Muhammadiyah Sebagai Gerakan Tajdid
Muhammadiyah Sebagai Gerakan Tajdid
PENDAHULUAN
Dua faktor yang melandasi atau yang menjadi latar belakang berdirinya
Muhammadiyah yaitu faktor internal dan eksternal. Yang dimaksud dengan faktor internal
adalah faktor yang berkaitan dengan kondisi keagamaan kaum muslimin di Indonesia sendiri
yang karena berbagai sebab telah menyimpang dari ajaran Islam yang benar. Faktor eksternal
adalah faktor yang berkaitan dengan: (a) politik Islam Belanda terhadap kaum muslimin di
Indonesia; dan (b) pengaruh ide dan gerakan pembaharuan Islam dari Timur Tengah
Kedua : berarti pembaharuan dalam arti modernisasi, ialah bila tajdid itu sasarannya
mengenai masalah seperti: metode, sistem, teknik, strategi, taktik perjuangan, dan lain-lain
yang sebangsa itu, yang sifatnya berubah-ubah, disesuaikan dengan situasi dan kondisi/ruang
dan waktu.
Tajdid dalam kedua artinya, itu sesungguhnya merupakan watak daripada ajaran Islam itu
sendiri dalam perjuangannya.
PEMBAHASAN
PENEGERTIAN TAJDID
Usaha pembaharuan Muhammadiyah secara ringkas dapat dibagi ke dalam tiga bidang
garapan, yaitu : bidang keagamaan, pendidikan, dan kemasyarakatan.
Pengembangan tajddid ,
1. Bidang keagamaan
Pembaharuan dalam bidang keagamaan ialah penemuan kembali ajaran atau prinsip
dasar yang berlaku abadi, yang karena waktu, lingkungan situasi dan kondisi, mungkin
menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas tampak dan tertutup oleh kebiasaan dan
pemikiran tambahan lain.
Dengan kembali kepada ajaran dasar ini yang populernya disebut pada Al-Qur’an dan
Hadits, Muhammadiyah berusaha menghilangkan segala macam tambahan yang datang
kemudian dalam agama. Memang di Indonesia keadaan ini terasa sekali, bahwa keadaan
keagamaan yang nampak adalah serapan dari berbagai unsur kebudayaan yang ada.
Di antara praktek-praktek dan kebiasaan yang bukan berasal dari agama Islam antara
lain : pemujaan arwah nenek moyang, benda-benda keramat, berbagai macam upacara dan
selamatan, seperti pada waktu-waktu tertentu pada waktu hamil, pada waktu puput pusar,
khitanan, pernikahan, dan kematian. Upacara dan do’a yang diadakan pada hari ke-3, ke-5,
ke-40, ke-100, ke-1000 setelah meninggal. Peristiwa penting yang berssfat sosial yang
berhubungan dengan kepercayaan seperti kenduri/ slametan pada bulan Sya’ban dan Ruwah.
Berziarah ke makam orang-orang suci dan minta dido’akan. Begitu pula orang sering kali
meminta nasehat dan bantuannya kepada petugas agama di desa (seperti modin, rois, kaum)
dalam hal-hal yang berhubungan dengan takhayul, misal untuk menolak pengaruh penyakit,
yang untuk itu biasanya mereka diberi/dibacakan do’a-do’a dalam bahasa Arab, yang di
antara do’a tersebut tidak jarang bagian-bagian yang berbau Agama Hindu atau animisme
dari zaman kuno, dan sebagainya.
Terhadap tradisi dan kepercayaan di atas banyak orang Islam yang menganggap
bahwa hal tersebut termasuk amalan-amalan keagamaan, atau setidak-tidaknya hal tersebut
tidak bertentangan. Terhadap tradisi, adat kebiasaan dan berbagai macam kepercayaan di atas
banyak kaum muslimin yang melakukannya tanpa reserve, bahkan mereka menganggap
bahwa hal di atas termasuk keharusan menurut agama.
4. Pengumpulan dan pembagian zakat fitrah dan korban pada hari raya tersebut di atas,
oleh panitia khusus, mewakili masyarakat Islam setempat, yang dapat dibandingkan
sebelumnya dengan memberikan hak istimewa dalam persoalan ini pada pegawai atau
petugas agama (penghulu, naib, kaum. modin, dan sebagainya).
5. Penyampaian khutbah dalam bahasa daerah, sebagai ganti dari penyampaian khutbah
dalam bahasa Arab.
1
TIDAK BOLEH MENEMBOK KUBURAN 19 Juni 2013. Oleh AJARAN ISLAM YANG
HAQ! MEMPELAJARI AJARAN ISLAM LEBIH DALAM DAN SESUAI DOGMA!, akses
tggl 21 okt 2014
9. Membersihkan anggapan adanya berkah yang bersifat ghaib, yang dimiliki oleh para
kyai/ulama tertentu, dan pengaruh ekstrim dari pemujaan terhadap mereka.
10. Penggunaan kerudung untuk wanita, dan pemisahan laki-laki dengan perempuan dalam
pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan.
Dalam rangka usaha tersebut, tidak sedikit rintangan yang dialami. Beberapa tafsir
Muhammadiyah tentang Al-Qur’an dan Al-Hadits menimbulkan debat theologis di antara
ulama.Tetapi kemudian, beberapa hal yang dipelopori oleh Muhammadiyah menjadi umum
di kalangan umat Islam di Indonesia.
Untuk membahas, apakah adat istiadat/tradisi serta kepercayaan berlaku di masyarakat itu
sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits atau tidak, dalam Muhammadiyah dibicarakan oleh
suatu lembaga yang bernama “Lajnah Tarjih”. Tarjih ini adalah merupakan realisasi dari
prinsip, bahwa pintu ijtihad tetap terbuka.
Majlis Tarjih didirikan atas dasar keputusan kongres Muhammadiyah ke- XVI pada tahun
1927, atas usul dari K.H. Mas Mansyur.
Fungsi dari majlis ini adalah mengeluarkan fatwa atau memastikan hukum tentang
masalah-masalah tertentu. Masalah itu tidak perlu semata-mata terletak pada bidang agama
dalam arti sempit, tetapi mungkin juga terletak pada masalah yang dalam arti biasa tidak
terletak dalam bidang agama, tetapi pendapat apapun juga haruslah dengan sendirinya
didasarkan atas syari’ah, yaitu Qur’an dan Hadits, yang dalam proses pengambilan hukumnya
didasarkan pada ilmu ushul fiqh. Majlis ini berusaha untuk mengembalikan suatu persoalan
kepada sumbernya, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits, baik masalah itu semula sudah ada
hukummnya dan berjalan di masyarakat tetapi masih dipertikaikan di kalangan umat Islam,
ataupun yang merupakan masalah-masalah baru, yang sejak semula memang belum ada
ketentuan hukumnya, seperti masalah keluarga berencana, bayi tabung, bank dan lain-lain.
2. Bidang Pendidikan
Pembaharuan pendidikan ini meliputi dua segi, yaitu segi cita-cita dan segi teknik
pengajaran. Dari segi cita-cita, yang dimaksud K.H. Ahmad Dahlan ialah ingin membentuk
manusia muslim yang baik budi, alim dalam agama, luas dalam pandangan dan paham
masalah ilmu keduniaan, dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Adapun
teknik, adalah lebih banyak berhubungan dengan cara-cara penyelenggaraan pengajaran.
Sedang dalam cara penyelenggaraannya, proses belajar mengajar itu tidak lagi dilaksanakan
di masjid atau langgar, tetapi di gedung khusus, yang di lengkapi dengan meja, kursi dan
papan tulis, tidak lagi duduk di lantai.
3. Bidang Kemasyarakatan
Di bidang sosial dan kemasyarakatan, maka usaha yang dirintis oleh Muhammadiyah
adalah didirikannya rumah sakit poliklinik, rumah yatim piatu, yang dikelola melalui
lembaga-lembaga dan bukan secara individual sebagaimana dilakukan orang pada umumnya
di dalam memelihara anak yatim piatu. Badan atau lembaga pendidikan sosial di dalam
Muhammadiyah juga ikut menangani masalah-masalah keagamaan yang ada kaitannya
dengan bidang sosial, seperti prosedur penerimaan dan pembagian zakat ditangani
sepenuhnya oleh P.K.U., yang sekaligus berwenang sebagai badan ‘amil.
Perhatian pada kesengsaraan umum dan kewajiban menolong sesama muslim, tidak
hanya sekedar karena rasa cinta kasih pada sesama, tetapi juga ada tuntunan agama yang jelas
untuk beramar ma’ruf. Sebagai perwujudan sosial dari semangat beragama. Hal ini
merupakan gerakan sosial dengan ilham keagamaan. Contohnya ialah pengamalan firman
Tuhan dalam Surat Al-Ma’un (terjemahannya) :
“Tahukah engkau orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak
yatim, dan tiada menganjurkan menyantuni orang miskin. Celakalah orang-orang yang shalat,
yaitu lalai dari shalatnya, orang-orang yang riya’ dan tiada mau menolong dengan barang-
barang yang berguna.”
Ajaran ini direalisasikan oleh Muhammadiyah melalui pendirian rumah yatim, klinik, rumah
sakit dan juga melalui pembaharuan cara mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.
Dapatlah disimpulkan, bahwa pembaharuan sosial kemasyarakatan yang dilakukan
Muhammadiyah, merupakan salah satu wujud dari ketaatan beragama, dalam dimensi
sosialnya, atau dimaksudkan untuk mencapai tujuan keagamaan.
BAB III
Kesimpulan
Kini sudah sekita 1 abad sejak Muhammadiyah lahir dari tangan Kh.Ahmad Dahlan,
sebagai gerkan tajdid dan purifikasi berbuah manis, sudah banyak perubahan dan
pembaharuan diberbagai aspek dan bidang-bidang yang menjadi focus perbuahan
Muhammadiyah, yakni aspek tajdid dalam bidang agama, pendidkan dan bidang sosial
kemasyarakatan, walaupun masih ada atau belum secara total berhasil namun pencapain ini
patut diapresiasi dan terus digencarkan dan dikembangkan.
Daftar Pustaka
Hasan, Nurdin , dkk. Al Islam – Kemuhammadiyahan III : kemuahammadiyahan. Umm
Press. 2012. Malang.