BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Merupakan kehendak Allah, bahwa manusia diciptakan dalam
bingkisan sosial, dimana manusia dituntut untuk berinterakasi
(bermasyarakat, tolong menolong, dll). Oleh karenanya, manusia harus
menyadari akan keterlibatan orang lain dalam suatu kehidupan ini, yaitu
saling berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama-sama, dan
mencapai tujuan hidup yang lebih maju.
Ajaran islam yang dibawa Muhammad ini memiliki sisi keunikan
tersendiri, dimana di dalam ajaran tersebut tidak hanya bersifat
komprehensif, tapi juga bersifat universal. Komprehensip berarti mencakup
seluruh aspek kehidupan, baik ritual, ataupun sosial (hubungan antara
sesama makhluk). Sedangkan Universal bisa diterapkan kapan saja, hingga
hari akhir.
Landasan ajaram islam Al-Qur’an dan Al-Hadits memiliki daya
jangkau dan daya atur, yang secara universal dapat dilihat dari sisi teksnya
yang selalu pas untuk diimplementasikan dalam wacana kehidupan aktual,
misalnya daya jangkau dan daya atur dalam masalah perekonomian. Dalam
hal ini ekonomi maupun bidang-bidang ilmu lainnya tidak luput dalam
kajian islam, yang bertujuan untuk menuntun manusia agar selalu tetap
berada di jalan Allah, jalan kebenaran dan keselamatan.
Aspek perekonomian merupakan suatu hal yang sangat penting,
dimana posisi ini menentukan akan kesejahteraan manusia semuanya.
Seiring dengan perjalanan sang waktu dan pertumbuhan masyarakat, serta
kemajuan IPTEK (ilmu penegetahuan dan teknologi), maka dalam hal ini
mengarah pada suatu titik, yaitu membentuk dan mewujudkan perubahan
terhadap pola kehidupan bermasyarakat, tidak terkecuali dalam bidang
ekonomi, yaitu tentang suatu perdagangan.
2
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, Rumusan Masalah yang dapat diambil adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah konsep Jual Beli Online atau E-Commerce?
2. Bagaimanakah pendapat para ulama tentang hukum Jual Beli Online
atau E-Commerce?
3. Bagaimanakah analisis hukum Jual Beli Online dalam Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep Jual Beli Online atau E-Commerce
2. Untuk mengetahui pendapat para ulama tentang hukum Jual Beli
Online atau E-Commerce
3. Untuk mengetahui analisis hukum Jual Beli Online dalam Islam
3
BAB II
PEMBAHASAN
1
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Cet-53 (Bandung: Algesindo, 2012), 278.
4
data lewat maya (data intercange) via internet, yang mana kedua belah
pihak, antara originator dan adresse (penjual dan pembeli), atau
menembus batas Sistem Pemasaran dan Bisnis-Online dengan
menggunakan Sentral shop, Sentral Shop merupakan sebuah Rancangan
Web E-commerce smart dan sekaligus sebagai Bussiness Intelligent yang
sangat stabil untuk digunakan dalam memulai, menjalankan,
mengembangkan, dan mengontrol Bisnis.
Perkembangan teknologi inilah yang bisa memudahkan transaksi
jarak jauh, dimana manusia bisa dapat berinteraksi secara singkat
walaupun tanpa face to face, akan tetapi di dalam bisnis adalah yang
terpenting memberikan informasi dan mencari keuntungan.
Adapun mengenai definisi mengenai E-Commerce secara
umumnya adalah dengan merujuk pada semua bentuk transaksi komersial,
yang menyangkut organisasi dan transmisi data yang digeneralisasikan
dalam bentuk teks, suara, dan gambar secara lengkap. Sedangkan pihak-
pihak yang terlibat mungkin tidak beda jauh dengan jual beli pada
umumnya, hanya saja persyaratan tempat yang berbeda.
Jual beli online ialah suatu kegiatan jual beli dimana penjual dan
pembelinya tidak harus bertemu untuk melakukan negosiasi dan transaksi
dan komunikasi yang digunakan oleh penjual dan pembeli bisa melalui
alat komunikasi seperti chat, telfon, sms dan sebagainya.
