Anda di halaman 1dari 21

FIRQAH-FIRQAH DALAM TEOLOGI ISLAM

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok 2

DOSEN PENGAMPUH:
Drs. Abd. Rahman Harahap, M.A.

Disusun Oleh:

ANISA HANI
ANDRE IRAWAN
ANGGI PRAYOGI
ANNISA KHUSNA
SEMESTER: I (SATU)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SYEKH H.A HALIM HASAN AL-
ISHLAHIYAH BINJAI
2020
KATA PENGANTAR

BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Sejalan dengan berkembangnya dan meluasnya Islam di dunia, sudah barang tentu
perkembangan itu tidak terlepas dari berbagai problematika yang timbul, baik yang timbul
dari dalam Islam itu sendiri maupun dari luar Islam. Dan diantara problematika yang timbul
dari dalam diri Islam itu sendiri adalah timbulnya firqah atau golongan yang benihnya sudah
mulai dirasakan tatkala nabi Muhammad saw sudah meninggal.
Sejarah Islam telah mencatat tentang banyaknya firqah-firqah atau golongan-golongan
yang ada di dalam tubuh umat Islam. Dan berdasarkan keterangan dari beberapa hadis, dari
kesemua firqah/golongan tersebut semuanya dikatakan sebagai firqah/golongan yang sesat
kecuali hanya satu golongan. Hal ini tentunya didasarkan atas dasar keterangan dari matan
hadis yang sudah sering kita jumpai bahkan sudah sering kita kaji.

”Abdullah bin Amr berkatan: Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya umat bani Israil
terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan umatku akan terpecah belah menjadi
tujuh puluh tiga golongan, kesemuanya akan masuk ke neraka kecuali satu golongan yang
akan selamat. Para sahabat bertanya: Siapakah satu golongan yang selamat itu wahai
Rasulullah? Beliau menjawab: yaitu golongan yang mengikuti ajarannku dan ajaran para
Sahabatku. “

Memang ada yang menilai hadis tersebut mengandung kelemahan. Akan tetapi,
apabila dijadikan pegangan dan pedoman untuk mengukur pandangan dan perilaku yang
dapat dibenarkan oleh ajarang Islam, pastilah lebih baik dibanding keterangan para pakar
yang belum pasti kekuatan dan kebenarannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Aliran Syia’ah, Khowarij, Murji’ah, Jabariyah, dan Qadariyah?
2. Latar belakang  kemunculan Aliran Syia’ah, Khowarij, Murji’ah, Jabariyah, dan
Qadariyah?
3.   Siapa saja tokoh-tokoh Aliran Syia’ah, Khowarij, Murji’ah, Jabariyah, dan
Qadariyah?
4. Apa saja ajaran-ajaran Aliran Syia’ah, Khowarij, Murji’ah, Jabariyah, dan
Qadariyah?
5. Bagaimana Sekte-sekte Aliran Syia’ah, Khowarij, Murji’ah, Jabariyah, dan Qadariyah?
1.3 Tujuan
1. Dapat memahami dan menjelaskan apa Pengertian Aliran Syia’ah, Khowarij,
Murji’ah, Jabariyyah, dan Qadariyyah.
2. Dapat memahami dan menjelaskan latar belakang  kemunculan Aliran Syia’ah,
Khowarij, Murji’ah, Jabariyyah, dan Qadariyyah.
3. Dapat mengetahui tokoh-tokoh Aliran Syia’ah, Khowarij, Murji’ah, Jabariyyah, dan
Qadariyyah.
4. Dapat memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran Aliran Syia’ah, Khowarij, Murji’ah,
Jabariyyah, dan Qadariyyah.
5. Dapat memahami dan menjelaskan Sekte-sekte Aliran Syia’ah, Khowarij, Murji’ah,
Jabariyyah, dan Qadariyyah.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Aliran Syi’ah
2.1. Pengertian Syi’ah
Syi’ah adalah satu aliran dalam Islam yang meyakini bahwa ‘Ali bin Abi Thalib dan
keturunannya adalah imam-imam atau para pemimpin agama dan umat setelah Nabi
Muhammad saw. Dari segi bahasa, kata Syi’ah berarti pengikut, atau kelompok atau
golongan, seperti yang terdapat dalam surah al-Shâffât ayat 83 yang artinya: “Dan
sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh).
Syi’ah adalah salah satu aliran dalam Islam yang berkeyakinan bahwa yang paling
berhak menjadi imam umat Islam sepeninggal Nabi Muhammad saw ialah keluarga Nabi saw
sendiri (Ahlulbait). Dalam hal ini, ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib (paman Nabi saw) dan ‘Ali
bin Abi Thalib (saudara sepupu sekaligus menantu Nabi saw) beserta keturunannya.
Kata Syi’ah menurut pengertian bahasa secara umum berarti kekasih, penolong,
pengikut, dan lain-lainnya, yang mempunyai makna membela suatu ide atau membela
seseorang, seperti kata hizb (partai) dalam pengertian yang modern. Kata Syi’ah digunakan
untuk menjuluki sekelompok umat Islam yang mencintai ‘Ali bin Abi Thalib karramallâhu
wajhah secara khusus, dan sangat fanatik.

