Anda di halaman 1dari 31

Nama : Ghafan Jamaludin Putra Mahulette

NIM : 073001800019
Tugas 01 : Prinsip dan Peralatan Pemboran

1. Prinsip pemboran dengan jenis batuan dan kondisi lapangan.


a) Pemboran untuk peledakan
 Pemboran (drilling)
Pemboran adalah kegiatan yang dilakukan sebelum suatu operasi proses
peledakan batuan. Kegiatan ini bertujuan untuk membuat sejumlah lubang ledak
dengan pola tertentu sebagai tempat pengisian bahan peledak yang kemudian
diledakan untuk membongkar batuan dari kondisi aslinya di alam. Pada dasar
prinsip pengeboran lubang tembak bertujuan untuk mendapatkan kualitas lubang
ledak yang baik dengan melalui pengeboran yang cepat dan dalam posisi yang
tepat.
 Geometri Pemboran
Geometri peledakan merupakan parameter – parameter yang perlu
dilakukan dalam proses pembuatan lubang ledak, parameter geometri
peledakan yang perlu diperhatikan diantaranya meliputi arah pemboran,
pola pengeboran, diameter lubang ledak dan kedalaman lubang ledak.
1. Arah Pemboran Lubang Ledak
Arah pemboran lubang ledak terbagi menjadi dua jenis arah pemboran
yaitu, pemboran sudut tegak dan pemboran sudut miring. Agar
menjamin keseragaman burden dan spasi dalam geometri peledakan
arah penjajaran lubang bor harus sejajar. Pada arah pemboran lubang
ledak tegak, gelombang tekan yang besar akan diterima oleh lantai
jenjang, kemudian menyebabkan tumpukan yang besar pada lantai
jenjang. Hal tersebut disebabkan pada bidang bebas terdapat
gelombang tekan yang dipantulkan sebagian dan sebagian lagi pada
bagian bawah lantai jenjang gelombang tekan juga dipantulkan .
Apabila arah lubang ledak miring, pemakaian pada arah ini akan
membentuk bidang bebas yang lebih luas, yang akan mempermudah
proses pecahnya batuan karena gelombang tekan yang dipantulkan
lebih besar dan gelombang tekan yang diteruskan pada bagian bawah
lantai jenjang akan lebih kecil.
Gambar 1 Arah Pemboran lubang tembak.

2. Pola Pemboran
Selain arah pemboran lubang tembak, pola pada pemboran juga sangat
penting dalam tahap pelaksanaan kegiatan peledakan. Pemboran
lubang tembak dilakukan dengan suatu pola yang dirancang untuk
mengetahui jumlah batuan yang akan diperoleh per meter pemboran.
Pola pemboran ini dilakukan dengan cara menempatkan titik – titik
yang mempunyai jarak burden dan spacing pada daerah yang akan
diledakan, yang selanjutnya pada titik – titik tersebut dilakukan
pemboran. Pola pemboran yang umum digunakan pada tambang
terbuka ada 3 jenis pola, yaitu :
a. Square Drill Pattern
Jarak burden dan spasi yang sama dimiliki pada pola pemboran
ini.
b. Reactangular Drill Pattern
Jarak spasi pada suatu baris lebih besar dari burden pada pola
pemboran ini.
c. Staggered
Pola pemboran yang mempunyai rancangan selang – seling atau
zig – zag, baik pada square drill pattern ataupun pada
reactangular drill pattern.

Gambar 2 Jenis – jenis Pola Pemboran


3. Diameter Lubang Ledak
Diameter lubang ledak pada geometri pemboran dilakukan berdasar dari

volume batuan yang dibongkar, tingkat fragmentasi yang dibutuhkan dan

tinggi jenjang. Penggunaan ukuran diameter lubang ledak yang kecil akan

menyebabkan energi yang dihasilkan dari peledakan juga akan lebih

kecil, sehingga tidak dapat membongkar batuan dan menyebabkan ukuran

fragmentasi batuan yang besar berbentuk bongkahan (boulder), lalu pada

penggunaan diameter lubang ledak yang terlalu besar juga dapat

menghasilkan fragmentasi yang kurang baik, yang berbentuk lebih halus

terutama pada kondisi batuan yang mempunyai banyak kekar. Diameter

lubang ledak berhubungan dengan stemming, dimana lubang ledak yang

besar maka menghasilkan stemming yang besar juga, hal ini dilakukan

untuk menghindari terjadinya ground vibration dan fly rock.

4. Kedalaman Lubang Ledak

Kedalaman lubang ledak menyesuaikan dengan tinggi jenjang yang

dirancang oleh perusahaan.Dalam penentuan kedalaman lubang ledak

perlu diperhatikan penambahan subdrilling.Subdrilling adalah

penambahan kedalaman lubang ledak melebihi tinggi jenjang untuk

mendapatkan lantai jenjang yang rata dan tidak menghasilkan lantai

jenjang yang menonjol pada bagian bawah lantai setelah

dilakukannya proses peledakan. Lantai bawah jenjang yang menonjol

akan mengakibatkan kinerja alat gali semakin berat karena adanya

sisa batuan dari peledakan yang tidak sempurna terberai.

 Peledakan (blasting)
Peledakan dalam kegiatan industri pertambangan adalah

memecahkan atau memisahkan batuan padat atau mineral berharga yang

bersifat kompak atau masif dari batuan induknya, sehingga dapat dengan

mudah alat berat untuk mengambilnya serta mempermudah kinerja dari

mesin crusher untuk melakukan proses pengecilan ukuran (kominusi).

Proses peledakan memerlukan adanya bahan peledak sebagai sumber energi

untuk meledakan batuan yang bersifat keras dan tidak dapat dilakukan

pengambilan batuan menggunakan alat gali.

 Mekanisme Pemecahan Batuan Berdasarkan Teori Kombinasi

Proses pecahnya batuan dalam peledakan terjadi secara 3 fase

menurut teori kombinasi (combined theory), yaitu :

1. Fase I

Ketika bahan peledak diledakkan akan menyebabkan tekanan

yang tinggi sehingga batuan disekitar lubang menjadi hancur.

Terdapat gelombang kejut (shock wave) yang meninggalkan

lubang ledak merambat dengan kecepatan 3000 – 5000 m/s, akan

menyebabkan terjadinya tegangan tangensial sehingga

menyebabkan rekahan menjalar (radial crack) dari area lubang

ledak. Rekah pertama menjalar terjadi dalam waktu 1 – 2 ms.

