Anda di halaman 1dari 11

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

ANALISIS EFEKTIVITAS, KELEBIHAN DAN KEKURANGAN DESAIN MODEL


COOPERATIVE LEARNING DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL
BELAJAR GEOGRAFI LINGKUNGAN PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GEOGRAFI DI PULAU LOMBOK

Agus Herianto1; Ibrahim2


1,2
Program Studi Pendidikan Geografi FKIP UM Mataram

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan efektivitas, kelebihan dan kelemahan
Desain Model Pembelajaran Cooperative Lebahing dalam Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar
Geografi Lingkungan Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi FKIP UM Mataram dan
Program Studi Pendidikan Geografi STKIP Hamzanwadi Selong. Adapun produk yang dihasilkan
dalam penelitian pengembangan ini adalah buku ajar geografi lingkungan berbasis konstruktivis
dengan model pembelajaran cooperative learning. Pengembangan bahan ajar melalui model
pembelajaran konstruktivis merupakan alternatif yang sangat efektif dalam meningkatkan motivasi
dan hasil belajar mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi pada mata kuliah geografi
lingkungan. Selama ini pembelajaran yang berlangsung didominasi oleh dosen (sentralistik) tanpa
memberikan kesempatan yang lebih luas kepada mahasiswa untuk mengeksplor kemampuannya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun pertama, maka produk penelitin yang dihasilkan
berupa buku ajar geografi lingkungan berbasis konstruktivis dengan model cooperative learning ini
layak untuk digunakan oleh dosen geografi lingkungan untuk meningkatkan kualiatas proses
pembeljaran, hal ini didasari oleh: 1) penilaian produk yang telah dilakukan oleh para ahli baik ahli
isi, ahli bahasa, maupun ahli desain dengan nilai baik; 2) tanggapan atau penilaian yang dilakukan
oleh mahasiswa program studi pendidikan geografi dan dosen geografi lingkungan dengan kategori
baik dan 3) hasil uji coba terbatas dan uji coba lebih luas yang menunjukkan peningkatan motivasi
dan hasil belajar yang cukup signifikan hal ini bisa dilihat dari nilai pretes dan postes yang diperoleh.
Selanjutnya hasil validasi model pada tahun kedua menunjukkan bahwa kelas yang diajarkan dengan
produk hasil pengembangan memiliki motivasi dan hasil belajar yang lebih baik bila dibandingkan
dengan kelas kontrol yang mengunakan metode pembelajaran ceramah, diskusi dan tanya jawab.

Kata Kunci : Model Pembelajaran, Cooperative Learning, Proses Belajar Mengajar, dan Geografi
Lingkungan.

PENDAHULUAN
Bentuk komunikasi searah yang berlangsung dalam proses perkuliahan di perguruan tinggi
berdampak pada rendahnya inisiatif mahasiswa untuk berpartisipasi langsung dalam proses
perkuliahan. Iklim perkuliahan di kampus yang bersifat kaku atau searah cenderung berpengaruh pada
emosi dan perilaku mahasiswa yang tidak kondusif dalam mengikuti perkuliahan. Dalam iklim
tersebut terdapat dua jenis emosi perilaku mahasiswa. Pertama, mahasiswa tidak mampu
meyesuaikan diri dengan iklim perkuliahan sehingga mengembang emosi negatif (bosan, tertekan,
jengkel, marah) dan perilaku menghindar dari tugas-tugas kuliah. Kedua adalah mahasiswa yang
mampu menyesuaikan diri dengan iklim tersebut dengan orientasi hanya lulus kuliah. Dengan
demikian pendekatan pembelajaran yang berpusat pada dosen yang memposisikan mahasiswa
sebagai objek didik perlu segera ditinggalkan dan dirubah kearah pendekatan yang berpusat pada
mahasiswa, yaitu pendekatan pembelajaran yang memposisikan mahasiswa sebagai subjek didik
yang secara efektif terlibat dalam proses pembelajaran baik secara fisik, mental maupun emosinya.
Rendahnya motivasi belajar dan kemampuan mahasiswa untuk bertanya, mengajukan pendapat
dan berdiskusi di dalam kelas perlu segera dicarikan solusinya agar proses pembelajaran lebih
bermakna bagi mahasiswa dan pada akhirnya mampu mendongkrak mutu perkuliahan yang lebih
berkualitas.

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 17
Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi
Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Geografi lingkungan merupakan mata kuliah yang fokus kajiannya mengkaji aspek lingkungan
fisik dan lingkungan sosial suatu wilayah secara spesifik dan komprehensif. Tujuan perkuliahan
geografi lingkungan adalah memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang lingkungan baik
yang menyangkut lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik dalam hal ini litosfer,
hidrosfer, dan atmosfer. Sedangkan lingkungan sosial dikaji oleh geografi manusia atau antroposfer.
Sebagai salah satu mata kuliah keahlian yang peranannya sangat mendasar dalam memberikan
pemahaman tentang lingkungan fisik dan sosial, maka sudah seharusnya proses pelaksanaan
perkuliahan dapat berjalan dengan baik, dengan proses pembelajaran geografi lingkungan yang
berkualitas diharapkan mampu menghasilkan para calon pendidik yang memiliki keahlian,
keterampilan dan pengelolaan lingkungan hidup serta profesional dalam bidang pengajaran geografi
pada umumnya.
Namun, realitasnya proses pelaksanaan perkuliahan geografi lingkungan di lapangan ternyata
masih belum dapat berjalan secara maksimal sesuai dengan yang diharapkan. Proses perkuliahan
geografi lingkungan menurut hasil observasi peneliti secara umum belum mampu meningkatkan
keterlibatan aktif mahasiswa dalam proses interaksi pembelajaran seperti yang terjadi pada proses
pembelajaran di perguruan tinggi pada umumnya sebagaimana telah diuraikan di depan. Hasil
wawancara penulis dengan beberapa mahasiswa yang pernah menempuh mata kuliah geografi
lingkungan pada kedua program studi tersebut menunjukkan secara umum bahwa tingkat penguasaan
pemahaman mahasiswa terhadap materi perkuliahan geografi lingkungan masih rendah. Ketika
peneliti mempertanyakan tentang beberapa model atau metode pembelajaran yang pernah mereka
pelajari, secara umum mereka tidak menjawabnya dengan baik dan jelas. Fakta tersebut diperkuat
dengan hasil tes yang diberikan peneliti kepada 40 mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi
FKIP UM dan STKIP Hamzanwadi Selong yang telah menempuh mata kuliah geografi lingkungan.
Berbagai upaya untuk mengatasi persoalan yang berkaitan dengan kualitas proses pembelajaran
di perguruan tinggi pada umumnya dan kualitas pembelajaran geografi lingkungan pada khususnya
perlu terus untuk dilakukan dan ditingkatkan. Atas dasar itulah maka dipandang perlu untuk
mengadakan pembaharuan terhadap proses perkuliahan, khususnya pada mata kuliah geografi
lingkungan guna meningkatkan kualitas proses dan outputnya, melalui pengembangan model
pembelajaran yang relevan.
Berdasarkan uraian di atas, maka model pembelajaran cooperative learning berbasis
konstruktivis dipandang sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang cukup penting untuk
meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Model pembelajaran cooperative learning merupakan
model pembelajaran yang mendorong dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa baik secara
fisik maupun mental untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Penerapan model pembelajaran
ini akan lebih memungkinkan mahasiswa untuk belajar secara aktif melalui kerja sama kelompok dan
berinteraksi dengan beragam sumber belajar yang lebih kaya. Dengan demikian, upaya
pengembangan model pembelajaran cooperative learning menjadi penting untuk dilakukan dalam
mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas, baik kualitas motivasi belajar maupun kualitas
hasil belajar.
Hasil penelitian tahun pertama menunjukan bahwa pengembangan bahan ajar geografi
lingkungan berbasis konstruktivis dengan model cooperative learning mendapatkan rekomendasi
yang positif dari beberapa ahli baik dari ahli isi dengan skor penilaian 80.7, ahli bahasa dengan skor
80 dan ahli desain dengan skor 74. Selanjutnya tanggapan mahasiswa terkait dengan pengembangan
bahan ajar geografi lingkungan berbasis konstruktivis dengan model cooperative learning
meunjukkan penilaian yang positif, penilaian uji coba terbatas pada semester VIa memperoeh skor
80.1 dan penilaian uji coba lebih luas pada semester VIb dan VIc masing-masing memperoleh skor
81.02 dan 81.25.
Selain itu, hasil wawancara baik dengan kelas uji coba terbatas (semester VIa) maupun dengan
kelas uji coba lebih luas (smester VIb dan VIC) menunjukkan bahwa mahasiswa setuju dan
mengapresiasi pengembangan buku ajar geografi lingkungan berbasis konstuktivis dengan model
pembelajaran cooperative learning. Selanjutnya, penilaian dari dua orang dosen mata kuliah geografi
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 18
Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi
Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

lingkungan terkait dengan pengembangan bahan ajar geografi lingkungan berbasis konstruktivis
mendapatkan penilaian dan respon yang positif masing-masing dengan skor penilaian 83 dan 80.
Setelah melalui proses penilaian produk, baik oleh beberapa ahli, mahasiswa dan dosen
pengampu mata kuliah geografi lingkungan maka tahapan selanjutnya adalah melakukan uji coba
produk baik pada kelas uji coba terbatas maupun kelas uji coba lebih luas. Berdasarkan hasl uji coba
yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa penerapan model cooperative learning berbasis
konstruktivis memberikan hasil yang positif hal ini terlihat dari beberapa aspek antara lain aktivitas
dalam kerja kelomok berjalan efektif dan hasil postes menunjukan ada peningkatan hasil belajar yang
lebih baik dengan penerapan model pembelajaran cooperative learning.
Berdasarkan hasil penelitian pada tahun pertama yang udah diuraikan di atas maka dipandang
penting untuk melakukan validitas model pada tahun kedua untuk melihat efektivitas, kelebihan dan
kekurangan pengembangan bahan ajar geografi lingkungan berbasis konstruktivistik dengan model
cooperative learning yang sudah dihasilkan. Atas dasar hasil penelitian tersebut di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah efektivitas, kelebihan dan kelemahan Desain
Model Cooperative learning dalam Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Geografi Lingkungan
Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi STKIP Hamzanwadi Selong.
KAJIAN LITERATUR
Pembelajaran Konstruktivis
Pembelajaran konstruktivis merupakan teori pembelajaran kognitif yang tergolong baru dalam
psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa mahasiswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevesinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi mahasiswa agar-benar memahami dan
dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu
untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide (Slavin, 1994).
Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa harus mahasiswa sendiri yang menemukan dan
mentransformasikan sendiri suatu informasi kompleks apabila mereka menginginkan informasi itu
menjadi miliknya. Konstruktivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan
kognitif merupakan suatu proses dimana mahasiswa secara aktif membangun sistem arti dan
pemahaman terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi mereka. Menurut pandangan
konstruktivis mahasiswa secara aktif membangun pengetahan dengan cara terus menerus
mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru, dengan kata lain konstruktivis adalah teori
perkembangan kognitif yang menekankan peran aktif mahasiswa dalam membangun pemahaman
mereka tentang realita.
Pendekatan konstruktivis dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara intensif,
atas dasar teori bahwa mahasiswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang
sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya (Slavin,
1994). Contoh aplikasi pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran adalah mahasiswa belajar
bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain. Kelas di susun dalam
kelompok yang terdiri dari 4-5 mahasiswa, campuran mahasiswa berkemampuan tinggi, sedang dan
rendah.
Prinsip-prinsip yang sering diambil dari konstruktivis menurut Suparno (dalam Trianto, 2010),
antara lain: 1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; 2) tekanan dalam proses belajar terletak
pada siswa; 3) mengajar adalah membantu siswa belajar; 4) tekanan dalam proses belajar lebih pada
proses bukan pada hasil akhir; 5) kurikulum menekankan partisipasi siswa; dan 6) guru sebagai
fasilitator. Secara umum, prinsip-prinsip tersebut berperan sebagai referensi dan alat refleksi kritis
terhadap praktik, pembaruan, dan perencanaan pendidikan.

Model Pembelajaran
Sebelum mengemukakan secara lebih spesifik mengenai model pembelajaran cooperative learning ,
maka terlebih dahulu akan diulas pengertian model pembelajaran. Pengertian model pembelajaran
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 19
Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi
Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

menurut Joice B. dan Weli (dalam Hermawan, 2010) mendefinisikan bahwa model pembelajaran
adalah suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam setting, tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran
termasuk di dalamnya buku-buku, film, dan komputer. Sementara itu, Arends mengatakan bahwa
model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran termasuk di dalamnya tujuan
pembelajaran, tahap-tahap kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
Astuti (2009) menjelaskan bahwa model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk
pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh dosen. Dengan
kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan,
metode dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weli (dalam Astuti, 1990)
dalam makalahnya mengetengahkan empat kelompok model pembelajaran, yaitu: 1) model interaksi
sosial; 2) model pengolahan informasi; 3) model personal-humanistik; dan 4) model modifikasi
tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut
diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan
kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar yang berfungsi sebagai pedoman dosen dalam
merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola lingkungan pembelajaran dan
mengelola kelas.
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative learning )
Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivistik. Pembelajaran ini muncul dari
konsep bahwa mahasiswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika
mereka saling berdiskusi dengan temannya, mahasiswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk
saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat soal dan penggunaan
kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.
Di dalam kelas kooperatif mahasiswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang
terdiri dari 4-6 orang mahasiswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin,
suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibuatnya kelompok tersebut adalah untuk
memberikan kesempatan kepada semua mahasiswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses
berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah
mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh dosen, dan saling membantu teman sekelompoknya
untuk mencapai ketuntasan belajar.
Belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai
jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi (Slavin, 1994). Johnson dan
Johnson (dalam Trianto, 2010) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah
memaksimalkan belajar mahasiswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara
individu maupun secara kelompok.
Zamroni (dalam Trianto, 2000) mengemukakan bahwa manfaat penerapan belajar kooperatif
adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level
individual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial dikalangan
mahasiswa.
Dalam modul pelatihan terintegrasi disebutkan ciri-ciri dan manfaat pembelajaran kooperatif
(Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas, 2005) sebagai berikut: 1) mahasiswa bekerja
sama dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya; 2) kelompok dibentuk
dari mahasiswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah; 3) bila memungkinkan,
anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda; dan 4)
penghargaan yang diberikan lebih berorientasi kelompok dari pada individu.
Sementara itu, manfaat belajar kooperatif bagi mahasiswa adalah: a) meningkatkan kemampuan
untuk bekerja dan bersosialisasi; b) melatih kepekaan diri, empati melalui variasi perbedaan sikap
dan perilaku selama bekerjasama; c) meningkatkan motivasi belajar, harga diri dan sikap perilaku
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 20
Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi
Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

yang positif, sehingga mahasiswa akan tahu kedudukannya dan belajar untuk menghargai satu sama
lainnya; d) mengurangi rasa kecemasan dan menumbuhkan rasa percaya diri; dan e) meningkatkan
prestasi belajar dengan menyelesaikan tugas akademik, sehingga dapat membantu mahasiswa
memahami konsep-konsep yang sulit (Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas, 2005).
Menurut Johnson dan Johnson (1994), terdapat lima unsur penting dalam belajar kooperatif,
yaitu: 1) saling ketergantungan yang bersifat positif antar mahasiswa; 2) interaksi antara mahasiswa
yang semakin meningkat; 3) tanggung jawab individual; 4) keterampilan interpersonal dan kelompok
kecil; dan 5) proses kelompok.
Selain lima unsur penting yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif, model
pembelajaran ini juga mengandung prinsip-prinsip yang membedakan dengan model pembelajaran
lainnya. Konsep utama dari belajar kooperatif menurut Slavin (1994), adalah sebagai berikut: 1)
penghargaan kelompok; 2) tanggung jawab individual; 3) kesempatan yang sama untuk sukses.
Selanjutnya, terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan
pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah ditunjukkan pada tabel 1 di bawah ini
Tabel 1. Fase-fase Pembelajaran Kooperatif
Fase Kegiatan Dosen
Fase I Menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin
Menyampaikan tujuan dan dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi
memotivasi mahasiswa mahasiswa untuk belajar.
Fase II Menyajikan informasi kepada mahasiswa dengan jalan
Menyajikan/menyampaikan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan.
informasi
Fase III Menjelaskan kepada mahasiswa bagaimana caranya
Mengorganisasikan mahasiswa membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
kedalam kelompok-kelompok belajar kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase IV Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat
Membimbing kelompok bekerja dan mereka mengerjakan tugas.
belajar
Fase V Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
Evaluasi diajarkan atau masing-masing kelompok.
mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase VI Mencari cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil
Memberikan penghargaan belajar individu dan kelompok.
(Sumber: Trianto, 2010)
Dari uraian tinjauan tentang pembelajaran kooperatif ini, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif memerlukan kerjasama antar mahasiswa dan saling ketergantungan dalam struktur
pencapaian tugas, tujuan dan penghargaan. Keberhasilan pembelajaran ini tergantung dari
keberhasilan masing-masing individu dalam kelompok, di mana keberhasilan tersebut sangat berarti
untuk mencapai suatu tujuan yang positif dalam belajar kelompok.
Motivasi Belajar
Motivasi berpangkal dari kata “motif” yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di
dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan.
Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi interen (kesiapsiagaan). Menurut Mc Donald
(dalam Fathurrohman, 2007), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai
dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam
diri mahasiswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar,
sehingga diharapkan tujuan yang ada dapat dicapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat
diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin
melakukan aktivitas belajar dengan maksimal.

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 21
Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi
Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Motivasi ada dua yaitu, motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik timbul dari dalam
diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri.
Sedangkan motivasi ekstrinsik timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena
adanya ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau
melakukan sesuatu atau belajar.
Hamalik (2002) menyebutkan bahwa ada tiga fungsi motivasi antara lain: 1) mendorong manusia
untuk berbuat, jadi sebagai penggerak motor yang melepaskan energi; 2) menentukan arah perbuatan
yakni kearah tujuan yang hendak dicapai; 3) menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-
perbuatan yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-
perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Dari beberapa uraian di atas, nampak jelas bahwa motivasi berfungsi sebagai pendorong,
pengarah dan sekaligus sebagai penggerak perilaku seseorang untuk mencapai tujuan. Dosen
merupakan faktor yang penting untuk mengusahakan terlaksananya fungsi-fungsi tersebut dengan
cara dan terutama memenuhi kebutuhan mahasiswa.
Hasil Belajar
Hasil belajar adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang dicapai
seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil belajar
menunjukkan sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu. Hasil
belajar termasuk dalam atribut kognitif yang respons hasil pengukurannya tergolong pendapat
(judgement), yaitu respon yang dapat dinyatakan benar atau salah (Suryabrata, 2005).
Sedangkan menurut Sudjana, hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
mahasiswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010). Dengan demikian dapat
dikatakan kemampuan merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan
sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
Suprijono (2009) memberikan pengertian bahwa, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara
keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya hasil pembelajaran
yang dikategorikan tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah melainkan komprehensif. Sudjana
mengatakan bahwa, dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan
kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Bloom yang secara
garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor (Sudjana,
2010).
Berdasarkan teori tersebut dapat dijelaskan bahwa: 1) ranah kognitif berkenaan dengan hasil
belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis dan evaluasi; 2) ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu
penerimaan, penilaian, organisasi dan internalisasi; 3) ranah psikomotor yang terdiri dari enam aspek
yaitu gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan dan
ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Research and Development (R&D).
Digunakannya metode R&D dalam penelitian ini dikarenakan penelitian ini bermaksud
mengembangkan model pembelajaran cooperative learning pada mata kuliah geografi lingkungan.
Menurut Borg and Gall (1983) R&D is process used to develop and validate educational product”.
Yang dimaksud produk dalam konteks penelitian dan pengembangan menurut Borg and Gall (1983)
adalah tidak terbatas pada bahan-bahan material saja seperti buku teks, film pendidikan dan
sejenisnya akan tetapi juga yang menyangkut dengan prosedur dan proses misalnya seperti metode
pembelajaran dan metode pengorganisasian pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang
digunakan pada penelitian adalah pengembangan model Borg and Gall (1983).
Langkah-Langkah Penelitian yang ditem[uh secara operasional dalam penelitian dan
pengembangan ini melalui tiga tahapan yaitu: (1) studi pendahuluan, (2) rancngan pengembangan
model, (3) menyusun desain awal model, (4) melaksankana uji coba model, dan (5) pengujian model

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 22
Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi
Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Studi pendahuluan merupakan tahap awal penelitian pengembangan yang dilakukan dengan
melakukan survey lapangan dan studi kepustakaan. Survey lapangan dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh data tentang kondisi dan situasi empiris pembelajaran mata kuliah geografi lingkungan
saat ini. Adapun aspek-aspek yang diteliti mencakup: 1) persepsi dosen terhadap pengajaran geografi
lingkungan dan aktivitas diri dosen dalam meningkatkan kualitas pembelajaran; 2) perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi kualitas pembelajaran; 3) minat mahasiswa pada mata kuliah geografi
lingkungan, tingkat kepercayaan diri dan aktivitas mahasiswa dalam perkuliahan serta tanggung
jawab mahasiswa terhadap pelaksanaan pembelajaran mata kuliah geografi lingkungan; 4)
ketersediaan dan pemanfaatan sarana dan fasilitas lingkungan belajar selama ini.
Sedangkan studi kepustakaan dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan berbagai teori dan
konsep tentang model-model pembelajaran cooperative learning dan juga mengkaji berbagai
penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan peningkatan kualitas proses pembelajaran di
perguruan tinggi.
Tahap selanjutnya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengembangan model
pembelajaran yang mencakup langkah: penyusunan desain/draf awal model pembelajaran, dan
pelaksanaan uji coba model pembelajaran. Rancangan pengembangan model yang digunakan dalam
penelitian pengembangan ini adalah rancangan pengembangan model Borg and Gall (1983) yang
terdiri dari sepuluh langkah yang disederhanakan oleh Sukmadinata (2005) menjadi tiga langkah yang
terdiri dari studi pendahuluan, pengembangan model dan validasi model.
Penyusunan desain awal merupakan langkah untuk menyusun draf awal yang berisi tentang
rencana pembelajaran dan langkah-langkah pembelajaran untuk meningkatkan kualias interaksi
proses pembelajaran. Penyusunan draf awal model dilakukan atas dasar pertimbangan-pertimbangan
hasil pra-survey yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam draf ini memuat tentang rumusan tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, prosedur pembelajaran, metode dan media serta evaluasi
pembelajaran mata kuliah geografi lingkungan. penyusunan draf rencana pembelajaran dikerjakan
oleh peneliti dan bekerja sama dengan dosen pengampu mata kuliah geografi lingkungan.
Uji coba model dilakukan dalam dua tahap, yaitu uji coba terbatas dan uji coba lebih luas. Model
pembelajaran yang telah direncanakan, kemudian di uji coba secara terbatas dan secara lebih luas
dengan menggunakan prinsip Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), yaitu meliputi
kegiatan penyusunan rencana pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, serta evaluasi dan
penyempurnaan desain model pembelajaran.
Dalam uji coba terbatas, penelitian difokuskan pada evaluasi proses. sedangkan uji coba lebih
luas selain difokuskan pada evaluasi proses juga difokuskan pada evaluasi hasil. Observasi proses
pelaksanaan uji coba model difokuskan untuk mengkaji dan mengevaluasi efektivitas penggunaan
model cooperative learning dalam meningkatkan motivasi belajar mahasiswa. Sementara itu, untuk
mengevaluasi efektivitas penggunaan model pembelajaran yang dikembangkan dari sisi hasil belajar
pada uji coba model secara lebih luas digunakan desain pretes-postes satu kelompok (Sukmadinata,
2007).
Desain evaluasi efektivitas penggunaan model pembelajaran terhadap hasil belajar mahasiswa
dalam uji coba lebih luas tersebut dapat digambarkan pada gambar 1 di bawah ini:
Pretes Perlakuan Postes
T1 X T2
Gambar 1. Desain Penelitian Uji Coba Lebih Luas dalam Proses Pengembangan Bahan Ajar
Langkah-langkah yang ditempuh dalam proses uji coba lebih luas berdasarkan desain di atas
adalah sebagai berikut: (1) menetapkan kelompok subjek penelitian, (2) mengadakan pretes (TI)
sebelum pembelajaran dimulai, (3) mencobakan model ”Cooperative learning ” (X), (4) mengadakan
postes (T2) setelah kegiatan pembelajaran dengan model “Cooperative learning ” berakhir, (5)
mencari rata-rata skor hasil pretes (TI) dan postes (T2) kemudian membandingkan keduanya, (6)
mencari selisih perbedaan antara kedua rata-rata skor tersebut dengan metode statistik untuk
mengetahui signifikansi pengaruh penggunaan metode pembelajaran yang dikembangkan dalam
meningkatkan motivasi dan hasil belajar terhadap materi perkulihan geografi lingkungan.
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 23
Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi
Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Kegiatan penyempurnaan rancangan dan pelaksanaan model pembelajaran dilakukan peneliti


bersama-sama dengan dosen pengampu berdasarkan catatan hasil evaluasi peneliti selama proses
pembelajaran berlangsung. Peneliti bersama-sama dengan dosen pengampu senantiasa berdiskusi
disetiap perkuliahan, untuk menyempurnakan model dan merumuskan model final yang siap
divalidasi.
Pengujian model dilakukan dalam rangka validasi model yaitu untuk menentukan efektivitas dan
kelebihan model cooperative learning yang dikembangkan dibandingkan dengan model
pembelajaran yang selama ini digunakan dalam perkulihan geografi lingkungan. Pengujian model
dilakukan dengan menggunakan metode penelitian eksperimen kuasi jenis pretes postes Control
Group Design (Sukmadinata, 2007). Dipilihnya metode penelitian eksperimen kuasi karena dalam
eksperimen ini, peneliti tidak dapat melakukan pengambilan sampel untuk kelompok eksperimen dan
kelompok random secara penuh, tetapi menggunakan sampel kelas yang sudah ada (non-random).
Desain penelitian eksperimen dalam uji validitas model pembelajaran ini adalah sebagai berikut:
Kelas Pretes Perlakuan Postes
E (eksperimen) TI X T2
K (kontrol) TI - T2
Gambar 2. Desain Penelitian Eksperimen dalam Uji Validasi Model Pembelajaran yang
Dikembangkan

Sesuai dengan desain di atas, maka langkah-langkah dalam uji validasi model dapat dijelaskan
sebagai berikut: (1) menetapkan satu kelas eksperimen dan satu kelas control, (2) mengadakan pre
tes (T1) baik pada kelas eksperimen maupun kelas control, (3) melaksanakan perlakuan (X), yaitu
untuk kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan menggunakan model cooperative learning dan
pada kelas kontrol diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran yang selama ini
dilakukan oleh dosen pengampu, (4) mengadakan postes (T2), baik pada kelas eksperimen maupun
pada kelas control (5) membandingkan skor, yaitu selisih skor dari hasil pre tes (TI) dengan postes
(T2), antara kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengkaji model pembelajaran yang mana
(antara model cooperative learning hasil pengembangan dengan model pembelajaran yang digunakan
oleh dosen selama ini) yang lebih berpengaruh dalam meningkatkan penguasaan mahasiswa terhadap
materi geografi lingkungan, dan (7) menguji signifikansi perbandingan skor antara kelas eksperimen
dan kelas kontrol tersebut dengan metode statistik, untuk menentukan efektivitas pengaruhnya.
Pada tahap pengembangan model baik uji coba model terbatas maupun uji model lebih luas, data
yang berkaitan dengan keseluruhan proses pelaksanaan uji coba model pembelajaran dikumpulkan
dengan instrumen observasi dan angket. Untuk menganalisis data hasil observasi dan angket
digunakan analisis deskriptif. Sementara itu, pada uji coba lebih luas selain menggunakan observasi
dan angket juga digunakan instrumen tes untuk mengungkap data tentang hasil belajar yaitu tingkat
penguasaan mahasiswa terhadap materi perkuliahan. Instrumen tes digunakan sebelum dan sesudah
pembelajaran berlangsung. Untuk menganalisis data tentang skor rerata hasil pretes dan postes ini
digunakan analisis kuantitatif jenis statistik deskriptif. Kemudian untuk menganalisis signifikansi
perbedaan antara skor rerata hasil pretes dan postes tersebut dilakukan uji statistik menggunakan uji
t.

HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian bahwa data yang diperoleh yakni nilai hasil belajar kelas eksperimen
dan nilai hasil belajar kelas kontrol adalah seagai berikut
Tabel 2 Perbandingan Hasil Belajar Antara Keleas Ekspermen Dengan Kelas Kontrol
Kelas Nilai tertinggi Nilai terendah Jumlah nilai Rerata
Eksperimen 90 77 2425 80,83
Kontrol 75 60 2061 68,7

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 24
Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi
Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Perbandngan hasil belajar antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol dapat ditunjukkan dengan
gambar berikut
100
80
60
Nilai Terendah
40
Nilai Tertinggi
20
0
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Gambar 3. Diagram Hasil Belajar Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol


Dari hasil perhitungan uji-t polled varians diperoleh thitung sebesar 3,00 dan harga ttabel untuk
taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan db n1 + n2 – 2 = 30 + 30 – 2 = 58 sebesar 2,001. Oleh
karena thitung lebih besar dari ttabel yaitu (3,00>2,001) maka dapat disimpulkan bahwa kelompok
mahasiswa yang di ajar dengan pengembangan bahan ajar geografi lingkungan berbasis konstruktivis
lebih baik dan cukup signifikan dari pada kelompok mahasiswa yang diajar dengan materi yang
dibuat oleh dosen geografi lingkungan. Selanjutnya akan disajikan hasil observasi aktivitas siswa
berupa penilaian kinerja kelompok dari pertemuan pertama sampai dengan pertemuan kedelapan.
Selain data hasil belajar antara kelas eksperiemn dan kelas kontrol berikut ini disajikan pula data
tentang penilain kenerja kelompok untuk mengukur motivasi belajar pada kelas eksperimen .

Series 1
7
6
5
4
3
2
Series 1
1
0

Gambar 4. Diagram Penilaian Kinerja Kelompok Pada Kelas Eksperimen

PEMBAHASAN
Efektivitas Pembelajaran Berbasis Konstruktivis dengan Model Cooperative Learning
Pembelajaran berbasis konstruktivis dengan model cooperative learning terbukti cukup efektif
dalam meningkatkan kulaitas proses pembelajaran dari sisi keaktifan mahasiswa atau motivasi belajar
mahasiswa. Model pembelajaran ini juga cukuf efektif dan signifikan dalam meningkatkan
penguasaan mahasiswa terhadap materi perkuliahan. Efektivitas model tersebut diperlihatkan oleh
adanya perbedaan hasil belajar antara skor nilai pretes dan postes khususnya dalam uji coba lebih luas
yang dilakukan pada dua kelas yang berbeda yakni kelas VIB dan kelas VIC.
Kelebihan Pembelajaran Berbasis Konstruktivis dengan Model Cooperative Learning
Pembelajaran berbasis konstruktivis dengan model cooperative learning memiliki kelebihan
yang peneliti rasa cukup berarti dan bermanfaat dibandingkan dengan model pembelajaran yang

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 25
Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi
Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

sebelumnya digunakan oleh dosen geogafi lingkungan baik dari sisi peningkatan keaktifan dan
keterampilan belajar mahasiswa maupun dalam peguasaan materi perkuliahan geografi lingkungan.
Dari aspek keaktifan dan keterampilan belajar mahasiswa, tingkat keaktifan dan keterampilan
belajar mahasiswa yang belajar dengan pembelajaran berbasis konstruktivis dengan model
cooperative learning jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang belajar yang
menggunakan model pembelajaran yag sebelumnya diguakan oleh dosen. Karena sebelumnya dosen
lebih banyak meyampaikan materi melalui metode ceramah dan tanya jawab.
Dibandingkan dengan model pembelajaran yang sebelumnya digunakan oleh dosen,
pembelajaran berbasis konstuktivis dengan model cooperative learning terbukti mampu: a)
membangkitkan motivasi dan perilaku setiap mahasiswa untuk secara aktif ikut bertangung jawab
terhadap penyelesaian tugas dalam kelompok, secara aktif mahasiswa belajar menguasi materi yang
dikaji, dan secara aktif mendukung dan membantu teman satu kelompok yang mengalami kesulitan
dalam memahami materi; 2) mendorong dan mengkondisikan kesiapan belajar setiap mahasiswa; 3)
meningkatkan perhatian setiap mahasiswa dalam megikuti proses persentasi dan tanya jawab; dan 4)
meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan keberanian mahasiswa untuk tampil dengan percaya
diri didepan teman-temannya.
Pembelajaran berbasis konstruktivis dengan model cooperative learning juga terbukti lebih
mampu mengembangkan keterampilan belajar mahasiswa seperti keterampilan dalam menelusuri,
menelaah dan mengkonstruksi informasi pengetahuan yang terdapat dalam buku ajar, serta
keterampilan mendengarkan, menyerap, mencacat, dan mengolah informasi.
Dari aspek penguasaan materi sebagai dampak proses pembelajaran, hal ini terlihat pada saat
melakukan uji coba lebih luas pada dua kelas yang berbeda. Pada saat melakukan eksperimen terdapat
perbedaan hasil belajar yang berbeda, nilai kelas eksperimen jauh lebih baik bila dibandingkan
dengan nilai kelas kontrol.
Kelemahan Pembelajaran Berbasis Konstruktivis dengan Model Cooperative Learning
Dari dua kali uji coba yang dilakukan baik pada saat uji coba terbatas maupun uji coba lebih luas
peneliti melihat adanya kelemahan dari model pembelajaran yang dihasilkan antara lain yaitu:
pelaksanaan model pembelajaran ini memerlukan waktu yang cukup lama, efektivitasnya sangat
tergantung pada motivasi belajar mahasiswa, keterampilan belajar, serta dedikasi dan kinerja yang
tinggi dari dosen pengampu mata kuliah, jika tidak maka hasilnya akan sama dengan model
pembelajaran yang digunakan sebelumnya.
Menurut hemat peneliti kelemahan di atas dapat ditasai dengan beberapa cara antara lain:
mengatur dan menetapkan alokasi waktu secara cermat untuk setiap langkah kegitan pembelajaran,
membangkitkan motivasi belajar dan motivasi berprestasi mahasiswa di awal pertemuan tau
perkulihan, mengajarkan keterampilan belajar, dan senantiasa meningkatkan dedikasi dan kinerja
dosen dalam proses pembelajaran.
KESIMPULAN
Efektivitas, Kelebihan dan Kelemhan Model Pembelajaan yang Dihasikan
a. Cukup efektif dalam meningkatkan kulaitas proses pembelajaran dari sisi keaktifan mahasiswa.
Model pembelajaran ini juga cukuf efektif dan signifikan dalam meningkatkan penguasaan
mahasiswa terhadap materi perkuliahan.
b. Dari aspek keaktifan dan keterampilan belajar mahasiswa, tingkat keaktifan dan keterampilan
belajar mahasiswa yang belajar dengan pembelajaran berbasis konstruktivis dengan model
cooperative learning jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang belajar
menggunakan model pembelajaran yag sebelumnya diguakan oleh dosen.
c. Pelaksanaan model pembelajaran ini memerlukan waktu yang cukup lama, efektivitasnya sangat
tergantung pada motivasi belajar mahasiswa, keterampilan beajar, serta dedikasi dan kinerja yang
tinggi dari dosen pengampu mata kuliah.
SARAN
1. Dalam proses perkuliahan perlu senantiasa memegang prinsip bahwa pembelajaran bebasis
konstruktivis dengan model cooperative learning adalah model pembelajaran yang menekankan
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 26
Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi
Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

pada usaha memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar melalui peningatan
keaktifan mahasiswa dalam proses pembelajaran.
2. Agar setiap mahsiswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran, pada awal perkuliahan dosen
perlu untuk membangkitkan semangat dan motivasi mahasiswa melalui berbagai teknik yang
positif sesuai dengan kebutuhan masa depan mahasiswa.
3. Agar mahsiswa dapat belajar aktif, kretaif, inovatif dan maksimal baik pada proses belajar
kelompok maupun proses belajar anatar kelompok dalam rangkaian pembelajaran berbasis
konstruktivis dengan model pembelajaran cooperative learning, dosen perlu terlebih dahulu
mengajarkan tentang keterampilan belajar kepada mahasiswa pada awal perkuliahan.
4. Penelitian ini cukup terbatas hanya mengembangkan model pembelajaran untuk meningkatkan
keaktipan dan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah geogrfai lingkungan. Oleh sebab itu,
masih terbuka kesempatan bagi para peneliti lain atau peneliti selanjutnya untuk mengembangkan
pembelajaran berbasis konstruktivis dengan model cooperative learning pada mata kuliah yang
lain yang hakikatnya sama dengan geografi lingkungan, misalnya ilmu lingkungan, Pendidikan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) dan lain-lain.
DAFTAR RUJUKAN
Astuti, Utami Widi. 2009. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model
Pembelajaran. Makalah.
Borg, Walter R., and Gall, Meredith D. 1983. Educational Research: An Introduction. New York:
Longman.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Panduan Pengembangan IPS Terpadu. Jakarta: Depdiknas.
2005.
Fathurrohman, Pupuh. 2007. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan
Islami. Bandhng: PT Refika Aditama.
Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Hermawan, Maman. 2010. Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Berbasis
Masalah. Tesis.
Slavin, R.E. 1994. Educational Psychology: Theory and Practise. Fourth Edition. Massachusetts:
Allyn and Bacon.
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata, N S. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata, N S. 2005. Landasan Psikologis Pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning; Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta. Pustaka
Pelajar.
Suryabrata, Sumardi.2005. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: Andi.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Strategi dan
Implementasinya dalam KTSP. Jakarta : Kencana.
Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi dan Implementasinya dalam KTSP.
Jakarta : Bumi

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 27
Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Anda mungkin juga menyukai