NIM : P07124118185
D3 Kebidanan
Semester 3B
Asuhan Kebidanan Pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi
2 Langkah Penatalaksanaan Tubektomi
A. Pengertian
Tubektomi adalah tindakan oklusi atau pengambilan sebagian saluran telur wanita
untuk mencegah proses fertilisasi. Setelah tubektomi fertilitas dari pasangan tersebut
akan terhenti secara permanen. Waktu yang terbaik untuk melakukan tubektomi pasca
persalinan yaitu tidak lebih dari 48 jam sesudah melahirkan karena posisi tuba mudah
dicapai oleh sub umbilicus dan rendahnya resiko infeksi. Bila masa 48 jam pasca
persalinan telah terlampaui maka pilihan untuk memillih tetap tubektomi, dilakukan
setelah 6-8 minggu persalinan atau pada masa interval (Saifuddin, 2007)
Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur yang mengakibatkan
orang atau pasangan yang bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi.
Kontrasepsi ini untuk jangka panjang dan sering disebut tubektomi atau sterilisasi
(Handayani, 2010).
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas
(kesuburan) seorang perempuan yang dilakukan dengan cara eksisi atau menghambat
tuba fallopi yang membawa ovum dari ovarium ke uterus. Tindakan ini mencegah
ovum dibuahi oleh sperma di tuba falopii (Everett, 2008)
Tubektomi atau juga dapat disebut dengan sterilisasi merupakan tindakan
penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur
tidak dapat melewati saluran telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu
dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu gairah seks
wania tidak akan turun (BKKBN, 2008)
1
g. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi
hormon ovarium)
2. Kekurangan
Berdasarkan Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, kekurangan dari
tubektomi antara lain:
a. Metode ini merupakan metode kontrasepsi permanen yang tidak dapat
dipulihkan kembali, kecuali dengan operasi rekanalisasi
b. Anda mungkin akan menyesal di kemudian hari karena memilih metode ini.
Ini bisa terjadi jika anda belum memiliki keyakinan yang benar-benar mantap
memilih metode ini.
c. Akan mengalami rasa sakit dan ketidaknyamanan jangka pendek setelah
dilakukan pembedahan
d. Risiko komplikasi dapat meningkat jika dilakukan anestesi umum
e. Dibutuhkan dokter spesialis ginekologi atau dokter spesialis bedah jika yang
dilakukan adalah proses laparoskopi
f. Tidak dapat melindungi anda dari infeksi menular seksual, termasuk
HIV/AIDS.
C. Sasaran Tubektomi
1. Yang dapat Menjalani Tubektomi
a. Usia >26 tahun
b. Memiliki keturunan > 2
c. Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan kehendaknya
d. Pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kesehatan yang serius
e. Pasca persalinan
f. Pasca keguguran
g. Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini
2
2. Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
3. Pascapersalinan;
Minilap: di dalam waktu 2 hari atau hingga 6 minggu atau 12 minggu,
laparoskopi tidak tepat untuk klien pascapersalinan
4. Pascakeguguran;
Triwulan pertama (minilap atau laparoskopi),
Triwulan kedua (minilap saja).
Operasi abdomen
Riwayat operasi Bekas secsio sesaria (tanpa lainya,perlekatan atau
abdomen/panggul. perlekatan). terdapat kelaianan pada
pemerikaan panggul.
Riwayat radang
Pemeriksaan dalam ada
panggul, hamil Pemeriksaan dalam normal
kelainan.
ektopik, apendisitis.
Anemia HB ≥ 8g% HB < 8g%
Sumber: (Buku Panduan Pelayanan Kontrasepsi, 2006)
3
(suprapubik) maupun subumbilikal (pada lingkar pusat bawah). Tindakan ini
dapat dilakukan terhadap banyak klien, relatif murah, dan dapat dilakukan
oleh dokter yang diberi latihan khusus. Operasi ini aman dan efektif
b. Laparoskopi
Prosedur ini memerlukan tenaga spesialis kebidanan dan penyakit
kandungan yang telah dilatih khusus agar pelaksanaannya aman dan efektif.
Teknik ini dapat dilakukan pada 6-8 minggu pascapersalinan atau setelah
abortus (tanpa komplikasi). Laparoskopi dapat digunakan dengan anastesi
lokal dan diperlakukan sebagai klien rawat jalansetelah pelayanan.
G. Prosedur Tubektomi
1. Minilaparotomi
a. Konseling prabedah
1) Kenalkan diri anda dan sapa klien dengan hangat.
2) Tanyakan klien tentang jumlah anak dan riwayat obstetrinya
3) Telaah cataan medik untuk kemungkinan kontraindikasi.
4) Jelaskan tentang teknik operasi yang akan dilakukan
5) Jelaskan bahwa operasi akan berjalan singkat.
5
Langkah 21 : pindahkan klien dari ruang operasi ke ruang pulih untuk mengamati1 jam
Langkah 22 : intruksikan perawat unruk mengamati tanda-tanda vital klien.
Dekontaminasi
Langkah 23 : bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin 0,5 %, biarkan terendam
dalam larutan tersebut selama 10 menit.
Langkah 24 : lepaskan gaun operasi, topi serta masker dan taruh pada tempat yang
tersedia.
Langkah 25 : cuci lengan dengan air mengalir
Langkah 26 : periksm seluruh peralatan operasi yang telah dipakai dan direndam dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit
Langkah 27 : periksa tabungdan jarum suntik yang telaah di pakai di rendam dalam
larutan klorin 0,5% dan ditempatkan terpisah dari peralatan.
Langkah 28 : pariksa kasa dan lain-lain sudah terkontaminasi dari darah pasien.
b. Konseling dan Intruksi Pascabedah
a) Tanyakan pada klien bila masih ada yang ingin diketahuinya tentang
tubektomi.
b) Jelaskan pada klien untuk menjaga luka bekas operasi agar tetap kering.
c) Menjelaskan kepada klien untuk tidak bersenggama selama 1 minggu.
d) Jelaskan kepada klien apabila ada keluar rasa sakit atau terjadi
pendarahan pada kuka operasa atau kemaluan untuk segera kembali ke
klinik atau rumah sakit.
e) Memberitahu pasien bila tidakada keluhan, klien dapat melakukan
pemeriksaan ulang 1 minggu kemudian.
f) Klien di pulangkan bila keaadaan stabil 4-6 jam.
2. Laparoskopi
Pneumoperitoneum
Langkah 1 : Instruksikan teknisi untuk menempatkan klien dalam posisi kepala ke
bawah (trendelenberg)dengansudut 60 % .
Langakah 2 : Dengan hati-hati ambil bagian pinggir umbilikal inferior dengan
menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan anda yang tidak dominan dan
angkat dinding abdomen menjauhi usus.
Langkah : Dengan menggunakan ujung pisau bedah (skapel) buatsayatan kecil, sekitar
1,5 cm, pda kulit di sepanjang pinggiran margin umbilikal inferior.
Langkah 4 : Ambil batang jarum varres dan insersikan melalui sayatan tersebut pada
sudut 45 ﹾmenujupelvis. Dua bagian merupakan bagian lepas yang berbeda
6
akan terasa pada saat fasia terpenetrasi dan tonium dengan gas CO2
dialirkan.
Langkah 5 : Hubungkan selang insuflator pada stop cock jarumverres. Minta teknisi
untuk menyambungkan ujung yang lain ke unit insuflator .
Langkah 6 : Periksa apakah abdomen telah dimasuki dengan benar dengan
menggunakan alat ukur tekanan pada unit insuflator untuk memeriksa
tekanan negatif intra abdomen (cara lain, tempatkan setetes anastesi pada
bukaan luer-lok jarum verres dan perhatikan perembesannya ketika dinding
abdomen diangkat secara maual).
Langkah 7 : Gunakan tombol aliran tinggi dari unit insuflator untuk memasukkan gas
CO2 pada kecepatan 1 liter per menit.
Langkah 8 : Mulailah insuflati abdomen.
Langkah 9 : Ketuk-ketuk abdomen bagian bawah dan dengarkan apakah terdapat suara
seperti drum yang mengindikasi terbentuknya pneumoperitoneum dengan
sempurna.
Langkah 10 : Lepas jarum verres setelah memasukkan 1,5 – 2,0 liter CO2 ata setalah
abdomen bagian bawah mencapai ukuran seperti hamil 20 minggu.
Langkah 11 : Minta perawat untuk mengisi cincin fallopii
Akses Abdomen
Langkah 1 : periksa katup terompet dan seal karet dari lengan trokar untuk memastikan
bahwa alat tersebut hampa udara.
Langkah2 : perluas sayatan awal hingga mencapai lebar sekitar 2 cm.
Langkah : rakit unit trokar dengan memasukkan trokar ke dalam lengan trokar
Langkah 4 : ambil dinding abdomen anterior yang langsung berda di bawah umbilikus
dan angkat.
Langkah 5 : tahan trokar yangtelahdi rakit pada tangan yang dominan, pastikan bahwa
thenar eminence berada di ujung atas trokar.
Langkah 6 : miringkan pegangan trokar menuju kepla dengan sudut 60-70 ﹾdengan
mengarahkan ujung trokar ke sebuah titik khayalan di tempat kantung
douglas berada. Aplikasikan gaya ke bawah dan memelintir untuk
membaikkan fasia dan peritoneum. Hentikan setelah melepas perotoneum.
Langkah 7 : tarik trokar sedikit dan majukan lengan trokatr 1-2 cm ke dalam rongga
abdomen. Lepas tanpa melepas lengan trokar.
Langkah 8 : hubungkan selang insuflator ke stop cock trokar dan buka. Masukkan udara
sesuai dengan kebutuhan.
7
Langkah 9 : hubungkan kabel cahaya fiber optic ke laprokator dan minta teknisi untuk
menyalakan sumber cahaya.
Langkah 10 : tahan mekanisme katup terompet trokardi antara jari tengan dan thenar
eminence dari tangan yang tidak dominan dengan posisi telapan tangan
menghadap ke bawah.
Langkah 11 : tahan bagian hand grip laprokator dengan menggunakan ibu jari tengah dan
jari manis dari tangan yang dominan, biarkan telunjuk bebas.
Langkah 12 : masukkan ujung laprokator ke dalam lengan trokar. Buka katup terompet
dan masukkan laprokator perlahan-lahan secara dilihat langsung, lakukan
manuver unit laprokator trokar menuju ronggapelvis.
Langkah 13 : periksa dan identifikasi struktur rongga pelvis
Oklusi Tuba
Langkah 1 : Pastikan lokasi dan lakukan konfirmasi saluran tuba fallopi dengan melacak
saluran tuba dari kornu sampai ujungfimbria
Langkah 2 : Buka ujung forsep secara penuh dengan menekan trigger operating side
(pemici/pelatuk) menjauhi hand grip
Langkah 3 : Tempatkan ujung posterior di bawah aspek inferior tuba sekitar 3 cm dari
kornu. Perlahan-lahan tarik ujung forsep dengan menarik operating side
(pemici/pelatuk) menuju hand grip. Gerakkan laprokator ke depan selama
penarikan ujung forsep untuk mengurangi resiko laserasi atau cedera pada
tuba. Lanjutkan penarikan sampai tegangan pegas terasa
Langkah 4 : Dengan menggunakan telunjuk periksa bahwa adaptor cincin (ring) berada
dalam posisi #1 tanpa melepas pandangan dari teropong laprokator. Berikan
tekanan tambahan operating slide untuk mengatasi tegangan pegas dan
untuk melepas cincin falopi(falope ring). Perlahan-lahan dorong operating
slide untuk membuka ujung-ujung forsep dan lepas saluran tuba falopi yang
telah di tutupi tersebut.
Langkah 5 : Periksa apakah penyumbatan tuba telah memadai atau tidak,yaituterdapat
sebuah loop berukuran 2 cm di atas cincin falopi/falope ring,dan periksa
adakah terdapat perdarahan aktif atau tidak. Tarik ujung-ujung forsep
seluruhnya sebelum pemeriksaan dilakukan
Langkah 6 : Tentukan lokasi dan komfirmasi keadaan saluran tuba berikutnya.
Manipulasi kanula rubin bila diperlukan.
Langkah 7 : Tempatkan dua adaptor cincin (ring adaptor) di posisi #2. Ulangi langkah 2-
5 untuk menyumbat saluran tuba.
Langkah 8 : Periksa rongga pelvis untuk melihat adanya perdarahan dan cedera organ
lain.
8
Langkah 9 : Lepas laprokator dari rongga perut dan matikan sumber cahaya eksternal.
Biarkan kantup terompet (trumpet valve) tokar ujung terbuka untuk
mengempiskan abdomen. Lepas trokar, goyangkan sesuai dengan
kebutuhan untuk membantu omentum jauh. Kembalikan posisi meja operasi
dari posisi trendelenberh ke posisi horizontal.
Langkah 10 : Tutup sayatan dengan jahitan tunggal, sederhana dengan menggunakan
catgur kromik. Beri antiseptic dan balut luka tersebut
Hal- hal yang Harus Dilakukan Pascabedah
Langkah 1 : Minta perawat untuk melepaskan kanula rubin dan vulsellum, jika telah
di gunakan, dan tempatkan dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi.
Langkah 2 : Pastikan bahwa klien dipindahkan dengan aman ke ruang
pascabedah(pemulihan)
Langkah 3 : Pastikan bahwa jarum ditangani dengan seharusnya. Jika jarum akan
digunakan kembali, pastikan bahwa perawat mengisi spuit (dengan jarum
masih terpasang) dengan larutan klorin 0,5% dan rendam spuit dan jarum
tersebut selama 10 menit. Jika jarum dan spuit akan dibuang, pastikan
bahwa perawat telah membilasnya dengan larutan klorin tiga kali dan
menyimpannya di wadah yang tahan bocor atau tusukan jarum. Cara lain
adalah dengan membuang jarum dan spuit dalam wadah yang tidak dapat
tertusuk oleh jarum. Tempatkan semua instrument dalam larutan klorin
0,5% untuk dekontaminasi dan rendam selama 10 menit.
Langkah 4 : Jika mata pisau scalpel akan dibuang maka ambil scalpel dari larutan klorin.
Kemudian lepas mata pisau dengan menggunakan forsep dan simpan dalam
wadah yang tidak dapat ditembus benda tajam. Buang bahan-bahan limbah
dengan cara menempatkannya dalam wadah tahan bocor atau kantung
plastic.
Langkah 5 : Rendam sebentar sarung tangan yang masih melekat pada tangan dalam
larutan klorin 0,5%. Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik. Jika
sarung tangan akan dibuang, tempatkan dalam wadahtahan bocor atau
kantung plastic. Jika sarung tangan akan di gunakan kembali, rendam dalam
klorin selama 10 menit.
Langkah 6 : Cuci tangan dengan seksama menggunakan sabun dan air lalu keringkan
dengan handuk kering dan bersih atau biarkan kering oleh udara
Langkah 7 : Pastikan bahwa klien dimonitor pada interval yang teratur dan tanda –tanda
vital diukur.
Langkah 8 : Tentukan kapan klien siap untuk pulang (setidaknya 1-2 jam setelah
pemberian obat-obatan IV)
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tubektomi adalah tindakan oklusi atau pengambilan sebagian saluran telur wanita
untuk mencegah proses fertilisasi. Setelah tubektomi fertilitas dari pasangan tersebut
akan terhenti secara permanen. Waktu yang terbaik untuk melakukan tubektomi pasca
persalinan yaitu tidak lebih dari 48 jam sesudah melahirkan karena posisi tuba mudah
dicapai oleh sub umbilicus dan rendahnya resiko infeksi. Bila masa 48 jam pasca
persalinan telah terlampaui maka pilihan untuk memillih tetap tubektomi, dilakukan
setelah 6-8 minggu persalinan atau pada masa interval (Saifuddin, 2007)
Pelaksanaan pelayanan tubektomi dilakukan dengan tindakan operasi, yang mana
terdapat 2 teknik operasi yang dikenal dan sering digunakan dalam pelayanan
tubektomi, aitu minilaparotomi dan laparoskopi. Teknik ini menggunakan anestesi
lokal dan ila dilakukan secara benar, kedua teknik tersebut tidak banyak menimbulkan
komplikasi pasca-bedah (Buku Panduan Pelayanan Kontrasepsi, 2006)
10