Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALITIK
SPEKTROFOTOMETRI

Oleh:
KELOMPOK 3
1. Adelia Dwi

(H0916001)
2. Ariffa Fathonia H (H0916008)
3. Asta Pramesisti (H0916000)
4. Ayodya (H0916014)
5. Dahlia Puspitasari (H0916020)
6. Dyah Ayuningtyas Utami (H0916029)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017

ACARA IV
SPEKTROFOTOMETRI

A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum acara IV Spektrofotometri ini adalah untuk:
a. Mahasiswa mampu menentukan panjang gelombang maksimum
b. Mahasiswa mampu membuat kurva standar
c. Mahasiswa mampu menentukan konsentrasi larutan berwarna

B. TINJAUAN PUSTAKA
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau
absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan
pengukuran menggunakan spektrofotometer ini, metoda yang digunakan
sering disebut dengan spektrofotometri.
A= log ( Io / I1 ) = abc
Keterangan :
Io = Intensitas sinar datang
I1 = Intensitas sinar yang diteruskan
a = Absorptivitas
b = Panjang sel/kuvet
c = konsentrasi (g/l)
A = Absorban
(Kurniawati dan djarot, 2016).
Cahaya/sinar yang masuk dengan intensitas tertentu (I0) akan
berkurang intensitasnya ketika melewati larutan. Berkurangnya intensitas
sinar dikarenakan adanya serapan oleh larutan yang dilewati. Intensitas
cahaya setelah melewati larutan (It) disebut dengan transmitansi (T), dan
biasanya dinyatakan dalam satuan persen tranmitan (%T). Sedangkan
cahaya yang diserap adalah absorbansi (A). %𝑇= It I0 x100 - Log T = Log
It I0 = A (Kurniawati dan djarot, 2016).
Berdasarkan hukum Lambert-Beer, absorbansi dari suatu sampel
akan sebanding dengan ketebalan, konsentrasi sampel dan absorbtifitas
molar. Bila ketebalan benda (b) atau konsentrasi materi (c) yang dilewati
bertambah, maka cahaya akan lebih banyak diserap. Jadi absorbansi
berbanding lurus dengan ketebalan dan konsentrasi. Selain itu, faktor
yang berpengaruh terhadap besar kecilnya absorbansi adalah absorptifitas
molar (ε) dari larutan yang di ukur itu sendiri. Sehingga dari persamaan
diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:
A= ε bc
Hubungan antara absorbansi A dengan konsentrasi zat pengabsorbsi
adalah linier. Ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan yang
mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu :
a. Syarat konsentrasi, larutan yang dianalisis harusencer. Pada
konsentrasi tinggi jarak rata-rata di antara zat pengabsorbsi menjadi
kecil sehingga masing-masing zat mempengaruhi distribusi muatan
tetangganya. Interaksi ini dapat mengubah kemampuan untuk
mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang yang diberikan.
b. Syarat kimia, zat pengabsorbsi tidak boleh terdisosiasi atau bereaksi
dengan pelarut menghasilkan suatu produk yang berbeda dari zat yang
dianalisis.
c. Syarat cahaya, hukum Beer berlaku untuk cahaya yang betul - betul
monokromatik (cahaya yang mempunyai satu macam panjang
gelombang).

d. Syarat kejernihan, larutan yang dianalisis harus jernih karena


kekeruhan larutan yang disebabkan oleh partikel - partikel koloid akan
dihamburkan oleh partikel - partikel koloid akibatnya kekuatan cahaya
yang diabsorbsi berkurang dari yang seharusnya
(Kurniawati dan djarot, 2016).
Analisa suatu cuplikan dengan spektrofotometri sinar tampak
biasanya meliputi empat tahap pengerjaan, yaitu :
a. Pembentukkan molekul yang dapat menyerap sinar di daerah sinar
tampak (pewarnaan).
b. Pemilihan panjang gelombang.
c. Pembuatan kurva kalibrasi.
d. Pengukuran absorbansi cuplikan.
Karena warna sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah kuning.
Hal ini berarti sampel tersebut menyerap gelombang elektromagnetik pada
daerah komplemen warna kuning, yaitu daerah lembayung (violet) dan/atau
daerah biru. Dapat diduga bahwa sampel ini akan mempunyai serapan di
daerah 400-435 nm (violet) dan/atau 435-480 nm (biru) (Huda, 2001).
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang didasarkan
pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan
berwarna. Pengukuran ini dilakukan pada panjang gelombang spesifik
dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan
tabung foton hampa. Metode spektrofotometri memiliki keuntungan yaitu
dapat digunakan untuk menganalisa suatu zat dalam jumlah kecil
(Fessenden dan Fessenden, 1982).
Absorbsi energi direkam sebagai absorbans (bukan transmitan
seperti dalam spektra inframerah). Absorbans pada suatu panjang
gelombang tertentu didefinisikan sebagai :
I0
A = log
I
dengan : A = absorban
I0= intensitas berkas cahaya rujukan
I = intensitas berkas cahaya contoh
Absorban suatu senyawa pada suatu panjang gelombang tertentu
bertambah dengan banyaknya molekul yang mengalami transisi. Oleh
karena itu, absorbansi bergantung pada struktur elektronik senyawanya dan
juga pada kepekatan contoh dan panjangnya sel contoh. Sehingga ahli kimia
menyatakan absorbansi energi itu sebagai absorbtivitas molar e dan bukan
sebagai absorbansi sebenarnya (Fessenden dan Fessenden, 1982).
Dalam metode spektrometri larutan sampel menyerap radiasi
elektromagnetik dari sumber yang tepat dan jumlah yang diserap
berhubungan dengan konsentrasi analit dalam larutan. Larutan tembaga
berwarna biru karena menyerap warna, kuning, pelengkap dari cahaya
putih dan mengirimkan cahaya biru yang tersisa. Larutan tembaga
terkonsentrasi, cahaya lebih kuning diserap dan lebih dalam warna biru
yang dihasilkan dari solusi. Dalam metode spektrometri jumlah cahaya
kuning ini diserap akan diukur dan terkait dengan konsentrasi. Kita dapat
memperoleh pemahaman yang lebih baik spektrometri serapan dari
pertimbangan spektrum elektromagnetik dan bagaimana molekul
menyerap radiasi (Boybul dan Iis, 2009).
Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu
pemeriksaan visual. Dengan studi lebih mendalam dari absorbsi energi
radiasi oleh macam - macam zat kimia memperkenankan dilakukannya
pengukuran ciri - cirinya serta kuantitatifnya dengan ketelitian lebih besar.
Dalam penggunaan pada masa sekarang, istilah spektrofotometri
mengingatkan pengukuran berapa jauh energi radiasi diserap oleh suatu
sistem sebagai fungsi panjang gelombang dari radiasi, maupun pengukuran
absorpsi terisolasi pada suatu panjang gelombang tertentu. Spektrum
cahaya tampak dan warna-warna komplementer :
Panjang Gelombang Warna Warna Komplementer
(nm)
400-435 Violet Kuning-hijau
435-480 Biru Kuning
480-490 Hijau-biru Oranye
490-500 Biru-hijau Merah
500-560 Hijau Ungu
560-580 Kuning-hijau Violet
580-595 Kuning Biru
595-610 Oranye Hijau-biru
610-750 Merah Biru-hijau
(Day dan Underwood, 1998).
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbansi meliputi jenis pelarut,
pH, suhu, konsentrasi elektrolit yang tinggi dan adanya zat pengganggu.
Pengaruh - pengaruh ini harus diketahui; kondisi analisis harus dipilih
sedemikian hingga absorbansi tidak akan dipengaruhi sedikitpun.
Kebersihan juga akan mempengaruhi absorbansi termasuk bekas jari pada
dinding tabung harus dibersihkan dengan kertas tisu dan hanya memegang
bagian ujung atas tabung sebelum pengukuran (Neldawati dkk., 2013).
Spektrofotometri terdiri dari mengukur rasio dari dua radiasi energi
pada frekuensi atau panjang gelombang tertentu dan kemudian
mengulanginya pengukuran pada frekuensi atau panjang gelombang lain
sesuai yang diinginkan selama rentang spektral yang penting. Rasio dari
energi radiasi ini dapat ditentukan dengan visual, foto-grafis, atau
fotolistrik. Dalam spektrofotometri visual, bagian fotometri dari instrumen
meliputi bidang fotometri dua bagian dan variasi sarana pencahayaan dari
salah satu bagian sehingga mata hanya digunakan untuk mendeteksi yang
tidak tampak dan akhirnya untuk menilai perbandingan dari dua bagian.
Memvariasikan sarana pencahayaan dari salah satu bagian dikalibrasi,
sehingga nilai sebenarnya dari poin yang sesuai ditentukan oleh sistem
tambahan Fotometri fotografi ini biasanya digunakan ketika spektrograf
konvensional digunakan sebagai media pendispersi (Timma, 1952).
C. METODOLOGI
1. Alat dan Bahan
a. Alat:
a.) Beaker Glass

b.) Kuvet
c.) Labu ukur 50 ml
d.) Pipet volume 10 ml
e.) Propipet

f.) Spektrofotometer
g.) Tabung reaksi dan rak tabung reaksi
b. Bahan
a) Aquades
b) Larutan blanko
c) Teh botol sosro
d) Vit la vite rasa jambu

