Dosen Pengampu:
Munirah, S. Th. I, M. Hum
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................2
C. Tujuan..............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
B. Pengertian hadits.............................................................................................3
C. Sinonim Hadits................................................................................................5
a. Sunnah.......................................................................................................5
b. Khabar.......................................................................................................6
c. Atsar..........................................................................................................7
a. Fungsi........................................................................................................9
b. Kedudukan...............................................................................................12
A. Kesimpulan...................................................................................................15
B. Saran..............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ulumul hadist adalah salah satu bidang study atau mata kuliah yang sangat
penting bagi para pelajar dan mahasiswa yang ingin mempelajari hadist dan
keislaman secara mendalam. Ulumul hadist merupakan ilmu yang mengantar
umat islam untuk memahami kajian hadist dengan mudah dan benar. Dengan
demikian memahami Ulumul Hadist sangat penting, karena hadits merupakan
sumber ke dua setelah Al-qur’an. Manusia dalam hidupnya membutuhkan
berbagai macam pengetahuan. Sumber dari pengetahuan tersebut ada dua macam
yaitu naqli dan aqli. Sumber yang bersifat naqli ini merupakan pilar dari sebagian
besar ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia baik dalam agamanya
secara khusus, maupun masalah dunia pada umumnya. Dan sumber yang sangat
otentik bagi umat Islam dalam hal ini adalah Alquran dan Hadis Rasulullah SAW.
Allah telah menganugerahkan kepada umat kita para pendahulu yang
selalu menjaga Alquran dan hadis Nabi SAW. Mereka adalah orang-orang jujur,
amanah, dan memegang janji. Sebagian di antara mereka mencurahkan
perhatiannya terhadap Alquran dan ilmunya yaitu para mufassir. Dan sebagian
lagi memprioritaskan perhatiannya untuk menjaga hadis Nabi dan ilmunya,
mereka adalah para ahli hadis. Salah satu bentuk nyata para ahli hadis ialah
dengan lahirnya istilah Ulumul Hadis(Ilmu Hadis) yang merupakan salah satu
bidang ilmu yang penting di dalam Islam, terutama dalam mengenal dan
memahami hadis-hadis Nabi SAW. Karena hadis merupakan sumber ajaran dan
hukum Islam kedua setelah dan berdampingan dengan Alquran.
Sebelum meyakini kebenaran sebuah hadis, perlu dikaji dan diteliti
keotentikannya sehingga tidak terjerumus kepada kesia-siaan. Adapun salah satu
cara untuk membedakan antara hadis yang diterima dengan yang ditolak adalah
dengan mempelajari dan memahami Ulumul Hadis yang memuat segala
permasalahan yang berkaitan dengan hadis.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa manfaat atau urgensi mempelajari Ulumul Hadits?
2. Apa pengertian dan sinonim Hadits?
3. Bagaimana fungsi, kedudukan dan perbandingan hadits dengan al-qur’an?
C. Tujuan
1. Untuk memahami manfaat atau urgensi mempelajari Ulumul Hadits
2. Untuk memahami pengertian dan sinonim Hadits
3. Untuk memahami fungsi, kedudukan dan perbandingan hadits dengan al-
qur’an
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Urgensi ulumul hadits
Tujuan mempelajari ilmu hadits adalah untuk mengetahui hadits-hadits
yang shahih , yakni mengetahui keadaan dari suatu hadits, apakah hadits tersebut
shahih, hasan, atau bahkan dhaif (lemah, sehingga tidak dapat digunakan sebagai
pegangan).
Sedangkan secara rinci, tujuan mempelajari ilmu hadits antara lain:
1. Mengetahui istilah-istilah yang disepakati para ulama dalam menilai,
menyaring (filterisasi) dan mengklarifikasikan ke dalam beberapa
macam, baik dari segi kuantitas maupun kualitas sanad dan matan
hadits yang diterima dan mana yang bukan hadits
2. Mengetahui kaidah-kaidah yang disepakati para ulama dalam menilai,
menyaring (filterisasi) dan mengklarifikasikan ke dalam beberapa
macam, baik dari segi kuantitas maupun kualitas sanad dan matan
hadits, sehingga dapat menyimpulkan mana hadits yang diterima dan
mana yang ditolak.
3. Mengetahui usaha-usaha dan jerih payah yang ditempuh para ulama
dalam menerima dan menyampaikan periwayatan hadits, kemudian
menghimpun dan mengodifikasikannya ke dalam berbagai kitab hadits.
4. Mengenal tokoh-tokoh ilmu hadits baik riwayah ataupun dirayah yang
mempunyai peran penting dalam perkembangan pemeliharaan hadits
sebagai sumber syari’ah islamiyah sehingga hadits terpelihara dari
pemalsuan tangan-tangan kotor yang tidak bertanggung jawab.
B. Pengertian hadits
Dalam kamus besar bahasa Arab [al-‘ashri], kata hadits berasal dari
bahasa Arab “al-hadits” yang berarti baru, berita.. Hadits secara bahasa terkadang
diartikan dengan al-jadid (yang baru) sebagai kebalikan dari al-qadim (yang
3
lama). Selain itu, hadis juga bermakna al-khabar (berita) dan al-kalam
(pembicaraan).1
Sedangkan menurut terminologi, para ahli memberikan definisi yang
berbeda-beda . Perbedaan ini disebabkan karena terpengaruh oleh terbatas atau
luasnya objek peninjauan mereka masing-masing, yang tentu saja mengandung
kecenderungan pada aliran ilmu yang didalaminya. Menurut ahli hadis,
pengertian hadis adalah:
ُاَْق َو ُال النَّيِب ُّ صلى اهلل عليه وسلم َو اَْف َعالُهُ َواَ ْح َوالُه
“Segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya”.
Yang dimaksud dengan “hal ihwal” ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi
SAW, yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan
kebiasaan-kebiasaannya.
Sementara para ulama ushul memberikan pengertian hadis adalah:
1
Abdul Sattar, Ilmu Hadis, Semarang: RaSAIL Media Group, 2015), hlm. 1.
2
Munzier Suparta, , Ilmu Hadis, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003, hlm. 2-4.
4
2. Perbuatan. Perbuatan Nabi merupakan suatu cara yang praktis dalam
menjelaskan peraturan atau hukum syara’. Contohnya cara Sholat.
3. Taqrir. Arti taqrir adalah beliau mendiamkan, tidak menyanggah atau
menyetujui apa yang dilakukan para sahabat.
5
dengan hukum syara’. Sedangkan ulama fiqih mendefinisikan sunnah sebagai
segala sesuatu yang dinukil dari nabi Muhammad, baik perkataan, perbuatan,
maupun takrir beliau berupa ketetapan yang bukan hukum fardhu atau wajib.
Sunnah dalam pandangan mereka ini termasuk salah satu dari hukum Islam yang
lima, sehingga ada yang mengartikan sunnah sebagai sesuatu yang apabila
dikerjakan mendapat pahala dan ditinggalkan tidak disiksa.
Seperti halnya perbedaan pengertian istilah hadist, pengertian sunnah ini
juga terdapat perbedaan antara ulama yang satu dengan ulama yang lain. Hal ini
dikarenakan adanya perbedaan penekanan tujuan masing-masing ahli. Misalnya,
para ulama hadits menekankan pembahasannya pada pribadi dan perilaku nabi
Muhammad sebagai teladan dan tuntunan (uswah wa qudwah). Ulama ushul fiqih
menekankan pada pribadi beliau sebagai peletak dasar hukum syara yang
dijadikan landasan ijtihad oleh mujtahid di zaman sesudah beliau. Sedang ulama
fiqih (Fuqaha) menekankan pada aspek pribadi dan perilaku beliau pada
perbuatan-perbuatan yang melandasi hukum syara untuk diterapkan pada
perbuatan seorang mukallaf.4
b. Khabar
Khabar menurut bahasa serupa dengan makna hadits, yakni segala berita
yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain.
Sedang pengertian khabar menurut istilah, antara satu ulama dengan ulama
yang lainnya berbeda pendapat. Menurut ulama ahli hadits sama artinya dengan
hadits, keduanya dapat dipakai untuk sesuatu marfu’, mauquf, dan maqthu’,
mencakup segala yang datang dari Nabi SAW, sahabat dan tabi’in, baik
perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.
Ulama lain mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang selain
dari Nabi SAW, sedang yang datang dari Nabi SAW disebut hadits. Ada juga
yang mengatakan bahwa hadits lebih umum dan lebih luas dari pada khabar,
sehingga tiap hadits dapat dikatakan khabar tetapi tidak setiap khabar dapat
dikatakan hadits.
4
M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Ulumul Hadis, Yogyakarta: Teras, 2010, hlm. 22.
6
Terdapat sebagian ulama’ yang berpendirian bahwa hadits jelas berbeda
dengan khabar. Jika hadits hanya untuk sebutan bagi informasi yang bersumber
dari Nabi Muhammad SAW, sedangkan khabar untuk sebutan bagi informasi
yang bersumber dari selain Nabi Muhammad SAW. 5 Ada juga yang mengatakan,
khabar dan hadits, di mutlakkan kepada yang sampai nabi dari Nabi Muhammad
SAW saja, sedangkan yang diterima dari sahabat dinamakan atsar.6
c. Atsar
Atsar menurut bahasa ialah bekasan sesuatu, atau sisa sesuatu. Berarti pula
nukilan (yang dinukilkan). Menurut istilah jumhur ulama, Atsar sama artinya
dengan khabar dan hadits. Mengingat hal ini, dinamailah ahli hadits dengan
atsary.
Para fuqaha memakai istilah atsar untuk perkataan-perkataan ulama salaf, sahabat,
tabi’in dll. Ada yang mengatakan bahwa atsar lebih ‘aam (umum) dari pada
khabar. Atsar dihubungkan kepada yang datang dari Nabi SAW dan yang
selainnya, sedangkan khabar dihubungkan kepada yang datang dari Nabi SAW
saja.
An-Nawawy menerangkan bahwa fuqaha khurasan menamai perkataan-
perkataan sahabat (hadits mauquf) dengan atsar, dan menamai hadits Nabi SAW
dengan khabar. Tetapi para muhadditsin umumnya, menamai hadits Nabi SAW
dan perkataan sahabat dengan atsar juga. Sebagiaan ulama memakai pula kata
atsar untuk perkataan-perkataan tabi’in saja. Az-zarkasyy memakai kata atsar
untuk hadits mauquf. Namun membolehkan memakainya untuk perkataan Rasul
SAW (hadits mauquf).
Ath-thahawy memakai kata atsar untuk hadits yang datang dari Nabi SAW
dan sahabat. Dalam kitab beliau yang bernama Ma’ani Al-atsar, beliau
menerangkan hadits-hadits yang datang dari Nabi SAW dan yang datang dari
sahabat. At-thabary memakai kata atsar untuk hadits yang datang dari Nabi SAW
5
H. Alinurdin, Khulashoh Ulumul Hadits, 2004.
6
Teungku Muhammad Hasbi ash-shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadis, Semarang: Pustaka
Rizki Putra, 2009, hlm. 12.
7
saja. Dalam sebuah kitab beliau yang bernama Tahdzib Al-atsar, beliau
menerangkan hadits-hadits Nabi SAW saja. 7
ما أضيف اىل النيب صلى اهلل عليه وسلم من قول اوتقرير
Artinya: “segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik
perkataan, perbuatan, ataupun taqrir (penetapan) beliau”.
8
Perbuatan (fi’li)
ِّموا أِل َْن ُف ِس ُك ْم ِم ْن خَرْيٍ جَتِ ُدوهُ ِعْن َد اللَّ ِه ۗ إِ َّن اللَّهَ مِب َا َّ يموا الصَّاَل ةَ َوآتُواِ
ُ الز َكاةَ ۚ َو َما ُت َقد ُ َوأَق
ِ
ٌَت ْع َملُو َن بَصري
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu
usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah.
Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.”
Ayat di atas kemudian dipertegaskan oleh hadits Rasulullah SAW, yang berarti:
“Islam itu adalah engkau beribadah kepada Allah SWT, tidak menyekutukan-Nya
dengan sesuatu apapun, mendirikan sholat, menunaikan zakat yang difardhukan,
berpuasa di bulan Ramadhan, dan mengerjakan haji di baitullah”
2. Bayan Tafsir
8
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, Jakarta: Amzah, 2008 hlm. 16.
9
Hadits mempunyai fungsi sebagai penafsiran ataupun pentafshilan
terhadap ayat Al-Qur’an mengutarakan bahwa sunah itu menjelaskan atau
memperinci kemujmalan Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an bersifat Mujmal (Global),
maka agar ia dapat berlaku sepanjang masa dan dalam keadaan bagaimanapun
diperlukan penafsiran.
Perlu untuk diketahui, bahwa fungsi sebagai perinci ini merupakan fungsi
yang terbanyak pada umumnya.9 Kemudian, fungsi hadits dalam menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur’an dapat dibagi lagi dalam tiga garis besar.
a) Tafshil Al-Mujmal
hadits memberikan penjelasan terhadap ayat-ayat yang bersifat global,
baik itu dalam hal ibadah maupun hukum. Dalam hal ibadah, dapat kita ambil
contoh bahwa dalam Al-Qur’an hanya disebutkan ayat mengenai perintah untuk
mendirikan sholat, namun kemudian mengenai tata cara, waktu, jumlah raka’at
kita dapat mengetahuinya melalui hadits. Misalnya pada hadits nabi berikut ini:
“Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku sholat”. (HR.Bukhari)
b) Takhshish Al-Amm
Hadits yang mengkhususkan pada ayat-ayat yang bersifat umum, sebagian
ulama menyebutnya lagi sebagai bayan takhshish. Salah satu contoh hadits yang
mengkhususkan pada ayat-ayat yang bersifat umum adalah penjelasan mengenai
surat An-Nisa ayat 11;
9
Ibid, hlm. 18.
10
Hadits membatasi kemutlakan ayat-ayat Al-Qur’an. Artinya keterangan
yanga ada di Al-Qur’an seacara mutlak kemudian dijelaskan oleh hadits dan
diberikan batasan-batasan mengenai kemutlakanya.
Contoh yang nyata adalah masalah hukum pemotongan tangan yang
diberlakukan untuk pencuri. Di dalam Al-Qur’an tidak dijelaskan mengenai
batasan potongan tangan tersebut, apakah di potong pada pergelangan tangan,
lengan, bahkan sampai pundak. Hal ini dijelaskan lagi dalam hadits bahwa potong
tangan tersebut dilakukan sampai lengan saja.
3. Bayan Naskhi
Maksud dari Bayan Naskhi adalah As-Sunnah berfungsi menjelaskan
mana ayat yang manasakh dan mana ayat yang dimansukh yang secara lahiriah
bertentangan. Bayan Naskh ini sering juga disebut sebagai bayan tabdil, yaitu
mengganti suatu hukum atau menghapuskanya.
Contoh dari Bayan Nasikh terdapat dalam penjelasan Al-Qur’an suarah
Al-Baqarah ayat 180:
11
sunah sendirilah yang menjelaskan sebagai dalil atau ia menjelaskan yang tersirat
dalam Al-Qur’an.[8]
b. Kedudukan
Bagi umat Islam kedudukan hadits sebagai sumber utama kedua ajaran
Islam tidak lagi diperdebatkan, karena sudah sangat jelas, landasannya baik dari
Al-Qur’an maupun dari dasar logika.10
Sebagai sumber hukum kedua yang digunakan dalam Islam, maka Hadis
tentunya memiliki kedudukan tersendiri. Banyak dari sumber-sumber hukum yang
juga berasal dari nash di dalam hadits, namun tidak dirincikan dalam Al-Qur’an
ataupun boleh juga tidak ditemukanya ayat yang membicarakanya secara tegas
dalam Al-Qur’an.
