkata, “Boleh apabila diketahui dengan hitungan


bulan dan tahun”.8
Adapun menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah Pasal 101
s/d Pasal 103, bahwa syarat ba’i salam adalah sebagai berikut:
a. Kualitas dan kuantitas barang sudah jelas. Kuantitas barang dapat
diukur dengan takaran, atau timbangan, dan/atau meteran.
b. Spesifikasi barang yang dipesan harus diketahui secara sempurna oleh
para pihak.
c. Barang yang dijual, waktu, dan tempat penyerahan dinyatakan dengan
jelas.
d. Pembayaran barang dapat dilakukan pada waktu dan tempat yaang
disepakati.9
Dari uraian tentang jual beli online di atas, jika dikaitkan dengan
syarat-syarat salam, maka pemakalah mencoba menganalisis, yaitu sebagai
berikut:
Dalam syarat jual beli online dan salam, keduanya adalah sama-
sama melakukan pembayaran di muka (hal ini adalah untuk jual beli
online pada umumnya). Begitu juga dalam penentuan masa, keduanya
harus punya tenggang waktu antara pembayaran dengan pengiriman atau
penerimaan barang. Dalam jual beli online dan salam juga harus ada
deskripsi yang jelas mengenai kuantitas, kualitas, dan kondisi barang yang
dijual agar kedua pihak paham tentang barang yang diperjualbelikan
sehingga tidak akan terjadi perselisihan. Sedangkan yang paling utama
dari kedua transaksi jual beli tersebut, baik jual beli online maupun salam
adalah harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak (enjual dan
pembeli), yakni sama-sama suka dan rela agar tidak ada yang merasa
dirugikan atau dikecewakan.
B. Pendapat Para Ulama tentang Jual Beli Online

8
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Tk: Tinta Abadi Gemilang, 2013), 99.
9
Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah: Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana, 2012), 114-115.
11

Terkait dengan masalah jual beli online yang marak terjadi saat ini. Para
ulama memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai masalah yang sudah
membudaya di masyarakat tersebut. Disini pemakalah menyamakan antara
salam dengan jual beli online.
Dalam buku berjudul Fatwa-Fatwa Jual Beli, pada fatwa no.697
dijelaskan dalam bentuk jawaban yang berisi: bahwa dia menjual suatu
barang kepada seseorang sebelum dia memilikinya. Setelah dia berhasil
menjual kepadanya, dia pun berangkat ke pasar untuk membeli barang
tersebut. Dengan demikian, akad jual beli seperti ini sama sekali tidak sah.
Sebab, dia menjual sesuatu yang tidak dia miliki. 10 Padahal Rasulullah Saw.
bersabda:

‫التبع ما ليس عندك‬


“Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu”. (Diriwayatkan
oleh at-tirmidzi dan Abu Dawud)
Para imam madzhab 4 sepakat tentang bolehnya salam. Untuk sahnya
jual beli dengan cara salam ini harus dipenuhi enam syarat, berikut:11
1. Jenis barangnya sudah diketahui
2. Mempunyai sifat yang diketahui
3. Kadarnya diketahui
4. Temponya diketahui
5. Harga barang harus diketahui
6. Harus menyerahkan harga barang pada waktu itu juga
Namun imam Hanafi menambahkan satu syarat lagi, yaitu harus
ditentukan tempat penerimaan barang. Sedangkan imam yang lain, yakni
imama Syafi’i, Maliki dan Hanbali, bahwa yang diajukan oleh imam Hanafi
sebagai syarat yang ketujuh tidak termasuk syarat, akan tetapi merupakan
suatu keharusan dalam jual-beli.12

10
Ahmad Abdurrazaq Duwaisy, Fatwa-Fatwa Jual Beli (Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’i,
2004), 239.
11
Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Madzhab (Bandung: Hasyimi, 2010),
245.
12
Ibid.
12

Fuqaha tidak setuju mengenai dilarangnya salam terhadap barang-


barang yang tidak berada dalam tanggungan, yakni rumah dan tanah
pekarangan. Mereka berselisih tentang barang-barang selain itu, yakni
barang-barang dagangan dan hewan. Sedangkan Dawud dan sekelompok
fuqaha Dhahiri melarang.13 Hal tersebut berdasarkan lahir dari hadits di
bawah ini:

‫ول هللا‬55‫ال رس‬55‫ فق‬,‫م وهم يسلمون فى التمر السنتين و الثالث‬.‫قدم النبي ص‬
.‫ من أسلف فليسلف فى ثمن معلوم ووزن معلوم الى أجل معلوم‬: ‫م‬.‫ص‬

“Nabi saw. datang ke Madinah, dan pada saat itu orang banyak sedang
mengadakan salam pada tamar untuk jangka waktu dua dan tiga tahun. Maka
Rasulullah Saw., bersabda: ‘Barangsiapa mengutangkan, hendaklah ia
mengutangkan dalam harga yang diketahui (jelas) dan timbangan yang
diketahui (jelas) hingga masa yang diketahui (jelas)”. (HR. Bukhari Muslim)
Adapun jumhur fuqaha memperbolehkan salam pada barang-barang
yang dapat ditentukan sifat dan bilangannya.14
Sedangkan menurut A. Zahro, terdapat beberapa ketentuan pokok
(rukun dan syarat) jual beli, yaitu:15
1. Menurut madzhad hanafiy, rukun jual beli itu hanya satu, yaitu akad saling
rela antara mereka (‫راض‬55 ‫ )عن ت‬yang terwujud dalam ijab (ungkapan
membeli dari pembeli) dan qabul (ungkapan menjual dari penjual). Selain
akad, madzhab Hanafiy menyebut sebagai syarat.
2. Sedang menurut jumhur fuqaha' (mayoritas ulama fiqih), rukun jual beli
itu adalah: a. Penjual dan Pembeli. b. Ijab dan qabul. c. Ada barang yang
dibeli. d. ada nilai tukar (harga).
Adapun syarat jual beli yang terpokok adalah:16
1. orang yang berakad berakal sehat

13
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid: Analisa Fiqih Para Mujtahid (Jakarta: Pustaka Amani, 2007),
16.
14
Ibid.,
15
Ahmad Zahro, Fiqh Kontemporer: Menjawab 111 Masalah, Cet.1 (Jombang: Unipdu Press,
2012), 15.
16
Ibid., 15.
13

2. barang yang diperjual belikan ada manfaatnya


3. barang yang diperjual belikan ada pemiliknya
4. dalam transaksi jual beli tidak terjadi manipulasi atau penipun.
Dari paparan di atas, dapat dibawa ke permasalahan pokok kali ini,
yaitu jual beli melalui online (internet) yang sebenarnya juga termasuk jual
beli via telepon, sms dan alat telekomunikasi lainya, maka yang terpenting
dari jual beli ini, menurut A. Zahro, adalah:17
1. Ada barang yang diperjual belikan
2. Barangnya halal
3. Jelas pemiliknya
Hal ini sebagaimana hadis Nabi (yang maknanya): 

‫التبع ما ليس عندك‬


"Tidak sah jual beli kecuali sesuatu yang dimiliki seseorang" (HR. at-
Turmudziy dan Abu Dawud).
4. Ada harga wajar yang desepakati kedua belah pihak (penjual dan pembeli),
yaitu tidak ada unsur manipulasi atau penipuan dalam transaksi
5. Prosedur transaksinya benar dan diketahui
6. Saling rela antar kedua belah pihak. Sebagaimana makna firman Allah
SWT:
      
         
        
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu”.
Di sebagian suku Dayak ada kebiasaan menjual hasil panenan dengan
cara menaruhnya di pinggir jalan tanpa ditunggui pemiliknya. Jika ada orang
yang berminat maka dia cukup menaruh barang yang lain miliknya sebagai

17
Ibid., 15-16.
14

barter (sekarang sudah ada yang pakai uang) dan mengambil barang yang
diminati tersebut sepantasnya. Ini benar-benar transaksi atas dasar “trust”
(kejujuran) yang luar biasa. Sampai sekarang juga belum diketahui ada ulama
yang keberatan dengan model transaksi demikian.
Apabila transaksi jual beli model ini dibudayakan maka akan mendidik
masyarakat untuk bermental dan berlaku jujur. Agaknya “Warung Kejujuran”
versi KPK terinspirasi dari transaksi jual beli model ini, walau ternyata
warung ini merugi terus dan ini mengisyaratkan bahwa kejujuran masyarakat
kita belum teruji.
Menurut Abu Hanifah, penentuan masa merupakan syarat sahnya salam
(pesanan) tanpa diperselisihkan. Sedang Malik, yang jelas dan masyhur dari
madzhabnya ialah bahwa penentuan masa merupakan syarat salam. Dan dari
beberapa riwayat darinya dapat disimpulkan tentang kebolehan salam tunai
(al-hal).
Dalam hal ini, al-Lakhami merinci persoalan. Ia mengatakan bahwa
dalam madzhab Maliki, salam itu ada dua macam. Pertama, salam tunai yang
kedudukannya sama seperti memperjualbelikan barang. Kedua, salam dengan
tenggang waktu yang kedudukannya tidak seperti menjual barang. Fuqaha
yang mensyaratkan penentuan masa berpegangan pada dua hal. Pertama, lahir
hadis ibnu Abbas r.a. Kedua, jika tidak disyaratkan penentuan masa ini, maka
hal itu termasuk dalam penjualan yang tidak ada di tangan penjual yang
dilarang itu.
Syafi’i beralasan, jika dengan penetuan waktu salam, itu dibolehkan,
maka terlebih lagi salam tunai, tentu lebih dibolehkan. Karena lebih sedikit
segi unsur penipuannya.
Menurut ulama Malikiyah –dari segi pemikiran– salam itu dibolehkan
karena adanya unsur pertolongan (kemanfaatan).18

FATWA
DEWAN SYARIAH NASIONAL

18
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid: Analisa Fiqih Para Mujtahid, 20-21.
15

Nomor: 05/DSN-MUI/IV/2000
tentang
JUAL BELI SALAM19
Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI SALAM
Pertama : Ketentuan tentang Pembayaran:
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik
berpa uang, barang, atau manfaat.
2. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak
disepakati.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembatasan
utang.
Kedua : Ketentuan tentang Barang:
1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang.
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3. Penyerahannya dilakukan kemudian.
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.
5. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum
menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang
sejenis sesuai kesepakatannya.
Ketiga : Penyerahan Barang Sebelum atau pada Waktunya
1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya
dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati.
2. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang
lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan
harga.
Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang
lebih rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka ia
tidak boleh menuntut pengurangan haraga (diskon).

19
Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah: Fiqh, 120-122.
16

Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari


waktu yang disepakti dengan syarat kualitas dan jumlah
barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh
menuntut tambahan harga.
Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada
waktu penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan
pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua
pilihan:
a. Membatalkan kontrak dan meminta kembali
uangnya;
b. Menunggu sampai barang tersedia.
Keempat : Pembatalan Kontrak
Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama
tidak merugikan kedua belah pihak.
Kelima : Perselisihan
Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka
persoalannya diselesaikan melalui Badan Arbitrase setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Dalam perspektif Ushul Fiqih, sepanjang hal-hal itu terkait dengan


muamalah ijtima’iyyah transaksi sosial kemasyarakatan) maka dapat
disandarkan kaidah-kaidah berikut: Al-‘aadah muchakkamah (tepatnya al-‘urf
muchkam, sebab ‘urf itu mesti kebiasaan yang baik, sedanga ‘aadah itu bisa
berupa kebiasaan yang baik tapi bisa pula kebiasaan yang buruk), yakni
adat/kebiasaan yang baik itu dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk
menetapkan hukum.
Al ashlu fil asy-yaa' al-ibaachah, chattaa yadullad daliilu'
alattahriim,  yakni pada dasarnya segala sesuatu itu hukumnya boleh
sepanjang tidak ada dalil yang mengharamkannya. Berpijak dari landasan
kaidah fiqhiyyah tersebut, maka jual-beli lewat online (internet) itu
diperbolehkan, dan sah, kecuali jika secara kasuistis terjadi penyimpangan,
17

manipulasi, penipuandan sejenisnya, maka secara kasuistis pula hukumnya


diterapkan, yaitu haram. Tetapi kasus tertentu menurut beliau tidak dapat
dijadikan menjeneralisasi sesuatu yang secara normal positif boleh dan halal.
Oleh karena itu, jika ada masalah terkait ketidaksesuaian barang antara yang
ditawarkan dan dibayar dengan yang diterima, maka berlaku hukum transaksi
pada umumnya, bagaimana kesepakatan yang telah dijalin. Inilah salah satu
faktor yang dapat menjadi penyebab batalnya transaksi jual beli dan dapat
menjadi salah satu penyebab haramnya jual beli, baik online atau bukan
karena adanya manipulasi atau penipuan.

C. Analisis Hukum Jual Beli Online


Sufyan as-Sauri meriwayatkan dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid,
dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
yg•ƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#y‰s? Aûøïy‰Î/ #’n<Î)$
9@y_r& ‘wK|¡•B çnqç7çFò2$$sù 4
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah, tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.”
Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
transaksi salam yang dibatasi dengan waktu tertentu. 20 Yang dimaksud
dengan utang adalah apa yang ditangguhkan dan harta-harta yang dijamin
dalam tanggungan, apabila barang yang dijual dideskripsikan, diketahui dan
dijamin dalam tanggungan, dan pembeli yakin bahwa penjual akan
menunaikan barang tersebut ketika batas waktu yang ditentukan tiba, maka
barang tersebut adalah utang yang boleh ditangguhkan pembayarannya. Dan
dicakup oleh ayat ini, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas r.a.21
Menurut riwayat Imam Bukhari, Qatadah meriwayatkan dari Abu
Hasan al-A’raj, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, “Aku bersaksi bahwa
utang yang dalam tanggungan sampai dengan batas waktu yang tertentu
merupakan hal yang dihalalkan dan diijinkan oleh Allah pemberlakuannya”.
Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman-Nya:
20
Imam Abu al-Fida Isma’il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir (Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 2000), 184.
21
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, 98.
18

yg•ƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#y‰s? Aûøïy‰Î/ #’n<Î)$


9@y_r& ‘wK|¡•B çnqç7çFò2$$sù
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bermua’amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.
Pada lafadz “‫ ”فاكتبوه‬dalam ayat ini, disebutkan dalam bentuk ‘amr.
Dimana ‘amr disini mengandung petunjuk bukan perintah. Maka berlakulah
kaidah:

‫األمر فى األصل للوجوب والتدل على غيره االبقرينة‬


Artinya: “perintah pada asalnya menunjukkan arti wajib kecuali ada dalil
yang memalingkannya”.
Melalui ayat ini, Allah memerintahkan adanya cacatan untuk
memperkuat dan memelihara. Dikatakan bahwa masalah di atas bila
dipandang dari segi hakikatnya memang tidak memerlukan catatan pada
asalnya. Dikatakan demikian karena Kitabullah telah dimudahkan oleh Allah
untuk dihafal manusia; demikian pula sunnah-sunnah, semuanya dihafal dari
Rasulullah Saw. Hal yang diperintahkan oleh Allah untuk dicatat hanyalah
masalah-masalah rinci yang biasa terjadi diantara manusia. Maka mereka
diperintahkan untuk melakukan hal tersebut dengan perintah yang
mengandung arti petunjuk, bukan perintah yang berarti wajib.22
Kedudukan pencatatan dan barang jaminan, hanyalah sebagai alat
bukti belaka dan sebagai jaminan bahwa utang tersebut akan dibayar sesuai
waktu yang dijanjikannya. Kesimpulan para ulama tersebut adalah karena
pemahaman ayat di atas dihubungkan dengan ayat setelahnya “fa in amina
ba’dlukun ‘ala ba’dlin falyuaddi alladzi u’tumina amanatahu” ayat terakhir
ini menunjukkan pencatatan dan barang jaminan adalah alat tawtsiqiy atau
kepercayaan, apabila tawtsiqiy atau kepercayaan itu telah ada pada masing-
masing pihak, maka pencatatan dan barang jaminan itu tidak diperlukan lagi
dan utang piutang merupakan amanah yang wajib dibayar.

22
Ibid., 185-186.
19

Selain itu, terdapat pula hadits yang terkait dengan masalah jual beli
online ini:

‫التبع ما ليس عندك‬


Artinya: "Tidak sah jual beli kecuali sesuatu yang dimiliki seseorang" (HR.
at-Turmudziy dan Abu Dawud).
Yang dimaksud dengan larangan ini adalah bahwa seseorang tidak
boleh menjual apa yang tidak mampu diserahkannya. Sesuatu yang tidak
mampu diserahkannya adalah sesuatu yang tidak ada padanya dalam
pengertian yang sebenarnya sehingga penjualannya adalah penipuan dan
pertaruhan.23
Pelarangan dalam hadits ini secara tegas dikatakan, terlihat dari
bentuknya yakni bentuk fi’il nahi pada lafadz “‫”التبع‬. Jika melihat dari bentuk
ayat ini, maka jual beli online yang sistemnya adalah barangnya belum
dimiliki oleh si penjual kemudian dijual, maka tidak diperbolehkan. Karena
hal semacam itu sangat rentan kaitannya dengan gharar.
Dalam surat an-Nisa’ ayat 29, juga dijelaskan mengenai perniagaan
yang dapat dikaitkan dengan jual beli online:
yg•ƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr&$
Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB
4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu‘ ÇËÒÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu”.
Dalam ayat ini, pada lafadz “‫ ”الباطل‬terdapat “‫”ال‬ yang memiliki
makna yang masih umum. Dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an dijelaskan bahwa
memakan harta secara batil itu meliputi semua cara mendapatkan harta yang
tidak diizinkan atau tidak dibenarkan Allah, yakni dilarang oleh-Nya.
Diantaranya dengan cara menipu, menyuap, berjudi, menimbun barang-

23
Ibid., 99.
20

barang kebutuhan pokok untuk menaikkan harganya, dan semua bentuk jual
beli yang haram.24
Namun lafadz batil itu dikecualikan dengan istisna’ munqathi’
pengecualian yang terputus. Maksudnya bila pencarian harta itu dilakukan
dengan perniagaan diantara kamu dengan suka sama suka, maka dalam hal ini
tidak termasuk yang dilarang dalam nash tersebut.25
Dari bentuk lafadz diatas, bahwa pelarangannya sangat tegas terlihat
dari lafadz “‫”التأكلوا‬, namun pelarangan ini diikuti dengan pengecualian, yakni
“‫”اال‬. Para ahli tata bahasa menyatakan bahwa pengecualian ini adalah
pengecualian yang terputus, maka tidak termasuk dilarang bentuk perniagaan
yang dilakukan dengan cara suka sama suka.
Jadi apabila bentuk perniagaannya adalah dengan suka sama suka“‫عن‬
‫”تراض‬, maka diperbolehkan. Bahwa yang dikatakan suka sama suka disini,
tidak bebas sesuka hati, atau seenaknya sendiri. akan tetapi sebagaimana
dalam perniagaan terdapat asas kebebasan, namun bebas yang dimaksud
adalah bebas ada batas, yakni untuk menghormati kebebasan dalam hak orang
lain. Maka dari asas tersebut dapat dikatakan bahwa dalam bermua’amalah
memiliki kebebasan dalam bertransaksi selama tidak melanggar hak-hak
orang lain. Hal ini berdasarkan kaidah: “kebebasan seseorang terbatasi oleh
kebebasan orang lain”.
Telah ditetapkan dalam kitab Shahihain melalui riwayat Sufyan Ibnu
Uyaynah, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Abdullah Ibnu Katsir, dari Abu al-
Minhal, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ketika Nabi Saw. tiba di
Madinah, para penduduknya telah terbiasa saling mengutangkan buah-buahan
untuk masa satu tahun, dua tahun, sampai tiga tahun. 26 Maka Rasulullah,
bersabda:

‫ فقال رسول اهلل‬,‫م وهم يسلمون فى التمر السنتين و الثالث‬.‫قدم النبي ص‬


.‫ من أسلف فليسلف فى ثمن معلوم ووزن معلوم الى أجل معلوم‬: ‫م‬.‫ص‬
24
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an (Jakarta: Gema Insani, 2004), 342.
25
Ibid.,
26
Ibid.,
21

Artinya: “Nabi saw. datang ke Madinah, dan pada saat itu orang banyak
sedang mengadakan salam pada tamar (kurma) untuk jangka waktu dua dan
tiga tahun. Maka Rasulullah Saw., bersabda: ‘Barangsiapa mengutangkan,
hendaklah ia mengutangkan dalam harga yang diketahui (jelas) dan
timbangan yang diketahui (jelas) hingga masa yang diketahui (jelas)”. (HR.
Bukhari Muslim)
Lafadz “‫لف‬555‫ ”فليس‬disebutkan dalam bentuk amr, maka perintah
berakad salam dengan adanya syarat yakni harga diketahui, timbangannya
diketahui, dan jangka waktunya juga diketahui, wajib dilakukan. Bahwa
pelaksanaan salam wajib dilakukan dengan ketentuan-ketentuan diatas.
Adapun lafadz ma’lum disini, bermakna diketahui. Maksudnya adalah
diketahui oleh kedua pihak, dimana keduanya menunjukkan kesepakatan,
tidak hanya sekedar tahu. Tapi juga disepakati oleh keduanya antara si
penjual dan pembeli.
Dalam perspektif Ushul Fiqih, sepanjang hal-hal itu terkait dengan
muamalah ijtima’iyyah )transaksi sosial kemasyarakatan) maka dapat
disandarkan kaidah-kaidah berikut: ‫( محكمةالعادة‬tepatnya al-‘urf muhkam,
sebab ‘urf itu mesti kebiasaan yang baik, sedangkan ‘adah itu bisa berupa
kebiasaan yang baik tapi bisa pula kebiasaan yang buruk), yakni adat atau
kebiasaan yang baik itu dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk
menetapkan hukum.27
Al ashlu fil asy-yaa' al-ibaachah, chattaa yadullad daliilu'
alattahriim,  yakni pada dasarnya segala sesuatu itu hukumnya boleh
sepanjang tidak ada dalil yang mengharamkannya. Berpijak dari landasan
kaidah fiqhiyyah tersebut, maka jual-beli lewat online (internet) itu
diperbolehkan, dan sah, kecuali jika secara kasuistis terjadi penyimpangan,
manipulasi, penipuandan sejenisnya, maka secara kasuistis pula hukumnya
diterapkan, yaitu haram. Tetapi kasus tertentu menurut beliau tidak dapat
dijadikan mengeneralisasi sesuatu yang secara normal positif boleh dan halal.
Oleh karena itu, jika ada masalah terkait ketidaksesuaian barang antara yang
27
Ahmad Zahro, Fiqh Kontemporer: Menjawab 111 Masalah, 12.
22

ditawarkan dan dibayar dengan yang diterima, maka berlaku hukum transaksi
pada umumnya, bagaimana kesepakatan yang telah dijalin. Inilah salah satu
faktor yang dapat menjadi penyebab batalnya transaksi jual beli dan dapat
menjadi salah satu penyebab haramnya jual beli, baik online atau bukan
karena adanya manipulasi atau penipuan.

BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa jual beli
online adalah aktifitas jual beli berupa transaksi penawaran barang oleh penjual
dan permintaan barang oleh pembeli secara online dengan memanfaatkan
teknologi internet. Adapun salam ialah jual beli yang melalui pesanan, menjual
sesuatu yang tidak dilihat zatnya, hanya ditentukan dengan sifat, barang itu ada di
dalam pengakuan (tanggungan) si penjual, yakni jual beli dengan cara
menyerahkan terlebih dahulu uang muka kemudian barangnya diantar belakangan
sehingga terdapat persamaan di antara keduanya.
Rukun jual beli yaitu: a. Penjual dan Pembeli. b. Ijab dan qabul. c. Ada
barang yang dibeli. d. ada nilai tukar (harga). Para imam madzhab 4 sepakat
tentang bolehnya salam. Untuk sahnya jual beli dengan cara salam ini harus
dipenuhi enam syarat, berikut: Ada barang yang diperjual belikan, barangnya
halal, jelas pemiliknya, ada harga wajar yang desepakati kedua belah pihak
(penjual dan pembeli), yaitu tidak ada unsur manipulasi atau penipuan dalam
transaksi, prosedur transaksinya benar dan diketahui, serta saling rela antar kedua
belah pihak.
Transaksi salam yang dibatasi dengan waktu tertentu. Maksudnya, utang
mengenai apa yang ditangguhkan dan harta-harta yang dijamin dalam tanggungan,
apabila barang yang dijual dideskripsikan, diketahui dan dijamin dalam
tanggungan, dan pembeli yakin bahwa penjual akan menunaikan barang tersebut
23

ketika batas waktu yang ditentukan tiba, maka barang tersebut adalah utang yang
boleh ditangguhkan pembayarannya
Dalam jual beli, seseorang tidak boleh menjual apa yang tidak mampu
diserahkannya. Sesuatu yang tidak mampu diserahkannya adalah sesuatu yang
tidak ada padanya dalam pengertian yang sebenarnya sehingga penjualannya
adalah penipuan dan pertaruhan.
Perniagaan harus dilakukan dengan cara suka sama suka. Jadi apabila
bentuk perniagaannya adalah dengan suka sama suka “‫راض‬555‫”عن ت‬, maka
diperbolehkan. Bahwa yang dikatakan suka sama suka disini, tidak bebas sesuka
hati, atau seenaknya sendiri. akan tetapi sebagaimana dalam perniagaan terdapat
asas kebebasan, namun bebas yang dimaksud adalah bebas ada batas, yakni untuk
menghormati kebebasan dalam hak orang lain. Maka dari asas tersebut dapat
dikatakan bahwa dalam bermua’amalah memiliki kebebasan dalam bertransaksi
selama tidak melanggar hak-hak orang lain.
Sehingga baik salam maupun jual beli online diperbolehkan selama sesuai
dengan rukun, syarat, dan asas tersebut terpenuhi. Wallahu A’lam.
24

DAFTAR PUSTAKA

Ad-Dimasyqi, Imam Abu al-Fida Isma’il Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir.
Bandung: Sinar Baru Algesindo. 2000.

Djuwaini, Dimyauddin. Pengantar Fiqih Muamalah. Yogyakarta: Pustaka


Belajar. 2008.

Duwaisy, Ahmad Abdurrazaq. Fatwa-Fatwa Jual Beli. Jakarta: Pustaka Imam


asy-Syafi’i. 2004.

Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah: Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana. 2012.

Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi. Fiqih Empat Madzhab. Bandung:


Hasyimi. 2010.

Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Jakarta: Gema Insani. 2004.

Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Cet-53. Bandung: Algesindo. 2012.

Rasjid, Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 1994.

Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid: Analisa Fiqih Para Mujtahid. Jakarta: Pustaka
Amani. 2007.

Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah. Tk: Tinta Abadi Gemilang. 2013.

Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah. Jakarta: Raja Wali Pers. 2011.

Syafi’i, Rahmat. Fiqih Muamalah. Bandung: CV Pustaka Setia. 2001.

Zahro, Ahmad. Fiqh Kontemporer: Menjawab 111 Masalah. Cet.1. Jombang:


Unipdu Press. 2012.

http://www.organisasi.org/1970/01/langkah-tahap-cara-transaksi-jual-beli-barang-
dan-jasa-di-internet-online.html, diakses tanggal 22 April 2014.

Anda mungkin juga menyukai