Dari pengertian-pengertian tersebut maka kita dapat menyimpulkan
bahwa Jual beli online adalah aktifitas jual beli berupa transaksi
penawaran barang oleh penjual dan permintaan barang oleh pembeli
secara online dengan memanfaatkan teknologi internet.
Penjelasan diatas, yakni jual beli online sering dikaitkan atau di
namakan dengan istilah salam dalam pembahasan fiqh. Hal ini
dikarenakan adanya kesamaan antara tata cara jual beli online dengan
salam. Maka dalam hal ini, pemakalah juga mengemukakan penjelasan
tentang salam.
2. Mekanisme Jual Beli Online
5
2
http://www.organisasi.org/1970/01/langkah-tahap-cara-transaksi-jual-beli-barang-dan-jasa-di-
internet-online.html, diakses tanggal 22 April 2014.
8
3
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), 294.
4
Rahmat Syafi’i, Fiqih Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 101.
9
dilakukan secara tunai (di muka) dan objek pesanan diserahkan kemudian
dengan jangka waktu tertentu.5
Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual
beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah
untuk jual beli yang tidak tunai, salam pada awalnya berarti
meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu,
maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang-barangya
ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah
ditetapkan ketika akad.6
Berikut ini adalah termasuk rukun salam, yaitu: 7 a. Ada si penjual
dan ada si pembeli; b. Ada barang dan uang; dan c. Ada sifat (lafadz
akad).
Sedangkan salam juga memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi
agar menjadi sah. Di antara syarat-syarat ini ada yang berkaitan dengan
penukar (ra’su mal as-salam) dan ada yang berkaitan dengan barang yang
dijual (muslam fih).
Syarat-syarat penukar (ra’su mal as-salam) adalah sebagai berikut:
a. Jenisnya diketahui
b. Kuantitasnya diketahui
c. Diserahkan di majelis
Sedangkan syarat-syarat barang (muslam fih) adalah sebagai
berikut:
a. Berada dalam tanggungan
b. Dideskripsikan dengan dengan deskripsi yang menghasilkan
pengetahuan tentang kuantitasnya dan ciri-cirinya yang
membedakannya dari barang-barang lainnya agar ketidakjelasan hilang
dan perselisihan tidak terjadi.
c. Batas waktunya diketahui. Apakah salam boleh dilakukan sampai
masa panen, kedatangan orang yang pergi haji, atau keluarganya
5
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008),129.
6
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: Raja Wali Pers, 2011), 76.
7
Rasjid, Fiqih., 295.
10
8
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Tk: Tinta Abadi Gemilang, 2013), 99.
9
Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah: Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana, 2012), 114-115.
11
Terkait dengan masalah jual beli online yang marak terjadi saat ini. Para
ulama memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai masalah yang sudah
membudaya di masyarakat tersebut. Disini pemakalah menyamakan antara
salam dengan jual beli online.
Dalam buku berjudul Fatwa-Fatwa Jual Beli, pada fatwa no.697
dijelaskan dalam bentuk jawaban yang berisi: bahwa dia menjual suatu
barang kepada seseorang sebelum dia memilikinya. Setelah dia berhasil
menjual kepadanya, dia pun berangkat ke pasar untuk membeli barang
tersebut. Dengan demikian, akad jual beli seperti ini sama sekali tidak sah.
Sebab, dia menjual sesuatu yang tidak dia miliki. 10 Padahal Rasulullah Saw.
bersabda:
10
Ahmad Abdurrazaq Duwaisy, Fatwa-Fatwa Jual Beli (Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’i,
2004), 239.
11
Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Madzhab (Bandung: Hasyimi, 2010),
245.
12
Ibid.
12
ول هللا55ال رس55 فق,م وهم يسلمون فى التمر السنتين و الثالث.قدم النبي ص
. من أسلف فليسلف فى ثمن معلوم ووزن معلوم الى أجل معلوم: م.ص
“Nabi saw. datang ke Madinah, dan pada saat itu orang banyak sedang
mengadakan salam pada tamar untuk jangka waktu dua dan tiga tahun. Maka
Rasulullah Saw., bersabda: ‘Barangsiapa mengutangkan, hendaklah ia
mengutangkan dalam harga yang diketahui (jelas) dan timbangan yang
diketahui (jelas) hingga masa yang diketahui (jelas)”. (HR. Bukhari Muslim)
Adapun jumhur fuqaha memperbolehkan salam pada barang-barang
yang dapat ditentukan sifat dan bilangannya.14
Sedangkan menurut A. Zahro, terdapat beberapa ketentuan pokok
(rukun dan syarat) jual beli, yaitu:15
1. Menurut madzhad hanafiy, rukun jual beli itu hanya satu, yaitu akad saling
rela antara mereka (راض55 )عن تyang terwujud dalam ijab (ungkapan
membeli dari pembeli) dan qabul (ungkapan menjual dari penjual). Selain
akad, madzhab Hanafiy menyebut sebagai syarat.
