Disusun Oleh:
A. PENGERTIAN
Disseminated Intravascular Coagulation adalah suatu gangguan dimana terjadi koagulasi atau
fibrinolisis (destruksi bekuan). DIC dapat terjadi pada sembarang malignansi, tetapi yang paling umum
berkaitan dengan malignansi hematologi seperti leukemia dan kanker prostat, traktus GI dan paru-paru.
Proses penyakit tertentu yang umumnya tampak pada pasien kanker dapat juga mencetuskan DIC
termasuk sepsis, gagal hepar dan anfilaksis.
Keadaan ini diawali dengan pembekuan darah yang berlebihan, yang biasanya dirangsang oleh
suatu zat racun di dalam darah. Pada saat yang bersamaan, terjadi pemakaian trombosit dan protein
dari faktor-faktor pembekuan sehingga jumlah faktor pembekuan berkurang, maka terjadi perdarahan
yang berlebihan.
Secara umum Disseminated Intavascular Coagulation (DIG) didefinisikan sebagai kelainan atau
gangguan kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi yang berlebihan pada mekanisme prokoagulan
dan anti koagulan sebagai respon terhadap jejas/injury (Yan Efrata Sembiring, Paul Tahalele)
Kesimpulan : Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan-
bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah
kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan.
B. ANATOMI FISIOLOGI
System hematologi merupakan Ilmu yang mempelajari tentang darah serta jaringan yang
membentuk darah. Darah merupakan bagian penting dari system transport. Darah merupakan jaringan
yang berbentuk cairan yang terdiri dari 2 bagian besar yaitu plasma darah dan bagian korpuskul.
Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai fungsi transportasi O2, karbohidrat
dan metabolit,mengatur eseimbangan asam basa, mengatur suhu tubuh secara konduksi (hantaran),
membawa panas tubuh dari pusat produksi panas(hepar dan otot) untuk mendistribusikan keseluruh
tubuh, pengaturan hormone dengan membawa dan menghantarkan dari kelenjar ke sasaran. Darah
berada dalam tubuh karena adanya kerja pompa jantung. Selama darah dalam pembuluh darah akan
tetap encer. Akan tetapi bila berada diluar pembuluh darah akan membeku. Pembekuan ini dapat
dicegah dengan mencampurkan sedikit sitras natrikus atau anti pembeku darah. Keadaan ini sangat
berguna apabila darah tersebut di perlukan untuk tranfusi darah.
Fungsi Darah:
1. Fungsi transport
2. Fungsi regulasi
3. Fungsi pertahanan tubuh
Komposisi plasma:
1. Air ; (90-92 %) sebagai pelarut, absorbsi dan pelepasan panas
2. Protein
3. Albumin ; dihasilkan di hati berfungsi mempertahankan tekanan osmotik agar normal (25 mmHg)
4. Globulin ; berfungsi untuk respon imun
5. Fibrinogen ; berfungsi untuk pembekuan darah
C. KLASIFIKASI
Ada sumber yang menyebutkan bahwa DIC dibedakan menjadi dua bentuk klinis, yakni DIC akut dan
DIC kronik.
1. DIC akut adalah kelainan perdarahan yang memiliki karakteristik timbulnya memar atau lebam
(ekimosis), perdarahan dari mukosa(seperti mukosa bibir atau genital), dan penurunan jumlah
trombosit dan faktor pembekuaan di dalam darah. Purpura fulminan adalah bentuk fatal yang terjadi
cepat dan berbahaya dari DIC akut.
2. DIC kronik mempengaruhi formasi bekuaan darah di pembuluh darah (tromboembolism). Faktor
pembekuaan dan trombosit dapat berada pada nilai normal, meningkat, atau bahkan sedikit
menurun pada DIC kronik (Ngan, 2005).
Sumber lainnya membagi DIC menjadi subakut dan DIC akut.
1. DIC subakut berhubungan dengan komplikasi tromboembolik seperti DVT dan PE seperti
terjadinya pada katup jantung.
