Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL NAFAS

(ASKEP TEORI)

DISUSUN OLEH :

NAMA : LENNI AGUS


NIM : 21906158
KELAS : D NONREG
NO. URUT : 27

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU KEPERAWATAN S1


STIK MAKASSAR
2019
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Gagal Nafas

1. Definisi

Kegagalan pernapasan adalah suatu kondisi dimana oksigen tidak cukup

masuk dari paru-paru ke dalam darah. Organ tubuh, seperti jantung dan

otak, membutuhkan darah yang kaya oksigen untuk bekerja dengan baik.

Kegagalan pernapasan juga bisa terjadi jika paru-paru tidak dapat

membuang karbon dioksida dari darah. Terlalu banyak karbon dioksida

dalam darah dapat membahayakan organ tubuh (National Heart, lung,

2011).

Keadaan ini disebabkan oleh pertukaran gas antara paru dan darah yang

tidak adekuat sehingga tidak dapat mempertahankan PH, PO2, dan

PCO2, darah arteri dalam batas normal dan menyebabkan hipoksia tanpa

atau disertai hiperkapnia (Arifputera, 2014).

2. Klasifikasi gagal nafas

Menurut Syarani (2017), gagal nafas dibagi menjadi dua yaiitu gagal

nafas tipe I dan gagal nafas tipe II.

a. Gagal nafas tipe I

Gagal napas tipe I adalah kegagalan paru untuk mengoksigenasi

darah, ditandai dengan PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau

menurun. Gagal napas tipe I ini terjadi pada kelainan pulmoner dan
tidak disebabkan oleh kelainan ekstrapulmoner. Mekanisme

terjadinya hipoksemia terutama terjadi akibat:

1) Gangguan ventilasi/perfusi (V/Q mismatch), terjadi bila darah

mengalir ke bagian paru yang ventilasinya buruk atau rendah.

Keadaan ini paling sering. Contohnya adalah posisi (terlentang

di tempat tidur), ARDS, atelektasis, pneumonia, emboli paru,

dysplasia bronkupulmonal.

2) Gangguan difusi yang disebabkan oleh penebalan membrane

alveolar atau pembentukan cairan interstitial pada sambungan

alveolar-kapiler. Contohnya adalah edema paru, ARDS,

pneumonia interstitial.

3) Pirau intrapulmonal yang terjadi bila aliran darah melalui area

paru-paru yang tidak pernah mengalami ventilasi. Contohnya

adalah malformasi arterio-vena paru, malformasi adenomatoid

kongenital.

b. Gagal nafas tipe II

Gagal napas tipe II adalah kegagalan tubuh untuk mengeluarkan

CO2, pada umumnya disebabkan olehkegagalan ventilasi yang

ditandai dengan retensi CO2 (peningkatan PaCO2 atau hiperkapnia)

disertai dengan penurunan PH yang abnormal dan penurunan PaO 2

atau hipoksemia.

Kegagalan ventilasi biasanya disebabkan oleh hipoventilasi karena

kelainan ekstrapulmonal. Hiperkapnia yang terjadi karena kelainan


ekstrapulmonal dapat disebabkan karena penekanan dorongan

pernapasan sentral atau gangguan pada respon ventilasi.

Menurut Black and Hawks (2014), pada pasien gagal nafas akut

diklasifikasikan menjadi dua yaitu gagal nafas hipoksemia dan gagal

nafas ventilasi atau hiperkapnia.

a. Gagal nafas hipoksemia

Gagal nafas hipoksemia dapat disebabkan masalah difusi seperti

edema paru, nyaris tenggelam, sindrom gawat nafas (akut) dewasa

(adult/acute respiratory distress syndrome), masalah lokal seperti

pneumonia, pendarahan rongga dada dan tumor paru

b. Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia

Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia adalah ketika klien tidak

dapat mendukung pertukaran gas yang adekuat, menyebabkan

kenaikan kadar PaCO2 yang berakibat pada deprsi susunan saraf

pusat, ketidakmampuan neuromuscular untuk mempertahankan

pernafasan atau bebabn berlebih pada sistem pernafasan.

3. Etiologi

Etiologi gagal napas sangat beragam tergantung jenisnya. Gagal napas

dapat disebabkan oleh kelainan paru, jantung, dinding dada, otot

pernapasan, atau medulla oblongata. Berbagai penyebab gagal napas

dapat dilihat pada Tabel 2.1


Tabel 2.1
Penyebab gagal nafas berdasarkan tipe gagal nafas

Gagal nafas tipe I Gagal nafas tipe II


Asma akut Kelainan paru Kelainan SSP
ARDS Asma akut berat Koma
Pneumonia Obstruksi saluran Peningkatan TIK
napas akut
Emboli Paru PPOK Cedera kepala
Fibrosis Paru OSA Opioid dan obat
sedasi
Edema paru Bronkiektasis Kelainan
neuromuscular
PPOK Kelainan dinding dada Lesi medula
spinalis (trauma,
polio atau tumor)
Emfisema Flail chest Gangguan nervus
perifer(Sindrom
guillan-Barre atau
difteri)
Ruptur diafragma Gangguan
neuromuscular
junction (miastemia
gravis, botulisme,
pelemas otot)
Kifoskoliosis Distrofi muscular
Distensi abdomen
(asites,
hemoperioneum)
Obesitas
Sumber : Arifputra (2014)

Beberapa mekanisme timbulnya gagal napas pada beberapa penyakit

adalah sebagai berikut:

a. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan Asma

Kerusakan jaringan paru pada PPOK seperti penyempitan saluran

napas, fibrosis, destruksi parenkim membuat area permukaan

alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu


menurun, membuat terganggunya difusi O2 dan eliminasi CO2

(Sundari, 2013).

b. Pneumonia

Mikroorganisme pada pneumonia mengeluarkan toksin dan memicu

reaksi inflamasi dan mensekresikan mucus. Mucus membuat area

permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru

secara kontinu menurun, membuat terganggunya difusi O2 dan

eliminasi CO2 (Sundari, 2013).

c. TB Pulmonal

Pelepasan besar mycobacteria ke sirkulasi pulmonal menyebabkan

terjadi peradangan, endarteritis obliteratif dan kerusakan membrane

alveolokapiler, sehingga menyebabkan pertukaran gas terganggu

(Raina et al., 2013).

d. Tumor paru

Tumor paru dapat menyebabkan obstruksi jalan napas membuat

ventilasi dan perfusi tidak adekuat (American Association for

Respiratory Care, www.aarc.org American Lung Association,

2009).

e. Pneumotoraks

Pneumotoraks adalah adanya udara di dalam ruang pleura yang

menghalangi ekspansi paru sepenuhnya. Ekspansi paru terjadi jika

lapisan pleura dari dinding dada dan lapisan visera dari paru-paru

dapat memelihara tekanan negative pada rongga pleura. Ketika


kontinuitas sistem ini hilang, paru akan kolaps, menyebabkan

pneumothoraks (Black and Hawks, 2014).

f. Efusi Pleura

Efusi pleura adalah penumpukan cairan pada rongga pleura. Cairan

pleura normalnya merembes secara terus-menerus ke dalam rongga

dada dari kapiler-kapiler yang membatasi pleura parietalis dan

diserap ulang oleh kapiler dan sistem limfatik pleura viseralis.

Kondisi apapun yang mengganggu sekresi atau drainase dari cairan

ini akan menyebabkan efusi pleura (Black and Hawks, 2014).

4. Patofisiologi

Menurut Black and Hawks (2014), patofisiologi gagal nafas hipoksemia

dan Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia adalah sebagai berikut :

a. Gagal nafas hipoksemia

Pada gagal nafas hipoksemia salaha satu penyebabnya adalah edema

paru yang dapat diakibatkan bebererapa penyakit seperti acute

respiratory distress syndrome (ARDS). Normalnya cairan bergerak

dari ruang intertisial pada ujung arteri kapiler sebagai hasil dari

tekanan hidrostatik di pembuluh darah, dan kembali ke ujung vena

kapiler karena adanya tekanan onkotik dan peningkatan tekanan

hidrostatik intertisial. Pergerakan cairan dalam paru tidak berbeda,

sering ditemukan cairan di ruang intertisial paru. Normalnya cairan

tersebut keluar dari sirkulasi mikro dan masuk ke intertisial untuk

menyediakan nutrisi pada sel-sel paru.


Peningkatan tekanan hidrostatik di pembuluh darah paru

menyebabkan ketidakseimbangan gaya starling, mnyebabkan

peningkatan filtrasi cairan ke ruang intertisial paru sehingga mlebihi

kemampuan kapasitas jaringan limfatik untuk menyalurkan cairan

tersebut. Meningkatkan volume kebocoran k ruang alveolus. Sistem

limfatik berusaha mengkompensasi hal trsebut dengan

mengeluarkan cairan intertisial yang berlebih ke kelenjar getah

being hilus dan kembali ke sistem vaskuler. Bila jalur tersebut

terganggu, cairan bergerak dari intertisial pleura ke dinding

alveolus. Hipoksemia terjadi ketika membran alveolus menebal oleh

cairan, menghambat pertukaran oksigen dan CO2. Dengan cairan

menumpuk diintertisial dan ruang alveolus menurunkan daya

kembang paru dan difusi oksigen terganggu.

b. Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia

Ventilasi alveolus dijaga oleh susuan syaraf pusat (SSP) melalui

saraf dan otot pernafasan untuk mengontrok pernafasan. Kegagalan

ventilasi alveolus menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi perfusi

yang mengakibatkan hiperkapnia (kenaikan kadar CO2), dan

akhirnya terjadi asidosis. Bila tidak ditangani gagal ventilasi akut

dapat menyebabkan kematian.

Pada gagal ventilasi akibat obstruksi, tekanan residu diparu

mengganggu proses inhalasi dan meningkatkan beban kerja

pernafasan. ketika volume alveolus ekspirasi akhir tetap brada diatas


titik penutupan kritisnya, alvelous tetap terbuka dan berfungsi,

memungkinkan oksigen untuk berdifusi kedalam aliran darah. Jika

volume alveolus lebih rendah dari titik penutupan, alveolus akan

kolaps. Kolapsnya alveolus menyebabkan tidak ada aliran darah dan

oksigen yang masuk ke alveolus. Pada gagal ventilasi akut , volume

rsidu dan kapasitas resdiu fungsional munurun, menyebabkan

perfusi tanpa oksigenasi dan penurunan daya kembang.

5. Manifestasi Klinis

Menurut Arifputra (2014) Dikatakan gagal napas jika memenuhi salah

satu keriteria yaitu PaO2 arteri <60 mmHg atau PaCO 2>45 mmHg,

kecuali peningkatan yang terjadi kompensasi alkalosis metabolic. Selain

itu jika menurut klasifikasinya sebagi berikut :

a. Gagal napas hipoksemia

Nilai PaCO2 pada gagal napas tipe ini menunjukkan nilai normal

atau rendah. Gejala yang timbul merupakan campuran hipoksemia

arteri dan hipoksia jaringan, antara lain:

1) Dispneu (takipneu, hipeventilasi)

2) Perubahan status mental, cemas, bingung, kejang, asidosis laktat

3) Sinosis di distal dan sentral (mukosa,bibir)

4) Peningkatan simpatis, takikardia, diaforesis, hipertensi

5) Hipotensi , bradikardia, iskemi miokard, infark, anemia, hingga

gagal jantung dapat terjadi pada hipoksia berat


b. Gagal napas hiperkapnia

Kadar PCO2 yang cukup tinggi dalam alveolus menyebabkan pO2

alveolus dari arteri turun. Hal tersebut dapat disebabkan oleh

gangguan di dinding dada, otot pernapasan, atau batang otak.

Contoh pada PPOK berat, asma berat, fibrosis paru stadium akhir,

ARDS berat atau landry guillain barre syndrome. Gejala

hiperkapnia antara lain penurunan kesadaran, gelisah, dispneu

(takipneu, bradipneu), tremor, bicara kacau, sakit kepala, dan papil

edema.

6. Pemeriksaaan penunjang

Menurut Syarani (2017), adapun pemeriksaaan penunjang untuk pasien

dengan gagal anafs adalah sebagai berikut :

a. Laboratorium

1) Analisa Gas Darah

Gejala klinis gagal napas sangat bervariasi dan tidak spesifik.

Jika gejala klinis gagal napas sudah terjadi maka analisa gas

darah harus dilakukan untuk memastikan diagnosis,

membedakan gagal napass akut dan kronik. Hal ini penting

untuk menilai berat-ringannya gagal napas dan

mempermudahkan peberian terapi. Analisa gas darah dilakukan

untuk patokan terapi oksigen dan penilian obyektif dalam berat

- ringan gagal napas. Indikator klinis yang paling sensitif untuk

peningkatan kesulitan respirasi ialah peningkatan laju


pernapasan. Sedangkan kapasitas vital paru baik digunakan

menilai gangguan respirasi akibat neuromuscular, misalnya

pada sindroma guillain-barre, dimana kapasitas vital berkurang

sejalan dengan peningkatan kelemahan. Interpretasi hasil

analisa gas darah meliputi 2 bagian, yaitu gangguan

keseimbangan asam-basa dan perubahan oksigenasi jaringan.

2) Pulse Oximetry

Alat ini mengukur perubahan cahaya yang yang ditranmisikan

melalui aliran darah arteri yang berdenyut. Informasi yang di

dapatkan berupa saturasi oksigen yang kontinyu dan non-

invasif yang dapat diletakkan baik di lobus bawah telinga atua

jari tangan maupun kaki. Hasil pada keadaan perfusi perifer

yang kecil, tidak akurat. Hubungan antara saturasi oksigen

dantekanan oksigen dapat dilihat pada kurva disosiasi

oksihemoglobin. Nilai kritisnya adalah 90%, dibawah level itu

maka penurunan tekanan oksigen akan lebih menurunkan

saturasi oksigen.

3) Capnography

Alat yang dapat digunakan untuk menganalisa konsentrasi

kadar karbondioksida darah secara kontinu. Penggunaannya

antara lain untuk kofirmasi intubasi trakeal, mendeteksi

malfungsi apparatus serta gangguan fungsi paru.


b. Radiologi

1) Radiografi Dada

Penting dilakukan untuk membedakan penyebab terjadinya

gagal napas tetapi kadang sulit untuk membedakan edema

pulmoner kardiogenik dan nonkardiogenik

2) Ekokardiografi

Tidak dilakukan secara rutin pada pasien gagal napas, hanya

dilakukan pada pasien dengan dugaan gagal napas akut karena

penyakit jantung. Adanya dilatasi ventrikel kiri, pergerakan

dinding dada yang abnormal atau regurgitasi mitral berat

menunjukkan edema pulmoner kardiogenik, Ukuran jantung

yang normal, fungsi sistolik dan diastolik yang normal pada

pasien dengan edema pulmoner menunjukkan sindromdistress

pernapasan akut. Ekokardiografi menilai fungsi ventrikel kanan

dan tekanan arteri pulmoner dengan tepat untuk pasien dengan

gagal napas hiperkapnik kronik.

3) Pulmonary Function Tests (PFTs), dilakukan pada gagal napas

kronik

Nilai forced expiratory volume in one second (FEV1) dan

forced vital capacity (FVC) yang normal menunjukkan adanya

gangguan di pusat control pernapasan. Penurunan rasio FEV1

dan FVC menunjukkan obstruksi jalan napas, penurunan nilai

FEV1 dan FVC serta rasio keduanya yang tetap menunjukkan


penyakit paru restriktif. Gagal napas karena obstruksi jalan

napas tidak terjadi jika nilai FEV1 lebih dari 1 L dan gagal

napas karena penyakit paru restriktif tidak terjadi bila nilai FVC

lebih dari 1 L.

7. Komplikasi

Komplikasi kegagalan pernapasan akut dapat berupa penyakit paru,

kardiovaskular, gastrointestinal (GI), penyakit menular, ginjal, atau

gizi.Komplikasi GI utama yang terkait dengan gagal napas akut

adalah perdarahan, distensi lambung, ileus, diare, dan

pneumoperitoneum. Infeksi nosokomial, seperti pneumonia, infeksi

saluran kemih, dan sepsis terkait kateter, sering terjadi komplikasi

gagal napas akut.Ini biasanya terjadi dengan penggunaan alat

mekanis. Komplikasi gizi meliputi malnutrisi dan pengaruhnya

terhadap kinerja pernapasan dan komplikasi yang berkaitan dengan

pemberian nutrisi enteral atau parenteral (Kaynar, 2016).

Komplikasi pada paru-paru itu seperti pneumonia, emboli paru,

barotrauma paru-paru, fibrosis paru. Komplikasi yang berhubungan

dengan mesin dan alat mekanik ventilator pada pasien gagal napas

juga banyak menimbulkan komplikasi yaitu infeksi, desaturasi arteri,

hipotensi, barotrauma, komplikasi yang ditimbulkan oleh

dipasangnya intubasi trakhea adalah hipoksemia cedera otak, henti

jantung, kejang, hipoventilasi, pneumotoraks, atelektasis. Gagal


napas akut juga mempunyai komplikasi di bidang gastrointestinal

yaitu stress ulserasi, ileus dan diare (Putri, 2013).

Kardiovaskular memiliki komplikasi hipotensi, aritmia, penurunan

curah jantung, infark miokard, dan hipertensi pulmonal.Komplikasi

pada ginjal dapat menyebabkan acute kidney injury dan retensi

cairan. Resiko terkena infeksi pada pasien gagal napas juga cukup

tinggi yaitu infeksi nosokomial, bakteremia, sepsis dan sinusitis

paranasal (Putri, 2013).

8. Penatalaksanaan

Jika tekanan parsial oksigen kurang dari 70 mmHg, oksigen harus

diberikan untuk meningkatan saturasi mayor yaitu 90%. Jika tidak

disertai penyakit paru obstruktif, fraksi inspirasi O2 harus lebih besar dari

0,35. Pada pasien yang sakit parah, walaupun pengobatan medis telah

maksimal, NIV (Noninvasive ventilation) dapat digunakan untuk

memperbaiki oksigenasi, mengurangi laju pernapasan dan mengurangi

dyspnoea. Selain itu, NIV dapat digunakan sebagai alternatif intubasi

trakea jika pasien menjadi hiperkapnia (Forte et al., 2006).

Sedangkan menurut Gallo et, all (2013), penatalaksanaan pada gagal

nafas adalah

a. Memasang dan mempertahankan jalan nafas yang adekuat

b. Meningkatkan oksigenasi

c. Koreksi gangguan asam basa

d. Memperbaiki kesimbangan cairan dan elektrolit


e. Mengidentifikasi dan terapi kondisi mendasar yang dapat dikoreksi

dan pnyebab presipitasi

f. Pencegahan dan deteksi dini komplikasi potensial

g. Memberikan dukungan nutrisi

h. Pengkajian periodeik mengenai proses, kemajuan dan respon

terhadap therapy

i. Determinasi kebutuhan akan ventilasi mekanis

Menurut Black and Hawks (2014), pada penggunanan ventilasi

mekanis atau ventilator, jenis ventilator yang digunakan adalah

bertekanan positif dan bukan tekanan negative, dengan tujuan untuk

memaksa udara masuk kedalam apru-paru. Tekanan posisif

diprlukan untuk pertukaran gas dan untuk menjaga alveolus tetap

terbuka.

Anda mungkin juga menyukai