Al-Suyuthi dan al-Qismi sendiri tanpaknya sepakat bahwa paling tidak ada
empat argument rasional mengenai kedudukan Hadits terhadap Al-Qur’an yaitu:
1. Al-Qur’an harus lebih diutamakan terlebih dahulu ketimbang Hadits, hal ini
karena Al-Qur’an sendiri bersifat qath’i dan Hadits bersifat dzanni.
2. Hadits merupakan penjabaran dari Al-Qur’an, sehingga dapat dijelaskan
bahwa penjabar kedudukanya pasti lebih rendah dibandingkan pada nash
yang dijabarkanya.
3. Ada beberapa hadits dan atsar yang menjelaskan urutan serta kedudukan
As-Sunnah terhadap Al-Qur’an. Salah satu contoh yang dapat diambil
adalah dari percakapan Rasulullah SAW dengan Mu’az bin Jabal yang akan
diutus ke negeri Yaman sebagai qadli. Nabi bertanya: “Dengan apa kau
putuskan suatu perkara?” Mu’az menjawab, “Dengan kitab Allah”. Jika
tidak ditemukan dalam Al-Qur’an barulah dari hadits dan setelah itu
menggunakan ijtihad.
4. Al-Qur’an saebagai wahyu dari sang pencipta, sedangkan hadits berasal dari
hambanya. Dapat diterima secara logika, jika pencipta pastinya memiliki
kedudukan lebih tinggi dibandingkan hamba yang menjadi utusan dari sang
pencipta itu sendiri, sehingga kedudukan Al-Qur’an yang merupakan kalam
10
Daniel Djuned, Ilmu Hadis: Paradigma Baru dan Rekontruksi Ilmu Hadis, Surabaya: Erlangga,
2010, hlm. 42.
12
ilahi diletakan sebagai sumber hukum Islam yang pertama dalam Islam.
Sedangkan Hadits ditempatkan pada bagian kedua setelah Al-Qur’an.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
unsur hadits itu terdiri dari tiga unsur yang ketiga unsur ini hanya
bersumber dari Nabi Muhammad, ketiga unsur itu adalah: Perkataan. Yang
dimaksud dengan perkataan Nabi Muhammad ialah sesuatu yang pernah
dikatakan oleh beliau dalam segala hal. Perbuatan : Perbuatan Nabi merupakan
suatu cara yang praktis dalam menjelaskan peraturan atau hukum syara’. Taqrir
:Arti taqrir adalah beliau mendiamkan, tidak menyanggah atau menyetujui apa
yang dilakukan para sahabat.
Hadits mempunyai beberapa sinonim (muradif) atau nama lain, yakni
diantaranya Sunnah, Khabar, dan Atsar.
fungsi hadits terhadap Al-Qur’an, mulai sebagai penguat, pemberi
penjelasan, penetapan hukum yang belum ditemukan dalam Al-Qur’an secara
terang atau dzohir, maupun berfungsi sebagai penghapus hukum yang ada di
dalam Al-Qur’an.
hadits merupakan sumber utama kedua ajaran Islam tidak lagi
diperdebatkan, karena sudah sangat jelas, landasannya baik dari Al-Qur’an
maupun dari dasar logika. Sebagai sumber hukum kedua yang digunakan dalam
Islam, maka Hadis tentunya memiliki kedudukan tersendiri.
B. Saran
Demikian makalah ini kami buat, apabila dalam makalah ini terdapat
kesalahan dalam penulisan ataupun yang lainya, kami mohon maaf. Untuk itu
kami mengharap kritik dan saran guna melengkapi makalah ini. Karena sifat
sempurna hanya milik Allah semata, dan kami hanyalah manusia biasa yang
hakikatnya punya salah dan kekurangan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Amin.
14
DAFTAR PUSTAKA
15