2. Fase II

Gelombang kejut yang meningkat pada proses pemecahan

tingkat 1 yang berhubungan dengan tekanan adalah positif.

Tekanan akan dipantulkan apabila telah mencapai bidang

bebas.Di dalam batuan gelombang tarik (tensile wave) akan

dirambatkan kembali. Oleh karena lebih kecil ketahanannya


terhadap tarikan daripada tekanan, menybabkan terjadi rekahan–

rekahan primer (primary failure cracks) yang disebabkan oleh

tegangan tarik (tensile stress) dari gelombang yang dipantulkan.

Tegangan tarik yang kuat maka menyebabkan slambing atau

spalling pada bidang bebas. Pada proses pecahnya batuan pada

tingkat I dan tingkat II kegunaan dari gelombang kejut adalah

mempersiapkan batuan dengan beberapa rekahan kecil. Besar

energi gelombang kejut adalah antara 5 – 15 % dari total energi

bahan peledak secara teoritis. Kesiapan dasar untuk proses

pemecahan tingkat akhir disediakan oleh gelombang kejut.

3. Fase III

Rekahan radial primer (tingkat II) diperlebar secara cepat

oleh kombinasi efek dari tegangan tarik disebabkan kompresi

radial dan pembajian (pneumatic wedging) dibawah pengaruh

tekanan yang tinggi dari gas hasil peledakan.

Tegangan tarik tinggi pada massa batuan disebabkan oleh

lepasnya batuan (unloading) yang kemudian dilanjutkan dengan

pemecahan hasil yang terjadi pada proses pecahnya batuan

tingkat II. Kemudian beberapa bidang lemah untuk memulai

rekasi fragmentasi utama pada proses peledakan disebabkan oleh

rekahan hasil pada pemecahan batuan tingkat II

 Geometri Peledakan Menurut RL-Ash

Geometri peledakan merupakan faktor yang sangat penting dalam

kontrol hasil peledakan, geometri peledakan yang baik akan

menghasilkan ukuran fragmentasi batuan yang memenuhi kriteria ukuran


yang dibutuhkan oleh mesin peremuk atau crusher. Metode dalam

menentukan rancangan geometri peledakan dikembangkan oleh para ahli

– ahli bidang pertambangan, salah satu metode yang digunakan dalam

rancangan geometri peledakan yaitu metode R.L Ash (1967). Dalam

metode tersebut geometri peledakan meliputi rancangan burden, spasi,

steamming, sub drilling, kedalaman lubang ledak, panjang lubang isian,

dan tinggi jenjang.

Gambar 3 Geometri Peledakan menurut R.L Ash (1967)

Rancangan geometri peledakan yang dikembangkan menurut R.L

Ash di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Burden ( B )

Burden merupakan jarak tegak lurus diantara lubang ledak

terhadap bidang bebas terdekat atau arah yang akan dituju batuan

hasil peledakan pada saat akan terlempar. Pada penentuan jarak

burden, ada beberapa faktor yang harus diperhitungkan seperti

diameter lubang ledak, bobot isi batuan, dan struktur geologi dari

batuan tersebut. Semakin besar diameter lubang ledak maka akan


semakin besar jarak burden, karena dengan ukuran diameter

lubang ledak yang semakin besar maka bahan peledak yang

digunakan akan semakin banyak pada setiap lubangnya sehingga

akan menghasilkan energi ledakan yang semakin besar.

Selanjutnya, apabila densitas batuannya yang semakin besar,

maka agar energi ledakan berkontraksi maksimal dilakukan

dengan memperkecil ukuran burden. Perhitungan burden pada

geometri peledakan menurut R.L Ash yaitu :

𝐾𝑏𝑥𝐷𝑒
B=
39,3
Keterangan :
B = Burden
Kb = Burden ratio
De = Diameter lubang ledak (inchi)
39,3 = Faktor pengubah ke dalam satuan meter
Untuk menentukan burden, R.L Ash (1967) mendasarkan acuan dibuat

secara empirik, adanya batuan standar dan bahan peledak standar, yaitu :

 Densitas batuan = 160 lb/cuft

 Spesific gravity bahan peledak = 1,20

 Kecepatan detonasi bahan peledak = 12.000 fps

Apabila kondisi batuan yang beda dan penggunaan bahan peledak

yang beda juga, maka nilai Kb juga akan berubah. Untuk mengatasi angka

perubahan Kb, maka perlu dihitung terlebih dahulu harga faktor penyesuaian

pada kondisi batuan dan bahan peledak yang berbeda. Berikut ini merupakan

persamaan untuk menghitung Kb terkoreksi, AF1 untuk bahan peledak dan

AF2 untuk batuan, yaitu :

1
SG .Ve 2
AF 1=
(
SGstd .Ve std 2 ) 3
Keterangan:

SG = Specific Gravity bahan peledak yang digunakan

Ve = Kecepatan detonasi bahan peledak yang digunakan

SGstd = Specific Gravity bahan peledak standard 1,20 gr/cc

Vestd = Kecepatan detonasi bahan peledak standard 12.000 fps

Dstd 13
AF 2= ( ) D
Keterangan :

Dstd = Kerapatan batuan standard 160 lb/cuft


D = Kerapatan batuan yang diledakan

Sehingga harga Kb yang terkoreksi adalah :


Kb = Kbstd x AF1 x AF2

2. Spasi ( S )
Spasi merupakan jarak antar lubang ledak dirangkai dalam satu
baris dan diukur sejajar dengan bidang bebas. Spasi yang lebih
kecil akan menyebabkan ukuran batuan hasil peledakan terlalu
hancur, tetapi jika spasi lebih besar akan menyebabkan terjadi
banyak bongkah atau boulder dan tonjolan atau stump diantara
dua lubang ledak setealah peledakan. Berikut adalah persamaan
untuk menghitung spasi, yaitu :
S = Ks x B
Keterangan:
Ks = Spacing ratio (1,0-2,0)
B = Burden (meter)

3. Stemming (T)
Stemming merupakan panjang isian lubang ledak yang tidak
diisi bahan peledak, melainkan dengan material lain seperti tanah
liat atau material batuan hasil pemboran.Fungsi dari stemming
adalah menyeimbangkan tekanan di dalam lubang ledak,
mengontrol kemungkinan terjadinya airblast atau flyrock, serta
meningkatkan conffining pressure dari gas hasil peledakan.Untuk
menghitung panjang stemming perlu di tentukan terlebih dahulu
stemming ratio (Kt), yaitu perbandingan panjang stemming
dengan burden. Biasanya Kt standar yang digunakan sebesar 0,70
angka ini cukup untuk mengontrol airblast dan flyrock dan stress
balance.
Berikut adalah persamaan untuk menghitung stemming :

T = Kt x B

Keterangan :
Kt = Stemming ratio (0,7 – 1,0)
B = Burden (meter)

SUMBER :
http://repository.trisakti.ac.id/webopac_usaktiana/digital/00000000000000093559/2018_TA
_TB_073001300040_Bab-3.pdf

b) Pemboran Konstruksi Sumur Landaian Suhu MM-2


Sumur MM-2 merupakan sumur kedua yang dibor pada lapangan panas bumi
Marana, Sulawesi Tengah. Seperti halnya sumur MM-1, sumber panas berasal dari
sisa magma yang diduga sebagai batuan intrusi yang tidak muncul ke permukaan,
terekam sebagai daerah anomali gravity yang tedapat di sebelah timurlaut
manifestasi panas bumi Marana dan Masaingi. Litologi sumur landaian suhu MM-2
terdiri dari endapan aluvial (0-8 m) yang tidak mengalami ubahan hidrotermal,
endapan rombakan batuan ubahan (8-217 m), dan batu pasir terubah (217-250 m).
Sumur MM-2 miskin rekahan/struktur karena tidak terjadi hilang sirkulasi selama
proses pemboran Batuan dari kedalaman 217-250 m telah mengalami ubahan
hidrotermal dengan intensitas ubahan sedang-kuat (SM/TM=45-55%) dicirikan oleh
proses ubahan argilitisasi, piritisasi, silisifikasi/devitrifikasi dengan/tanpa,
anhidritisasi, kloritisasi dan zeolitisasi. Batuan dari permukaan hingga kedalaman
217 m terdiri dari endapan aluvial yang tidak terubah dan endapan rombakam batuan
ubahan, kedua satuan batuan ini berfungsi sebagai lapisan penutup/overburden. Batu
pasir terubah (217-235 m) termasuk dalam tipe ubahan argilik berfungsi sebagai
batuan penudung panas (cap rock/clay cap). Batu pasir terubah dari kedalaman 235-
250 m termasuk kedalam tipe ubahan phyllic sebagai zona transisi. Secara
keseluruhan mineral ubahan yang terdapat pada sumur MM-2 terbentuk sebagai
replacement dari mineral utama pembentuk batuan dan masa dasar/matrik dari semua
jenis batuan yang terdapat di daerah ini. Sebagian kecil terbentuk sebagai pengisi
rekahan pada batuan(vein) dan pengisi rongga pada batuan (vug). Mineral ubahan
tersebut berasal dari fluida bersifat netral dengan temperatur pembentukan relatif
rendah (±100°C) hingga temperatur tinggi (±320°C)
 Hasil Pemboran
Pemboran diawali dengan tajak sumur memakai TB 7 7/8”, dilanjutkan
dengan pemboran formasi hingga kedalaman 5,5 meter. Cabut rangkaian TB 7
7/8” + T-90 sampai permukaan, masuk casing pelindung 6” dari permukaan
hingga kedalaman 5,5 meter, semen permukaan casing dan tunggu semen kering
(TSK). Masuk rangkaian TB 5 5/8” + T-90 dari permukaan sampai kedalaman 5,5
meter, lanjut bor formasi dari kedalaman 5,5 meter hingga kedalaman 95 meter.
Sirkulasi bersihkan lubang sumur sambil lakukan persiapan untuk pengukuran
logging temperatur pertama. Cabut rangkaian TB + T-90 sampai permukaan,
masuk probe temperatur sampai kedalaman 98 m, sambil lakukan pengukuran
temperatur, temperatur maksimum adalah 32°C. Masuk rangkaian casing 4”
sampai kedalaman 95 m, lakukan semen casing dan TSK. Masuk rangkaian core
barrel + NQ sampai kedalaman 95 m, lanjut bor formasi (coring) sampai
kedalaman 170 m,tidak berhasil mendapatkan inti bor karena batuan bersifat
lepas. Cabut rangkaian CB + NQ sampai permukaan sambil lakukan persiapan
pengukuran logging temperatur kedua. Masuk probe temperatur dari permukaan
sampai kedalaman 170 m, sambil lakukan pengukuran, setelah probe temperatur
direndam hingga ± 2 jam, temperatur maksimum stabil pada 32,2°C. Cabut probe
temperatur sampai permukaan, dan masukkan kembali rangkaian CB + NQ dari
permukaan sampai kedalaman 170 m. Lanjut bor formasi (coring) dari kedalaman
170 m sampai kedalaman 217 m, tidak mendapatkan inti bor (core) karena masih
merupakan batuan lepas. Lanjut bor formasi (coring) mulai dari kedalaman 217 m
hingga kedalaman 250 m, inti bor dapat diangkat dengan recovery factor
mencapai 60% hingga lebih dari 90%. Setelah sirkulasi bersih dilakukan
pengukuran logging temperatur ketiga, temperatur maksimum 38°C. Selama
pemboran telah dilakukan beberapa kali semen sumbat karena formasi batuan
runtuh dan selama proses pemboran beberapa kali terhenti karena ganti pahat/bit,
perbaikan kerusakan-kerusakan kecil pada mesin bor, hidrolik, spindel dan
kerusakan kecil lainnya pada perangkat bor. Untuk perlapisan bersusun (cross
bedding). Terjadi perulangan perlapisan batuan sedimen ini hanya beberapa
sekuen perlapisan. Melihat struktur sedimen tersebut di atas, dapat diperkirakan
pembentukan atau lingkungan pembentukan batuan sedimen ini adalah lingkungan
laut dalam atau sebagai batuan sedimen turbidit. Pada batuan sedimen ini
ditemukan komponen atau fragmen batuan dari berbagai jenis batuan yang lebih
tua seperti granit, granodiorit, batuan metamorf dan tufa. Fragmen tufa lebih
dominan dibanding fragmen batuan lainnya, diduga fragmen tufa ini berasal dari
endapan piroklastika hasil kegiatan vulkanisme yang tidak diketahui sumber
asalnya. Apa sumber asal gunung api ini berada di laut, di Selat Makasar ? atau
mungkin juga berada di daratan Sulawesi. Komponen/fragmen granit, granodiorit
dan metamorf kemungkinan terbawa saat terjadi letusan, sehingga kemudian jatuh
dan terendapkan pada lingkungan laut dalam. Gejala struktur geologi tidak
ditemukan pada sumur MM-2 ini, karena selama berlangsungnya proses pemboran
tidak terjadi hilang sirkulasi sebagian (PLC) maupun total (TLC), sehingga dapat
dikatakan bahwa sumur MM-2 ini miskin rekahan/struktur.
 Geologi Sumur
Stratigrafi sumur MM-1 disusun oleh endapan aluvial (0-8 m), endapan
rombakan batuan ubahan (8-217 m), batu pasir (217-250 m). Selengkapnya dari
masing-masing satuan batuan ini adalah sebagai berikut (Gb. 3 dan Tabel 1) :
Endapan Aluvial, terdiri dari endapan pantai terdiri dari batuan lepas dari berbagai
jenis batuan dengan ukuran butir bervariasi dari lumpur hingga bongkah. Terdiri
dari batuan metamorf, granit, granodiorit, diorit. Batuan tidak mengalami ubahan
hidrotermal. Endapan Rombakan Batuan Ubahan, terdiri dari batuan lepas dengan
komponen sekis, granit, granodiorit, diorit yang telah mengalami ubahan
hidrotermal dengan intensitas sedang hingga kuat. Endapan rombakan batuan
ubahan terdapat ini mulai dari kedalaman 8-217 m, ditemukan dalam jumlah
relatif banyak mendominasi sumur MM-2 yaitu setebal 209 m (lebih dari 80% dari
total ketebalan batuan). Sumber asal dari batuan tidak diketahui, karena
penyebarannya tidak ditemukan di permukaan. Batu Pasir Terubah terdapat pada
kedalaman 217-250 m, satuan batu pasir yang terdapat pada sumur MM-2 ini
ditemukan dalam jumlah relatif sedikit (ketebalan 33 m) dibanding yang terdapat
pada sumur MM-1. Sama seperti yang ditemukan pada sumur MM-1, satuan batu
pasir ini terdiri dari (bawah ke atas) konglomerat polimik, batu pasir berukuran
sangat kasar sampai sangat halus serta lanau/silt. Ukuran butir ini bergradasi dari
sangat halus pada bagian atas hingga sangat kasar pada bagian bawah dan lapisan
yang paling bawah adalah konglomerat polimik. Pada batuan ditemukan struktur
sedimen berupa laminasi sejajar (parallel lamination), laminasi silang-siur (cross
lamination) dan Jenis mineral ubahan yang ditemukan pada sumur MM-2
kedalaman 217-250 m :
 Mineral Lempung (Cl), terdapat pada kedalaman dari 217-250 m dalam
jumlah relatif banyak hingga sangat banyak/berlimpah (15-50 % dari total
mineral ubahan pada batuan) umumnya terbentuk karena proses argilitisasi
sebagai replacement (terubah dan tergantikan) dari mineral utama pada
batuan
 Klorit (Ch) hanya terdapat pada kedalaman 247-250 m dalam jumlah relatif
sedikit (2% dari total mineral ubahan pada batuan), terbentuk sebagai
replacement dari mineral utama dan matrik serta sebagai urat-urat halus
pengisi rekahan pada batuan (sangat sedikit) berasosiasi dengan kuarsa
sekunder dan pirit.
 Pirit (Py) terdapat dari kedalaman 217-250 m dalam jumlah relatif sedang (3-
10% dari total mineral ubahan pada batuan) terbentuk sebagai replacement
dari mineral utama pada batuan dan sebagai urat-urat halus pengisi rekahan
pada batuan berasosiasi dengan kuarsa sekunder.
 Oksida besi (IO) terdapat pada kedalaman 217-250 m dalam jumlah relatif
sedikit (1-2% dari total mineral ubahan pada batuan), terbentuk sebagai
replacement dari mineral utama dan matrik serta dalam jumlah kecil sebagai
urat-urat halus pengisi rekahan pada batuan berasosiasi dengan kuarsa
sekunder, zeolit dan pirit.
 Kuarsa sekunder (SQ) terdapat pada kedalaman 217-250 m dalam jumlah
relatif sedikit hingga sedang (1-8% dari total mineral ubahan pada batuan),
terbentuk sebagai replacement dari mineral utama dan matrik serta sebagai
urat-urat halus pengisi rekahan pada batuan berasosiasi dengan pirit, oksida
besi , anhidrit dan zeolit. 6
 Anhidrit (An) terdapat pada kedalaman 241-250 m dalam jumlah relatif
sedikit (2-3% dari total mineral ubahan pada batuan), terbentuk sebagai
replacement dari mineral utama dan matrik serta sebagai urat-urat halus
pengisi rekahan pada batuan (sangat sedikit) berasosiasi dengan kuarsa
sekunder, zeolit dan pirit.
Sumber: http://psdg.bgl.esdm.go.id/kolokium%202005/panas%20bumi/MAKALAH
%20MM-2%20Laporan.pdf

c) Pemboran Perminyakan
 Pemboran Eksplorasi Minyak
Tujuan pengeboran eksplorasi ini adalah untuk membuktikan ada
tidaknya suatu cekungan mengandung minyak dan atau gas bumi. Pada
permulaan pengeboran ini, data-data pengeboran yang akurat belum tersedia
sehingga memerlukan perencanaan yang tepat dengan memperhitungkan
kemungkinan-kemungkinan masalah yang terjadi selama proses operasi
pengeboran. Selain itu diperlukan pengamatan yang teliti selama proses
pengeboran dilakukan karena kedalaman lapisan batuan yang memiliki sifat-
sifat batuan berbeda yang ditembus oleh mata bor belum diketahui, data-data
sifat-sifat batuan yang diamati perlu dicatat sesuai kedalamannya. Pada
kenyataannya kedalaman akhir (target) yang dituju dalam pengeboran masih
berubah hal ini bias diamati pada data serbuk bor serta data logging. Oleh
karenanya konstruksi sumur yang meliputi desain casing, penyemenan,
lumpur, bit dan material lainnya menyebabkan biaya pengeboran lebih mahal.
Sumur eksplorasi sering disebut sebagai sumur “Wild Cat”, artinya selama
operasi pengeboran akan didapati banyak masalah pengeboran yang akan
ditemukan yang mengakibatkan waktu lebih lama dan biaya lebih mahal
dikarenakan tujuan pengeboran eksplorasi adalah untuk mendapatkan data
seakurat mungkin. Pada umumnya pengeboran eksplorasi dilakukan pertama
kali, titik lokasinya berada di atas puncak suatu perangkap reservoir yang
berbentuk Antiklin. Gambaran pengeboran eksplorasi yang pertama dapat
dilihat pada gambar 3.2.

Gambar 3.
2. Pengeboran Eksplorasi

Pada gambar 3.2. terlihat bahwa pada reservoir terdapat tiga lapisan
fluida yang tersusun dari atas ke bawah sesuai dengan densitasnya yaitu gas
yang memiliki densitas paling ringan berada di atas kemudian di bawahnya
minyak dan di bawah minyak terdapat air. Pertama kali pengeboran
menembus reservoir akan melalui zona mengandung gas dan kemudian
melalu zona minyak di bawahnya, dan akan menembus zona air.. Secara
umum dibawah lapisan minyak terdapat air sebagai batas bawah suatu
reservoir minyak. Batas-batas antara ketiga fluida reservoir tersebut sering
disebut dengan Gas Oil Contact(GOC) untuk batas antara gas dengan minyak
dan Water Oil Contact (WOC) untuk batas antara minyak dan air. Bila
pengeboran pada puncak perangkap tidak menemukan hidrokarbon, reservoir
tersebut kosong atau yang disebut dengan dry hole.
 Pemboran Delinasi Minyak
Jenis pengeboran ini bertujuan untuk mengetahui penyebaran
reservoir, mencari batas-batas, serta ketebalan reservoir. Pada pengeboran ini
sudah ada data sumur dari hasil data-data pengeboran yang dilakukan pada
pengeboran eksplorasi sehingga biaya pengeboran dan konstruksi sumur
sudah dapat diperhitungkan secara relatif.
Gambar 3.3. Pengeboran Deliniasi

Untuk menentukan batas-batas suatu reservoir maka dilakukan


beberapa pengeboran dengan jarak-jarak tertentu dari sumur yang pertama.
Pengeboran sumur yang kedua diharapkan menembus zona minyak dengan
ketebalan yang sangat tipis, dan zona air yang tebal. Hal ini dapat dikatakan
sebagai batas reservoir minyak. Namun bila pengeboran menembus zona
minyak yang tebal seperti pengeboran pada sumur ketiga yang masih
menembus minyak yang tebal dan ketebalan air yang cukup berarti maka hal
ini tidak dapat dijadikan sebagai batasan reservoir. Untuk itu perlu dilakukan
pengeboran yang keempat pada jarak tertentu dari sumur yang kedua.
Ternyata sumur ke empat tidak menemukan minyak, hanya menemukan air
yang sangat tebal. Sehingga batas minyak dan air adalah antara sumur ketiga
dan sumur keempat. Untuk menentukan batas-batas reservoir minyak adalah
berdasarkan ketebalan minyak dari setiap sumur yang dibor. Selanjutnya
berdasarkan ketebalan-ketebalan minyak dari setiap sumur dibuat peta
isopach yang digunakan untuk menghitung volume batuan yang mengandung
minyak.

 Pemboran Eksploitasi Minyak


Pengeboran ini bertujuan untuk meningkatkan pengurasan terhadap
reservoir produksi sekaligus meningkatkan produksi.Pengeboran sumur
eksploitasi memerlukan biaya jauh lebih murah karena data-data sumur sudah
lengkap seperti kedalam dan ketebalan reservoir, jenis dan sifat batuan yang
ditembus mata bor dan lain-lain.
Sumur eksplorasi dapat diubah fungsinya menjadi sumur eksploitasi
dengan catatan sumur eksplorasi tersebut bernilai ekonomis untuk
diproduksiakan. Sumur-sumur yang memproduksikan minyak disebut juga
dengan sumur produksi. Jadi sumur eksploitasi yang berhasil, juga
merupakan sumur produksi.

Gambar.3. 4. Pengeboran Eksploitasi.

 Berdasarkan Lokasi Pemboran Minyak


Jenis pengeboran ini didasarkan pada lokasi dimana pengeboran ini
dilakukan. Berdasarkan letak dari titik lokasi, pengeboran dibedakan
menjadi :
1. Pengeboran darat (Onshore)
Pengeboran darat adalah semua kegiatan pengeboran yang titik
lokasinya berada di daratan. Istilah lainnya adalah Onshore
Drilling.
2. Pengeboran lepas pantai (Offshore)
Pengeboran lepas pantai adalah kegiatan pengeboran yang titik
lokasinya berada di laut lepas pantai samapai perairan yang dalam.
Akan tetapi dapat dimasukkan juga untuk pengeboran lepas pantai
bila titik lokasinya berada pada lingkungan yang berair, seperti
pengeboran di sungai, di rawa dan di danau namun dengan
persyratan kedalam tertentu. Istilah lain untuk pengeboran lepas
pantai adalah Offshore Drilling.

Sumber :
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repositori.kemdikbud.go.id/10405/1/DASAR-DASAR
%2520TEKNIK
%2520PENGEBORAN.pdf&ved=2ahUKEwiFjdvcluPrAhVDzjgGHeWUDm4QFjAFegQIB
RAB&usg=AOvVaw1DkyRbjzyztB-siw4HbOUC

2. Macam-macam alat Pemboran


a) Alat Pemboran Eksplorasi
Bor tangan biasa digunakan saat eksplorasi dangkal seperti placer deposit dan
residual deposit. Ada dua jenis bor tangan, yaitu :
 Bor Tangan Spiral (Auger Drill)l

Bor ini seperti penutup tutup botol dan dapat diputar dengan tank yg hanya dapat
mencapai kedalaman beberapa meter saja.

 Bor Bangka

Alat bor ini dikembangkan di indonesia, dimana suatu alat sehubung atau casing
diberi platform dan diatasnya beberapa orang tetapi bor bangka sama dengan
prinsip bor spiral atau tumbuk.

Sumber :
https://www.slideshare.net/mobile/seed3d/mengidentifikasi-alat-alat-pemboran
b) Alat Pemboran Peledakan
 Drilltech D55SP

Tipe : Rotary  Blast Hole Drill


Kedalaman Maksimum : 17 – 19 m
Diameter Bit : 6,75” – 10” (172 mm – 254 mm)
Mesin : CAT 3412E 760HP (567KW)@1800 RPMKompresor : 1.600 SCFM (45m3
 /menit)@100 PSI (6,9 bar)
Kapasitas Bahan Bakar : 2.271 Liter
Pull  Down Capacity  : 45.000 lb/kN
Torque  Putaran : 80.120 inch/lbKecepatan Putaran : 0 – 130 rpm

 Tamrock Pantera 1500
Tipe : Rotary  Blast Hole Drill 
Panjang Stang Bor : 19 ft (5,791 meter), 14 ft (4,267 meter) dan 12ft (3,657 meter)
Diameteri Bit: 3,5” – 6” (89 mm –152 mm)
FMesin : CAT Diesel

Sumber :

https://id.scribd.com/doc/305012052/Spesifikasi-Alat-Bor

c) Alat Pemboran Bawah Tanah


 Jumbo Drill
Biasa digunakan untuk membuat lubang tembak dan pembersihan batu gantung sisa
peledakan dibawah tanah dapat digunakan sebagai sistem penyangga awal dalam tambang
bawah tanah. Type jumbo drill dilengkapi dengan lengan khusus guna pengisian bahan
peledak yg biasanya berupa ANFO ( Amonium Nitrat Fuel Oil)

 Bor Jeckleg
Bor jackleg (jackleg drill) adalah mesin bor pneumatic yang dilengkapi kaki
hidraulik yang dapat diatur menyesuaikan dengan arah pemboran. Mesin ini
umumnya digunakan untuk mengebor batuan keras (hard rock). Kaki hidraulik
memungkinkan operator melakukan pemboran dalam berbagai sudut. Panjang
batang bor (drill steel) bervariasi mulai dari 60 cm hingga 4.8 m. Mata bor (drill
bit) yang dipasang diujung batang bor dibuat dari baja kualitas tinggi. Mata bor
ini perlu diganti secara berkala akibat aus setelah digunakan melubangi batuan
keras. Berat bor dengan kakinya dapat mencapai bobot 50 kg.

Sumber :
https://id.scribd.com/doc/292580860/Makalah-Alat-Pengeboran-Tambang-Bawah-
Tanah
3. Makalah Pemboran untuk Peledakan

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga makalah
yang berjudul “Kajian Teknis Operasi Peledakan untuk Meningkatkan Nilai
Perolehan Hasil Peledakan di Tambang Batubara Kab. Kutai
Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur” dapat terselesaikan.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan
makalah ini. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk menjadi acuan bagi penyusun untuk menjadi lebih baik lagi.
Semoga makalah kegiatan ini dapat menambah wawasan para pembaca dan
dapat bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Masohi, 11 September 2020

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................
B. TUJUAN
PENELITIAN...............................................................................................
C. METODE PENELITIAN.............................................................................................
D. KEADAAN LOKASI PENELITIAN..........................................................................
E. PELAKSANAAN PENELITIAN................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................
BAB III PENUTUP..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam kegiatan penambangan batubara, salah satu kegiatan awal yang
dilakukan dan penting baik dari sisi teknis maupun ekonomis adalah kegiatan
pengupasan tanah penutup (overburden). Untuk menunjang kelancaran proses
pengupasan tanah penutup tersebut, dapat menggunakan metode pengeboran dan
peledakan untuk membongkar batuan. Berhasil atau tidak suatu kegiatan peledakan
akan mempengaruhi kegiatan selanjutnya terutama kegiatan pemuatan material hasil
peledakan itu sendiri.
Berdasarkan data hasil penelitian diketahui bahwa nilai perolehan yang
didapat setelah kegiatan pemuatan hanya sebesar 89,87 % dari volume yang
seharusnya terbongkar berdasarkan perhitungan teoritis. Hal ini menunjukkan bahwa
target perolehan yang ditetapkan yaitu sebesar 95% tidak tercapai.

B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui dan menganalisis perolehan hasil peledakan berdasarkan
geometri yang diterapkan.
2. Menganalisis distribusi fragmentasi hasil peledakan.
3. Melakukan analisis dari data-data yang diperoleh.
4. Menarik suatu kesimpulan dari kegiatan yang telah dilakukan.

C. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini adalah:


1). Tahap studi literatur, yang dilakukan untuk mencari data sekunder antara lain:
- Lokasi dan kesampaian daerah penelitian.
- Data iklim dan curah hujan.
- Keadaan geologi daerah penelitian.
- Kegiatan penambangan.
- Karakteristik massa batuan.
2). Tahap studi lapangan berupa pengambilan data di lapangan meliputi:
- Rancangan peledakan yang diterapkan.
- Jenis, spesifikasi dan jumlah bahan peledak yang digunakan.
- Perhitungan perolehan hasil peledakan.
D. KEADAAN LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian secara administratif terletak di Desa Separi Besar,


Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi
Kalimantan Timur. Berdasarkan letak geografisnya maka daerah penelitian
merupakan daerah tropis, karena posisinya berdekatan dengan garis khatulistiwa.
Daerah ini terdiri dari dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau yang
saling bergantian sepanjang tahun. Curah hujan rata-rata maksimum adalah 269
mm/bulan. Suhu udaranya berkisar antara 23o-34o dengan kelembaban rata-rata 75%
pada siang hari dan 92% pada dini hari. Stratigrafi daerah studi terdiri dari tiga
satuan batuan. Satuan batulempung dan batulanau merupakan satuan pembawa
batubara (coal bearing formation) yang termasuk anggota Formasi Balikpapan.
Struktur geologi yang berkembang di daerah penyelidikan berupa perlipatan yang
membentuk sinklin asimetris berarah Timur Laut – Barat Daya. Beberapa indikasi
adanya pergeseran morfologi yang bisa ditafsirkan sebagai sesar geser. Arah
memanjang pola penyebaran batubara searah dengan arah sumbu sinklin yaitu
hampir Timur Laut – Barat Daya. Pola penyebaran lapisan batubara berada pada
posisi sayap-sayap sinklin tersebut.

E. PELAKSANAAN PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Desa Separi Besar, Kecamatan Tenggarong Seberang,


Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur dari tanggal 1 April – 30
Juni 2011.

BAB II PEMBAHASAN

Berdasrkan nilai bobot isi dan kuat tekan batuan, maka jenis batuan di daerah penelitian
dapat di katagorikan sebagai batuan yang sangat lunak.

Tabel 1. Nilai Bobot Isi dan Kuat Tekan Batuan

Jenis Bobot isi Kuat Tekan


Batuan ( MPa)
(gr/cm3)
Batupasir 1,195- 1,605 0,2761 - 5,6389
Batulanau 1,307- 1,507 0,2456 - 6,2705
Batulempun 1,344- 1,638 1,9972 - 3,773
g
Sumber : Geology Departement PT. KPUC
Berdasarkan pengamatan maka didapatkan pembobotan untuk massa batuan di lapangan
adalah sesuai dengan Tabel di bawah ini

Tabel 2. Pembobotan Massa Batuan Untuk Peledakan

1. ROCK MASS DESCRIPTION RATING


(RMD)
1.1 Powder/friable 10
1.2 Blocky 20
1.3 Totally massive 50
2. JOINT PLANE SPACING (JPS) RATING
2.1 Close (< 0,1m) 10
2.2 Intermediate (0,1 - 1,0 m) 20
2.3 Wide (>1,0 m) 50
3. JOINT PLANE ORIENTATION RATING
(JPO)
3.1 Horizontal 10
3.2 Dip out of face 20
3.3 Strike normal to face 30
3.4 Dip into face 40
4. SPECIFIC GRAVITY SGI = 25 X 1,638 - 50
INFLUENCE (SGI) = -9
5. HARDNESS (H) 1,5

Seperti di atas, maka lapisan tanah penutup memiliki indeks peledakan dan faktor
batuan sebagai berikut:
Indeks Peledakan (BI)
= 0,5 x (RMD + JPS + JPO + SGI + H)
= 0,5 x (20 + 20 + 30 +(-9) + 1,5)
= 0,5 x (62,5)
= 31,25

Faktor Peledakan (A) = BI x 0,12


= 31,25 x 0,12
= 3,75
Pola pengeboran yang digunakan di PT. MTN menggunakan pola pengeboran zig-zag
persegi panjang (staggered pattern) dengan arah pengeboran tegak. Panjang Burden 7 m,
Spacing 8 m dan kedalaman disesuaikan dengan target elevasi yang dituju.
Pola peledakan yang diterapakan oleh PT. MTN adalah peledakan beruntun antar baris
(hole by hole). Berdasarkan arah runtuhan batuan pola peledakan yang diterapkan adalah
echelon (corner cut). Penentuan arah runtuhan peledakan dida- sarkan pada:
a. Ada tidaknya bidang bebas
b. Ada tidaknya kegiatan lain di sekitar lokasi peledakan
c. Area perkampungan terdekat.

Target produksi pembongkaran tanah penutup pada PT. MTN pada bulan april tahun
2011 sebesar 2.300.000 BCM, sedangkan pembong- karan yang dilakukan dengan
menggunakan pemboran dan peledakan sebesar 85 % dari target produksi pembongkaran
tanah penutup.
Untuk menghitung target produksi pembong- karan tanah penutup menggunakan
pemboran dan peledakan per hari, maka harus diketahui perin- cian hari kerjanya, yaitu:
 Jumlah hari di bulan April: 30 hari
 Di bulan April terjadi 2 kali pergantian shift: 2 hari
 Jumlah hari kerja dalam satu tahun
= 30 hari – 2 hari
= 28 hari

Target produksi pembongkaran tanah penutup dengan metode pemboran dan peledakan
setiap harinya, adalah :
= 2.300.000 BCM/bulan x 0.85
= 1.960.000 BCM/bulan
1.960.000BCM / bulan
=
28hari / bulan
= 70.000BCM/hari

Jumlah volume peledakan untuk setiap peledakan berbeda tergantung pada geometri
yang diterapkan dan juga kondisi cuaca pada saat itu.
Selain menetapkan target produksi peledakan, PT. MTN juga menetapkan target
perolehan hasil peledakan untuk mengontrol keberhasilan kegiatan peledakan yang
dilakukan.

Perolehan = x 100%
Total Volume survey =1.154.687,3 BCM Total Volume Teori =1.282.215,2 BCM

Perolehan = x 100%= 89,87%

Bahan peledak yang digunakan oleh PT. MTN adalah Blasting agent jenis ANFO yaitu
campuran Ammonium Nitrate dengan Fuel Oil. Amonium nitrat yang digunakan adalah
Porous Prilled Ammonium Nitrate buatan orica dengan kemasan

120 kg. Ammonium Nitrate tesebut kemudian dicampurkan dengan Fuel Oil menggunakan
MMU (Mobile Mixer Unit) sehingga terbentuk bahan peledak yang disebut ANFO. Anfo
tersebut mempunyai densitas 0,8 gr/cc dengan VOD (velocity of detonation) sebesar 3700
m/s.

Loading density adalah jumlah bahan peledak per meter panjang kolom isian. Adapun
perhitungan Loading density dalam penelitian ini adalah:
de = 0,508 x De2 x SG
= 0,508 x (7,875)2 x 0,8
= 25,20 kg/m

Pada lubang tembak yang basah, pengisian bahan peledak menggunakan plastik tahan
air (liner) yang berdiameter 6,5 inch. Sehingga loading density pada lubang basah akan
berbeda dengan lubang kering. Loading density pada lubang tembak basah sebagai berikut
:
de = 0,508 x De2 x SG
= 0,508 x (6,5)2 x 0,8
= 17,17 kg/m

Powder factor adalah perbandingan antara jumlah bahan peledak dengan batuan yang
diledakkan. Adapun contoh perhitungan rata-rata powder factor peledakan pada penelitian
ini adalah:

PF =

= 0,24 kg/m3

Powder factor ditentukan berdasarkan perhitungan teknis dan ekonomis sehingga PT. MTN
menetapkan batasan powder factor tidak boleh lebih dari 0,28 kg/m3. Pada saat penelitian
diperoleh data bahwa penggunaan bahan peledak di lapangan tidak pernah melebihi batasan
yang ditetapkan. Powder factor berkisar antara 0,19-0,28 kg/m3. Powder factor di
lapangan sangat dipengaruhi oleh jumlah lubang basah.

Tabel 3. Distribusi Fragmentasi Peledakan Tanggal 11 April


2011

Ukuran
Batuan Persen Tidak
(cm) Lolos Lolos
0 0,00% 100,00%
10 17,94% 82,06%
20 33,83% 66,17%
30 47,01% 52,99%
40 57,77% 42,23%
50 66,47% 33,53%
60 73,45% 26,55%
70 79,03% 20,97%
80 83,47% 16,53%
90 86,99% 13,01%
100 89,78% 10,22%

Gambar 1. Fragmentasi Aktual Hasil Peledakan


Dari data yang diperoleh terdapat 2 (dua) faktor yang memepengaruhi besarnya nilai
perolehan hasil peledakan yaitu: kedalaman lubang ledak dan distribusi fragmentasi hasil
peledakan yang dihasilkan.
Berikut diuraikan faktor yang mempengaruhi besarnya nilai perolehan hasil peledakan.

a. Kedalaman Lubang Ledak Tidak Sesuai dengan Kemampuan Alat Gali Muat
Kemampuan alat gali muat dalam untuk melakukan kegiatan pemuatan dan
pengangkutan dipengaruhi oleh tinggi lantai kerja (front) alat tersebut. Dari hasil
pengamatan diketahui bahwa alat gali muat dapat bekerja optimal dengan tinggi lantai
kerja setinggi 4 m. Dari data survey diperoleh persentase perolehan tiap peledakan
berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena rata-rata kedalaman lubang ledak yang berbeda-
beda disesuaikan dengan target elevasi yang dituju tetapi setelah dilakukan pemuatan
terhadap material hasil peledakan perubahan elevasi tidak sesuai dengan tinggi jenjang
yang di harpkan.

Gambar 4. Nilai Perolehan Berdasarkan Kedalaman Pemboran


Dengan membandingkan antara kedalaman pemboran dengan perolehan hasil yang
didapatkan dari data survey yang dibuat dalam sebuah grafik (Gambar 4) dapat dilihat
bahwa untuk lubang dengan kedalaman lebih dari 8,5 m, perolehan hasil peledakan tidak
maksimal. Perolehan hasil peledakan yang diperoleh lebih besar untuk lubang ledak
dengan kedalaman kurang dari 8,5 m dibandingkan dengan lubang ledak yang
mempunyai kedalaman lebih dari 8,5 m. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan
alat gali. Oleh karena itu disarankan agar keda- laman lubang ledak dibuat sesuai
kemampuan alat gali muat yaitu kedalaman < 8,5 m.

b. Persentase Fragmentasi <100 cm


Selain faktor kedalaman pemboran, hal lain yang mempengaruhi perolehan hasil
peledakan adalahfragmentasi hasil peledakan itu sendiri. Dimana semakin kecil distribusi
fragmentasi akan meningkatkan perolehan hasil peledakan.
Gambar 5. Nilai Perolehan Berdasarkan Persentase Fragmentasi
< 100 cm

Gambar 7. Grafik Hubungan Antara Fragmentasi Kurang dari 100 cm


dengan Powder Factor

Pada hasil perhitungan prediksi fragmentasi dengan rumus Kuz-Ram nenunjukkan bahwa
diper- oleh bahwa rata-rata ukuran fragmentasi lebih dari 100 cm sebesar 12,35% sehingga
dapat dikatakan bahwa target fragmentasi yang diharapkan sudah tercapai.
Distribusi fragmentasi dipengaruhi oleh besar- nya powder factor. Dimana semakin besar
powder factor maka persentase fragmentasi kurang dari 100 cm akan semakin besar
(Gambar 7). Karena powder factor yang digunakan setiap kali peledakan berbeda maka
distribusi fragmentasi juga berbeda. Penggunaan bahan peledak yang sangat dipengaruhi
oleh banyak sedikitnya lubang basah secara langsung akan mempengauhi fragmentasi
yang dihasilkan.
BAB III PENUTUP
 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan, analisa dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1). Perolehan hasil peledakan dari tanggal 11 april 2011 sampai dengan 30 April 2011 sebesar
89,87 %, sehingga dapat dikatakan bahwa target perolehan sebesar 95% tidak tercapai.
2). Besarnya nilai perolehan dipengaruhi oleh kedalaman pengeboran dan distribusi
fragmentasi hasil peledakan.
3). Hasil prediksi ukuran fragmentasi dengan metode Kuz-Ram menunjukkan bahwa target
fragmentasi tercapai dengan ukuran fragmentasi hasil peledakan saat ini pada overburden
di lokasi penambangan PT. Madhani Talatah Nusantara dengan rata-rata powder factor
0,24 kg/m3, boulder (≥ 100 cm) kurang dari 15 % yaitu 12,35 %.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hustrulid W., 1999, Blasting Principles For Open Pit Mining. Colorado School of Mines,
Golden, Colorado, USA.
2. Jimeno C.L. and Jimeno E.L., 1995, Drilling and Blasting of Rocks, Balkema/ Rotterdam/
Brookfield.
3. Koesnaryo. S., 1988, Bahan Peledak dan Metode Peledakan, Fakultas Tambang UPN
“Veteran” Yogyakarta.
4. Koesnaryo. S., 2001, Rancangan Peledakan Batuan, Fakultas Tambang UPN “Veteran”
Yogyakarta.
5. Konya C.J., 1995, Blast Design, Intercontinental Departement, Montville, Ohio.
6. Konya C.J. and Walter E.J., 1990, Surface Blast Design, Prentice Hall, Englewood Cliffs,
New Jers.
7. PT. Kayan Putra Utama Coal, 2002, Laporan Akhir PT. Kayan Putra Utama Coal.
8. Saptono Singgih, 2006, Teknik Peledakan, Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas
Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta.

SUMBER : file:///C:/Users/acer/Downloads/229076073.pdf

Anda mungkin juga menyukai