2.2. Sejarah Syi’ah


Para penulis sejarah Islam berbeda pendapat mengenai awal mula lahirnya Syi’ah.
Sebagian menganggap Syi’ah lahir langsung setelah wafatnya Nabi Muhammad saw, yaitu
pada saat perebutan kekuasaan antara golongan Muhajirin dan Anshar di Balai Pertemuan
Saqifah Bani Sa’idah. Pada saat itu muncul suara dari Bani Hasyim dan sejumlah kecil
Muhajirin yang menuntut kekhalifahan bagi ‘Ali bin Abi Thalib.
Pendapat yang paling populer adalah bahwa Syi’ah lahir setelah gagalnya
perundingan antara pihak pasukan Khalifah ‘Ali dengan pihak pemberontak Mu’awiyah bin
Abu Sufyan di Shiffin, yang lazim disebut sebagai peristiwa tahkîm atau arbitrasi. Akibat
kegagalan itu, sejumlah pasukan ‘Ali memberontak terhadap kepemimpinannya dan keluar
dari pasukan ‘Ali. Mereka ini disebut golongan Khawarij. Sebagian besar orang yang tetap
setia terhadap khalifah disebut Syî’atu ‘Alî (pengikut ‘Ali).
Pendirian kalangan Syi’ah bahwa ‘Ali bin Abi Thalib adalah imam atau khalifah yang
seharusnya berkuasa setelah wafatnya Nabi Muhammad telah tumbuh sejak Nabi Muhammad
masih hidup, dalam arti bahwa Nabi Muhammad sendirilah yang menetapkannya. Dengan
demikian, menurut Syi’ah, inti dari ajaran Syi’ah itu sendiri telah ada sejak zaman Nabi
Muhammad saw.
Namun demikian, terlepas dari semua pendapat tersebut, yang jelas adalah bahwa
Syi’ah baru muncul ke permukaan setelah dalam kemelut antara pasukan Mu’awiyah terjadi
pula kemelut antara sesama pasukan ‘Ali. Di antara pasukan ‘Ali pun terjadi pertentangan
antara yang tetap setia dan yang membangkang.

2.3. Tokoh-Tokoh Syi’ah


Dalam pertimbangan Syi’ah, selain terdapat tokoh-tokoh populer seperti ‘Ali bin Abi
Thalib, Hasan bin ‘Ali, Husain bin ‘Ali, terdapat pula dua tokoh Ahlulbait yang mempunyai
pengaruh dan andil yang besar dalam pengembangan paham Syi’ah, yaitu Zaid bin ‘Ali bin
Husain Zainal ‘Abidin dan Ja’far al-Shadiq. Kedua tokoh ini dikenal sebagai orang-orang
besar pada zamannya. Pemikiran Ja’far al-Shadiq bahkan dianggap sebagai cikal bakal ilmu
fiqh dan ushul fiqh, karena keempat tokoh utama fiqh Islam, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam
Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, secara langsung atau tidak langsung
pernah menimba ilmu darinya. Oleh karena itu, tidak heran bila kemudian Syaikh Mahmud
Syaltut, mantan Rektor Universitas al-Azhar, Mesir, mengeluarkan fatwa yang kontroversial
di kalangan pengikut Sunnah (Ahlussunnah—pen.). Mahmud Syaltut memfatwakan bolehnya
setiap orang menganut fiqh Zaidi atau fiqh Ja’fari Itsna ‘Asyariyah.
Adapun Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin terkenal ahli di bidang tafsir dan
fiqh. Pada usia yang relatif muda, Zaid bin ‘Ali telah dikenal sebagai salah seorang tokoh
Ahlulbait yang menonjol. Salah satu karya yang ia hasilkan adalah kitab al-Majmû’
(Himpunan/Kumpulan) dalam bidang fiqh. Juga karya lainnya mengenai tafsir, fiqh, imamah,
dan haji.
Selain dua tokoh di atas, terdapat pula beberapa tokoh Syi’ah, di antaranya:
a. Nashr bin Muhazim
b. Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa al-Asy’ari
c. Ahmad bin Abi ‘Abdillah al-Barqi
d. Ibrahim bin Hilal al-Tsaqafi
e. Muhammad bin Hasan bin Furukh al-Shaffar
f. Muhammad bin Mas’ud al-‘Ayasyi al-Samarqandi
g. Ali bin Babawaeh al-Qomi
h. Syaikhul Masyayikh, Muhammad al-Kulaini
i. Ibn ‘Aqil al-‘Ummani
j. Muhammad bin Hamam al-Iskafi
k. Muhammad bin ‘Umar al-Kasyi
l. Ibn Qawlawaeh al-Qomi
m. Ayatullah Ruhullah Khomeini
n. Al-‘Allamah Sayyid Muhammad Husain al-Thabathaba’i
o. Sayyid Husseyn Fadhlullah
p. Murtadha Muthahhari
q. ‘Ali Syari’ati
r. Jalaluddin Rakhmat
s. Hasan Abu Ammar

2.4. Ajaran-ajaran Syi’ah


a. Ahlulbait. Secara harfiah ahlulbait berarti keluarga atau kerabat dekat. Dalam sejarah
Islam, istilah itu secara khusus dimaksudkan kepada keluarga atau kerabat Nabi
Muhammad saw. Ada tiga bentuk pengertian Ahlulbait. Pertama, mencakup istri-istri
Nabi Muhammad saw dan seluruh Bani Hasyim. Kedua, hanya Bani Hasyim. Ketiga,
terbatas hanya pada Nabi sendiri, ‘Ali, Fathimah, Hasan, Husain, dan imam-imam
dari keturunan ‘Ali bin Abi Thalib. Dalam Syi’ah bentuk terakhirlah yang lebih
populer.
b. Al-Badâ’. Doktrin al-badâ’ adalah keyakinan bahwa Allah swt mampu mengubah
suatu peraturan atau keputusan yang telah ditetapkan-Nya dengan peraturan atau
keputusan baru.
c. Asyura. Maksudnya adalah hari kesepuluh dalam bulan Muharram yang diperingati
kaum Syi’ah sebagai hari berkabung umum untuk memperingati wafatnya Imam
Husain bin ‘Ali dan keluarganya di tangan pasukan Yazid bin Mu’awiyah bin Abu
Sufyan pada tahun 61 H di Karbala, Irak.
d. Imamah (kepemimpinan). Imamah adalah keyakinan bahwa setelah Nabi saw wafat
harus ada pemimpin-pemimpin Islam yang melanjutkan misi atau risalah Nabi.
e. ‘Ishmah. ‘Ishmah ialah kepercayaan bahwa para imam itu, termasuk Nabi
Muhammad, telah dijamin oleh Allah dari segala bentuk perbuatan salah atau lupa.
f. Mahdawiyah. Berasal dari kata mahdi, yang berarti keyakinan akan datangnya
seorang juru selamat pada akhir zaman yang akan menyelamatkan kehidupan manusia
di muka bumi ini. Juru selamat itu disebut Imam Mahdi.
g. Marja’iyyah atau Wilâyah al-Faqîh. Kata marja’iyyah berasal dari kata marja’ yang
artinya tempat kembalinya sesuatu. Sedangkan kata wilâyah al-faqîh terdiri dari dua
kata: wilâyah berarti kekuasaan atau kepemimpinan; dan faqîh berarti ahli fiqh atau
ahli hukum Islam. Wilâyah al-faqîh mempunyai arti kekuasaan atau kepemimpinan
para fuqaha.
h. Raj’ah. Kata raj’ah berasal dari kata raja’a yang artinya pulang atau kembali. Raj’ah
adalah keyakinan akan dihidupkannya kembali sejumlah hamba Allah swt yang paling
saleh dan sejumlah hamba Allah yang paling durhaka untuk membuktikan kebesaran
dan kekuasaan Allah swt di muka bumi, bersamaan dengan munculnya Imam Mahdi.
i. Taqiyah. Taqiyah adalah sikap berhati-hati demi menjaga keselamatan jiwa karena
khawatir akan bahaya yang dapat menimpa dirinya.
j. Tawassul. Adalah memohon sesuatu kepada Allah dengan menyebut pribadi atau
kedudukan seorang Nabi, imam atau bahkan seorang wali suaya doanya tersebut cepat
dikabulkan Allah swt.
k. Tawallî dan tabarrî. Kata tawallî berasal dari kata tawallâ fulânan yang artinya
mengangkat seseorang sebagai pemimpinnya. Adapun tabarrî berasal dari kata
tabarra’a ‘an fulân yang artinya melepaskan diri atau menjauhkan diri dari seseorang.

2.5. Sekte-sekte Syi’ah


a. Para ahli umumnya membagi sekte Syi’ah ke dalam empat golongan besar, yaitu
Kaisaniyah, Zaidiyah, Imamiyah, dan Kaum Ghulat. Golongan Imamiyah pecah
menjadi beberapa golongan. Yang terbesar adalah golongan Itsna ‘Asyariyah atau
Syi’ah Dua belas. Golongan lainnya adalah golongan Isma’iliyah.
b. Sementara itu, Abdul Mun’im al-Hafni dalam Ensiklopedia Golongan, Kelompok,
Aliran, Mazhab, Partai, dan Gerakan Islam, mengklasifikasikan Syi’ah secara rinci
sebagai berikut:
c. Al-Ghaliyah: Bayaniyah, Janahiyah, Harbiyah, Mughiriyah, Manshuriyah,
Khithabiyah, Mu’ammariyah, Bazighiyah, ‘Umairiyah, Mufadhaliyah, Hululiyah,
Syar’iyah, Namiriyah, Saba’iyah, Mufawwidhah, Dzamiyah, Gharabiyah,
Hilmaniyah, Muqanna’iyah, Halajiyah, Isma’iliyah.
d. Imamiyah: Qath’iyah, Kaisaniyah, Karbiyah, Rawandiyah, Abu Muslimiyah,
Rizamiyah, Harbiyah, Bailaqiyah, Mughiriyah, Husainiyah, Kamiliyah,
Muhammadiyah, Baqiriyah, Nawisiyah, Qaramithah, Mubarakiyah, Syamithiyah,
‘Ammariyah (Futhahiyah), Zirariyah (Taimiyah), Waqifiyah (Mamthurah-Musa’iyah-
Mufadhdhaliyah), ‘Udzairah, Musawiyah, Hasyimiyah, Yunusiah, Setaniyah.
e. Zaidiyah: Jarudiyah, Sulaimaniyah, Shalihiyah, Batriyah, Na’imiyah, Ya’qubiyah.

B.     Aliran Khowarij


2.1. Pengertisn Khowarij
Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang
keluar . Dinamai demikian karena kelompok ini adalah orang-orang yang keluar dari barisan
Imam Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra sebagai protes terhadap Imam Sayyidina Ali ra yang
menyetujui perdamaian dengan mengadakan arbitrase dengan muawiyah bin Abi Sufyan.
Pendapat lain mengatakan bahwa khawarij berasal dari kata kharaja- khurujan didasarkan
atas (QS An Nisa [4]: 100) Yang pengertiannya keluar dari rumah untuk berjuang dijalan
Allah. Kaum khawarij memandang diri mereka sebagai orang-orang yang keluar dari rumah
semata-mata untuk berjuang dijalan Allah.
Dengan demikian khawarij adalah aliran (firqah) yang keluar dari jamaah
(almufaraqah li al-jamaah) disebabkan ada perselisihan pendapat yang bertentangan dengan
prinsip yang mereka yakini kebenarannya. Selain nama khawarij, ada beberapa nama lagi
yang dinisbatkan kepada kelompok aliran ini, antara lain al-muhakkimah, syurah, haruriyah
dan al-mariqah. Al-Muhakkimah berasal dari semboyan mereka yang terkenal (Tidak hukum
kecuali hukun Allah) atau (Tidak ada pembuat hukum kecuali Allah). Berdasarkan alasan
inilah mereka menolak keputusan Imam Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. Menurut pendapat
aliran ini yang berhak memutus perkara hanya Allah Azz wa Jalla, bukan melalui arbitrase
(tahkim).
Syurah berasal dari syara-syira’an artinya menjual. Penanaman ini didasarkan pada
(QS Al Baqarah [2] : 207),”Dan diantara manusia ada yang mejual dirinya untuk memperoleh
keridlaan Allah”. Pengikut aliran ini menganggap kelompoknya sebagai golongan yang
dimaksud dengan ayat diatas. Haruriyah berasal dari kata hururah, nama derah tempat
menggalang kekuatan dan pusat kegiatan kelompok ini setelah memisahkan diri dari Ali bin
Abi Thalib. Haruriyah berarti orang-orang berkebangsaan harurah. Al-Mariqah berasal dari
kata maraqa artinya anak panah keluar dari busurnya. Pemberian nama ini oleh orang-orang
yang tidak sepaham (lawan) aliran ini karena dianggap telah keluar dari sendi-sendi agama
islam. Adanya sebutan (nama) yang variatif bagi aliran khawarij itu didasarkan kepada
slogan-slogan yang diproklamirkan aliran ini, atau berdasarkan markas dan pusat
perkembangan serta penyebaran aliran ini, bahkan ada yang berdasarkan kecaman dari yang
tidak sefaham dengan aliran ini.

2.2. Sejarah Aliran Khowarij


Aliran ini muncul saat terjadinya perselisihan antara Muawiyah bin Abu Sufyan
dengan Ali bin Abi Tholib dalam perang shiffin tahun 37 H. kedua kelompok yang bertikai
akhirnya sepakat mengadakan perundingan dan sepakat kembali ke Kitabullah. Dalam
perundingan itu terjadilah pengelabuhan yang dilakukan Amr bin Ash (perwakilan
Muawiyah) terhadap Abu Musa al-Asy’ari (perwakilan Ali). Kejadian ini menimbulkan
kejadian krisis baru dan pembangkangan yang dilakukan sekelompok muslim yang
kebanyakan dari Bani Tamim. Mereka menyatakan “La Hukma Illallah”. Para kelompok
tersebut kemudian membaiat Abdullah bin Wahb Ar Rosiby. Mereka menyebut dirinya
dengan sebutan Syurah (golongan yang bersedia mengorbankan dirinya demi mendapatkan
keridloan Allah).
khawarij muncul pertama kali sebagai gerakan politis yang kemudian beralih menjadi
gerakan teologis, sehingga khawrij menjadi aliran dalam teologi islam yang pertama, kaum
khawarij dikenal sebagai kelompok orang yang melakukan pemberontakan terhadap imam
yang sah yangb diakui olehb rakyat (umat). Oleh karena itu, istilah khawarij bisa dikenakan
kepada semua orang yang menentang para imam,baik pada masa sahabat maupun pada masa-
masa berikutnya.

2.3. Tokoh-tokoh Aliran Khowarij


a.       Urwah bin Hudair
b.      Mustarid bin Sa’ad
c.       Hausarah Al-Asadi
d.      Quraib bin Maruah
e.       Nafi’ bin Al-Azraq
f.       ’Abdullah bin Basyir
g.      Abu Bakr Al-Baghdadi (Diduga sejak 2014).

2.4. Ajaran-ajaran Khowarij


a.       Kaum muslimin yang melakukan dosa besar adalah kafir.
b.      Kaum muslimin yang terlibat dalam perang Jamal, yakni perang antara Aisyah, Thalhah, dan
Zubair melawan Ali bin Abi Thalib dan pelaku arbitrase (termasuk yang menerima dan
membenarkannya) dihukumi kafir.
c.       Khalifah harus dipilih rakyat serta tidak harus dari keturunan Nabi Muhammad SAW dan
tidak mesti keturunan Quraisy. Jadi, seorang muslim dari golongan manapun bisa menjadi
kholifah asalkan mampu memimpin dengan benar.

2.5. Sekte-sekte Aliran Khowarij


a.       Muhakkimah
Abdullah ibn Wahhab Al-Rasyibi pemimpin sekte Al-Muhakkimat. Beliau adalah
tokoh utama dari 12.000 orang yang keluar dari barisan Ali r.a. dan menjadikan Haruriah
sebagai basis pergerakan. Di desa itu, Abdullah bersama kroninya mendirikan “khilafah
baru” dengan pemimpinnya Abdulllah sendiri.
b.      Azariqah
Aliran ini dipimpin oleh Nafi’ ibn al-Azraq yang berasal dari Bani Hanifah. Mereka
merupakan pendukung terkuat mazhab Khawarij yang paling banyak anggotanya dan paling
terkemuka di antara semua aliran yang mazhab ini. Nafi’ meninggal karena terbunuh dalam
peperangan, kemudian kedudukannya digantikan oleh Nafi’ ibn ‘Abdullah dan Qothri ibn al-
Fuja’ah.
c.       Najdah
Sekte Najdat yang merupakan pecahan dari sekte Azariqoh. Pemimpin dari aliran ini
adalah Najdah ibn ‘Uwaimir yang berasal dari Bani Hudzaifah. Aliran ini tidak sependapat
dengan aliran Azariqah tentang kafirnya orang Khawarij yang tidak mau turut berperang dan
bolehnya membunuh anak-anak, sebagaimana mereka juga tidak sependapat tentang status
Ahl Dzimmah. Menurut aliran Azariqah mereka tidak boleh diperangi karena menghormati
perjanjian mereka, sementara para pengikut aliran Najdah mengatakan mereka halal untuk
diperangi.
d.      Shafriyyah
Penganut aliran ini adalah pengikut Ziyad ibn al-Ashfar. Pandangan mereka lebih
lunak daripada pandangan aliran Azariqah, tetapi lebih ekstrim dibandingkan dengan aliran
Khawarij lainnya. Mengenai pelaku dosa besar, mereka tidak sependapat dengan aliran
Azariqah yang memandang pelakunya menjadi musyrik dan kekal di dalam neraka.
Mereka berpendapat bahwa kaum Muslimin tidak boleh diperangi, wilayah orang-
orang yang berbeda pendapat dengan mereka bukan wilayah perang, tidak boleh melecehkan
wanita dan anak-anak, serta tidak boleh memerangi seseorang kecuali tentara pemerintah.
e.      ‘Ajaridah
Diantara pendapat mereka adalah boleh mengangkat seseorang pemimpin jika
diketahui bahwa orang tersebut adalh penganut Khawarij yang bertakwa walaupun ia tidak
turut berperang. Hijrah dari wilayah penganut paham yang berlainan bukan kewajiban,
melainkan suatu tindakan terpuji. Harta orang lainb tidak boleh dikuasai sewenang-wenang,
dan hanya boleh merampas harta orang yang berlainan paham jika orang tersebut diperangi,
sedangkan lawan tidak boleh diperangi kecuali jika mereka menyerang kelompok ‘Ajaridah.
Dan aliran ini juga terpecah kedalam kelompok-kelompok yang lebih kecil.
f.        Ibadiyyah
Beberapa pendapat mereka yang menonjol adalah:
         Orang Islam yang berbeda paham dengan mereka bukan orang musyrik, tetapi juga bukan
orang Mu’min.
         Haram memerangi orang yang tidak sepaham dengan aliran Ibadhiyyah, dan wilayah mereka
adalah wilayah tauhid dan Islam, kecuali wilayah pasukan tentara pemerintah.
         Harta rampasan dari kaum Muslimin yang menjadi lawan mereka haram diambil, kecuali
kuda, senjata dan perlengkapan peranng lainnya, sedangkan emas dan perak harus
dikebalikan.
         Orang yang berbeda pendapat dengan Ibadhiyyah dapat menjadi saksi dalam suatu perkara,
boleh menikahi mereka, serta saling mewarisi antara merekadan penganut Khawarij lainnya
tetap berlaku.

C.     Aliran Murji’ah


2.1. Pengertian Aliran Murji’ah
Kata murji’ah berasal dari suku kata bahasa arab “Raja’a” yang berarti “Kembali” dan
yang dimaksud adalah golongan atau aliran yang berpendapat bahwa konsekuensi hukum dari
perbuatan manusia bergantung pada Allah SWT.

2.2. Sejarah Aliran murji’ah


Awal mula timbulnya Murji’ah adalah sebagai akibat dari gejolak dan ketegangan
pertentangan politik yaitu soal khilafah (kekhalifahan) yang kemudian mengarah ke bidang
teologi. Pertentangan politik ini terjadi sejak meninggalnya Khalifah Usman yang berlanjut
sepanjang masa Khalifah Ali dengan puncak ketegangannya terjadi pada waktu perang Jamal
dan perang Shiffin. Setelah terbunuhnya Khalifah Utsman Ibn Affan, umat islam terbagi
menjadi dua golongan yaitu kelompok Ali dan Muawiyyah. Kelompok Ali lalu terpecah
menjadi dua yaitu Syi’ah dan Khawarij.
Setelah wafatnya Ali, Muawiyyah mendirikan Dinasti Bani Umayyah (661M). Kaum
Khawarij dan Syi’ah yang saling bermusuhan, mereka sama-sama menentang kekuasaan Bani
Umayyah itu. Syi’ah menganggap bahwa Muawiyyah telah merampas kekuasaan dari tangan
Ali dan keturunannya. Sementara itu, Khawarij tidak mendukung Muawiyyah karena ia
dinilai telah menyimpang dari ajaran islam. Di antara ke tiga golongan itu terjadi saling
mengkafirkan.
Dalam suasana pertentangan ini, timbul satu golongan baru yaitu Murji’ah yang ingin
bersikap netral, tidak mau turut dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi antara
golongan yang bertentangan itu. Bagi mereka, sahabat-sahabat yang bertentangan itu
merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh
karena itu, mereka tidak mengeluarkan pendapat tentang siapa yang sebenarnya salah dan
memandang lebih baik menunda penyelesaian persoalan ini ke hari perhitungan di hadapan
Tuhan.

2.3.Tokoh-tokoh Aliran Murji’ah


Pemimpin utama Murji’ah adalah Hasan bin Bilal al Muzi, Abu Sallat al samman,
Dirrar bin Umar. Selain itu, tokoh-tokoh yang terkenal lainnya adalah:
a.       Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib
b.      Abu Hanifah
c.       Abu Yusuf
d.      dan beberapa ahli hadits lainnya

2.4. Ajaran-ajaran Aliran Murji’ah


a.       Iman adalah cukup dengan mengakui dan percaya kepada Allah dan rasul-Nya saja. Adapun
amal atau perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasan hal ini
seseorang tetep dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardukan dan
melekukan dosa besar.
b.      Dasar keselamatan adalah iman semata-mata, selama masih ada iman dihati, setiap maksiat
tidak dapat mendatangkan madarat atau gangguan atas seseorang. Untuk mendatangkan
pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam
keadaan akidah tauhid.
c.       Orang islam yang melakukan dosa besar tidak dihukumkan kafir.

d.      Muslim tersebut tetap mukmin selama ia mengakui dua kalimat syahadat.

e.       Hukum terhadap perbuatan manusia di tangguhkan hingga hari kiamat.

2.5. Sekte-sekte Aliran Murji’ah


Kaum Murji’ah pecah menjadi beberapa golongan kecil. Namun, pada umumnya
Aliran Murji’ah menurut Harun Nasutuion, terbagi kepada dua golongan besar, yakni
“golongan moderat” dan “golongan ekstrim”.
Golongan Murji’ah moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah
kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan di hukum sesuai dengan besar kecilnya dosa
yang dilakukan. Sedangkan Murji’ah ekstrim, yaitu pengikut Jaham Ibnu Sofwan,
berpendapat bahwa orang Islam yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan
kekufuran secara lisan, tidaklah menjadi kafir, karena iman dan kufur tempatnya dalam hati.
Bahkan, orang yang menyembah berhala, menjalankan agama Yahudi dan Kristen sehingga
ia mati, tidaklah menjadi kafir. Orang yang demikian, menurut pandangan Allah, tetap
merupakan seorang mukmin yang sempurna imannya.
Kelompok ekstrim dalam Murji’ah terbagi menjadi empat kelompok besar, yaitu:
a.       Al-Jahmiyah, kelompok Jahm bin Syahwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa
orang yang percaya kepada tuhan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan, tidaklah
menjadi kafir karena iman dan kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain
dalam tubuh manusia.
b.      Shalihiyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui
tuhan, sedangkan kufur tidak tahu tuhan.
c.       Yumusiah dan Ubaidiyah, melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan
jahat tidaklah merusak iman seseorang.
d.      Hasaniyah, jika seseorang mengatakan “saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya
tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini”, maka orang tersebut tetap
mukmin, bukan kafir.
D.    Aliran Qodariyah
2.1. Pengertian Aliran Qodariyah
Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara yang
bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara termenologi istilah adalah suatu aliran
yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diinrvensi oleh Allah. Aliran-aliran ini
berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat
sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas
kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan-perbutannya. Harun Nasution
menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan
untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia
terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.

2.2. Sejarah Aliran Qodariyah


Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih
merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar
teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-
Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.
Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad
Amin, aliran Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh orang Irak yang pada mulanya
beragama Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama Kristen. Namanya
adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu Syu’ib. Sementara W. Montgomery
Watt menemukan dokumen lain yang menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat dalam
kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun
700M.

2.3. Tokoh-tokoh Aliran Qodariyah


Tokoh-tokoh aliran qodariyah antara lain adalah:
a. Ma’bad al-Juhani dan Ja’ad bin Dirham
b. Abi Syamr dan Ibnu Syahib
c. Galiani al-Damasqi
d. Saleh Qubbah
e. Ibnu Sauda' Abdullah bin Saba' Al-Yahudi
f.   Al-Ja'd bin Dirham (yang terbunuh tahun 124H)
g. Al-jahm bin Shafwan

2.4. Ajaran-ajaran Aliran Qodariyah


Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa
manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan
baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau
menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh an-Nazzam
menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan dengan daya itu ia dapat berkuasa
atas segala perbuatannya.
Secara terperinci asas-asas ajaran Qadariyah adalah sebagai berikut:
a. Mengingkari takdir Allah Taala dengan maksud ilmuNya.
b. Melampau di dalam menetapkan kemampuan manusia dengan menganggap mereka
bebas berkehendak (iradah).
c. Mereka berpendapat bahawa Allah tidak bersifat dengan suatu sifat yang ada pada
makhluknya. Kerana ini akan membawa kepada penyerupaan (tasybih).
d. Mereka berpendapat bahawa al-Quran itu adalah makhluk. Ini disebabkan
pengingkaran mereka terhadap sifat Allah.
e. Mengenal Allah wajib menurut akal, dan iman itu ialah mengenal Allah.
f. Mereka mengingkari melihat Allah (rukyah), kerana ini akan membawa kepada
penyerupaan (tasybih).
g. Mereka mengemukakan pendapat tentang syurga dan neraka akan musnah (fana'),
selepas ahli syurga mengecap nikmat dan ali neraka menerima azab siksa.

2.5. Sekte-sekte Aliran Qodariyah


a.       Golongan Qadariyah yang pertama adalah mereka yang mengetahui qadha dan qadar serta
mengakui bahwa hal itu selaras dengan perintah dan larangan, mereka berkata jika Allah
berkehendak, tentu kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukanNya, dan kami tidak
mengharamkan apapun.
b.      Qadariyah majusiah, adalah mereka yang menjadikan Allah berserikat dalam penciptaan-
penciptaan-Nya, sebagai mana golongan-golongan pertama menjadikan sekutu-sekutu bagi
Allah dalam beribadat kepadanya, sesungguhnya dosa-dosa yangterjadi pada seseorang
bukanlah menurut kehendak Allah, kadang kala merekaberkata Allah juga tidak
mengetahuinya.
c.       Qadariyah Iblisiyah, mereka membenarkan bahwa Alah merupakan sumber terjadinya kedua
perkara (pahala dan dosa) Adapun yang menjadikan kelebihan dari paham ini membuat
manusia menjadi kreatif dan dinamis, tidak mudah putus asa, ingin maju dan berkembang
sesuai dengan tuntutan zaman, namun demikian mengeliminasi kekuasaan Allah juga tidak
dapat dibenarkan oleh paham lainnya (Ahlussunah wal jamaah).

E.     Aliran Jabariyah


2.1. Pengertian Aliran Jabariyah
Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung pengertian
memaksa. Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara
yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Salah satu sifat
dari Allah adalah al-Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah
Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua
perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam
keadaan terpaksa (majbur).
Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala
perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya
adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak
manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak
mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang
mengistilahkan bahwa Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai
dalangnya.

2.2. Sejarah Aliran Jabariyah


Latar belakang lahirnya aliran jabariyah tidak ada penjelasan yang jelas. Abu Zahra
menuturkan bahwa faham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa bani Umayyah. Ketika
itu para ulama membicarakan tentang masalah qadar dan kekuasaan manusia ketika
berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan .
Pendapat lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum
agama Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun
pasir sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di tengah bumi
yang disinari terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang panas ternyata
tidak dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman, tapi
yang tumbuh hanya rumput yang kering dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi
panasnya musim serta keringnya udara.

2.3. Tokoh-tokoh Aliran Jabariyah


a.       Al-Ja’d bin Dirham
Pendapat-pendapatnya :
         Tidak pernah Allah berbicara dengan Musa sebagaimana yang disebutkan oleh Alqur'an
surat An-Nisa ayat 164.
         Bahwa Nabi Ibrahim tidak pernah dijadikan Allah kesayangan Nya menurut ayat 125 dari
surat An-Nisa.
b.      Jahm Ibnu Shafwan
c.       Husain bin Muhammad An-Najjar
d.      Adh-Dhirar

2.4. Ajaran-ajaran Aliran Jabariyah


Diantara ajaran Jabariyah adalah:
a.       Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik
yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya.
b.      Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
c.       Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
d.      Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
e.       Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
f.       Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya,
karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
g.      Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
h.      Bahwa Alqur’an adalah makhluk dan bukan kalamullah

2.5. Sekte-sekte Aliran Jabariyah


Menurut Syahrastani, terdapat tiga golongan dalam Jabariyah, yaitu:
a.       Jahmiyah
Jahmiyah adalah sekte para pengikut Jahm bin Sofwan, salah seorang yang  paling berjasa
besar dalam mengembangkan aliran Jabariyah. Ajaran Jahmiyah yang terpenting adalah al
Bari Ta‟ala (Allah SWT Tuhan Maha Pencipta lagi Maha Tinggi) Allah SWT tidak boleh
disifatkan dengan sifat yang dimiliki makhluk-Nya, seperti sifat hidup (hayat) dan
mengetahui („alim), karena penyifatan seperti itu mengandung pengertian penyerupaan
Tuhan dengan makhluk-Nya, padahal penyerupaan seperti itu tidak mungkin terjadi.
b.      Najjariyah
Sekte ini dipimpin oleh Al Husain bin Muhammad an Najjar (w. 230 H / 845 M). Ajaran
yang dikemukakan bahwa Allah memiliki kehendak terhadap diri-Nya sendiri, sebagaimana
Allah mengetahui diri-Nya. Tuhan menghendaki kebaikan dan kejelekan, sebagaimana ia
menghendaki manfaat dan mudharat.
c.       Dhirariyah
Sekte ini dipimpin oleh Dirar bin Amr dan Hafs al Fard. Kedua pemimpin tersebut
sepakat meniadakan sifat-sifat Tuhan dan keduanya juga  berpendirian bahwa Allah SWT itu
Maha Mengetahui dan Maha Kuasa, dalam pengertian bahwa Allah itu tidak jahil (bodoh)
dan tidak pula ajiz (lemah).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.      Aliran Syiah adalah Aliran yang mendukung Ali bin Abi Tholib dan ahli bait nya sebagai
pemimpin yang sah.
2.      Aliran Khowarij adalah aliran yang keluar dari barisan Ali bin Abi Tholib karena mereka
tidak puas dengan tahkim yang dilakukan Ali. Mereka berpendapat bahwa Ali telah
melakukan dosa besar.
3.      Aliran Murji’ah adalah golongan atau aliran yang berpendapat bahwa konsekuensi hukum
dari perbuatan manusia bergantung pada Allah SWT. Aliran ini berpendapat Iman adalah
cukup dengan mengakui dan percaya kepada Allah dan rasul-Nya saja.
4.      Aliran Qodariyah adalah aliran yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kekuatan
untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia
terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
5.      Aliran Jabariyah adalah aliran yang berpendapat bahwa segala perbuatan manusia telah
ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Jadi manusia tidak punya wewenang
dan kehendak untuk berbuat sendiri, mereka percaya bahwa semua tingkah lakunya telah
ditentukan Allah.
Daftar Pustaka

http://taufiqaliromdloni.blogspot.com/2016/04/aliran-aliran-dalam-islam-syiah.html, 25 September
2020
https://id.wikipedia.org/wiki/Khawarij, 25 September 2020
https://www.mahasiswaunusa.com/2019/06/makalah-firqah-dalam-islam-pdf.html, diakses 29
September 2020.
https://www.researchgate.net/publication/332560760_KHAWARIJ_ARTI_ASAL-
USUL_FIRQAH-FIRQAH_DAN_PENDAPATNYA, diakses 29 September 2020
Anwar, Rosihan. 2006. Ilmu Kalam. Bandung: Puskata Setia.
Nasution, Harun. 1983. Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI
Press.

Anda mungkin juga menyukai