Anda di halaman 1dari 6

MAKNA SYAHADATAIN

Kalimat syahadat adalah pintu gerbang seseorang menjadi muslim. Ketika


seseorang ingin masuk Islam, hal pertama yang dilakukan adalah mengucapkan
“Asyhadu allaa ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammaddar rosuulullaah”.
Dengan ucapan tersebut ia otomatis sudah menjadi seorang muslim yang
memiliki konsekuensi menjalankan syariat Islam. Kalimat ini pulalah yang
menentukan seseorang itu husnul khatimah atau su’ul khatimah di akhir
hayatnya. Dengan kalimat ini pula pintu syurga terbuka untuknya.

Konsep yang terkandung dalam kalimat laa ilaaha illallaah adalah konsep
pembebasan manusia dari penghambaan apapun kecuali Allah SWT semata-
mata. Manusia menafikkan secara langsung segala bentuk ketuhanan yang ada
di alam ini, kecuali hanya Allah SWT. Penolakan tersebut bertujuan untuk
membersihkan aqidah dari syubhat ketuhanan dan menegaskan bahwa segala
arti dan hakikat ketuhanan itu hanya ada pada Allah.

Kalimat syahadah ini memberikan pemahaman kepada kita dalam memahami


dan bersikap bahwa tidak ada pencipta kecuali Allah saja, tiada pemberi rizki
selain Allah, tiada pemilik selain Allah, tiada yang dicintai selain Allah, tiada
yang ditakuti selain Allah, tiada yang diharapkan selain Allah, tiada yang
menghidupkan dan mematikan selain Allah, tiada yang melindungi selain Allah,
tiada daya dan kekuatan selain Allah dan tiada yang diagungkan selain Allah.
Kemudian pengakuan Muhammad Rasulullah adalah menerima cara
menghambakan diri berasal dari Rasulullah SAW sehingga tata cara
penghambaan hanya berasal dari tuntunan Allah yang disampaikan kepada
rasul-Nya.
Oleh karena itu syahadatain menjadi suatu pondasi dari sebuah metode lengkap
yang menjadi asas kehidupan umat muslim. Dengan pondasi ini kehidupan
Islami akan dapat ditegakkan. Semakin dalam pemahaman kita terhadap konsep
syahadatain dan semakin menyeluruh kita mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari, maka semakin utuh kehidupan Islami tumbuh dalam masyarakat
muslim.

II. Definisi Syahadah
1. Secara bahasa, “Asyhadu” berarti saya bersaksi. Kesaksian ini bisa dilihat dari
waktu, termasuk dalam aktivitas yang sedang berlangsung dan masih sedang
dilakukan ketika diucapkan  Asyhadu ini sendiri memiliki tiga arti:
a. Al I’lan (pernyataan), QS. Ali Imran (3) : 18
b. Al Wa’d (janji), QS. Ali Imran (3) : 81
c. Al Qosam (sumpah), QS. Al Munafiqun (63) : 2
2. Secara istilah syahadat merupakan pernyataan, janji sekaligus sumpah untuk
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya melalui :
a. Pembenaran dalam hati (tasdiqu bil qolbi)
b. Dinyatakan dengan lisan (al qaulu bil lisan)
c. Dibuktikan dengan perbuatan (al ’amalu bil arkan)

III. Jenis-jenis Syahadah
a.  Syahadah Rububiyah yaitu pengakuan identitas terhadap Allah sebagai
pencipta, pemilik, pemelihara dan penguasa,
QS. Al A’raf (7) : 172
b.  Syahadah Uluhiyah yaitu : pengakuan loyalitas terhadap Allah sebagai satu-
satunya supremasi yang boleh disembah dan ditaati, QS. Al A’raf (7) : 54
c.  Syahadah risalah yaitu pengakuan terhadap diri Muhammad SAW sebagai
utusan-Nya beliau adalah panutan terbaik bagi manusia,
QS. Al Ahzab (33) : 21

URGENSI

Syahadatain adalah pintu gerbang Islam


Untuk masuk Islam, orang harus menyatakan persaksiannya atas kebenaran Islam itu
dengan mengucapkan syahadatain. Syahadat tauhid merupakan pengakuan terhadap
ketuhanan Allah yang menurunkan sistem ini kepada Nabi-Nya. Syahadat rasul
merupakan pengakuan bahwa Muhammad saw. Harus dijadikan panutan dalam
menjalankan Islam (muslim) yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan
muslim yang lain, aman dan damai dalam naungan Islam.

Rasulullah saw. Bersabda,

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan laa ilaha
illallah, apabila mereka telah mengucapkan laa ilaha illallah maka darah dan harta
mereka menjadi suci.”

Mendengar laporan bahwa Usamah bin Zaid tetap memenggal musuh yang telah
mengucapkan syahadat, Rasulullah saw. marah dan mengatakan kepadanya,

“Mengapa tidak kau belah saja dadanya, sehingga engkau tahu isi hati dia yang
sebenarnya!”

Syahadatain merupakan intisari ajaran Islam


Secara global Islam terdiri atas aqidah dan syari’ah. Sisi-sisi lain Islam yang terdiri dari
ibadah, akhlak, dan mu’amalat merupakan implementasi syahadat tauhid dan syahadat
rasul ini.

Azas Perubahan
Ketika hendak membangun masyarakat baru di atas puing-puing jahiliyah, Rasulullah
saw. tidak mengawali perubahan itu dari politik, ekonomi, atau yang lain. Beliau saw.
Mengawalinya dengan merubah apa yang ada dalam jiwa. Hal paling penting yang ada
di dalam jiwa itu adalah keyakinan. Dengan syahadatain itu, terjadilah perubahan besar
yang sangat mendasar dalam seluruh aspek kehidupan generasi terbaik itu. Bangsa
yang kecil, terisolir, dan terbelakang tersebut kemudian menjadi bangsa terbaik yang
pernah dilahirkan untuk seluruh bangsa. Mereka hijrah dari jahiliyah menuju Islam, dari
kegelapan menuju cahaya yang terang benderang.

Inti dakwah para rasul


Syahdatain dengan konsepsi semacam itulah yang didakwahkan para nabi dan rasul.
Mereka semua mengatakan “Fattaqullah wa athii’uuni!!!” (bertakwalah kepada Allah
dan taatilah aku!). Statemen mereka ini diabadikan Al-Qur’an dalam kisah-kisah para
nabi yang tersebar di berbagai surat.

SYARAT DITERIMA SYAHADAT


1. Ilmu yang menghilangkan kebodohan

Makna dan konsekuensi syahadatain hendaklah diketahui secara baik karena Islam
tidak menerima pengakuan dan pernyataan yang didasarkan pada ketidaktahuan.
Persaksian yang tidak didasarkan akan pada ilmu akan sangat rapuh karena ia tidak
mengakar sebagai keyakinan.

“Ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan selain Allah.” (Muhammad:19)

2. Keyakinan yang menghilangkan keraguan

Syahadatain yang didasarkan atas pengetahuan yang jelas dan dapat


dipertanggungjawabkan akan melahirkan keyakinan yang mantap dan menghilangkan
keraguan di dalam hati.

“Orang-orang Arab Badui itu berkata, “Kami telah beriman!” Katakanlah (Muhammmad),
“Kalian belum beriman! Tetapi katakanlah, “Kami telah tunduk!” karena iman itu belum
masuk ke dalam hatimu.” (Al-Hujurat: 15)
Rasulullah bersabda,

“Iman itu bukan angan-angan dan hiasan. Ia adalah sesuatu yang bersemayam di
dalam hati dan dibenarkan oleh amal perbuatan.”

3. Keikhlasan dan bebas dari kemusyrikan

Syahadatain harus diucapkan dengan ikhlas karena Allah dan tidak ada niatan lain
selain mengharap ridha-Nya. Niat yang tidak ikhlas termasuk syirik, padahal Allah tidak
mengampuni dosa kemusyrikan.

4. Jujur, bukan dusta

Syahadat harus diucapkan dengan sejujurnya, bukan dengan dusta. Kemunafikan


merupakan perbuatan yang sangat tercela sehingga Allah menyiksa orang-orang
munafik di dasar neraka.

“Mereka hendak mengelabui Allah dan orang-orang yang beriman, padahal sebenarnya
mereka hanya mengelabui diri mereka sendiri sedang mereka tidak menyadari.” (Al-
Baqarah: 9)

5. Cinta bukan benci dan terpaksa

Syahadatain harus disertai dengan kecintaan bukan dengan kebencian. Hal ini akan
dapat dicapai bila proses syahadatain dilakukan melalui syarat-syarat diatas.

6. Menerima bukan menolak

Tidak ada alasan untuk menolak syahadatain dan konsekuensinya karena ia hanya
akan mendatangkan kebaikan di dunia maupun di akhirat.

7. Patuh melaksanakan, tanpa keengganan beramal

Sebagaimana tersebut dalam hadits di atas, “… dan dibenarkan dengan amal.” Para
ulama menyebut bahwa iman harus meliputi keyakinan di hati, ikrar dengan lisan, dan
amal dengan anggota badan.

8. Ridha menerima Allah sebagai tuhannya, Rasul sebagai uswahnya, dan Islam
sebagai jalan hidupnya.

REALISASI SYAHADATAIN
1. Hati yang sehat

Hati yang sehat adalah hati yang bebas dari segala penyakit seperti ujub, riya’, takabur,
hasad, dan sejenisnya. Hati yang bersih hanya akan diraih apabila orientasi hidup
sesseorang benar yaitu orientasi hidup yang ditujukan kepada Allah swt. Hal ini ditandai
dengan:

a. Selalu mengharap rahmat Allah (raja’)

Konsepsi ini mendorongnya untuk hanya melakukan yang positif dan tidak mengharap
balasan kecuali dari Allah. Rahmat Allah lebih luas baginya dibanding dunia dan
seisinya sehingga ia tidak mengusahakan kekayaan dunia dengan mengesampingkan
rahmat-Nya.

b. Takut hukuman Allah (khauf)

Hal ini mendorongnya untuk selalu menghindari hal-hal negatif yang mengundang
kemurkaan-Nya, termasuk perkara-perkara syubhat sekalipun. Derita di dunia betapa
pun beratnya, tidak seberapa bila dibanding dengan siksa akhirat.

c. Ketika harapan dan takutnya berpadu pada Allah, pada saat itulah cintanya kepada
Allah menjadi subur. Inilah aqidah yang benar yang mempengaruhi keikhlasan niatnya.

2. Akal yang cerdas

Akal yang cerdas dalam pandangan Islam adalah akal yang dapat menjalankan
fungsinya untuk:

a. Mentadabburi ayat-ayat qauliyah yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Ayat-ayat ini


harus dipahami secara baik sebagaimana ditunjukkan oleh sunnah Rasulullah saw.

b. Mentafakkuri ayat-ayat kauniyah yang tersebar di alam semesta. Pemahaman


terhadap ayat-ayat kauniyah akan membantu memahami ayat-ayat qauliyah.
Sebaliknya, ayat-ayat qauliyah mendorong untuk mentafakuri ayat-ayat kauniyah.
Sehingga, pemahaman akan semakin mantap, hujjah semakin jelas, hati semakin
yakin, dan aqidah semakin kokoh.

c. Dzikrul maut. Tadabur Al-Qur’an dan tafakur alam akan memberikan kesadaran
bahwa hidup di dunia ini tidak abadi. Kesadaran bahwa hidup ini akan berakhir dengan
kematian dan setelah kematian ada kehidupan baru yang abadi, semakin mengkristal
dalam amaliyah harian.
Perpaduan yang serasi antara ketiga hal tersebut akan menghasilkan pemikiran Islami
dan konsep yang benar.

Seluruh aktivitas hidup mukmin termasuk harakah, jihad, dakwah, dan tarbiyah harus
disertai dengan niat yang tulus ikhlas lillahi ta’ala dan konsep yang benar. Niat ikhlas
saja tidak cukup kalau konsepnya tidak benar, konsep saja betapapun bagusnya juga
tidak cukup kalau tidak didasari dengan niat yang ikhlas.

Anda mungkin juga menyukai