2. Sedang menurut jumhur fuqaha' (mayoritas ulama fiqih), rukun jual beli
itu adalah: a. Penjual dan Pembeli. b. Ijab dan qabul. c. Ada barang yang
dibeli. d. ada nilai tukar (harga).
Adapun syarat jual beli yang terpokok adalah:16
1. orang yang berakad berakal sehat
13
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid: Analisa Fiqih Para Mujtahid (Jakarta: Pustaka Amani, 2007),
16.
14
Ibid.,
15
Ahmad Zahro, Fiqh Kontemporer: Menjawab 111 Masalah, Cet.1 (Jombang: Unipdu Press,
2012), 15.
16
Ibid., 15.
13
17
Ibid., 15-16.
14
barter (sekarang sudah ada yang pakai uang) dan mengambil barang yang
diminati tersebut sepantasnya. Ini benar-benar transaksi atas dasar “trust”
(kejujuran) yang luar biasa. Sampai sekarang juga belum diketahui ada ulama
yang keberatan dengan model transaksi demikian.
Apabila transaksi jual beli model ini dibudayakan maka akan mendidik
masyarakat untuk bermental dan berlaku jujur. Agaknya “Warung Kejujuran”
versi KPK terinspirasi dari transaksi jual beli model ini, walau ternyata
warung ini merugi terus dan ini mengisyaratkan bahwa kejujuran masyarakat
kita belum teruji.
Menurut Abu Hanifah, penentuan masa merupakan syarat sahnya salam
(pesanan) tanpa diperselisihkan. Sedang Malik, yang jelas dan masyhur dari
madzhabnya ialah bahwa penentuan masa merupakan syarat salam. Dan dari
beberapa riwayat darinya dapat disimpulkan tentang kebolehan salam tunai
(al-hal).
Dalam hal ini, al-Lakhami merinci persoalan. Ia mengatakan bahwa
dalam madzhab Maliki, salam itu ada dua macam. Pertama, salam tunai yang
kedudukannya sama seperti memperjualbelikan barang. Kedua, salam dengan
tenggang waktu yang kedudukannya tidak seperti menjual barang. Fuqaha
yang mensyaratkan penentuan masa berpegangan pada dua hal. Pertama, lahir
hadis ibnu Abbas r.a. Kedua, jika tidak disyaratkan penentuan masa ini, maka
hal itu termasuk dalam penjualan yang tidak ada di tangan penjual yang
dilarang itu.
Syafi’i beralasan, jika dengan penetuan waktu salam, itu dibolehkan,
maka terlebih lagi salam tunai, tentu lebih dibolehkan. Karena lebih sedikit
segi unsur penipuannya.
Menurut ulama Malikiyah –dari segi pemikiran– salam itu dibolehkan
karena adanya unsur pertolongan (kemanfaatan).18
FATWA
DEWAN SYARIAH NASIONAL
18
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid: Analisa Fiqih Para Mujtahid, 20-21.
15
Nomor: 05/DSN-MUI/IV/2000
tentang
JUAL BELI SALAM19
Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI SALAM
Pertama : Ketentuan tentang Pembayaran:
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik
berpa uang, barang, atau manfaat.
2. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak
disepakati.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembatasan
utang.
Kedua : Ketentuan tentang Barang:
1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang.
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3. Penyerahannya dilakukan kemudian.
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.
5. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum
menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang
sejenis sesuai kesepakatannya.
Ketiga : Penyerahan Barang Sebelum atau pada Waktunya
1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya
dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati.
2. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang
lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan
harga.
Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang
lebih rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka ia
tidak boleh menuntut pengurangan haraga (diskon).
19
Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah: Fiqh, 120-122.
16
22
Ibid., 185-186.
19
Selain itu, terdapat pula hadits yang terkait dengan masalah jual beli
online ini:
23
Ibid., 99.
20
barang kebutuhan pokok untuk menaikkan harganya, dan semua bentuk jual
beli yang haram.24
Namun lafadz batil itu dikecualikan dengan istisna’ munqathi’
pengecualian yang terputus. Maksudnya bila pencarian harta itu dilakukan
dengan perniagaan diantara kamu dengan suka sama suka, maka dalam hal ini
tidak termasuk yang dilarang dalam nash tersebut.25
Dari bentuk lafadz diatas, bahwa pelarangannya sangat tegas terlihat
dari lafadz “”التأكلوا, namun pelarangan ini diikuti dengan pengecualian, yakni
“”اال. Para ahli tata bahasa menyatakan bahwa pengecualian ini adalah
pengecualian yang terputus, maka tidak termasuk dilarang bentuk perniagaan
yang dilakukan dengan cara suka sama suka.
Jadi apabila bentuk perniagaannya adalah dengan suka sama suka“عن
”تراض, maka diperbolehkan. Bahwa yang dikatakan suka sama suka disini,
tidak bebas sesuka hati, atau seenaknya sendiri. akan tetapi sebagaimana
dalam perniagaan terdapat asas kebebasan, namun bebas yang dimaksud
adalah bebas ada batas, yakni untuk menghormati kebebasan dalam hak orang
lain. Maka dari asas tersebut dapat dikatakan bahwa dalam bermua’amalah
memiliki kebebasan dalam bertransaksi selama tidak melanggar hak-hak
orang lain. Hal ini berdasarkan kaidah: “kebebasan seseorang terbatasi oleh
kebebasan orang lain”.
Telah ditetapkan dalam kitab Shahihain melalui riwayat Sufyan Ibnu
Uyaynah, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Abdullah Ibnu Katsir, dari Abu al-
Minhal, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ketika Nabi Saw. tiba di
Madinah, para penduduknya telah terbiasa saling mengutangkan buah-buahan
untuk masa satu tahun, dua tahun, sampai tiga tahun. 26 Maka Rasulullah,
bersabda:
Artinya: “Nabi saw. datang ke Madinah, dan pada saat itu orang banyak
sedang mengadakan salam pada tamar (kurma) untuk jangka waktu dua dan
tiga tahun. Maka Rasulullah Saw., bersabda: ‘Barangsiapa mengutangkan,
hendaklah ia mengutangkan dalam harga yang diketahui (jelas) dan
timbangan yang diketahui (jelas) hingga masa yang diketahui (jelas)”. (HR.
Bukhari Muslim)
Lafadz “لف555 ”فليسdisebutkan dalam bentuk amr, maka perintah
berakad salam dengan adanya syarat yakni harga diketahui, timbangannya
diketahui, dan jangka waktunya juga diketahui, wajib dilakukan. Bahwa
pelaksanaan salam wajib dilakukan dengan ketentuan-ketentuan diatas.
Adapun lafadz ma’lum disini, bermakna diketahui. Maksudnya adalah
diketahui oleh kedua pihak, dimana keduanya menunjukkan kesepakatan,
tidak hanya sekedar tahu. Tapi juga disepakati oleh keduanya antara si
penjual dan pembeli.
Dalam perspektif Ushul Fiqih, sepanjang hal-hal itu terkait dengan
muamalah ijtima’iyyah )transaksi sosial kemasyarakatan) maka dapat
disandarkan kaidah-kaidah berikut: ( محكمةالعادةtepatnya al-‘urf muhkam,
sebab ‘urf itu mesti kebiasaan yang baik, sedangkan ‘adah itu bisa berupa
kebiasaan yang baik tapi bisa pula kebiasaan yang buruk), yakni adat atau
kebiasaan yang baik itu dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk
menetapkan hukum.27
Al ashlu fil asy-yaa' al-ibaachah, chattaa yadullad daliilu'
alattahriim, yakni pada dasarnya segala sesuatu itu hukumnya boleh
sepanjang tidak ada dalil yang mengharamkannya. Berpijak dari landasan
kaidah fiqhiyyah tersebut, maka jual-beli lewat online (internet) itu
diperbolehkan, dan sah, kecuali jika secara kasuistis terjadi penyimpangan,
manipulasi, penipuandan sejenisnya, maka secara kasuistis pula hukumnya
diterapkan, yaitu haram. Tetapi kasus tertentu menurut beliau tidak dapat
dijadikan mengeneralisasi sesuatu yang secara normal positif boleh dan halal.
Oleh karena itu, jika ada masalah terkait ketidaksesuaian barang antara yang
27
Ahmad Zahro, Fiqh Kontemporer: Menjawab 111 Masalah, 12.
22
ditawarkan dan dibayar dengan yang diterima, maka berlaku hukum transaksi
pada umumnya, bagaimana kesepakatan yang telah dijalin. Inilah salah satu
faktor yang dapat menjadi penyebab batalnya transaksi jual beli dan dapat
menjadi salah satu penyebab haramnya jual beli, baik online atau bukan
karena adanya manipulasi atau penipuan.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa jual beli
online adalah aktifitas jual beli berupa transaksi penawaran barang oleh penjual
dan permintaan barang oleh pembeli secara online dengan memanfaatkan
teknologi internet. Adapun salam ialah jual beli yang melalui pesanan, menjual
sesuatu yang tidak dilihat zatnya, hanya ditentukan dengan sifat, barang itu ada di
dalam pengakuan (tanggungan) si penjual, yakni jual beli dengan cara
menyerahkan terlebih dahulu uang muka kemudian barangnya diantar belakangan
sehingga terdapat persamaan di antara keduanya.
Rukun jual beli yaitu: a. Penjual dan Pembeli. b. Ijab dan qabul. c. Ada
barang yang dibeli. d. ada nilai tukar (harga). Para imam madzhab 4 sepakat
tentang bolehnya salam. Untuk sahnya jual beli dengan cara salam ini harus
dipenuhi enam syarat, berikut: Ada barang yang diperjual belikan, barangnya
halal, jelas pemiliknya, ada harga wajar yang desepakati kedua belah pihak
(penjual dan pembeli), yaitu tidak ada unsur manipulasi atau penipuan dalam
transaksi, prosedur transaksinya benar dan diketahui, serta saling rela antar kedua
belah pihak.
Transaksi salam yang dibatasi dengan waktu tertentu. Maksudnya, utang
mengenai apa yang ditangguhkan dan harta-harta yang dijamin dalam tanggungan,
apabila barang yang dijual dideskripsikan, diketahui dan dijamin dalam
tanggungan, dan pembeli yakin bahwa penjual akan menunaikan barang tersebut
23
ketika batas waktu yang ditentukan tiba, maka barang tersebut adalah utang yang
boleh ditangguhkan pembayarannya
Dalam jual beli, seseorang tidak boleh menjual apa yang tidak mampu
diserahkannya. Sesuatu yang tidak mampu diserahkannya adalah sesuatu yang
tidak ada padanya dalam pengertian yang sebenarnya sehingga penjualannya
adalah penipuan dan pertaruhan.
Perniagaan harus dilakukan dengan cara suka sama suka. Jadi apabila
bentuk perniagaannya adalah dengan suka sama suka “راض555”عن ت, maka
diperbolehkan. Bahwa yang dikatakan suka sama suka disini, tidak bebas sesuka
hati, atau seenaknya sendiri. akan tetapi sebagaimana dalam perniagaan terdapat
asas kebebasan, namun bebas yang dimaksud adalah bebas ada batas, yakni untuk
menghormati kebebasan dalam hak orang lain. Maka dari asas tersebut dapat
dikatakan bahwa dalam bermua’amalah memiliki kebebasan dalam bertransaksi
selama tidak melanggar hak-hak orang lain.
Sehingga baik salam maupun jual beli online diperbolehkan selama sesuai
dengan rukun, syarat, dan asas tersebut terpenuhi. Wallahu A’lam.
24
DAFTAR PUSTAKA
Ad-Dimasyqi, Imam Abu al-Fida Isma’il Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir.
Bandung: Sinar Baru Algesindo. 2000.
Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid: Analisa Fiqih Para Mujtahid. Jakarta: Pustaka
Amani. 2007.
http://www.organisasi.org/1970/01/langkah-tahap-cara-transaksi-jual-beli-barang-
dan-jasa-di-internet-online.html, diakses tanggal 22 April 2014.