Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

“KEBUTUHAN PSIKOLOGI”

Disusun Oleh:

RIRIS TRI RAHAYU

151911913122

PRODI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS VOKASI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ada banyak permasalahan yang berhubungan dengan kebutuhan pemenuhan
rasa aman, dimulai dari usia bayi, toddler, prasekolah, sekolah, remaja, dewasa
dan lansia.
Kebutuhan rasa aman yaitu suatu keadaan bebas dari segala fisik dan
psikologis merupakan salah satu KDM yang harus dipenuhi, serta dipengaruhi
dengan faktor lingkungan, Karena lingkungan yang aman akan secara otomatis
kebetuhan dasar manusia terpenuhi.
Seringkali terjadi hal kelainan terhadap klien yang berusia lanjut atau lansia
dikarenakan kurangnya perhatian terhadap klien. Untuk itu sebagai perawat
memberi ASKEP (Asuhan Keperawatan) kepada klien yang mengalami
gangguan kebutuhan rasa aman haruslah  benar-benar diperhatikan agar
kebutuhan klien terpenuhi.
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan.Kesehatan
jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu
hal yang dibutuhkan oleh semua orang. Kesehatan adalah perasaan sehat dan
bahagian serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang
sebagai mana adanya, serta mempunyai sifat positif terhadap diri sendiri dan
orang lain (Depkes, 2005).
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan
kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup
seseorang. Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan
umum berarti sesuatu yang kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini
dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi/ego dari
diri yang bersangkutan atau disekitarnya. Pandangan-pandangan tersebut dapat
menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang
demikian.  Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam
memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan
perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi
perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian kebutuhan rasa aman dan nyaman ?


2. Apa yang dimaksud pemenuhan harga diri ?
3. Apa arti dari kehilangan dan berduka ?

1.3. TUJUAN

1. Mengetahui pengertian kebutuhan rasa aman dan nyaman


2. Mengetahui maksud dan konsep harga diri
3. Untuk mengetahui arti dari berduka dan kehilangan

1.4. MANFAAT

Dengan mengetahui cara atau pola asuh keperawatan untuk memenuhi


kebutuhan rasa aman dan nyaman, pemenuhan harga diri,dan penanganan pasien
yang mengalami berduka dan kehilangan . kita sebagai seorang perawat akan
lebih peduli dan mengerjakan pekerjaan dengan tulus kepada pasien. Agar
menilmbulkan rasa aman dan nyaman demi kebaikan kondisi seorang klien yang
kita asuh. Karena kita sebagai seorang perawat tidak hanya membantu
penyembuhan klien yang sakit secara fisik saja namun juga secara psikologisnya
dan menciptakan lingkungan yang damai. Karena lingkungan yang damai dapat
membuat pasien merasakan aman dan nyaman secara utuh dan menyeluruh.

BAB II
PEMBAHASAN
1. PEMENUHAN RASA NYAMAN PASIEN
1.1. Pengertian kebutuhan aman dan nyaman
Keamanan (Keselamatan) atau rasa aman adalah keadaan bebas dari
cedera fisik dan psikologis atau bisa juga keadaan  aman dan tentram (Potter&
Perry, 2006). Perubahan kenyamanan atau rasa nyaman adalah keadaan dimana
individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dan berespons terhadap
suatu rangsangan yang berbahaya (Carpenito, Linda Jual, 2000). Kebutuhan akan
keselamatan atau keamanan adalah kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya
fisik.
Ancaman terhadap keselamatan seseorang dapat dikategorikan sebagai
ancaman mekanis,, kimiawi, retmal dan bakteriologis. Kebutuhan akan keaman
terkait dengan konteks fisiologis dan hubungan interpersonal. Keamanan
fisiologis berkaitan dengan sesuatu yang mengancam tubuh dan kehidupan
seseorang. Ancaman itu bisa nyata atau hanya imajinasi (mis, penyakit, nyeri,
cemas, dan sebaginya).
Dalam konteks hubungan interpersonal bergantung pada banyak faktor,
seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan mengontrol masalah,
kemampuan memahami, tingkah laku yang konsisten dengan orang lain, serta
kemampuan memahami orang-orang di sekitarnya dan lingkungannya.
Ketidaktahuan akan sesuatu kadang membuat perasaan cemas dan tidak aman.
(Asmadi, 2005).
1.1.1 Faktor – faktor yang mempengaruhi rasa aman
Rasa aman seseorang dapat dipengaruhi oleh kebutuhan dasar manusia dan
pengontrolan bahaya fisik lingkungan tempat tinggal lansia. Kebutuhan dasar
manusia yang berpengaruh antara lain keadaan oksigen, kelembaban, nutrisi dan
suhu.

a. Oksigen
oksigen tersedia dialam bebas dalam jumlah yang tidak terbatas akan tetapi
dalam suatu lingkungan tertutup jumlah dan kualitas oksigen akan terbatas.
Kondisi rumah dengan sedikit ventilasi dan sistem pembuangan gas sisa
pembakaran (memasak) yang tidak baik memberikan resiko bahaya yang lebih
besar pada setiap penghuninya. Salah satu sisa hasil pembakaran yang
membahayakan adalah gas karbon monoksida yang bersifat racun. Gas ini tidak
memiliki bau dan warna. Gas ini berikatan kuat dengan oksigen sehingga
mencegah terbentuknya oksihemogloblin. Sebagaimana telah diketahui bahwa
oksihemoglobin berfungsi untuk membawa oksigen keseluruh jaringan tubuh. Jika
kadarnya berkurang maka jumlah oksigen yang akan di terima oleh setiap jaringan
juga akan berkurang sehingga seseorang berisiko untuk mengalami gangguan
pernapasan dan keracunan gas ini.
b. Kelembaban
Kondisi lingkungan yang terlalu lembab dapat meningkatkan resiko lansia untuk
mengalami gangguan kebutuhan keamanan. Keamanan ini dikaitkan dengan resiko
mengalami cedera baik karena jatuh maupun akibat tirah baring yang lama.
Kondisi lingkungan yang lembab misalnya keadaan lantai yang lembab
meningkatkan resiko lansia untuk terjatuh/terpeleset. Selain itu udara dengan
kelembaban yang berlebihan menjadi media yang baik bagi perkembangbiakan
bakteri atau patogen. Kondisi ini menyebabkan lansia rentan terhadap infeksi
akibat penyebaran patogen. Pada kasus 2 disebutkan bahwa kondisi tempat tidur
kakek X lembab. Keadaan tempat tidur yang lembab dengan lansia hemiparesis
yang berbaring diatasnya memiliki risiko tinggi mengalami gangguan integritas
kulit.
c. Nutrisi
Pengontrolan lingkungan dibutuhkan untuk memperoleh pemenuhan
kebutuhan nutrisi secara adekuat dan aman. Makanan dan persediaan air menjadi
suatu hal yang wajib dikontrol hal ini terkait dengan penularan suatu penyakit
melalui makanan. Makanan yang tidak ditempatkan pada tempat yang tertutup
mudah tercemar oleh bakteri atau virus, sehingga tidak aman untuk kesehatan
lansia. Selain itu proses transmisi bakteri dan penyakit melalui bahan makanan dan
alat-alat memasak dapat terjadi jika air bersih yang tersedia tidak adekuat.

d. Suhu
Suhu lingkungan bukan hanya dapat mempengaruhi kenyaman, akan tetapi
juga keamanan. Pemaparan terhadap suhu rendah sangat berisiko menyebabkan
lansia mengalami hipotermi. Hipotermi terjadi pada saat suhu tubuh inti kurang
dari 350C. Suhu yang terlalu rendah/ekstrem dapat menyebabkan denyut jantung
lemah dan tidak teratur, pernapasan dangkal dan lambat, muka pucat, dan
menggigil. Pemaparan suhu rendah ekstrem yang tidak teratasi dapat menyebabkan
kematian.
Selain suhu rendah, suhu yang terlalu panas ekstrem pun dapat
membahayakan lansia. Suhu panas yang ekstrem dapat menyebabkan heatstroke
(sengatan terik matahari) dan heat exhaustion (udara yang panas) pada lansia. Heat
exhaustion dapat menyebabkan diaforesis yang berlebihan, hipotensi, perubahan
status mental, kejang otot, dan mual. Perubahan suhu pada lansia di respon lebih
lambat oleh otak. Sehingga perubahan suhu yang ekstrem dapat membahayakan
nyawa lansia.

e. Cahaya
Pengontrolan bahaya fisik lingkungan tempat tinggal lansia dapat
meningkatkan keamanan lansia. Pengontrolan ini dilakukan dengan memberikan
pencahayaan yang adekuat, pengurangan penghalang fisik, dan pengontrolan
bahaya yang mungkin ada di kamar mandi.
Pencahayaan yang adekuat dapat meningkatkan keamanan dalam melakukan
aktivitasnya. Lansia dengan penurunan fungsi penglihatan sangat rentan
mengalami cedera berhubungan dengan pencahayaan yang kurang. Pencahayaan
yang lembut dan cukup menerangi ruangan sangat dianjurkan agar lansia tetap bisa
melihat seperti biasa. Akan tetapi pencahayaan yang terlalu berlebihan tidak
dianjurkan karena dapat menyilaukan mata dan menyebabkan pandangan lansia
semakin kabur.
Selain pencahayaan, penempatan perabot dan barang-barang yang ada dalam
rumah dapat meningkatkan resiko lansia untuk cedera. Untuk mengurangi resiko
cedera yang mungkin terjadi, pemilik rumah dapat mensiasati dengan
menempatkan barang-barang/perabot rumah tangga di tempat yang tidak menjadi
tempat lalu lalang lansia. Penempatan barang di tempat yang sama akan
memudahkan lansia untuk mengingat dan mengambil barang yang akan diperlukan
karena sudah terbiasa dengan tempatnya.
2.2 Implementasi dalam keperawatan
Penerapan dalam keperawatan adalah pada saat melakukan pola
asuh kepada klien. Bukan hanya klien yang selalu aktif dalam meminta untuk
rasa aman dan nyaman. Tapi perawat harus lebih aktif berinteraksi kepada klien
untuk mengetahui keadaan dari kliennya. Seperti halnya menanyakan posisi
tidur nyamn atau tidak. Hal-hal kecil seperti inilah yang perlu diperhatikan.
Apabila kebutuhan tidur tidak terpenuhi karena posisi tidur yang tidak nyaman
ini akan menimblkan pasien terganggu dalam pemenuhan kebutuhannya.

Dan sebagai perawat harus lebih peka dengan keadaan klien. Karena seluruh
klien membutuhkan asuhan keperwatan yang menuntut seorang perawat agar
lebih memahami profesinya. Karena, dalam melakukan hal asuhan keperawatan
kita menemui banyak karakter klien yang terkadang membuat kita seorang
perawat lebih bersabar. Namun hal inilah yang melatih kita untuk memahami
klien agar saling percaya dan terwujudlah rasa aman dan nyaman dalam praktek
seharihari di lingkungan fasilitas kesehatan secara umum.

2. PEMENUHAN HARGA DIRI


2.1 Pengertian harga diri
Pengertian Harga Diri Harga diri merupakan hasil evaluasi individu terhadap
dirinya sendiri yang merupakan sikap penerimaan atau penolakan serta
menunjukan seberapa besar individu percaya pada dirinya, merasa mampu,
berarti, berhasil dan berharga (Coopersmith, 1967) dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya (Stuart dan Sundeen, 1991).
Dimana evaluasi ini diartikan sebagai penilaian yang positif atau negatif yang
dihubungkan dengan konsep diri seseorang. Harga diri juga merupakan evaluasi
seseorang terhadap dirinya sendiri secara positif dan juga sebaliknya dapat
menghargai secara negatif. Jika seseorang dapat melihat secara positif terhadap
dirinya, maka orang tersebut dikatakan memiliki harga diri yang tinggi,
begitupun sebaliknya (Menurut Lerner dan Spanier, dalam Ghufron, 2010).
Seseorang akan menyadari dan menghargai dirinya jika ia mampu menerima
diri pribadinya.

2.2 Faktor yang mempengaruhi harga diri


Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi beberapa bentuk yakni
diantaranya :
1. Penolakan Orangtua, yakni harapan orang tua yang tidak realistis
2. Kegagalan yang berulang kali
3. Kurang mempunyai tanggungjawab personal
4. Ketergantungan pada orang lain
5. Perasaan takut yaitu kekhawatiran atau ketakutan

2.2.1 .Faktor yang mempengaruhi harga diri menurut ahli Coopersmith


1967
Menurut Coopersmith (1967) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi harga diri,yaitu :
1. Penghargaan dan Penerimaan dari Orang-orang yang
Signifikan. Harga diri seseorang dipengaruhi oleh orang yang
dianggap penting dalam kehidupan individu yang bersangkutan.
orangtua dan keluarga merupakan contoh dari orang-orang yang
signifikan. Keluarga merupakan lingkungan tempat interaksi yang
pertama kali terjadi dalam kehidupan seseorang.
2. Kelas Sosial dan Kesuksesan. Menurut Coopersmith (1967),
kedudukan kelas sosial dapat dilihat dari pekerjaan, pendapatan
dan tempat tinggal. Individu yang memiliki pekarjaan yang lebih
bergengsi, pendapatan yang lebih tinggi dan tinggal dalam lokasi
rumah yang lebih besar dan mewah akan dipandang lebih sukses
dimata masyarakat dan menerima keuntungan material dan
budaya. Hal ini akan menyebabkan individu dengan kelas sosial
yang tinggi meyakini bahwa diri mereka lebih berharga dari orang
lain.
3. Nilai dan Inspirasi Individu dalam Menginterpretasi
Pengalaman. Kesuksesan yang diterima oleh individu tidak
mempengaruhi harga diri secara langsung melainkan disaring
terlebih dahulu melalui tujuan dan nilai yang dipegang oleh
individu.
4. Cara Individu dalam Menghadapi Devaluasi. Individu dapat
meminimalisasi ancaman berupa evaluasi negatif yang datang dari
luar dirinya. Mereka dapat menolak hak dari orang lain yang
memberikan penilaian negatif terh.

2.3 Langkah langkah dalam mengangkat harga diri


Langkah Mengangkat Harga Diri Ada lima langkah untuk mengangkat harga
diri yakni:
1. pahamilah bahwa Anda adalah ciptaan Tuhan.
2.Anda harus berjuang untuk mengangkat harga diri Anda.
3.Ketiga, singkirkan atau bendunglah segala tindakan yang mengandung atau
yang bisa menyulut pelecehan harga diri
4,Keempat, mulailah mengangkat harga diri Anda dan harga diri orang lain.

2.4 .Contoh tindakan Harga Diri dalam Kehidupan Manusia

Contoh tindakan Harga Diri dalam Kehidupan Manusia sering salah dalam
menilai harga dirinya, kadangkala terlampau tinggi, kadangkala terlalu rendah.
Sangat jarang seseorang dapat dengan tepat menilai harga dirinya. Sebagai
sebuah contoh perenungan mari kita lihat kesalahan orang dalam menilai harga
dirinya, yaitu dalam keluarga Seorang suami cenderung merasa bahwa dia
lebih bernilai dari istrinya, sebab suami merasa dia adalah orang yang mencari
uang. Jadi karena suami merasa semua kebutuhan keluarga baru bisa dipenuhi
karena uang yang diperolehnya maka dia berpikir dirinya lebih berharga
daripada istrinya. Perasaan lebih berharga ini kemudian diwujudkan dalam
bentuk tindakan-tindakan yang menempatkan istrinya lebih rendah dari suami.
Ketika makan harus dilayani istri, jika tidak dilakukan suami marah. Ketika
istri minta uang, dengan gaya interogasi menanyakan untuk keperluan apa uang
yang diminta tersebut. Bahkan tidak jarang ada suami yang tidak mengijinkan
istrinya mengambil putusan apapun dalam keluarga, semua harus suami yang
memutuskan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Hal ini dianggap wajar
dalam sebuah hubungan suami istri, padahal ini adalah wujud dari penilaian
suami yang terlampau tinggi pada dirinya. Suami merasa wajar kalau harga
dirinya lebih utama.

3. PENANGANAN PASIEN YANG MENGALAMI BERDUKA DAN


KEHILANGAN
3.1Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan
yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas,
susah tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua
kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu
berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan
seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional
sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu
kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal,
abnormal, atau kesalahan/kekacauan

3.1.1 Jenis Berduka


a) Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang
normal terhadap kehilangan.Misalnya, kesedihan, kemarahan,
menangis, kesepian, dan menari diri dari aktivitas untuk sementara.
b) Berduka antisipatif, yaitu proses’melepaskan diri’ yng muncul
sebelum kehilangan atau kematian yang sesungguhnya
terjadi.Misalnya, ketika menerima diagnosis terminal, seseorang akan
memulai proses perpisahan dan menyesuaikan beragai urusan didunia
sebelum ajalnya tiba
c) Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke
tahap berikutnya,yaitu tahap kedukaan normal.Masa berkabung
seolah-olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan
orang yang bersangkutan dengan orang lain.
d) Berduka tertutup, yaitu kedudukan akibat kehilangan yang tidak dapat
diakui secara terbuka.Contohnya:Kehilangan pasangan karena AIDS,
anak mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan
anaknya di kandungan atau ketika bersalin.

3.2Dedinisi Kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan.
Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai
sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin
terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik,
diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa
kembali atau tidak dapat kembali. Kehilangan adalah suatu keadaan
individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian
menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan
Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah
dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir
individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya
kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Kehilangan merupakan
suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak
ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

3.2.1 Faktor – faktor yang mempengaruhi kehilangan antara lain :


a) Perkembangan
-Anak- anak.
1. Belum mengerti seperti orang dewasa, belum bisa merasakan.
2.Belum menghambat perkembangan.
3.Bisa mengalami regresi
- Orang Dewasa
Kehilangan membuat orang menjadi mengenang tentang hidup,tujuan
hidup, Menyiapkan diri bahwa kematian adalah hal yang tidak bisa
dihindari.
b) Keluarga
Keluarga mempengaruhi respon dan ekspresi kesedihan. Anak terbesar
biasanya menunjukan sikap kuat, tidak menunjukan sikap sedih secara
terbuka. c)    Faktor Sosial Ekonomi.
c) Faktor sosial ekonomi
Apabila yang meninggal merupakan penanggung jawab ekonomi keluarga,
beraati kehilangan orang yang dicintai sekaligus kehilangan secara
ekonomi,Dan hal ini bisa mengganggu kelangsungan hidup.
d) Pengaruh kultural
Kultur mempengaruhi manifestasi fisik dan emosi. Kultur ‘barat’
menganggap kesedihan adalah sesuatu yang sifatnya pribadi sehingga hanya
diutarakan pada keluarga, kesedihan tidak ditunjukan pada orang lain. Kultur
lain menggagap bahwa mengekspresikan kesedihan harus dengan berteriak
dan menangis keras-keras.
e) Agama
Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman. Menyadarkan
bahwa kematian sudah ada dikonsep dasar agama. Tetapi ada juga yang
menyalahkan Tuhan akan kematian.
f) Penyebab kematian
Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan
menyebabkan shock dan tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada yang
menganggap bahwa kematian akibat kecelakaan diasosiasikan dengan
kesialan.
3.2.2 Jenis – jenis kehilangan
1) Kehilangan Seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang
yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan
mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung
oleh seseorang. Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi
orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan
dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau
anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak
dapat ditutupi.
2) Kehilangan yang ada pada diri sendiri
Kehilangan yang ada pada diri sendiri ( LOSS OF SELF ) Bentuk lain
dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental
seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri
sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan
dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau
menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat
hilang dari seseorang. Contoh : misalnya kehilangan pendengaran,
ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
3) Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau
bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka
yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada
arti dan kegunaan benda tersebut.
4) Kehilangan lingkungan yang dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat
dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu
satu periode atau bergantian secara permanen. Contoh : pindah kekota
lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian
baru.
5) Kehilangan kehidupan / meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan
respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian
yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang
kematian

3.2.3 Dampak Kehilangan


1. Pada masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan
untuk berkembang, kadang akan timbul regresi serta rasa takut
untuk ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.“Lahir sampai usia 2
tahun” Tidak punya konsep tentang kematian. dapat mengalami
rasa kehilangan dan dukacita. Pengalaman ini menjadi dasar untuk
berkembangnya konsep tentang kehilangan dan dukacita.”2 sampai
5 tahun”Menyangkal kematian sebagai suatu proses yang normal.
Melihat kematian sebagai sesuatu dapat hidup kembali.
Mempunyai kepercayaan tidak terbatas dalam kemampuannya
untuk membuat suatu hal terjadi.“5 sampai 8 tahun”Melihat
kematian sebagai akhir, tidak melihat bahwa kematian akan terjadi
pada dirinya. Melihat kematian sebagai hal yang menakutkan.
Mencari penyebab kematian. “8 sampai 12 tahun”Memandang
kematian sebagai akhir hayat dan tidak dapat dihindari. Mungkin
tak mampu menerima sifat akhir dari kehilangan. Dapat
mengalami rasa takut akan kematian sendiri.
2. Pada masa remaja atau dewas muda, kehilangan dapat
menyebabkan disintegrasi dalam keluarga.Remaja Memahami
seputar kematian, serupa dengan orang dewasa. Harus menghadapi
implikasi personel tentang kematian. menunjukkan perilaku
berisiko. Dengan serius mencari makna tentang hidup lebih sadar
dan tentang masa depan.
3. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan
hidup dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan
semangat hidup orang yang ditinggalkan.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Keamanan (Keselamatan) atau rasa aman adalah keadaan bebas dari
cedera fisik dan psikologis atau bisa juga keadaan  aman dan tentram
(Potter& Perry, 2006). Perubahan kenyamanan atau rasa nyaman adalah
keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dan
berespons terhadap suatu rangsangan yang berbahaya (Carpenito, Linda
Jual, 2000). Kebutuhan akan keselamatan atau keamanan adalah kebutuhan
untuk melindungi diri dari bahaya fisik.
 Harga diri adalah hasil evaluasi individu terhadap dirinya sendiri
yang merupakan sikap penerimaan atau penolakan serta menunjukan
seberapa besar individu percaya pada dirinya, merasa mampu, berarti,
berhasil dan berharga. Harga diri diperoleh dengan
keturunan,kekayaan,kekuasaan,keagamaan,kependidikan,kecerdasan,dan
kejujuran.Faktor yang mempengaruhi harga diri yaitu Penghargaan dan
Penerimaan dari Orang-orang yang Signifikan. Harga diri seseorang
dipengaruhi oleh orang yang dianggap penting dalam kehidupan individu
yang bersangkutan. 
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami
suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau
pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau
seluruhnya. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka
diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu
status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan
yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek
atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini
masih dalam batas normal.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Saku Keperawatan Jwa. Edisi 3. EGC: Jakarta. Townsend. (1995)


http://galerymakalah.blogspot.com/2013/04/makalah-kehilangan-dan-
berduka.html
https://www.scribd.com/document/342581925/Rasa-Aman-Dan-Nyaman
Kuliat,Budi Anna (1994).Proses Keperawatan.Jakarta:EGC
Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakarta. Stuart dan Sundeen.
(1995)

Anda mungkin juga menyukai