2. DIC akut
a. Trombositopenia dan penurunan faktor koagulasi mengaarah pada kecenderungan terjadinya
perdarahan.
b. Diperburuk dengan meningkatnya degradasi fibrin samapi produk pemecah fibrin yang akan
mengganggu terhadap polimerasi fibrin dan juga terhadap fungsi trombosit.
c. Endapan fibrin pada pembuluh darah kecil mempengaruhi terjadinya iskemia jaringan. Organ
yang paling mudah terpengaruh adalah ginjal, dimana endapan fibrin dapat menyebabkan
terjadinya acute renal failure.
d. Hemolisis dapat terjadi karena adanya kerusakan mekanis pada sel darah merah sebagai
akibat sekunder dari deposit fibrin.
e. Pasien dapat mengalami fenomena neurologic karena adanya serangan iskemia pada otak.
(anonym, 2005)
D. ETIOLOGI
Perdarahan terjadi karena hal-hal sebagai berikut:
1. erupakan penyebab tersering perdarahan abnormal, ini dapat terjadi akibat terkurangnya
Hipofibrinogenemia
2. Trombositopenia produksi trombosit oleh sum-sum tulang atau akibat meningkatnya penghancuran
trombosit).
3. Beredarnya antikoagulan dalam sirkulasi darah
4. Fibrinolisis berlebihan.
Penyakit- penyakit yang menjadi predisposisi DIC adalah sebagai berikut:
1. Infeksi (demam berdarah dengue, sepsis, meningitis, pneumonia berat, malaria tropika, infeksi oleh
beberapa jenis riketsia). Dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang menyebabkan
terjadinya aktivasi pembekuan)
2. Komplikasi kehamilan (solusio plasenta, kematian janin intrauterin, emboli cairan amnion).
3. Setelah operasi (operasi paru, by pass cardiopulmonal, lobektomi, gastrektomi, splenektomi).
4. keganasan (karsinoma prostat, karsinoma paru, leukimia akut).
5. Penyakit hati akut (gagal hati akut, ikterus obstruktif).
6. Trauma berat terjadi palepasan jaringan dengan jumlah besar ke aliran pembuluh darah. Pelepasan
ini bersamaan dengan hemolisis dan kerusakan endotel sehingga akan melepaskan faktor-faktor
pembekuan darah dalam jumlah yang besar kemudian mengaktivasi pembekuan darah secara
sistemik.
E. PATHOFISIOLOGI
Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC) sebenarnya bukanlah nama diagnosa suatu penyakit
dan Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) terjadi selalu mengindikasikan adanya penyakit
yang menjadi penyebabnya. Ada banyak sekali penyebab terjadinya Disseminated Intravaskular
Coagulation (DIC). Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC) ditandai dengan aktivasi sistemik dari
system pembekuan darah yang menyebabkan reaksi generasi dan deposisi (pengendapan) dari fibrin,
menimbulkan thrombus microvaskuler di organ-organ tubuh sehingga menyebabkan terjadinya multi
organ failure.
Emboli cairan amnion yang disertai Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC) sering
mengancam jiwa dan dapat menyebabkan kematian. Gejala DIC karena emboli cairan amnion yaitu
gagal nafas akut dan renjatan. Pada sindrom mati janin dalam uterus yang lebih dari 5 minggu yang
ditemukan DIC pada 50% kasus. Biasanya pada permulaan hanya DIC derajat rendah dan kemudian
dapat berkembang cepat menjadi DIC fulminan. Dalam keadaan seperti ini nekrosis jaringan janin, dan
enzim jaringan nekrosis tersebut akan masuk dalam sirkulasi ibu dan mengaktifkan sistem koagulasi
dan fibrinolisis,dan terjadi DIC fulminan.
Pada kehamilan dengan eklamsia ditemukan DIC derajat rendah dan sering pada organ khusus
seperti ginjal dan mikrosirkulasi plasenta. Namun perlu diingat bahwa 10-15% DIC derajat rendah dapat
berkembang menjadi DIC fulminan. Abortus yang diinduksi dengan garam hipertonik juga sering disertai
DIC derajat rendah, sampai abortus komplet namun kadang dapat menjadi fulminan.
Pada pasien dengan KID, terjadi pembentukan fibrin oleh trombin yang diaktivasi oleh faktor
jaringan. Faktor jaringan, berupa sel mononuklir dan sel endotel yang teraktivasi, mengaktivasi faktor
VII. Kompleks antara factor jaringan dan factor VII yang teraktivasi tersebut akan mengaktivasi factor X
baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara mengaktivasi factor IX dan VIII. Factor X
yang teraktivasi bersama dengan factor V akan mengubah protrombin menjadi trombin. Disaat yang
bersamaan terjadi konsumsi faktor antikoagulan seperti antitrombin III, protein C dan jalur penghambat
factor jaringan, mengakibatkan kurangnya faktor-faktor tersebut. Pembentukan fibrin yang terjadi tidak
imbangi dengan penghancuran fibrin yang adekuat, karena sistem fibrinolisis endogen (plasmin)
tertekan oleh penghambat aktivasi plasminogen tipe 1 yang kadarnya tinggi didalam plasma
menghambat pembentukan plasmin dari plasminogen. Kombinasi antara meningkatnya pembentukan
fibrin dan tidak adekuatnya penghancuran fibrin menyebabkan terjadinya trombosis intravascular yang
menyeluruh.
Beberapa mekanisme yang terjadi secara terus menerus pada DIC, penyebab utama terjadinya
deposisi fibrin adalah
1. Faktor jaringan, penyebab terjadinya generasi trombin
2. Kegagalan fisiologis mekanisme antikoagulan, seperti sistem antithrombin dan sistem protein C yang
menurunkan keseimbangan generasi thrombin.
3. Gagalnya fibrin removal yang menyebabkan penurunan sistem fibrinolitik, perburukan thrombolisis
endogenous terutama disebabkan oleh tingginya tingkat sirkulasi dari fibrinolitik, aktifitas fibrinolitic
meningkat dan menyebabkan perdarahan.
F. PATHWAY
Diawali dengan masuknya materi / aktivasi prologulasi kedalam sirkulasi darah
Perusakan jaringan
Prokoagulan intrinsic kontak dengan endotel pembuluh yang rusak, vaskulitis, septic dan syok
Trombosit berkurang
Trombi fibrin
G. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis bergantung pada penyakit dasar, akut atau kronik, dan proses patologis yang
mana lebih utama,apakah akibat thrombosis mikrovaskular atau diathesis hemoragik. Kedua proses
patologis ini menimbulkan gejala klinis yang berbeda dan dapat ditemukan dalam waktu yang
bersamaan.
Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat. Dapat terlihat sebagai petekie, ekimosis, perdarahan
gusi, hemoptisis, dan kesadaran yang menurun sampai koma akibat perdarahan otak. Gejala akibat
thrombosis mikrovaskular dapat berupa kesadaran menurun sampai koma,gagal ginjal akut,gagal
napas akut dan iskemia fokal,dan gangrene pada kulit.
Mengatasi perdarahan pada Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) sering lebih mudah
daripada mengobati akibat thrombosis pada mikrovaskular yang menyababkan gangguan aliran
darah,iskemia dan berakhir dengan kerusakan organ yang menyebabkan.
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) sering berhubungan langsung dengan kondisi
penyebabnya, adanya riwayat perdarahan dan hipovolume seperti perdarahan gastro intestinal dan
gejala dan tanda trombosis pada pembuluh darah yang besar seperti DVT dan trombosis mikrovaskuler
seperti gagal ginjal, perdarahan dari setidaknya 3 daerah yang tidak berhubungan langsung dengan
DIC seperti :
Epistaksis
1. Perdarahan gusi
2. Perdarahan Mukosal
3. Batuk
4. Dyspnea
5. Bingung, disorientasi
6. Demam
Kondisi yang dapat terjadi DIC antara lain :
1. Sepsis atau infeksi yang berat
2. Trauma ( Polytrauma, neurotrauma, emboli lemak )
3. Kerusakan organ ( Pankreatitis berat )
4. Malignancy ( Penyakit yang kondisinya buruk )
5. Tumor padat dan Myeloproliferative/ lymphoproliferatif malignan
6. Kehamilan yang sulit
7. Emboli caitran amniotik dan Plasenta abrupsio
8. Kelainan Vaskuler
9. Kasaback-mereritt syndrom dan Aneurisma vaskuler yang besar.
10. Kerusakan hepar berat
11. Reaksi toxic atau imunologi yang berat
H. KOMPLIKASI
1. Syok, kondisi dimana tekanan darah turun secara drastis
2. Edema Pulmoner, pembengkakan pada paru-paru
3. Gagal Ginjal Kronis, adalah kondisi kesehatan dimaan terlihat adanya penurunan terhadap fungsi
ginjal
4. Gagal Sistem Organ Besar
5. Konvulsi, suatu kondisi medis saat otot tubuh mengalami fluktuasi konstraksi dan peregangan
dengan sangat cepat sehingga menyebabkan gerakan yang tidak terkendali (kejang)
6. Koma, tidak sadar dalam waktu panjang yang disebabkan oleh penyakit atau cedera
7. Hipovolemia, adalah kondisi ketika jumlah darah dan cairan di dalam tubuh berkurang secara
drastis
8. Hipoksia, adalah kondisi dimana rendahnya kadar oksigen di sel dan jaringan
9. Hipotensi, adalah tekanan darah rendah yang dapat menyebabkan pingsan atau pusing karena
otak tidak menerima darah dalam jumlah cukup.
10. Asidosis, adalah penumpukan asam dalam darah
11. Perdarahan intracranial, perdarahan di dalam tengkorak
12. Gastrointestinal, penyakit lambung dan usus baik usus besar maupun usus halus
13. Iskemia, aliran darah berkurang
14. Emboli paru, suatu kondisi dimana satu atau lebih arteri di paru-paru menjadi terhalang oleh
gumpalan darah
15. Penyakit kardiovaskuler, adalah sakit jantung
16. Penyakit autoimun, penyakit sistem kekebalan tubuh
17. Penyakit hati mana, yaitu penyakit liver yang muncul akibat peradangan pada jaringan hati.
18.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIC adalah suatu kondisi yang sangat kompleks dan sangat sulit untuk didiagnosa. Tidak ada single
test yang digunakan untuk mendiagnosa DIC. Dalam beberapa kasus, beberapa tes yang berbeda
digunakan untuk diagnose yang akurat.
Tes yang dapat digunakan untul mendiagnosa DIC termasuk:
1. D- Dimer
Tes darah ini membantu menentukan proses pembekuan darah dengan mengukur fibrin yang
dilepaskan. D-dimer pada orang yang mempunyai kelainan biasanya lebih tinggi dibanding dengan
keadaan normal.
2. Prothrimbin Time (PTT)
Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa lama waktu yang diperlukan dalam proses
pembekuan darah. Sedikitnya ada belasan protein darah, atau factor pembekuan yang diperlukan
untuk membekukan darah dan menghentikan pendarahan. Prothrombin atau factor II adalah salah
satu dari factor pembekuan yang dihasilkan oleh hati. PTT yang memanjang dapat digunakan
sebagai tanda dari DIC.
3. Fibrinogen
Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa banyak fibrinogen dalam darah. Fibrinogen
adalah protein yang mempunyai peran dalam proses pembekuan darah. Tingkat fibrinogen yang
rendah dapat menjadi tanda DIC. Hal ini terjadi ketika tubuh menggunakan fibrinogen lebih cepat
dari yang diproduksi.
4. Complete Blood Count (CBC)
CBC merupakan pengambilan sampel darah dan menghitung jumlah sel darah merah dan sel
darah putih. Hasil pemeriksaan CBC tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa DIC, namun dapat
memberikan informasi seorang tenaga medis untuk menegakkan diagnose.
5. Hapusan Darah
Pada tes ini, tetes darah adalah di oleskan pada slide dan diwarna dengan pewarna khusus. Slide
ini kemudian diperiksa dibawah mikroskop jumlah, ukuran dan bentuk sel darah merah, sel darah
putih,dan platelet dapat di identifikasi. Sel darah sering terlihat rusak dan tidak normal pada pasien
dengan DIC
J. PENATALAKSANAAN
Penatalakasanaan DIC yang utama adalah mengobati penyakit yang mendasari terjadinya DIC. Jika
hal ini tidak dilakukan , pengobatan terhadap KID tidak akan berhasil. Kemudian pengobatan lainnya
yang bersifat suportive dapat diberikan.
1. Antikogulan
Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan menghentikan proses pembekuan, baik yang
disebabkan oleh infeksi maupun oleh penyebab lain. Meski pemberian heparin juga banyak
diperdebatkan akan menimbulkan perdarahan, namun dalam penelitian klinik pada pasien DIC,
heparin tidak menunjukkan komplikasi perdarahan yang signifikan. Dosis heparin yang diberikan
adalah 300 – 500 u/jam dalam infus kontinu.
Indikasi:
a) Penyakit dasar tak dapat diatasi dalam waktu singkat.
b) Terjadi perdarahan meski penyakit dasar sudah diatasi.
c) Terdapat tanda-tanda trombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal hati, sindroma gagal
nafas.
Dosis:
100iu/kgBB bolus dilanjutkan 15-25 iu/kgBB/jam (750-1250 iu/jam) kontinu, dosis selanjutnya
disesuaikan untuk mencapai aPTT 1,5-2 kali kontrol. Low molecular weight heparin dapat
menggantikan unfractionated heparin.
2. Plasma dan trombosit
Pemberian baik plasma maupun trombosit harus bersifat selektif. Trombosit diberikan hanya
kepada pasien DIC dengan perdarahan atau pada prosedur invasive dengan kecenderungan
perdarahan. Pemberian plasma juga patut dipertimbangkan, karena di dalam plasma hanya berisi
faktor-faktor pembekuan tertentu saja, sementara pada pasien DIC terjadi gangguan seluruh faktor
pembekuan.
4. Obat-obat antifibrionalitik
Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan perdarahan, tetapi pada pasien DIC
pemberian antifibrinolitik tidak dianjurkan. Karena obat ini akan menghambat proses fibrinolisis
sehingga fibrin yang terbentuk akan semakin bertambah, akibatnya DIC yang terjadi akan semakin
berat. Tidak ada penatalaksanaan khusus untuk DIC selain mengobati penyakit yang
mendasarinya, misalnya jika karena infeksi, maka bom antibiotik diperlukan untuk fase akut,
sedangkan jika karena komplikasi obstetrik, maka janin harus dilahirkan secepatnya. Transfusi
trombosit dan komponen plasma hanya diberikan jika keadaan pasien sudah sangat buruk dengan
trombositopenia berat dengan perdarahan masif, memerlukan tindakan invasif, atau memiliki risiko
komplikasi perdarahan. Terbatasnya syarat transfusi ini berdasarkan pemikiran bahwa
menambahkan komponen darah relatif mirip menyiram bensin dalam api kebakaran, namun
pendapat ini tidak terlalu kuat, mengingat akan terjadinya hiperfibrinolisis jika koagulasi sudah
maksimal. Sesudah keadaan ini merupakan masa yang tepat untuk memberi trombosit dan
komponen plasma, untuk memperbaiki kondisi perdarahan. Satu-satunya terapi medikamentosa
yang dipakai ialah pemberian antitrombosis, yakni heparin. Obat kuno ini tetap diberikan untuk
meningkatkan aktivitas antitrombin III dan mencegah konversi fibrinogen menjadi fibrin. Obat ini
tidak bisa melisis endapan koagulasi, namun hanya bisa mencegah terjadinya trombogenesis lebih
lanjut. Heparin juga mampu mencegah reakumulasi clot setelah terjadi fibrinolisis spontan. Dengan
dosis dewasa normal heparin drip 4-5 U/kg/jam IV infus kontinu, pemberian heparin harus dipantau
minimal setiap empat jam dengan dosis yang disesuaikan. Bolus heparin 80 U tidak terlalu sering
dipakai dan tidak menjadi saran khusus pada jurnal-jurnal hematologi. Namun pada keadaan akut
pemberian bolus dapat menjadi pilihan yang bijak dan rasional. Apalagi ancaman DIC cukup
serius, yakni menyebabkan kematian hingga dua kali lipat dari risiko penyakit tersebut tanpa DIC.
Semakin parah kondisi DIC, semakin besar pula risiko kematian yang harus dihadapi.
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN DASAR PROFESI/FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH