PENDAHULUAN
sangat luas. Dalam menjawab panggilannya bagi perbaikan kehidupan umat manusia, paling
tidak gereja bergerak di tiga bidang yaitu membangun persekutuan, dan melaksanakan
kesaksian serta pelayanan atau yang seringkali dikenal dengan koinonia, marturia dan
diakonia. Ketiga aspek utama ini kemudian dijabarkan dalam setiap dimensi kehidupan umat
pada khususnya dan dunia pada umumnya, seperti dimensi rohani (moral atau jiwa) dan juga
materiil atau jasmaniah. Belum lagi bila melihat administrasi, keuangan, dan pemeliharaan
inventaris sebagai bagian dari berkat Tuhan bagi operasional gereja. Untuk itu perlu
Gereja tidak mungkin mengatakan bahwa dirinya tidak membutuhkan suatu sistem
hierarki. Baik disadari maupun tidak, gereja memiliki sistem hierarki sendiri. Sistem yang
tidak disadari tidak akan mungkin dapat dievaluasi dan tidak akan memiliki arah dan tujuan
yang jelas. Sistem hierarki yang ditetapkan bersama akan bermanfaat bagi pembangunan
gereja, penetapan tujuan jangka panjang dan juga evaluasi kehidupan gereja.
Hierarki berasal dari kata Hirarchia (bahasa Yunani, yaitu hieros: asal usul suci,
kudus dan arche: tata susunan), yang berarti Tata Kudus.1 Hierarki terkait dengan pelayanan
dalam Gereja yang mengarah kepada Allah yang maha kudus. Hierarki menjadi tanda lahiriah
1
Gerald O’Colin SJ dan Edward G. Farrugia SJ, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hal. 101
1
yang menunjuk pada sifat Gereja sebagai institusi di dunia. Dapat pula dikatakan bahwa
Sistem hierarki di dalam gereja mulai dikenal sejak abad keempat, ketika gereja mulai
diakui sebagai agama negara, sejak saat itu gereja mulai tampak sebagai suatu institusi.
Gereja sebagai institusi semakin lama semakin menguat dari abad ke abad hingga Konsili
Vatikan I, di mana dimaklumkan dogma infabilitas Paus. Ciri-ciri dari gereja institusional
antara lain: Pertama, Sangat nyata segi organisasi lahiriah dan strukturnya yang hierarkis
piramidal. Kedua, kepemimpinan tertahbis sangat dominan. Hal ini dapat dimengerti karena
untuk memimpin suatu institusi mondial memang dibutuhkan kepemimpinan yang kuat.
Ketiga, hukum dan perarturan memainkan peranan yang penting. Hal ini pun dapat
dimengerti sebab tidak gampang mengatur suatu institusi raksasa seperti gereja. Keempat,
sejak abad keempat, ketika gereja mulai akrab atau berseberangan dengan negara, gereja
berkenalan dengan kekuasaan dan kekayaan. Tidak heran gereja sering tampil triumfalistik.2
Dalam bahasa yuridis gereja, hierarki merupakan tata susunan sekelompok pejabat
dalam umat beriman, yang terpanggil untuk merepresentasikan Kristus yang tak kelihatan
sebagai kepala tubuh-Nya, yaitu gereja.3 Hierarki dapat diartikan: secara objektif sebagai
tingkatan-tingkatan dalam tata susunan pejabat gereja. Secara subjektif sebagai pemangku-
pemangku ‘kekuasaan’ suci atau lebih tepat tugas pelayanan (ministerial) untuk membangun
umat beriman secara rohani, supaya orang beriman sedapat-dapatnya bisa berpartisipasi
dalam seluruh kehidupan gereja. Dengan demikian hierarki lebih sebagai ‘awal kesucian’
2
Yosef Lalu Pr, Makna Hidup Dalam Terang Iman Katolik: Gereja Katolik Memberikan Kesaksian Tentang
Makna Hidup (Yogyakarta: Kanisius, 2010), hal 62
3
Adolf Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1992), hal. 28-29
2
Fungsi hierarki tidak lain adalah mempersatukan umat yang tampak dalam tugas-
tugasnya, yaitu: pertama, Tugas gerejani, artinya hierarki melaksanakan fungsinya lebih pada
pembangunan gereja ke dalam (tanpa mengabaikan tugas gereja yang mendunia). Kedua,
tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman, artinya hierarki mempunyai tugas untuk
memimpin dan membimbing serta mempersatukan umat dalam iman sehingga gereja dilihat
sebagai communio dalam iman.4 Dalam melaksanakan tugas fungsional ini, hierarki
Struktur hierarkis adalah tulang punggung ‘apostolisitas’ gereja. Salah satu ciri dari
gereja adalah apostolik. Dengan ciri ini mau ditegaskan adanya kesadaran bahwa gereja
“dibangun atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru”
(Ef. 2:20). Gereja mementingkan hubungan historis, turun temurun, antara para rasul dan
pengganti mereka. Dengan demikian juga menjadi jelas mengapa gereja tidak hanya
mendasarkan diri dalam hal ajaran-ajaran dan eksistensinya pada Kitab Suci, melainkan juga
kepada Tradisi Suci (pengajaran yang bersumber pada ajaran lisan sejak zaman Yesus dan
para Rasul) dan Magisterium (otoritas mengajar gereja yang dipercayakan kepada para Rasul
dan penerus mereka) gereja sepanjang masa. Apostolisitas gereja dinyatakan dalam segala
bidang gereja terutama dalam tiga hal: Pertama, dalam kesetiaan gereja pada Kitab Suci,
karena Alkitab memuat pewartaan para rasul dan pernyataan iman mereka. Kedua, Dalam
tradisi, sebab dalam tradisilah gereja senantiasa menafsirkan dan mengevaluasi situasi
konkret saat ini dengan berpangkal pada sikap iman yang diambilnya dari iman gereja purba
sebagaimana terungkap dalam Alkitab. Ketiga, Dalam hierarki sebagai organ kesatuan gereja,
sebab hubungan hierarki dengan para Rasul dapat disebut ”tulang punggung” apostolik
mengingat para uskup adalah pengganti para Rasul yang sah. 5 Oleh sebab itu hierarki secara
hakiki berdiri di tengah-tengah hidup gereja, dan mengambil bagian aktif dalam hidup umat.
4
Tom Jacob SJ, Dinamika Gereja (Yogyakarta: Kanisius, 1979), hal . 177-178
5
Nico Syukur Dister, OFM, Teologi Sistematika II (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 276
3
Secara sosio-historis hierarki adalah organ yang harus memberi bentuk kepada gereja, dan
merupakan sekaligus kerangka hidup karismatis gereja. Oleh karena itu tugas hierarki
Bala Keselamatan (Salvation Army) adalah salah satu denominasi di kalangan Gereja
Protestan yang terkenal dengan pelayanan sosialnya. 6 Misi mereka adalah menunjukkan kasih
kristiani kepada setiap orang tanpa perbedaan. Gereja ini memiliki empat bidang pelayanan,
yaitu: kerohanian (gereja), pendidikan, sosial dan kesehatan. Sejumlah program yang
dilakukan oleh Bala Keselamatan di Indonesia adalah: Rumah Sakit Umum “William Booth”
di Surabaya, Rumah Sakit Umum “William Booth” di Semarang, Rumah Sakit Ibu dan Anak
(Sulawesi Tengah), Semarang, Kalimantan Timur, serta Panti Asuhan dan Panti Jompo. 7
Sebagian besar umat kristiani pasti mengenal Bala Keselamatan. Bahkan diseluruh
dunia mereka dengan mudah dikenali melalui pakaian seragam lengkap dengan tanda pangkat
dan badge dengan logo SA (Salvation Army). Mereka menyebut diri sebagai Bala Tentara
Allah yang setiap hari maju berperang rohani melawan iblis dan dosa yang menyebabkan
penderitaan manusia, dan mengalahkan segala bentuk kejahatan dalam kehidupan masyarakat
serta memenangkan jiwa-iwa bagi Kristus bahkan yang jahat sekalipun.8 Karena itu pakaian
seragam lengkap dengan tanda pangkat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bagian
pelayanan mereka memberitakan serta memberlakukan injil dan kasih Kristus melalui
pelayanan kemanusiaan yang cakupannya sangat luas, terutama bagi masyarakat terbawah di
6
Jimmy Oentoro, Gereja Impian: Menjadi Gereja Yang Berpengaruh (Jakarta: Gramedia, 2010), 180.
7
Oentoro, Gereja Impian, 182.
8
Jan. S. Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam Dan Di Sekitar Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 259.
4
Pekerjaan besar itu dimulai di Inggris sejak 1865 oleh pemimpin dan jendralnya yang
pertama, William Booth didampingi oleh isterinya Cathrine Mumford Booth. Dari sana Bala
Keselamatan muncul di Inggris pada masa yang disebut sebagai zaman Victoria.9 Hal
mendasar yang penting untuk diperhatikan untuk memahami zaman Victoria ini adalah
berlanjutnya arus pencerahan abad ke-18 atau pola pemikiran yang berkembang pada zaman
ini. Contoh nyata yang mencerminkan pola pikir dan sistem nilai pencerahan ini adalah
paham pemikiran Adam Smith, seorang moralis dan ekonom- politikus Skotlandia yang
dikenal sebagai Bapa Sistem ekonomi Modern. Dari perkembangan arus pencerahan ini
manfaatnya) dan Pragmatism (penghargaan atas kerja dan hal-hal yang bersifat praktis),10
yang pada pada gilirannya memacu setiap orang untuk berlomba mengejar kebahagiaan dan
menghindari penderitaan. Paham ini digabung dengan revolusi ilmu pengetahuan pada abad
ke-16. Para ilmuan seperti: Galileo Galilei, Copernicus dan Isaac Newton yang
Revolusi industri bukanlah suatu proses yang terjadi secara mendadak, melainkan
melalui proses sejarah yang terjadi sebelumnya. Perubahan yang cepat di bidang ekonomi,
yaitu dari ekonomi agraris ke ekonomi industri yang menggunakan mesin dalam mengelola
9
Aritonang, Berbagai Aliran, 260.
10
Aritonang, Berbagai Aliran, 261.
Utilitarianism bertolak dari suatu situasi dimana kita berhadapan dengan pelbagai kemungkinan untuk bertindak
dan kita tidak tahu alternatif mana yang harus kita pilih. Filsuf pertama yang menguraikan utilitarianisme secara
eksplisit dan sistematis adalah Jeremy Bentham (1748-1832). Menurut Bentham, kehidupan manusia ditentukan
oleh dua tetapan dasar nikmat (pleasure) dan perasaan sakit (pain). Karena itu, tujuan moral tindakan manusia
adalah memaksimalisasikan perasaan nikmat dan meminimalisasikan perasaan sakit.
Pragmatism adalah aliran filsafat yang menekankan pengamatan penyelidikan dengan eksperimen (tindak
percobaan), serta kebenaran yang mempunyai akibat–akibat yang memuaskan. Istilah Pragmatisme berasal dari
bahasa Yunani “Pragma” yang berarti perbuatan (action) atau tindakan (practice). Isme sendiri berarti ajaran
atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti
tindakan. Pragmatisme mulai dirintis di Amerika oleh Charles S. Peirce (1893-1942), yang kemudian
dikembangkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952).
5
bahan mentah menjadi bahan siap pakai. Revolusi Industri telah mengubah cara kerja
manusia dari penggunaan tangan menjadi menggunakan mesin. Revolusi Industri juga
ditandai dengan akibat-akibatnya yang revolusioner dalam kehidupan ekonomi, politik dan
sosial.
simbol-simbol Militer, bahkan dilengkapi dengan perintah aturan yang meniru peraturan
disiplin militer dan penuh dengan metafora kemiliteran dan termasuk jenjang
Berdasarkan paparan latar belakang di atas maka dipandang perlu untuk membuat
suatu penelitian dan menemukan gambaran yang lebih menyeluruh terhadap sistem hierarki
gereja Bala Keselamatan. Karena itu penulis akan membahasnya dalam tulisan berjudul:
Sistem Hierarki Gereja Bala Keselamatan (Studi Eklesiologi Tentang Gereja Bala
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang hendak dikemukakan
adalah:
2. Apa dampak dari sistem hierarki tersebut terhadap pelayanan Gereja Bala
Keselamatan?
Keselamatan?
11
Bala Keselamatan, Dipilih Menjadi Prajurit: Perintah dan Aturan Bagi Prajurit Bala Keselamatan (Bandung:
Bala Keselamatan, 1979), 5.
6
1.3. Tujuan Penelitian
Bala Keselamatan.
Keselamatan.
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka signifikansi atau manfaat dari penelitian
ini adalah:
1. Mendapatkan suatu pemahaman tentang bentuk sistem hierarki Gereja Bala Keselamatan.
2. Bagi Fakultas Teologi UKSW, tulisan ini dapat menambah khasanah pengetahuan
akademika, khususnya sebagai sumbangan bagi mata kuliah Sejarah Gereja, Eklesiologi,
3. Bagi Gereja dan bagi para pelayan jemaat, agar menjadi bahan bacaan untuk menambah
Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Metode ini diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah
yang diselidiki dengan menggambarkan atau mendeskripsikan keadaan subyek atau obyek
penelitian (individu, lembaga, masyarakat dan lain-lain). Pada saat sekarang berdasarkan
7
fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. 12 Sedangkan pendekatan kualitatif berusaha
memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam
1. Data Primer
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi pustaka, yang dipakai
Gereja sebagai Institusi yang akan menjadi tolak ukur untuk menganalisa hasil
3. Analisa Data
Dalam proses penelitian ini, data yang dikumpulkan berupa informasi uraian
12
H. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1990), 63
13
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 79
14
Usman dan Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, 50
8
4. Tempat Penelitian
Dalam Bab I, saya akan menguraikan tentang latar belakang penulisan. Selanjutnnya
ada batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, signifikansi
Dalam Bab II, penulis akan menguraikan tentang teori-teori yang menjelaskan
Dalam Bab III, penulis akan membahas Sistem Hierarki dalam Gereja Bala
Keselamatan. Bab ini merupakan hasil penelitian yang memuat data yang berhasil
dikumpulkan, yaitu: sejarah Gereja Bala keselamatan secara umum dan sejarah Gereja Bala
Keselamatan di Indonesia secara khusus serta misi pelayanan Bala Keselamatan di Indonesia.
Dalam Bab IV, penulis akan menguraikan tinjauan teologis gereja dan kritik
eklesiologi terhadap sistem hierarki Gereja Bala Keselamatan, yang berisikan analisa data
Dalam Bab V, penulis akan menguraikan kesimpulan dari keseluruhan isi tulisan ini,
serta saran yang dapat membangun, yang berdasar dari tulisan pada bab-bab sebelumnya.