Anda di halaman 1dari 17

BAB 3

BUKTI KLINIS ADANYA HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT

PERIODONTAL DENGAN PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN

Kolonisasi patogen pernafasan pada rongga mulut biasanya terjadi pada

pasien yang di rawat di rumah sakit, khususnya pasien yang mendapat perawatan

ruang intensif, orang tua dengan kondisi kesehatan yang lemah, ataupun yang tinggal

di panti jompo.12 Kesehatan rongga mulut yang buruk dan penyakit periodontal dapat

membentuk kolonisasi patogen pernafasan di orofaring. Patogen pernafasan yang

potensial dapat hidup dan berkembang pada flora rongga mulut pasien yang

mengalami penyakit periodontal. Selain itu, pasien yang mendapat perawatan

antibiotik memiliki jumlah patogen pernafasan yang lebih besar yang terdapat pada

plak subgingiva.13

Pada bab ini, akan dibicarakan tentang adanya penyakit periodontal pada

penderita penyakit infeksi saluran pernafasan seperti penyakit paru obstruksi kronik

(PPOK) dan pneumonia.

3.1 Penyakit Periodontal Pada Penderita Penyakit Paru Obstruksi

Kronik (PPOK)

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) ditandai dengan keterbatasan aliran

udara yang berkaitan dengan bronkitis kronik dan emfisema.1,21 Bronkitis kronis

merupakan kondisi peradangan yang berhubungan dengan peningkatan produksi dari

14

Universitas Sumatera Utara


15

mukus hingga menyebabkan batuk berdahak selama 3 bulan dalam jangka waktu 2-3

tahun. Sedangkan emfisema merupakan kondisi pelebaran ruang udara pada paru

yang disertai dengan destruksi jaringan paru. Penyakit paru obstruksi kronik dapat

berkaitan dengan adanya penyakit periodontal dan rendahnya tingkat kebersihan

mulut individual.12,13

Beberapa bukti penelitian menunjukkan penyakit periodontal yang terjadi

pada pasien penderita penyakit paru obstruksi kronik yang dikutip oleh Scannapieco,

adalah :12

1. Hayes dkk mengemukakan bahwa penyakit periodontal yang dinilai

sebagai kehilangan tulang alveolar pada gambaran radiografi periapikal, menjadi

faktor risiko yang independen terhadap laki-laki berusia tua. Penderita dengan

riwayat PPOK rata-rata mengalami kehilangan perlekatan klinis (KPK 1.48 ± 1.35

mm, rata-rata ± SD) dibandingkan pasien tanpa PPOK (KPK 1.17 mm ± 1.09). Risiko

PPOK secara signifikan tampak meningkat dengan rata-rata kehilangan perlekatan

(KP ≥ 2,0 mm), dibandingkan dengan orang yang sehat (KP <2,0 mm). Dalam hal ini,

tingkat fungsi paru-paru yang berkaitan dengan status periodontal juga

dipertimbangkan. Telah tercatat juga sebelumnya bahwa fungsi paru tampak

berkurang dengan meningkatnya kehilangan perlekatan. Penelitian ini memberikan

bukti bahwa penyakit mulut seperti periodontitis dapat berhubungan dengan PPOK.

2. Garcia dkk melakukan penelitian pada partisipan yang terdaftar dalam

Normatif VA Aging Study. Mereka memeriksa risiko berkembangnya PPOK dengan

menggunakan spirometri pada 1112 orang, 279 di antaranya mengalami PPOK.

Mereka menemukan bahwa partisipan yang memiliki kesehatan periodontal yang

Universitas Sumatera Utara


16

terburuk (diukur dengan radiografi ataupun kedalaman probing) memiliki risiko lebih

besar untuk perkembangan PPOK bila dibandingkan dengan partisipan lain, setelah

faktor merokok dikendalikan. Lebih jauh lagi, status periodontal yang buruk

meningkatkan risiko PPOK pada perokok.

Selain itu, I Leuckfeld dkk melakukan penelitian cross-sectional pada

keseluruhan sampel dari semua pasien yang dievaluasi menjalani transplantasi paru

pada Rikshospitalet Medical Center di Oslo, Norway, yang diselenggarakan dari

tahun 1990-2005. Sebanyak 180 pasien yang termasuk dalam penelitian ini, dimana

130 pasien kelompok PPOK dan 50 pasien non-PPOK. Untuk mempelajari efek

periodontitis, digunakan orthopantomogram rahang dalam menilai pengurangan level

tepi tulang. Pencatatan kondisi rongga mulut, termasuk jumlah gigi, gambaran inter-

radikular, radiolusen yang melibatkan furkasi, dan level tepi tulang (Gambar 4).14

Gambar.4 Orthopantomogram dengan kehilangan tepi tulang yang


signifikan pada pasien dengan PPOK berat. ABC:
alveolar bone crest (puncak tulang alveolar); CEJ:
cemento-enamel junction; MBL: marginal bone level
(level tepi tulang); FUR: furkasi (kehilangan tulang
interradikular). (Leuckfeld I dkk. R Med.2008;102:489)

Universitas Sumatera Utara


17

Dari penelitian tersebut tercatat bahwa rata-rata pengurangan level tepi tulang

yang dialami 80 dari 130 pasien dengan PPOK dan 41 dari 50 pasien yang non-

PPOK. Keterkaitan furkasi yang mungkin terjadi sebanyak 85 dari 130 pasien PPOK

dan 43 dari 50 pasien yang non-PPOK. Perbedaan rata-rata level tepi tulang sebesar

1.3mm (p<0.001) dan periodontitis diartikan sebagai pengurangan level tepi tulang

≥4mm, yaitu sebesar 43.8% pada pasien PPOK, sedangkan pasien non-PPOK sebesar

7.3% (p<0.001).14

3.2 Penyakit periodontal pada penderita pneumonia

Penyakit pernafasan (seperti pneumonia) umumnya menyebabkan kematian

pada kelompok usia tua. Secara anatomi, rongga mulut berhubungan proksimal

dengan trakea yang merupakan jalan masuk bagi patogen-patogen pernafasan dan gigi

menjadi reservoir bagi patogen-patogen tersebut.7

Penyakit periodontal dapat menjadi faktor risiko pada berbagai penyakit

sistemik. A.Gur dan J. Majra pada penelitiannya menunjukkan bahwa distribusi

penyakit periodontal lebih tinggi pada penderita nosokomial pneumonia dibandingkan

dengan penyakit sistemik lainnya (Gambar 4).15

Universitas Sumatera Utara


18

Gambar.5 Distribusi respon kebenaran mengenai penyakit


periodontal sebagai faktor risiko pada berbagai
penyakit sistemik. (A.Gur dan J.Majra .The Internet
Journal of Dental Science. 2009;6:5)

Pneumonia dapat dibagi dalam dua kategori besar, yaitu : pneumonia yang

didapat masyarakat (biasa dikenal dengan istilah community acquired pneumonia)

dan nosokomial pneumonia. Pneumonia yang didapat masyarakat berkembang pada

orang-orang yang tidak berada dalam suatu institusi seperti rumah sakit ataupun panti

jompo. Sedangkan pneumonia nosokomial didapat oleh pasien pada 48 jam setelah

berada dalam sebuah institusi saperti rumah sakit ataupun panti jompo.12,16

Pneumonia yang didapat masyarakat sering disebabkan oleh organisme yang

biasanya ditemukan pada saluran pernapasan atas, termasuk bakteri Streptococcus

pneumoniae, Haemophilus influenzae, Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia

pneumoniae, Legionella pneumophila, Candida albicans dan bakteri anaerob (sering

yang berkaitan dengan penyakit periodontal ). Pneumonia nosokomial sering

disebabkan oleh bakteri enterik Gram-negatif seperti Escherichia coli, Klebsiella

Universitas Sumatera Utara


19

pneumoniae dan spesies enterik lainnya; Pseudomonas aeruginosa dan

Staphylococcus aureus.12,16

Beberapa bukti penelitian para ahli yang menunjukkan penyakit periodontal

yang terjadi pada penderita pneumonia yang dikutip oleh Scannapieco, adalah:12

1. Chabrand dkk, membandingkan 38 pasien yang didiagnosa dengan

pneumonia bakteri, dimana 33 pasien sebagai kontrol yang dirawat di rumah sakit

tidak menunjukkan adanya infeksi. Mereka menemukan tidak adanya perbedaan yang

signifikan antara status rongga mulut maupun infeksi gigi diantara kelompok pasien

pneumonia dan pasien kontrol non-pneumonia.

