Anda di halaman 1dari 29

BAB 1.

KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1 Anatomi Fisiologi Paru


Saluran pernapasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring,
laring, trakea, dan paru. Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk
kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada
pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri.
Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai
dua lobus, kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Paru-paru
dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi pleura
viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung
membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel
pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum
pleura. (Guyton, 2007)
Sistem pernafasan dapat dibagi dua yakni sistem pernafasan bagian atas
dan sistem pernafasan bagian bawah. Pernafasan bagian atas meliputi hidung,
rongga hidung, sinus paranasal, dan faring. Sedangkan pernafasan bagian
bawah meliputi laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan alveolus paru.
Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri dari dua proses yaitu inspirasi dan
ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam paru, sedangkan
ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. (Guyton, 2007)
Proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida yakni, oksigen masuk
kedalam tubuh melalui inspirasi dari rongga hidung sampai alveolus. Di
alveolus oksigen mengalami difusi ke kapiler arteri pori-pori. Masuknya
oksigen dari luar menyebabkan tekanan parsial oksigen (PO2) di alveolus lebih
tinggi dibandingkan dengan PO2 dikapiler arteri paru-paru. Karena proses
difusi selalu terjadi dari daerah yang bertekanan parsial tinggi ke daerah yang
bertekanan parsial rendah, oksigen akan bergerak dari alveolus menuju kapiler
arteri paru-paru.
Oksigen di kapiler arteri di ikat oleh eritrosit yang mengandung
hemoglobin sampai menjadi januh. Semakin tinggi tekanan parsial oksigen di
alveolus, semakin banyak oksigen yang terikat oleh hemoglobin dalam darah.
Hemoglobin terdiri dari empat sub unit, setiap sub unit terdiri dari bagian yang
disebut heme. Disetiap pusat heme terdapat unsur besi yang dapat berikatan
dengan oksigen, sehingga setiap molekul hemoglobin dapat membawa empat
molekul oksigen berbentuk oksihemoglobin. Reaksi antara hemoglobin dan
oksigen belangsung secara revelsibel (bolak-balik) yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu suhu, pH, konsentrasi oksigen dan karbon dioksida, serta
tekanan parsial.
Hemoglobin akan mengangkut oksigen ke jaringan tubuh yang kemudian
akan berdifusi masuk ke sel-sel tubuh untuk digunakan dalam proses respirasi.
Proses difusi ini terjadi karena tekanan parsial oksigen pada kapiler tidak sama
dengan tekanan parsial oksigen di sel-sel tubuh. Di dalam sel-sel tubuh atau
jaringan tubuh, oksigen digunakan untuk proses respirasi di dalam mitokondria
sel. Semakin banyak oksigen yang idgunakan oleh sel-sel tubuh, semakin
banyak karbom dioksida yang terbentuk dari proses respirasi. Hal tersebut
menyebabkan tekanan parsial karbon di oksida atau (PCO2) dalam sel-sel
tubuh lebih tinggi dibandingan PCO2 dalam kapiler vena sel-sel tubuh. Oleh
karena itu karbon dioksida dapat berdifusi dari sel-sel tubuh ke dalam kapiler
vena sel-sel tubuh yang kemudian akan dibawa oleh eritrosit menuju paru-paru.
Di paru-paru terjadi difusi CO2 dari kapiler vena menuju alveolus. Proses
tersebut terjadi karena tekanan parsial CO2 pada kapiler vena lebih tinggi
daripada tekanan parsial CO2 dalam alveolus. Karbon dioksida akhirnya akan
dikeluarkan dari tubuh melalui ekspirasi.

1.2 Anatomi Fisiologi Pleura


Pleura merupakan membran serosa yang tersusun dari lapisan sel yang
embriogenik berasal dari jaringan selom intraembrional dan bersifat
memungkinkan organ yang diliputinya mampu berkembang, mengalami
retraksi atau deformasi sesuai dengan proses perkembangan anatomis dan
fisiologis suatu organisme. Pleura terdiri dari pleura viseral dan parietal. Pleura
viseral dan parietal merupakan jaringan berbeda yang memiliki inervasi dan
vaskularisasi yang berbeda pula. Pleura viseral di inervasi saraf-saraf otonom
dan mendapat aliran darah dari sirkulasi pulmoner, sementara pleura parietal di
inervasi saraf-saraf interkostalis dan nervus frenikus serta mendapat aliran
darah sistemik. Pleura viseral dan pleura parietal terpisah oleh rongga pleura
yang mengandung sejumlah tertentu cairan pleura. Pleura secara mikroskopis
tersusun atas selapis mesotel, lamina basalis, lapisan elastik superfi sial, lapisan
jaringan ikat longgar, dan lapisan jaringan fibroelastik dalam (Yunus, 2013).
Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang
ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas
akan menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan
memengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi. Cairan pleura dalam
jumlah tertentu berfungsi untuk memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa
hambatan selama proses respirasi. Rongga pleura terisi cairan dari pembuluh
kapiler pleura, ruang interstitial paru, saluran limfatik intratoraks, pembuluh
kapiler intratoraks dan rongga peritoneum. Keseimbangan cairan pleura diatur
melalui mekanisme hukum Starling dan sistem penyaluran limfatik pleura.
Rongga pleura merupakan rongga potensial yang dapat mengalami efusi akibat
penyakit yang mengganggu keseimbangan cairan pleura (Yunus,2013).
1.3 Definisi Penyakit
Tuborculosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri
Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama
paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat
menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian. (kementerian kesehatan RI
2015).
Nama tuberculosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan
keras yang terbentuk saat sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi
bakteri dalam paru. Tb paru bersifat menahun dan secara khas diandai oleh
pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat
menular melalui udara seperti saat penderita batuk, bersin dan berbicara. Tb
ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi oleh
hipesensifitas yang diperantai oleh cellmediated hypersensitivity (wahid &
suprapto, 2012)
Dapat disimpulkan bahwa tuberculosis paru adalah suatu penyakit infeksi
pada saluran nafas bawah yang menular disebabkan oleh mycrobacerium
tuberculosa yaitu bakteri batang tahan asam baik bersifat patogen atau saprofit
yang menyerang parenkim paru.

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan


dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis.
(Muttaqin, 2008)
Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang mengganggu sistem
pernapasan. Efusi pelura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukan
cairan dalam rongga pleura. (Somantri, 2007)
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi
transudat, eksudat dan hemoragis.
1. Transudat disebabkan oleh meningkatnya tekanan dalam pembuluh darah
atau rendahnya kadar protein dalam darah yang menyebabkan cairan
merembes ke lapisan pleura.
2. Eksudat disebabkan oleh peradangan, cedera pada paru-paru, tumor, dan
penyumbatan pembuluh darah atau pembuluh getah bening.

Keterkaitan antara tuberculosis paru dan efusi pleura adalah pada saat kondisi
tuberculosis dapat terjadi peningkatan jumlah cairan pada pleura yang
menyebabkan gangguan permeabilitas membran sehingga menurunkan tekanan
onkotik yang menyebabkan cairan masuk ke dalam rongga pleura. Peningkatan
jumlah cairan tersebut disebut efusi pleura yang dapat menimbulkan keluhan
seperti sulit bernafas, batuk, nyari dada, dan demam.

1.3 Epidemiologi
Dalam laporan WHO 2013 jumlah kasus TB dan jumlah kematian TB tetap
tinggi untuk penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dan disembuhkan tetap fakta
juga menunjukkan keberhasilan dalam pengendalian TB. Peningkatan angka
insidensi TB secara global telah berhasil dihentikan dan telah menunjukkan tren
penurunan (turun 2% per tahun pada tahun 2012), angka kematian juga sduah
berhasil diturunkan 45% bila dibandingkan tahun 1990.
Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di
negara-negara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi
penyakit yang mendasarinya. Secara umum, kejadian efusi pleura sama antara
laki-laki dan perempuan, namun penyebab tertentu memiliki kecenderungan seks.
Sekitar dua per tiga efusi pleura ganas terjadi pada perempuan. Efusi pleura ganas
berhubungan secara signinifikan dengan keganasan payudara dan ginekologi.
Efusi pleura yang terkait dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih sering
terjadi pada wanita dibanding pria (Price sylvia, 2005)

1.4 Etiologi
Penyebab dari penyakit tuberculosis adalah terinfeksinya paru oleh
microbacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan
ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman
lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-
paru merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari
asal lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih
tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Penyebaran mycrobacterium
tuberculosis yaitu melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan
menginfeksi (Depkes RI, 2002)

Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan


produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini
disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut: (Morton, 2012)
1. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
2. Peningkatan permeabilitas kapiler
3. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
4. Peningkatan tekanan negative intrapleura
5. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura

1.5 Klasifikasi
Adapun klasifikasi TB paru berdasarkan patogenesisnya :
Kelas Tipe Keterangan
0 Tidak ada pejanan TB. Tidak ada riwayat terpajan
Tidak terinfeksi Reaksi terhadap tes tuberculin
negative
1 Terpajan TB Riwayat terpajan
Tidak ada bukti infeksi Reaksi tes kulit tuberkulin negative
2 Ada infeksi TB Reaksi tes kulit tuberculin positif
Tidak timbul penyakit Pemeriksaan bakteri egative (bila
dilakukan)
Tidak ada bukti klinis, bakteriologik
atau radiografik Tb aktif
3 TB, aktif secara klinis Biakan microbacterium tuberculosis
Terdapat bukti klinis, bakteriologik
radiografi penyakit.
4 TB, tidak aktif secara klinis Riwayat episode TB atau ditemukan
radiografi yang abnormal atau tidak
berubah.
Reaksi tes kulit tuberkulin positif dan
tidak ada bukti klinis atau radiografik
penyakit sekarang
5 Tersangka TB Diagnosis ditunda

Klasifikasi efusi pleura :


1. Efusi pleura transudat
Cairan transudat disebabkan oleh kebocoran cairan ke rongga
pleura yang disebabkan oleh peningkatan tekanan di pembuluh darah atau
penurunan kadar protein darah. Mekanisme terbentuknya transudat karena
peningkatan tekanan hidrostatik (CHF), penurunan onkotik (hipoalbumin)
dan tekanan negative intra pleura yang meningkat (atelektaksis akut).
Ciri-ciri cairan:
a. Serosa jernih
b. Berat jenis rendah (dibawah 1.012)
c. Terdapat limfosit dan mesofel tetapi tidak ada neutrofil
d. Protein < 3%
Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan
hydrothorax, penyebabnya:
a. Payah jantung
b. Penyakiy ginjal (SN)
c. Penyakit hati (SH)
d. Hipoalbuminemia (malnutrisi, malabsorbsi)
2. Efusi pleura eksudat
Cairan eksudat disebabkan oleh tersumbatnya pembuluh darah atau
pembuluh limfe. Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura
itu sendiri yang berkaitan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
(missal pneumonia) atau drainase limfatik yang berkurang (missal
obstruksi aliran limfa karena karsinoma). Ciri cairan eksudat:
a. Berat jenis > 1.015 %
b. Kadar protein > 3% atau 30 g/dl
c. Ratio protein pleura berbanding LDH serum 0,6
d. LDH cairan pleura lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum
normal
e. Warna cairan keruh

Penyebab dari efusi eksudat ini adalah:


a. Kanker : karsinoma bronkogenik, mesotelioma atau penyakit metastatic
ke paru atau permukaan pleura.
b. Infark paru
c. Pneumonia
d. Pleuritis virus
(Mengutip dalam makalah keperawatan medikal bedah akademi keperawatan
insan husada surakarta 2015)

1.6 Patofiologi
Pada tuberculosis
Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang
menghirup basil mycrobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui
jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk.
Perkembangan mycrobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau
sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui
sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan
korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem
kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi.
Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri),
sementara limfosist spesifik tuberculoasis menghancurkan basil dan
jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu
setelah terpapar bakteri. Interaksi antara mycrobacterium tuberculosis dan
sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah masa
jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan
basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding.
Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi masa jaringan fibrosa.
Bagian tengah dari masa tersebut disebut gon tubercle. Materi yang terdiri
atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya
membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa). Hal
ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringa kolagen,
kemudian bakteri menjadi nonaktif.

Pada efusi pleura


Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura
parietalis dan pleura vicelaris, karena di antara pleura tersebut terdapat
cairan antara 1 – 20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu
bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua
pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui
bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi
tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura
parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan
kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil
diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak
mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura
tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadan
ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2O dan
tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H2O. Keseimbangan tersebut dapat
terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa
paru.
1.7 Manifestasi Klinis
Menurut Donna (2008) tanda dan gejala Tuberculosis adalah Demam,
umumnya subfebris, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
Biasanya demam parsisten. Malaise, penyakit TB bersifat radang yang
menahun. Gejala malaise sering ditemukan. Anoreksia, berat badan
semakin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan keringat malam.
Ada batuk atau tidak karena terjadi adanya iritasi pada bronkus.

Ada tiga gejala yang paling umum dijumpai pada efusi pleura yaitu
nyeri dada, batuk, dan sesak napas. Nyeri dada yang disebabkan efusi
pleura oleh karena penumpukan cairan di dalam rongga pleura. Nyeri dada
yang ditimbulkan oleh efusi pleura bersifat pleuritic pain. Nyeri pleuritik
menunjukan iritasi lokal dari pleura parietal, yang banyak terdapat serabut
saraf. Karena dipesarafi oleh nervus frenikus, maka keterlibatan pleura
mediastinal menghasilkan nyeri dada dengan nyeri bahu ipsilateral. Nyeri
juga bisa menjalar hingga ke perut melalui persarafan interkostalis.
Sedangkan batuk kemungkinan akibat iritasi bronkial disebabkan
kompresi parenkim paru (Robert JR, 2014)

(Mengutip dalam makalah efusi pleura repositori universitas sumatra utara)


Pathway

Peradangan pleura
 Gagal jantung kiri
 Obstruksi vena kava
superior Permeabel membran kapiler Cairan protein dari getah
 Asites pada sirosis hati meningkat bening masuk rongga pleura
 Dialisis peritonial
 Obstruksi fkatus urinarius
 Peningkatan tekanan Konsentrasi protein cairan
kapiler sistemik/pulmonal pleura meningkat
Terdapat jaringan nekrotik  Penurunan tekanan koloid
pada septa osmotik & pleura
 Penurunan tekanan Eksudat
intrapleura
Kongesti pada pembuluh
limfe
Gangguan tekanan kapiler
Reabsorpsi cairan terganggu hidrostatik dan koloid
osmotik intrapleura

Transudat

Penumpukan cairan pada


rongga pleura

Ekspansi paru Penekanan pada abdomen Drainase

Sesak napas Anoreksia Resiko tinggi terhadap


tindakan drainase dada
Ketidakseimbangan nutrisi
Gangguan pertukaran gas kurang dari kebutuhan
Nyeri
tubuh

Ketidakefektifan pola napas Insufisiensi oksigenasi

Gangguan metabolisme O2 Suplai O2 menurun

Energi berkurang Gangguan rasa nyaman

Intoleransi aktivitas Defisit perawatan diri

(Sumber: Nurafif & Kusuma, 2015)


1.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada penderita tuberulosis :


a. Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spisen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan sewaktu-pagi-sewaktu (SPS)
- S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberculosis
datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek
membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pada pagi
hari kedua
- P (pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua,
segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri
kepada petugas
- S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi hari.
b. Pemeriksaan bactec
Dasar teknik pemeriksaan biaskan bactec ini adalah metode
radiometrik. Mycobacterium tuberculosa memetabolisme asam lemak
yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth
indexnya oleh mesin. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif
pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan
diagnosis dan melakukan uji kepekaan. Bentuk lain teknik ini adalah
dengan memakai mycobacteria growth indicator tube (MGIT)
c. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang
spesifik untuk tb paru. Laju endap darah (LED) jam pertama dan jam
kedua dibutuhkan. Data ini dapat di pakai sebagai indikator tingkat
kestabilan keadaan nilai keseimbangan penderita serta kemungkinan
sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula
kadar limfosit dapat menggambarkan daya tahan tubuh penderita. LED
sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED yang normal juga tidak
menyingkirkan diagnosa TBC.
d. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi ialah foto lateral, top lordotik, oblik, ct-scan. Pada kasus
dimana pada pemeriksaan sputum sps positif, foto toraks tidak
diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan positif perlu
dilakukan foto toraks bila :
1. Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)
2. Hemoptisis berulang atau berat
3. Didapatkan hanya 1 spesimen BTA+

Pemeriksaan foto toraks memberi gambarang bermacam-macam


bentuk. Gambaran radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif :
1. Bayangan berawan/ nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas dengan segmen superior lbus bawah paru
2. Keviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan
atau nodular
3. Bayangan bercak milier
4. Efusi pleura, gambaran radiologi yang dicurigai tb paru inaktif
5. Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas
dan atau segmen superior lobus bawah
e. TCM (Tes cepat molekular) lama pemeriksaan ini hanya 90 menit,
pemeriksaan ini cenderung lebih praktis dibandingkan dengan tes
sputum mikroskopik atau tes dahak yang membutuhkan waktu 6-8
minggu untuk mendapatkan hasil. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
alat GeneXpert, yang menggunakan sistem otomatis yang
mengintegrasikan proses purifikasi spesimen, amplifikasi asam
nukleat, dan deteksi sukuen target.
f. Tes mantoux adalah suatu cara yang dilakukan dengan menyuntikan
suatu protein yang berasal dari kuman TBC sebanyak 0,1 ml dengan
jarum kecil dibawah lapisan atas kulit lengan bawah kiri. Untuk
memastikan anak terinfeksi kuman TBC atau tidak, akan dilihat
indurasinya setelah 48-72 jam. Indurasi ini ditandai dengan bentuk
kemerahan dan benjolan yang muncul di area sekitar suntikan. Bila
nilai indurasinya 0-4 mm, maka dinyatakan negatif. Bila 5-9 mm
dinilai meragukan, sedangkan diatas 10 mm dinyatakan positif.

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) pemeriksaan penunjang yang


dapat dilakukan pada penderita efusi pleura sebagai berikut:
a) Pemeriksaan Radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati
menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300 ml, akan tampak
cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di
mediatinum.
b) Torakosentesis/pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan
tampilan, sitologi, berat jenis. Fungsi pleura diantara linea aksilaris anterior
dan posterior, pada sela iga ke 8 didapati cairan yang mungkin serosa
(serotorak), berdarah (hematoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks).
Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat
(hasil radang).
c) Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan
asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan sel darah putih, pemeriksaan
kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis
sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.

1.9 Penatalaksanaan dan Pengobatan


Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut :
1) Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena
peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga
dispneu akan semakin meningkat pula.
2) Thorakosentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti
nyeri, dispneu, dan lain-lain. cairan sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan
segera untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan
efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat
dilakukan 1 jam kemudian.
3) Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam
beberapa hari atau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri,
penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam
keadaan ini dapat diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase
yang dihubungkan ke system drainase water-seal (WSD) atau pengisapan
untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
4) Antibiotik
Antibiotik diberikan apabila terbukti terdapat adanya infeksi dan diberikan
sesuai dengan hasil kultur kuman.
5) Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat
(tetrasiklin, kalk, dan biomisin) melalui selang interkostalis untuk
melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi
kembali.

Pengobatan TBC
Tahapan pengobatan TB
1. Tahap awal : pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan
pada tahap ini adalah untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman
yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari
sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum
pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua
pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan
pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan
sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.
2. Tahap lanjutan : pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang
penting untuk membunuh sisa kuman yang masih ada dalam tubuh
khususnya kman pesister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah
terjadinya kekambuhan.
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap pengumpulan data yang berhubungan dengan
pasien secara sistematis. data yang dikaji pada pengkajian mencakup data yang
dikumpulkan melalui riwayat kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan
laboraturium dan diagnostik, serta review catatan sebelumnya. (Wijaya & Putri,
2013).
Langkah-langkah pengkajian yang sistematik adalah pengumpulan data,
sumber data, klasifikasi data, anaisa data dan diagnosa keperawatan.
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi
pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada
saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan tb effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada,
berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC
paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma,
TB paru dan lain sebagainya.
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.

Pemeriksaan fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan
perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui
tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran
tinggi badan berat badan pasien.
2) Sistem Respirasi
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
Inspeksi : Adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas
yang tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
Perkusi : Suara ketok redup.
Auskultasi: Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan
yang nyaring.
Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub (suara tambahan).
Apabila terjadi atelektasis kompresif (kolaps paru parsial) dapat
menyebabkan bunyi napas bronkus (Jeremy, 2008)
2.2 Diagnosa Keperawatan
Penentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data dari
hasil pengkajian. Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien dengan effusi pleura menurut (Nurafif & Kusuma, 2015) antara lain :
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan metabolisme, penurunan nafsu makan akibat
sesak nafas terhadap penekanan struktur abdomen
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan drainase (luka
pemasangan WSD)
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dengan kebutuham, dispneu stelah beraktifitas.
2.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No. NOC NIC Rasional
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Tujuan: 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Mengetahui RR (RR normal 16-
pola nafas Setelah dilakukan tindakan 2. Kaji frekuensi, kedalaman 20x/menit).
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam, pernapasan, dan penggunaan 2. Identifikasi adanya
dengan klien menunjukkan pola napas otot bantu pernapasan dispnea/bradipnea/takipnea.
menurunnya efektif. 3. Auskultasi suara napas 3. Identifikasi adanya suara napas
ekspansi paru Kriteria Hasil: 4. Atur posisi klien semi fowler tambahan seperti ronki dan mengi
sekunder terhadap 1. RR dalam rentang normal (16- 5. Lakukan penghisapan lendir yang menandakan adanya obstruksi
penumpukkan 20x/menit) pada jalan napas (suction) jalan napas/kegagalan pernapasan.
cairan dalam 2. Tidak dispnea, bradipnea, dan 6. Jelaskan kepada klien dan 4. Ekspansi paru (mengurangi tekanan
rongga pleura takipnea keluarga terkait tujuan pada paru dan memudahkan
3. Tidak ada suara napas tindakan. pernapasan.
tambahan 7. Kolaborasi dengan tim tenaga 5. Mengurangi adanya sputum.
4. Tidak menggunakan kesehatan terkait pemberian 6. Klien dan keluarga terpapar informasi
pernapasan cuping hidung oksigen tambahan terkait tindakan yang akan dilakukan.
5. Tidak menggunakan otot bantu 8. Kolaborasi dengan tim tenaga 7. Memaksimalkan bernapas dan
pernapasan kesehatan terkait pemberian menurunkan kerja napas.
humidifikasi tambahan 8. Memberikan kelembaban pada
(nebulizer) membran mukosa dan membantu
9. Kolaborasi dengan tim tenaga pengenceran sekret.
kesehatan terkait tindakan 9. Memudahkan upaya pernapasan
fisioterapi dada dalam dan meningkatkan drainase
sekret dari paru ke bronkus.
2. Ketidakseimbangan Tujuan: 5. Kaji status nutrisi klien 11. Pengkajian penting dilakukan
nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan 6. Kaji frekuensi mual, untuk mengetahui status nutrisi
kebutuhan tubuh keperawatan selama 3x24 jam, durasi, tingkat keparahan, pasien sehingga dapat menentukan
berhubungan kebutuhan nutrisi klien tercukupi faktor frekuensi, intervensi yang diberikan.
dengan peningkatan Kriteria Hasil: presipitasi yang 12. Penting untuk mengetahui
metabolisme, 1. Adanya peningkatan berat menyebabkan mual. karakteristik mual dan faktor-
penurunan nafsu badan 7. Anjurkan pasien makan faktor yang menyebabkan mual.
makan akibat sesak 2. Berat badan ideal dengan sedikit demi sedikit tapi Apabila karakteristik mual dan
nafas terhadap tinggi badan sering. faktor penyebab mual diketahui
penekanan struktur 3. Klien mampu 8. Anjurkan pasien untuk maka dapat menetukan intervensi
abdomen mengidentifikasi makan selagi hangat yang diberikan.
kebutuhan nutrisi 9. Delegatif pemberian 13. Makan sedikit demi sedikit dapat
4. Tidak terjadi penurunan terapi antiemetik meningkatkn intake nutrisi
berat badan yang berarti 10. Diskusikan dengan 14. Makanan dalam kondisi hangat
keluarga dan pasien dapat menurunkan rasa mual
pentingnya intake nutrisi sehingga intake nutrisi dapat
dan hal-hal yang ditingkatkan.
menyebabkan penurunan 15. Antiemetik dapat digunakan
berat badan. sebagai terapi farmakologis dalam
manajemen mual dengan
menghamabat sekres asam
lambung

16. Membantu memilih alternatif


pemenuhan nutrisi yang adekuat.
3. Intoleransi aktivitas Tujuan: 1. Monitor tanda-tanda vital 1. Tanda-tanda vital yang abnormal
berhubungan Setelah dilakukan tindakan klien sebelum dan setelah setelah beraktivitas menunjukkan
dengan keletihan keperawatan selama 3x24 jam, beraktivitas bahwa klien mengalami intoleransi
(keadaan fisik yang klien tidak mengalami gangguan 2. Bantu klien untuk aktivitas
lemah) pada aktivitasnya. mengidentifikasi aktivitas 2. Aktivitas yang teralau berat dan tidak
Kriteria Hasil: yang mampu dilakukan sesuai dengan kondisi klian dapat
1. Berpartisipasi dalam aktivitas 3. Bantu untuk memilih memperburuk toleransi terhadap
fisik tanpa disertai aktivitas konsisten yang latihan.
peningkatan tekanan darah, sesuai dengan kemampuan 3. Melatih kekuatan dan irama jantung
nadi, dan RR fisik, psikologi, dan sosial selama aktivitas.
2. Tanda-tanda vital normal 4. Monitor hasil pemeriksaan 4. EKG memberikan gambaran yang
3. Status sirkulasi baik EKG klien saat istirahat dan akurat mengenai konduksi jantung
4. Mampu berpindah: dengan aktivitas (bila memungkinkan selama istirahat maupun aktivitas.
atau tanpa bantuan alat dengan tes toleransi latihan). 5. Melatih kekuatan dan irama jantung
5. Bantu klien untuk membuat selama aktivitas.
jadwal latihan aktivitas di 6. Mengetahui setiap perkembangan
waktu luang yang muncul segera setelah terapi
6. Monitor respon fisik, emosi, aktivitas.
sosial, dan spiritual 7. Pemberian obat antihipertensi
7. Kolaborasi pemberian obat digunakan untuk mengembalikan TD
antihipertensi, obat-obatan klien dbn, obat digitalis untuk
digitalis, diuretic dan mengkoreksi kegagalan kontraksi
vasodilator. jantung pada gambaran EKG, diuretic
8. Monitor respon terapi oksigen dan vasodilator digunakan untuk
klien. mengeluarkan kelebihan cairan.
8. Mencegah penggunaan energy yang
berlebihan karena dapat menimbulkan
kelelahan.
2.4 Discharge Planning
Berdasarkan (Nurarif & Kusuma, 2015) Discharge planning untuk klien
dengan tb efusi pleura adalah:
1. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
2. Kebutuhan istirahat terpenuhi, pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8
jam perhari.
3. Anjurkan jika mengalami gejala-gejala gangguan pernapasan seperti sesak
nafas, nyeri dada segera ke dokter atau perawat yang merawatnya.
4. Menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan
5. Tidak melakukan kebiasaan yang tidak menguntungkan bagi kesehatan
seperti merokok, minum minuman beralkohol
6. Menjaga kebersihan luka post WSD
7. Menjaga kebersihan ruang tempat tidur, udara dapat bersikulasi dengan baik.
8. Memberikan pendidikan kepada keluarga bahwa penumpukan cairan di paru-
paru bisa disebabkan dari beberapa penyakit seperti gagal jantung, adanya
neoplasma (carcinoma bronchogenic dan akibat metastasis tumor yang
berasal dari organ lain), tuberculosis paru, infark paru, trauma, pneumoni,
syndroma nefrotik, hipoalbumin.
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta.


Syaifuddin. 2013. Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan dan Kebidanan. Ed.4.
Jakarta: EGC.
Yunus, Faisal & Irandi. 2013. Anatomi dan Fisiologi Pleura. Jakarta : RSUP
Persahabatan.
Muttaqin. 2008. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Somantri. 2007. Keperawatan medikal bedah : Asuhan Keperawatan pada pasien
gangguan sistem pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Price, Sylvia & Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Alsagaff, H dan Mukti, A. 2009.Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc. Jogja: Mediaction
Wijaya & Yessie. 2013. Keperawatan medikal bedah (keperawatan dewasa teori
dan contoh askep). Yogyakarta. Nuha medika

Jeremy, et al. 2008. Efusi Pleura. Jakarta. At a glance medicine edisi 2 EMS
Diah aryulina dkk. 2004. Biologi SMA dan MA untuk kelas XI. Erlangga

Anda mungkin juga menyukai