2. Cara Kerja
a. Penentuan Larutan Standar

10 mL, 12,5 mL, 15 mL, 17,5 mL, dan 20


mL sampel
Aquades Penambahan ke dalam labu ukur sampe
tanda tera

Penggojogan

Gambar 5.1 Diagram Alir Penentuan Larutan Standar

b. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Larutan teh sosro konsentrasi 40%

Penentuan lamda maksimum menggunakan


spektrofotometer dengan λ = 460, 480, 500,
520, 540, 560, 580, 600 nm.

Pembuatan grafik λ dengan Å

Pengulangan untuk larutan vit le vitae

Gambar 5.2 Diagram Alir Penentuan Panjang Gelombang


Maksimum

c. Penentuan Kurva Standar

Larutan teh sosro konsentrasi 20%, 25%,


30%, 35%, 40%

Penentuan absorbansi dengan λ = 480 nm


dan λ = 460 nm untuk shift 2
Pembuatan grafik hubungan konsentrasi dan
absorbansi

Pengulangan untuk larutan vit le vitae


Gambar 5.3 Diagram Alir Pembuatan Kurva Standar

d. Penentuan Konsentrasi Cuplikan

Larutan teh sosro konsentrasi 40%

Penentuan absorbansi menggunakan


spektrofotometer dengan λ = 480 nm

Penentuan grafik hubungan konsentrasi dan


absorbansi dengan kurva standar

Pengulangan untuk larutan vit le vitae

Gambar 5.4 Diagram Alir Penentuan Konsentrasi Cuplikan

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Spektrofotometer merupakan suatu alat yang digunakan untuk


mengukur absorbans suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang.
Dengan mengukur tingkat penyerapan radiasi (absorbansi) atau mengukur
radiasi yang ditentukan (transmitan), konsentrasi unsur dalam cuplikan dapat
diketahui (Boybul dan Iis, 2009). Spektrofotometer berdasarkan sumber
cahaya yang digunakan terdiri atas empat jenis yaitu spektrofotometer visible
(vis), spektrofotometer visible-ultra (uv), spektrofotometer visible-ultra violet
(vis-uv), spektrofotometer inframerah (IR). Jenis yang pertama adalah
spektrofotometer visible (vis) yang digunakan sebagai sumber sinar/energi
adalah cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum
elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata manusia dengan panjang
gelombang sinar tampak adalah 380 – 750 nm. Sehingga semua sinar yang
dapat dilihat oleh mata manusia, maka sinar tersebut termasuk kedalam sinar
tampak (visible). Jenis yang kedua adalah spektrofotometer visible-ultra (uv)
didasarkan pada interaksi sampel dengan sinar UV. Sinar UV memiliki
panjang gelombang 190-380 nm. Sebagai sumber sinar dapat digunakan
lampu deuterium. Jenis yang ketiga adalah spektrofotometer visible-ultra
violet (vis-uv), merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible
yang menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan
sumber cahaya Visible. Jenis yang keempat adalah spektrofotometer
inframerah. Spektrofotometer jenis ini digunakan dalam mendeteksi gugus
fungsional, mengidentifikasi senyawa, dan menganalisis campuran
(Day dan Underwood, 1998).
Berdasarkan jumlah kuvet yang digunakan, spektrofotometer dibagi
menjadi dua jenis, yaitu spektrofotometer single-beam dan spektrofotometer
double-beam. Spektrofotometer single-beam, cahaya hanya melewati satu
arah sehingga nilai yang diperoleh hanya nilai absorbansi dari larutan yang
dimasukkan (hanya satu kuvet). Pada spektrofotometer double-beam, nilai
blanko dapat langsung diukur bersamaan dengan larutan yang diinginkan
dalam satu kali proses yang sama (langsung dua kuvet). Prinsipnya dengan
menggunakan chopper yang akan membagi sinar menjadi dua dimana salah
satu melewati blanko (disebut juga reference beam) dan yang lainnya
melewati larutan (disebut juga sample-beam). Dari kedua jenis
spektrofotometer tersebut, spektrofotometer double-beam memiliki
keunggulan lebih dibanding single-beam, karena nilai absorbansi larutannya
telah mengalami pengurangan terhadap nilai absorbansi blanko. Selain itu,
pada single-beam ditemukan juga beberapa kelemahan seperti perubahan
intensitas cahaya akibat fluktuasi voltase (Mahfudloh, 2010).
Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis
yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara
kuantitatif dan kualitatif menggunakan spektrofotometer
(Mukti, 2012). Prinsip dari pengujian spektrofotometri adalah melewatkan
cahaya kepada sampel dengan panjang gelombang tertentu. Cahaya
didatangkan dari sumber. Sumber yang bisa digunakan ada inframerah, UV,
dan lampu wolfram. Sinar dari sumber diteruskan pada monokromator.
Monokromator disini berbentuk prisma dan berfungsi untuk mendispersi
cahaya yang datang. Setelah itu melalui pengaturan alat, panjang gelombang
yang akan digunakan dapat ditentukan. Setelah itu panjang gelombang
tertentu dilewatkan pada sampel. Cahaya yang terserap oleh sampel inilah
yang disebut dengan absorban (Day dan Underwood, 1998).
Metode spektrofotometri didasarkan pada Hukum Lambert-Beer. Bunyi
Hukum Lambert “Bila suatu sumber sinar monokromatik melewati medium
transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan
bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorpsi.”
Bunyi Hukum Beer “Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara
eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar
tersebut”. Dan bunyi hukum hukum Beer - Lambert “Ketika sinar cahaya
dilewatkan melalui sel transparan yang berisi larutan zat
absorbing,pengurangan intensitas cahaya dapat terjadi”. Secara matematis,
hukum Lambert dinyatakan sebagai
A=abc
Dimana , A = absorbansi atau kepadatan optik
a = absorbtivitas atau koefisien kepunahan
b = panjang lintasan radiasi melalui sampel ( cm )
c = konsentrasi zat terlarut dalam larutan (Bahera et al., 2012).
Menurut hukum Lambert-Beer :
T = It /Io = 10 –є.c.b

A = log I/T = є.c.b


Dimana T = transmitan, Io = intensitas sinar yang datang, It = intensitas

radiasi yang diteruskan, є = absorbansi molar (Lt.mol -1.cm1), c = konsentrasi

(mol.Lt-1), b = tebal larutan (cm) dan A = absorban (Octaviani dkk., 2014).


Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan untuk mengetahui
ketika absorbsi mencapai maksimum sehingga meningkatkan proses absorbsi
larutan terhadap sinar. Pemilihan panjang gelombang maksimum sangat
menentukan dalam percobaan karena apabila terjadi penyimpangan yang
kecil selama percobaan akan mengakibatkan kesalahan yang kecil dalam
pengukuran. Jika pemilihan panjang gelombang memiliki spektrum
perubahan besar pada nilai absorbansi saat panjang gelombang sempit, maka
apabila terjadi penyimpangan kecil pada cahaya yang masuk akan
mengakibatkan kesalahan besar dalam pengukuran. Semakin besar panjang
gelombangnya maka akan semakin kecil nilai absorbansinya. Hal ini dapat
diakibatkan sinar putih pada setiap panjang gelombang dapat terseleksi lebih
detail oleh prisma (Day dan Underwood, 1998). Larutan blanko merupakan
larutan tanpa ada analit. Larutan blanko biasanya digunakan untuk tujuan
kalibrasi sebagai larutan pembanding dalam analisis fotometri
(Torowati, 2014).
Tabel 5.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Menggunakan Sampel
dengan Konsentrasi 40% (Shift I)
No. Panjang Gelombang (nm) Absorbansi (Ả)
1 460 0,394
2 480 0,491
3 500 0,383
4 520 0,217
5 540 0,145
6 560 0,103
7 580 0,078
8 600 0,061
Sumber : Laporan Sementara
Pada Tabel 5.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Menggunakan Sampel dengan Konsentrasi 40%, dengan menggunakan
panjang gelombang berturut-turut 460 nm, 480 nm, 500 nm, 520 nm, 540 nm,
560 nm, 580 nm, dan 600 nm nilai absorbansinya sebesar 0,394 Å, 0,491 Å,
0,383 Å, 0,217 Å, 0,145 Å, 0,103 Å, 0,078 Å, dan 0,061 Å. Nilai absorbansi
tertinggi terdapat pada panjang gelombang 480 nm. Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa panjang gelombang maksimum sampel dengan
konsentrasi 40% adalah 480 nm.
Tabel 5.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Menggunakan
Sampel dengan Konsentrasi 40% (Shift 2)

No. Panjang Gelombang (nm) Absorbansi (Ả)


1 460 0,301
2 480 0,290
3 500 0,279
4 520 0,260
5 540 0,229
6 560 0,193
7 580 0,164
8 600 0,152
Sumber: Laporan Sementara

Pada Tabel 5.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum


Menggunakan Sampel dengan Konsentrasi 40%, dengan menggunakan
panjang gelombang berturut-turut 460 nm, 480 nm, 500 nm, 520 nm, 540 nm,
560 nm, 580 nm, dan 600 nm nilai absorbansinya sebesar 0,301 Å, 0,290 Å,
0,279 Å, 0,260 Å, 0,229 Å, 0,193 Å, 0,164 Å, dan 0,152 Å. Nilai absorbansi
tertinggi terdapat pada panjang gelmbang 460 nm. Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa panjang gelombang maksimum sampel dengan
konsentrasi 40% adalah 460 nm. Dapat dilihat bahwa data tersebut menurun,
sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara panjang gelombang dan
daya serap suatu larutan (absorbansi) berbanding terbalik. Hal ini disebabkan
oleh cahaya yang diserap oleh larutan lebih sedikit karena larutan tidak larut
sempurna dalam aquades dan lama kelamaan akan mengendap
(Neldawati, 2013).
Nilai absorbansi ideal menurut Neldawati (2013) berkisar antara 0,2-
0,8. Nilai absorbansi akan bergantung pada kadar zat yang terkandung dan
konsentrasi zat. Berdasar Tabel 5.1 dapat terlihat beberapa nilai absorbansi
telah memenuhi nilai ideal. Namun pada panjang gelombang tertentu, nilai
absorbansi dibawah nilai ideal. Hal ini terjadi pada panjang gelombang
540nm, 560 nm, 580 nm dan 600nm. Lalu berdasar Tabel 5.2 nilai absorbansi
yang ada sudah ideal karena berada diantara 0,2 – 0,8.

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Sampel 40%


0.6

0.5
f(x) = − 0 x + 1.91
0.4 R² = 0.87
Absoransi

0.3

0.2

0.1

0
440 460 480 500 520 540 560 580 600 620

Panjang Gelombang

Gambar 5.5 Hubungan Antara Panjang Gelombang (nm) dengan


Absorbansi ( A˙ ¿ ¿ Shift I
Prinsip kerja dari percobaan ini adalah menentukan konsentrasi
sampel dengan menggunakan kurva standar yang menghubungkan antara
konsentrasi sampel dengan absorbansinya. Larutan sampel yang digunakan
memiliki konsentasi sebesar 40%. Konsentrasi larutan tersebut diukur
panjang gelombangnya untuk mengetahui konsentrasi yang sebenarnya.
Digunakan sampel larutan berwarna kuning yang memiliki konsentrasi
sebesar 40%. Panjang gelombang yang digunakan berturut-turut adalah
sebesar 460 nm, 480 nm, 500 nm, 520 nm, 540 nm, 560 nm, 580 nm, dan
600 nm. Dari praktikum yang dilakukan didapatkan nilai Absorbansi
berturut-turut sebesar 0,394 Ȧ ; 0,491 Ȧ; 0,383 Ȧ ; 0,217 Ȧ ; 0,145 Ȧ ; 0,103
Ȧ ; 0,078 Ȧ ; 0,061 Ȧ.

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Sampel 40%


0.35
0.3 f(x) = − 0 x + 0.85
0.25
Absorbansi

0.2
0.15
0.1
0.05
0
460 480 500 520 540 560 580 600 620
Panjang Gelombang

Gambar 5.6 Hubungan Antara Panjang Gelombang (nm) dengan


Absorbansi ( A˙ ¿ ¿ Shift II
Pada Gambar 5.3 grafik hubungan panjang gelombang dan
absorbansi (Shift 2), diperoleh panjang gelombang max pada absorbansi
dengan nilai tertinggi yaitu 0,301. Dapat dilihat bahwa kedua grafik
tersebut menurun, sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara
panjang gelombang dan daya serap suatu larutan (absorbansi) berbanding
terbalik. Hal ini disebabkan oleh cahaya yang diserap oleh larutan lebih
sedikit karena larutan tidak larut sempurna dalam aquades dan lama
kelamaan akan mengendap (Neldwati, 2013).
Dari kedua data tersebut yaitu pada sampel teh botol sosro pada shift
I dan vit la vite pada shift II diketahui panjang gelombang maksimum
larutan kuning adalah 480 nm. Hal ini sudah sesuai dengan teori.
Berdasarkan teori yang ada panjang gelombang larutan berwana kuning-
jingga berada pada range 435-480 nm (Day dan Underwood, 1998)
Pengenceran adalah pencampuran larutan pekat (berkonsentrasi
tinggi) dengan pelarut umum yang bertujuan untuk meningkatkan volume
dari larutan dan menurunkan kepekatan larutan (Panjaitan dkk., 2014).
Sehingga pengenceran dapat dilakukan dengan prinsip mengambil sampel
sebanyak 0,5 gram. Kemudian diencerkan sebanyak 100 mL. Dari
pengenceran tersebut, sampel diambil 1 mL dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Kemudian diencerkan dengan penambahan 10 mL aquades
(Rakhmawati dan Yunianta, 2015).
Tabel 5.3 Pembuatan Kurva Standar Menggunakan Panjang Gelombang
480 nm (Shift I)
No Konsentrasi Sampel Absorbansi ( Ȧ
. (%) )
1 20 0,2463
2 25 0,277
3 30 0,316
4 35 0,363
5 40 0,407
6 x 0,499
Sumber : Laporan Sementara

Pada Tabel 5.3 Penentuan Panjang Gelombang 480 nm, dengan


menggunakan sampel dengan konsentrasi berturut-turut 20%, 25%, 30%,
35%, 40% dan x % , diperoleh nilai absorbansi berturut-turut 0,2463Å,
0,277Å, 0,316Å, 0,363Å, 0,407 Å dan 0,499 Å. Dapat dilihat bahwa nilai
absorbansi tertinggi adalah 0,499 Å pada sampel dengan konsentrasi x%.
Tabel 5.4 Pembuatan Kurva Standar menggunakan Panjang Gelombang 460
nm (Shift 2)

No. Konsentrasi Absorbansi ( Ȧ)


Sampel (%)
1 20 0,139
2 25 0,178
3 30 0,225
4 35 0,289
5 40 0,299
6 20 0,139
Sumber : Laporan Sementara
Pada Tabel 5.4 Penentuan Panjang Gelombang 460 nm, dengan
menggunakan sampel dengan konsentrasi berturut-turut 20%, 25%, 30%,
35%, dan 40 % , diperoleh nilai absorbansi berturut-turut 0,139 Å, 0,178 Å,
0,225 Å, 0,289 Å, dan 0,299 Å. Dapat dilihat bahwa nilai absorbansi
tertinggi adalah 0,299 Å pada sampel dengan konsentrasi 40%.
Dapat dilihat pula dari kedua tabel tersebut bahwa semakin tinggi
konsentrasi, maka nilai absorbansi juga semakin tinggi, maka hubungan
antara konsentrasi sampel dan nilai
absorbansi berbanding lurus. Menurut Hukum Lambert Beer, A = abc,
perubahan konsentrasi akan mengubah absorban pada tiap panjang
gelombang dengan suatu faktor yang konstan. Dari teori tersebut dapat
dinyatakan nilai absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi.
Dalam hal ini hasil praktikum sudah sesuai dengan teori. Sehingga
hubungan antara pengenceran suatu larutan dengan besarnya absorbansi
larutan tersebut adalah semakin tinggi pengenceran (konsentrasi sampel
rendah) maka semakin sedikit sinar yang diserap.
(Day dan Underwood, 1998).
Syarat larutan yang dapat diukur dengan spektrofotometer adalah
larutan yang berwarna sehingga dapat menghamburkan gelombang tertentu
dan larutan yang diukur harus benar - benar jernih agar tidak terjadi
hamburan cahaya oleh partikel - partikel koloid atau suspensi yang ada di
dalam larutan (Mukti, 2012). Larutan yang digunakan dalam praktikum sudah
sesuai dengan teori. Larutan yang digunakan adalah teh yang berwarna coklat
jernih dan vit le vite rasa jambu yang memiliki warna merah muda bening.

Absorbansi Sampel dengan Gelombang 460 nm


0.45
0.4
f(x) = 0.01 x + 0.08
0.35 R² = 0.99
0.3
Absorbansi

0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
15 20 25 30 35 40 45
Konsentrasi

Gambar 5.7 Grafik Hubungan Antara Konsentrasi (%) dengan Absorbansi


( A˙ ¿ ¿ Shift I
Persamaan Regresi : y = 0,008x + 0,077
Pada praktikum kali ini, untuk membuat kurva standar panjang
gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang maksimum hasil
praktikum sebelumnya yaitu 480 nm. Sampel yang digunakan memiliki
konsentrasi 20% ;25% ; 30% ; 35% ; 40%. Berdasarkan sampel tersebut,
dalam spektrofotometer nilai absorbansi terbaca 0,2463 Ȧ ; 0,277 Ȧ ; 0,316 Ȧ ;
0,407 Ȧ ; 0,499 Ȧ. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan sebanding
dengan konsentrasi larutan dalam kuvet. Dari data tersebut didapatkan
persamaan regresi y = 40,008x + 0,077. Sehingga diketahui hubungan antara
konsentrasi sampel dengan absorbansi adalah berbanding lurus. Makin tinggi
konsentrasi suatu senyawa dalam larutan, makin banyak sinar yang diserap.
Hal ini sesuai dengan hukum Lambert Beer. Untuk menentukan konsentrasi
larutan cuplikan, sudah diketahui nilai absorbansinya sebesar 0,499 Ȧ. Dari
persamaan regresi di atas, maka konsentrasi larutan cuplikan tersebut dapat
diketahui yaitu sebesar 51,74%.
Absorbansi Sampel dengan gelombang 460 nm
0.35
0.3
f(x) = 0.01 x − 0.03
0.25
Absorbansi

0.2
0.15
0.1
0.05
0
20 25 30 35 40 45
Konsentrasi

Gambar 5.7 Grafik Hubungan Antara Konsentrasi (%) dengan


Absorbansi ( A˙ ¿ ¿ Shift II
Berdasarkan Gambar 5.8 didapatkan persamaan regresi yaitu
y =0, 0086x - 0,0326. Di sini terdapat perbedaan hasil karena konsentrasi
sampel yang digunakan berbeda dan panjang gelombang yang digunakan juga
berbeda. Bentuk spectrum absorbansi bergantung pada konsentrasi larutan
jika ordinatnya linear dalam absorban.
Menurut Hukum Lambert Beer, A = abc, perubahan konsentrasi akan
mengubah absorban pada tiap panjang gelombang dengan suatu faktor yang
konstan. Dari teori tersebut dapat dinyatakan nilai absorbansi berbanding
lurus dengan konsentrasi. Dalam hal ini hasil praktikum baik pada shift I dan
shift II sudah sesuai dengan teori (Day dan Underwood, 1998). Atau dengan
kata lain nilai absorbansi akan bergantung pada kadar zat yang terkandung
didalamnya, semakin banyak kadar zat yang terkandung dalam suatu sampel
maka semakin banyak molekul yang akan menyerap cahaya pada panjang
gelombang tertentu sehingga nilai absorbansi semakin besar atau dengan kata
lain nilai absorbansi akan meningkat seiring bertambahnya konsentrasi
(Neldawati dkk, 2013)
Aplikasi metode spektrofotometri dengan menggunakan berbagai
senyawa pengabsorbsi kerap digunakan untuk penentuan berbagai analit.
Beberapa contoh di bidang pangan adalah digunakan untuk penentuan
glukosa di berbagai bahan pangan, penentuan lemak pada susu, penentuan
senyawa glutenin dan dliadlin di dalam tepung, penentuan vitamin C dalam
buah-buahan dan sayran (Situmorang dkk., 2010). Selain itu dapat digunakan
untuk menguji kualitas produk berkafein dalam suatu minuman disamping
metode polarografi (Alpdogan et al., 2002), menguji pewarna makanan
tartazine pada makanan (Sayar et al., 1996).
E. KESIMPULAN
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah:
1. Panjang gelombang maksimum yang didapat dari percobaan shift 1
adalah 480 nm. Panjang gelombang maksimum yang didapat dari
percobaan shift 2 adalah 460. Panjang gelombang maksimum ini
didapatkan dengan cara menera larutan teh botol sosro 40% dan larutan
vit la vite 40% dari panjang gelombang 460 nm – 600 nm.
2. Dari data yang ada diperoleh kurva standar shift I dengan persamaan
regresi y = 0,008x + 0,077 dan kurva standar shift II dengan persamaan
regresi y =0, 0086x - 0,0326. Kurva standar ini didapatkan dengan cara
menera larutan teh botol sosro dan vit la vite 20% - 40%.
3. Konsentrasi dari larutan cuplikan pada shift 1 adalah 51,74%.
Konsentrasi dari larutan cuplikan pada shift 2 adalah 38,76%.
Konsentrasi ini didapatkan dengan cara menera larutan cuplikan, setelah
itu nilai absorbansi yang ada dimasukkan ke persamaan regresi sebagai y.
Konsentrasi larutan cuplikan ini dilambangkan dengan x.
DAFTAR PUSTAKA

Alpdogan, Guzin, Kadir Karabina, and Sidika Sungur. 2002. Derivative


Spectrophotometric Determination of Caffeine in Some Beverages.
Turkey Journal Chemistry, 26(2002): 295-302.
Bahera, et al. 2012.UV-Visible Spectrophometric Method Development and
Validation of Assay of Paracetamol Tablet Formulation.Journal of Anal
Bioanal Techniques, 3(6):1.
Boybul dan Iis Haryati. 2009. Analisis Unsur Pengotor Fe, Cr, dan Ni dalam
Larutan Uranil Nitrat Menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom.
Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir ISSN 1978-0176.
Day, R.A., dan A. L. Underwood. 1998. Analisis Kimia
Kuantitatif.Erlangga.Jakarta
Fessenden, Ralp J., Joan S. 1982. Fessenden. Kimia Organik Edisi Ketiga.
Erlangga, Jakarta.
Harmita dan Maksum R. 2008.Buku Ajar Analisis Hayati. Buku Kedokteran EGC.
Jakarta

Huda, Nurul. 2001. Pemeriksaan Kinerja Spektrofotometer Uv-Vis.GBC 911A


Menggunakan Pewarna Tartazine CL 19140. Jurnal Sigma Epsilon ISSN
0853-9013. No 20-21.
Kurniawati, Suerni dan Djarot Sugiarso. 2016. Perbandingan Kadar Fe (II) dalam
Tablet Penambah Darah secara Spektrofotometri UV-Vis yang
Dipreparasi Menggunakan Metode Destruksi Basah dan Destruksi
Kering. Jurnal Sains dan Seni ITS, 5(1):1-7.
Mahfudloh, T. Y. dan M. Tirono. 2010. Perancangan dan Pembuatan Alat Ukur
Kadar Krom dalam Air Menggunakan Prinsip Spektroskopi Serapan
Atom. Jurnal Neutrino, 3 (1):77-93.
Mukti, Kusnanto W. 2012. Analisis Spektroskopi UV-Vis. Jurnal Fisika,
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Neldawati, Ratnawulan dan Gusnedi. 2013. Analisis Nilai Absorbansi dalam
Penentuan Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman
Obat.Pillar of Physics, 2 : 76-83.
Octaviani, dkk.2014. Penetapan Kadar β Karoten pada Beberapa Jenis Cabe
(Genus Capsicum) dengan Metode Spektrofotometri Tampak.Jurnal
Pharmaciana, 4(2): 101-103
Panjaitan, D., I Ketut S., dan Made S. 2014. Uji Keefektivan Ekstrak Beberapa
Biji Tanaman Untuk Menghambat Pertumbuhan Bakteri Bercak Daun
(Xanthomonas campestris) pada Tanaman Tomat.E-Jurnal
Agroteknologi Tropika, 3(2): 89 – 96.
Rakhmawati, Atik., dan Yunianta. 2015. Hidrolisis Enzimatis Pati Jahe Emprit (
Zingiber officinale Var. Rubrum) dengan Enzim Alfa Amilase (Kajian
Pengaruh Konsentrasi Enzim dan Lama Inkubasi terhadap Sifat Fisik dan
Kimia Dekstrin). Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3 (3) : 1252 – 1262.
Sayar, Sedat and Yuksel Ozdemir. 1996. Determination of Ponceau 4R and
Tartrazine in Various Food Samples by Derivative Spectrophofometric
Methods. Turkey Journal of Chemistry, 21(1997): 182-187.
Situmorang, M., Esra P. S., dan Dewi S. 2010.Pengembangan Metode Analisis
Spektrofotometry melalui Reaksi Enzimasi untuk Penentuan Glukosa di
Dalam Buah – Buahan.Jurnal Sains Indonesia, 34 (2): 49-54.
Timma, D.L. 1952. Absorption Spectrophotometry.Ohio Journal of Science.
Vol.52, No.3, May 1952 : 117-123.
Torowati dan Banawa S. G. 2014.Penentuan Nilai Limit Deteksi dan Kuantisasi
Alat Titrasi Potensiometer untuk Analisis Uranium.Pusat Teknologi
Bahan Bakar Nuklir Kawasan Puspiptek, Serpong No. 13 Tahun VII.
LAMPIRAN

PERHITUNGAN

1. Perhitungan Penentuan Konsentrasi Larutan Cuplikan

Absorbansi = 0,499

y = 0,077+ 0,008x

0,499 = 0,077 + 0,008x

0,4215= 0,008x

x = 51,74%
DOKUMENTASI

Gambar 5.4 Pengenceran Bahan Gambar 5.5Pengenceran Teh 20%

Gambar 5.6 Pengambilan bahan Gambar 5.7 Penentuan nilai Absorbansi


dengan pipet volume dengan Spektrofotometer

Anda mungkin juga menyukai