2. Scannapieco dkk, membandingkan kesehatan rongga mulut dan rata-rata

plak gigi yang dihuni oleh patogen respirasi yang potensial pada pasien yang

mendapat perawatan khusus (ICU) sesuai dengan usia dan jenis kelamin pasien rawat

jalan pada kunjungan awal ke klinik gigi. Dengan memakai rata-rata skor plak

Silness dan Löe, kolonisasi plak gigi oleh patogen respirasi potensial ditemukan

sebanyak 65% pada pasien yang mendapat perawatan intensif (ICU). Patogen

respirasi yang dapat diidentifikasi yaitu S.aureus, P.aeruginosa dan sejumlah bakteri

Gram-negatif. Hal ini terjadi sehubungan dengan pemakaian antibiotik.

3. Bonten dkk melaporkan bahwa kolonisasi orofaring dan trakhea oleh

bakteri Gram-negatif dan Pseudomonas sp pada 141 orang tua, yang dirawat di ruang

intensif (ICU) dengan menggunakan ventilasi mekanik. Mereka menemukan

hubungan antara kolonisasi patogen pernafasan potensial dengan penyakit pneumonia

karena pemakaian ventilator mekanik.

Universitas Sumatera Utara


20

4. Langmore dkk meneliti 189 pasien laki-laki yang dirawat di rumah sakit

dan pasien di panti jompo yang berusia lebih dari 60 tahun. Dari penelitian tersebut

dijumpai hubungan yang signifikan antara pneumonia dengan sejumlah kerusakan

gigi, frekuensi penyikatan gigi, dan perawatan kebersihan rongga mulut.

5. Preston dkk menemukan bakteri patogen Gram-negatif pada plak gigi

pasien berusia tua yang dirawat di rumah sakit. Hal ini menunjukkan kemungkinan

bahwa plak gigi menjadi reservoir untuk terjadinya infeksi paru.

6. Terpenning dkk melakukan penelitian terhadap 358 orang veteran yang

berusia 55 tahun ke atas, menemukan peningkatan risiko pneumonia aspirasi pada

gigi yang mengalami karies, bakteri patogen periodontal seperti Porphyromonas

gingivalis pada plak gigi, dan patogen respirasi seperti Staphylococcus aureus yang

ditemukan pada saliva.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat bahwa kondisi rongga mulut yang

buruk dapat menjadi reservoir yang baik bagi patogen pernafasan dan patogen

periodontal, sehingga dapat memperberat kondisi pasien yang mengalami penyakit

pernafasan.

----------ooOoo----------

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

PERAN DOKTER GIGI DALAM MENGURANGI RISIKO PENYAKIT

PERNAFASAN PADA PENDERITA PENYAKIT PERIODONTAL

Bila penyakit saluran pernafasan dan penyakit periodontal didiagnosa pada

satu individu, maka dokter gigi dan dokter umum memiliki peranan untuk mengobati

dan mengontrol kedua penyakit tersebut.2 Penelitian para ahli menunjukkan bahwa

pasien yang dirawat di rumah sakit, panti jompo, ataupun yang mendapat perawatan

intensif memiliki kebersihan rongga mulut yang buruk.13

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai upaya pencegahan transmisi bakteri

dari dental unit kepada pasien serta perawatan periodontal yang dilakukan bagi

penderita infeksi saluran pernafasan agar tidak terjadi keparahan infeksi pernafasan

yang telah ada.

4.1 Upaya pencegahan transmisi bakteri dari dental unit water kepada

pasien

Secara internasional, aturan mengenai kualitas mikrobiologis air didasarkan

pada perhitungan coliform, yang merupakan indikator kontaminasi pencemaran air

minum. Bakteri Gram-negatif ataupun patogen pernafasan dapat dijumpai dalam

jumlah yang rendah pada supply pengairan dental unit.17

Pemakaian air pada prosedur perawatan gigi kemungkinan dapat tertelan,

terhirup dalam bentuk aerosol ataupun secara langsung mengkontaminasi luka

21

Universitas Sumatera Utara


22

pembedahan. Hal ini juga tidak jarang terjadi pada air pendingin gigi (coolant water)

dan aerosol yang masuk ke mulut pasien dengan sejumlah organisme berkisar

104sampai 108 unit pembentukan koloni (cfu)/ml.17,18

Meningkatnya jumlah pasien yang memiliki sistem imun yang rendah baik

karena pemakaian steroid, terapi obat, penyalahgunaan alkohol maupun penyakit

sistemik dapat menyebabkan pasien tersebut rentan terhadap lingkungan dan juga

patogen opportunistik yang dapat ditemukan pada DUW. 17

Beberapa bakteri patogen pernafasan yang terdapat pada DUW dapat

menyebabkan infeksi pernafasan maupun pneumonia antara lain Legionella

pneumophilla, Pseudomonas spp, dan Klebsiella spp. Diantara bakteri-bakteri

tersebut, hanya Pseudomonas aeruginosa yang berasal dari DUW jelas terbukti dapat

menyebabkan infeksi pada pasien.17,18

Pasien memiliki risiko yang potensial terhadap paparan semprotan air dan

aerosol dari handpiece gigi, air-water syringe, pembersihan ultrasonik, maupun

peralatan lain yang menggunakan DUW, meskipun waktu paparan terbatas pada

prosedur perawatan.6

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah transmisi bakteri dari dental

unit water kepada pasien antara lain :

a. Penggunaan hidrogen peroksida sebagai desinfektan pada dental unit water

menunjukkan peningkatan efektifitas kualitas air yang digunakan pada prosedur

intraoral.6

b. Mencegah teraspirasinya cairan dari rongga mulut saat pemakaian alat

dihentikan.

Universitas Sumatera Utara


23

c. Menggunakan filter pada dental unit water. Meskipun keefektifannya

belum dapat ditunjukkan, pencegahan bakteri yang masuk ke handpiece dari dental

unit water dapat mengurangi paparan terhadap pasien.

d. Melakukan pembilasan (flushing) selama beberapa menit setiap hari untuk

mereduksi bakteri yang mengendap di saluran air pada waktu malam hari. Kemudian

air pembilasan tersebut dialirkan ke dalam kontainer agar tidak terpapar ke

lingkungan dalam bentuk aerosol.

e. Sterilkan handpiece setelah digunakan.17

4.2 Perawatan periodontal pada pasien yang mengalami penyakit

pernafasan

Pneumonia bakterial, bronkitis kronis, emfisema, dan penyakit paru obstruktif

kronik (PPOK) kemungkinan dapat dipengaruhi oleh bakteri yang terdapat pada

rongga mulut. Pemakaian antibiotik dan sekresi orofaring secara langsung dapat

berperan untuk terjadinya infeksi saluran pernapasan. Adanya aspirasi bakteri rongga

mulut ke dalam saluran pernafasan dapat menyebabkan penyakit paru obstruktif

kronik. Adapun beberapa hal yang yang perlu dilakukan oleh dokter gigi dalam hal

ini yaitu:13

1. Mengurangi jumlah patogen periodontal dengan melakukan pemeliharaan

periodontal secara teratur.

2. Berkumur dengan klorheksidin sebelum melakukan perawatan gigi/ terapi

periodontal.

3. Perawatan terapi periodontal diperlukan untuk menstabilkan periodonsium.

Universitas Sumatera Utara


24

4. Umumnya pasien yang mengalami penyakit pernafasan juga mengalami

xerostomia karena mereka bernafas melalui mulut, sehingga perlu diperhatikan

pemakaian obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien, serta risiko terjadinya karies

gigi.

5. Melakukan konsultasi dengan dokter gigi ahli periodontal.

Pasien PPOK yang membutuhkan perawatan gigi dapat diklasifikasikan

menjadi ringan, sedang, maupun risiko tinggi. Pasien PPOK risiko rendah yang

memiliki pengalaman dyspnea (sesak napas), dengan level gas darah normal, dapat

menerima perawatan gigi secara lengkap dengan sedikit modifikasi. Pasien risiko

sedang yang memiliki pengalaman dyspnea dan mendapat perawatan jangka panjang

dengan bronkodilator, disarankan konsultasi medis terlebih dahulu untuk menentukan

tingkat pengendalian penyakit sebelum perawatan gigi dilakukan. Sedangkan untuk

pasien risiko tinggi dengan gejala PPOK yang tidak terdiagnosa dan tidak

mendapatkan perawatan, sangat penting melakukan konsultasi medis terlebih dahulu

sebelum melakukan berbagai perawatan gigi pada pasien tersebut.1

Pasien dengan penyakit PPOK paling baik ditangani pada waktu pagi hari

hingga menjelang siang. Sebaiknya posisi duduk pasien di kursi dental ditegakkan

agar aliran udara tetap stabil saat dilakukan perawatan pada rongga mulutnya.

Karena, posisi tidur telentang membuat mereka sulit bernafas dengan baik. Sedapat

mungkin pemakaian rubber dam dihindari, karena beberapa pasien penderita PPOK

bernapas melalui mulut. Pasien yang memakai kortikosteroid pada PPOK harus

Universitas Sumatera Utara


25

ditangani dengan pertimbangan yang tepat, karena pemakaian kortikosteroid dapat

mengganggu proses penyembuhan dan terjadinya stres.1

Prosedur skeling dan penyerutan akar pada perawatan periodontal dilakukan

untuk menyingkirkan debris yang mengandung bakteri-bakteri yang terdapat pada

saku periodontal. Dokter gigi biasanya menempatkan antibiotik ke dalam saku setelah

dilakukan pembersihan untuk mendukung proses penyembuhan dengan baik sehingga

risiko terjadinya rekuren terhadap infeksi dapat berkurang.2

Penyakit pernafasan dapat dimodifikasi oleh penyakit periodontal dan

kebiasaan merokok. Merokok merupakan faktor risiko independen yang signifikan

pada kondisi-kondisi medis yang berhubungan dengan penyakit periodontal seperti

penyakit jantung koroner, penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), stroke, dan berat

bayi lahir rendah.9

Menurut American Dental Association, dokter gigi mempunyai peranan

penting dalam memberikan anjuran kepada pasien untuk berhenti merokok. Hal ini

disebabkan karena merokok memberikan dampak terhadap jaringan periodontal, serta

kesehatan pasien secara keseluruhan.10

Penelitian cross-sectional yang dilakukan oleh para ahli dalam menilai status

kesehatan rongga mulut pada lansia dipanti jompo menunjukkan bahwa meskipun

kesehatan umum pasien diperhatikan, kesehatan rongga mulut mereka lebih buruk

dibandingkan lansia pada umumnya.4

Pasien lansia yang dirawat di panti jompo perlu mendapatkan perawatan

profesional terhadap kesehatan rongga mulut (Professional Oral Health Care) dari

ahli kesehatan gigi. Ahli kesehatan gigi melakukan tindakan pembersihan rongga

Universitas Sumatera Utara


26

mulut dengan menyikat gigi, pembersihan interdental, penyikatan lidah sekali

seminggu, dan setiap minggunya diberikan petunjuk mengenai cara pembersihan

rongga mulut.4

Evaluasi yang dilakukan terhadap efektifitas POHC yang diberikan oleh ahli

kesehatan gigi sebanyak sekali seminggu selama 24 bulan pada lansia yang dirawat di

panti jompo menunjukkan bahwa rata-rata kematian yang disebabkan oleh pneumonia

aspirasi pada lansia yang mendapat POHC secara signifikan lebih rendah (P<0.05)

dibandingkan pasien yang tidak menerima POHC.4

Sedangkan untuk pasien yang dirawat di ruang perawatan intensif (ICU),

penyingkiran plak gigi dapat dilakukan dengan metode swab, penyikatan gigi dengan

memakai sikat gigi ukuran anak-anak, pemakaian pelembab pada rongga mulut setiap

2-6 jam.19

Pencegahan terhadap pneumonia yang disebabkan oleh pemakaian ventilator

mekanik dapat dilakukan dengan mengikuti anjuran perawatan rongga mulut sebagai

berikut :20

a. Ganti suction liner, tabung, dan penutup suction oral setiap 24 jam.

b. Penyikatan gigi disertai alat penghisap, dan dilakukan penyikatan yang

lembut pada permukaan lidah.

c. Gunakan suction swab dengan larutan hidrogen peroksida tiap 4 jam pada

saat membersihkan gigi dan lidah.

d. Dianjurkan untuk memakai pelembab pada mukosa membran, daerah

bukal, dan bibir setelah selesai melakukan perawatan rongga mulut.

Universitas Sumatera Utara


27

e. Untuk penghisapan sekresi orofaring, gunakan suction catheter

disposable setiap 12 jam.

Tindakan perawatan rongga mulut perlu dilakukan terhadap pasien pneumonia

agar bakteri yang terdapat pada rongga mulut berkurang jumlahnya. Dengan

demikian, risiko terjadinya penyakit pernafasan (pneumonia) juga dapat berkurang.

----------ooOoo----------

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

DISKUSI DAN KESIMPULAN

Penyakit periodontal dapat menjadi faktor risiko pada berbagai penyakit

sistemik, termasuk penyakit saluran pernafasan. Infeksi yang terjadi pada saluran

pernafasan dapat meningkat pada individu dengan kebersihan rongga mulut yang

buruk, lanjut usia, dan kebiasaan merokok.

Merokok diketahui dapat menjadi faktor modifikasi keparahan penyakit

periodontal dan penyakit pernafasan. Pada umumnya kebersihan rongga mulut orang

yang merokok lebih buruk dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Oleh

karena itu, bakteri-bakteri patogen dapat berkembang di rongga mulut dimana saku

periodontal dapat menjadi reservoir yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan

bakteri-bakteri tersebut. Bila bakteri-bakteri itu teraspirasi ke saluran pernafasan,

maka dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada saluran pernafasan dan dapat juga

memperparah infeksi yang telah ada.

Meskipun kelompok perokok memiliki indeks periodontal yang lebih buruk

dibandingkan dengan yang tidak merokok ataupun bekas perokok, pada penelitian

yang dilakukan oleh James A Katancik, tidak dijumpai adanya hubungan yang

signifikan antara semua pengukuran periodontal (kehilangan perlekatan, indeks

gingiva, indeks plak, dan kedalaman probing) dengan status penyakit paru pada

kelompok orang yang saat ini merokok. Akan tetapi, pada kelompok bekas perokok

28

Universitas Sumatera Utara


29

dijumpai hubungan yang signifikan antara indeks periodontal dengan penyakit

obstruksi paru.11

Orang yang tidak pernah merokok tidak memiliki hubungan yang signifikan

antara keparahan penyakit periodontal dengan penyakit obstruksi saluran nafas.

Penyakit obstruksi pada orang yang tidak merokok kemungkinan terjadi tidak

disebabkan oleh periodonsium secara langsung, akan tetapi karena pengaruh paparan

terhadap pekerjaan maupun keadaan lingkungan.11

Kegagalan dalam menemukan hubungan antara penyakit obstruksi paru dan

penyakit periodontal pada perokok mungkin disebabkan karena keterbatasan jumlah

partisipan pada kelompok perokok yaitu sebanyak 71 orang dan kelompok yang tidak

pernah merokok sebanyak 403 orang. Sedangkan kelompok bekas perokok sebanyak

486 orang.11

Penyakit infeksi saluran pernafasan seperti pneumonia dan PPOK dapat

disebabkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya karena status higiene oral yang

buruk, terutama individu dengan penyakit periodontal, banyak dijumpai penumpukan

plak pada gigi, dimana plak tersebut dapat menjadi tempat kolonisasi bakteri-bakteri

patogen rongga mulut maupun patogen pernafasan.

Saat ini, belum ada bukti klinis mengenai masalah kesehatan yang meluas di

masyarakat akibat terpapar oleh air dari dental unit (Dental Unit Water). Meskipun

demikian, perlu dilakukan pengontrolan infeksi untuk mengurangi jumlah bakteri

patogen dan untuk menciptakan keselamatan kerja ketika melakukan perawatan pada

pasien.17

Universitas Sumatera Utara


30

Pemakaian hidrogen peroksida sebagai desinfektan diketahui dapat

meningkatkan efektifitas dan kualitas air pada prosedur intraoral. Selain itu, filtrasi

dan flushing perlu dilakukan untuk mengontrol kontaminasi dari dental unit water.17

Dokter gigi perlu melakukan tindakan skeling dan penyerutan akar pada

pasien yang mengalami penyakit periodontal untuk menyingkirkan plak dari saku

periodontal. Selain itu dokter gigi juga mempunyai peranan dalam menginstruksikan

pasien untuk berhenti merokok, sehingga penyembuhan terhadap jaringan

periodonsium berlangsung cepat dan risiko penyakit pernafasan menurun.

----------ooOoo----------

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai