Anda di halaman 1dari 2

Fadia Sahara

XII MIPA 5

sosiologi artikel ketimpangan sosial

PMPK Kemendikbud: Masih Ada Kesenjangan Pendidikan ABK dan Dunia Kerja

Senin, 14 September 2020 | 15:28 WIB

Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Aswin Wihdiyanto, Youth Specialist Kerjabilitas Khusnul Khuluq, dan narasumber lainnya dalam web
seminar bertajuk Potensi Anak Muda dengan Disabilitas Memasuki Dunia Kerja yang diselenggarakan
oleh Save the Children Indonesia di Zoom dan Facebook pada Kamis (10/9/2020).

Penulis: Elisabeth Diandra Sandi | Editor: Yohanes Enggar Harususilo

KOMPAS.com - Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (PMPK Kemendikbud) Aswin Wihdiyanto mengatakan, masalah penyiapan sumber daya
lewat pendidikan dan stigma pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) harus diproses secara
berkelanjutan.

“Kami dari Kementerian Pendidikan dalam rangka penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) ini selalu
berdinamika bersama-sama dengan teman-teman dari dunia usaha dan industri untuk berusaha
meminimalisir gap yang terjadi,” jelas Aswin pada Kamis (10/9/2020).

Selaku fungsional perencana ahli madya dalam PMPK Kemendikbud, Aswin tidak mengesampingkan
masih ada ketidakcocokan dari materi pendidikan dalam sekolah untuk ABK dengan kebutuhan di dunia
kerja.

Maka dari itu Aswin menambahkan, Kemendikbud akan selalu memperbaiki dan mengembangkan
kurikulum tersebut agar dapat sejalan dengan dunia kerja.

Mendekatkan sistem

Namun, usaha dari pemerintah saja tidak cukup. Aswin juga mengharapkan masyarakat dapat
memandang ABK atau penyandang disabilitas secara inklusif.

“Walaupun kita mempersiapkan teknologi, mempersiapkan kurikulum, tetapi ketika dunia lain
menganggap ini berbeda, ini merepotkan,” imbuhnya dalam web seminar di Zoom dan siaran langsung
Facebook Save The Children Indonesia.

Dengan memandang ABK sebagai manusia yang sama dengan manusia lainnya, masyarakat pun bisa
mendekatkan diri dengan membangun fasilitas.

“Inklusivitas itu kan prinsipnya bukan penyandang disabilitas yang harus mengikuti sistem, tetapi sistem
yang harus dibuat sedemikian rupa untuk mendekat kepada mereka,” kata Aswin.
Berdasarkan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemendikbud, sebanyak 67,97 persen anak dengan
disabilitas menyatakan sulit mengikuti pembelajaran online.

Selain itu, akses pendidikan yang terbatas saat pandemi COVID-19 membuat anak muda disabilitas yang
memasuki usia kerja sulit mempersiapkan diri untuk mengembangkan keterampilannya.

Padahal data dari Badan Pusat Statistik pada 2019 menunjukkan masih ada 289 ribu angkatan kerja
disabilitas yang pengangguran.

“Data ini juga belum merangkum berapa banyak orang yang dipecat saat pandemi,” jelas Khusnul
Khuluq selaku youth specialist di Kerjabilitas.

Kesempatan setara

Dalam web seminar bertajuk “Potensi Anak Muda dengan Disabilitas Memasuki Dunia Kerja”, Khusnul
menjelaskan bahwa salah satu hambatan penyandang disabilitas dalam memasuki dunia kerja adalah
syarat pendidikan.

“Hal ini jadi hambatan karena di setiap lowongan kerja karena ada syarat minimal pendidikan untuk
memasuki lowongan tersebut,” jelasnya.

Tidak bisa dipungkiri, Khusnul juga menemukan kesulitan dari perusahaan saat membantu mencarikan
kerja untuk penyandang disabilitas lewat situs Kerjabilitas.

“Mencari perusahaan yang inklusi juga tantangan terbesar kami untuk menggedor perusahaan bisa
membuka lowongannya bagi teman-teman disabilitas juga,” ucap Khusnul.

Baginya yang juga merupakan tuna daksa, bekerja bagi penyandang disabilitas merupakan sebuah
perjuangan untuk mengklaim kedaulatan dan kemanusiaannya yang sudah direngut oleh stigma dan
diskriminasi.

Akan tetapi, masa pandemi dapat dipandang sebagai sesuatu yang buruk dan juga baik. Meski banyak
orang dipecat, tetapi banyak perusahaan membuka peluang yang sama bagi penyandang disabilitas
untuk bekerja di rumah.

“Itu sebetulnya membuka kesempatan yang sama dengan yang disabilitas maupun yang tidak
menyandang karena semua dilakukan di rumah. Ini terutama untuk pekerjaan yang bukan fisik,” simpul
Indy Rahmawati selaku moderator web seminar yang diusung oleh Save the Children Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai