! " # $ %
Sonny Ogawa
Populer Post
Home Pendekar Rajawali Sakti Keris Iblis
Pendekar Buta
Is Hemsworth's Career
Over?
Why He Is Leaving Film World
Chris want to help as many Aussies as
possible before they take it down
mydeskcollective.com
OPEN
KERIS IBLIS
SATU
DESA KAHURIPAN terletak persis dibawah kaki Gunung
Tambur, dengan sebuah sungai lebar disebelah selatannya.
Tempat itu memiliki suasana yang damai dan tentram,
hingga tak heran bila selama ini tak pernah ada kekacauan
sedikit pun.
“Eeee, apa tak puas kau tidur semalaman?! Mau jadi apa
kau kelak kalau kerjamu cuma tidur saja?!”
“Sudahlah, Bu. Aku bukan tak enak badan, cuma sedang tak
tenang,” ujar Badar menyabarkan istrinya.
“Mimpi?”
Badar mengangguk.
“Mimpi apa?”
“Tapi mimpiku sekali ini sangat aneh. Aku melihat desa kita
ini dilalap api, kemudian puluhan orang berlari-lari
menyelamatkan diri sambil berteriak-teriak ketakutan.
Kemudian juga kulihat anak kita Layang Seta menangis
sambil berlari ke suatu tempat....” Perempuan itu
terperangah beberapa saat begitu mendengar suaminya
menceritakan perihal mimpi yang dialaminya.
“Masih dingin?”
“Hiyaa...!”
“Toloooong...! Toloooong...!”
“Sikaaat...!”
“Aaa...!”
“Hei?!”
“Pak...!”
“Des!”
“Pak...!”
“Trak! Cras!”
“Hiyaaat...!”
“Trak! Des!”
Pada saat itu telah berdiri sesosok tubuh pada jarak dua
langkah di depan Layang Seta.
“Hiyaaat...!”
“Des!”
DUA
“Yeaaa...!”
“Bet!”
“Huh!”
“Uts!”
“Trang!”
Darah Suteja tersirap melihat serangan lawan. Baru saja dia
lolos dari maut ketika ujung kulitnya terasa perih terkena
angin sambaran senjata lawan. Ketika goloknya bergerak
menebas, lawan telah menangkis. Tangannya terasa
kesemutan luar biasa bercampur perih. Suteja jungkir balik
menghindari serangan susulan yang begitu cepat. Tubuhnya
bersalto beberapa kali kebelakang. Kemudian tegak berdiri
memperhatikan sesosok tubuh yang tidak lagi mengejarnya
itu.
“Hiyaaat...!”
“Trang!”
“Des!”
“Bet!”
“Akh...!” Suteja mengeluh kesakitan ketika satu tendangan
menghantam dadanya. Masih untung dia bisa menghindar
sambil bergulingan ketika satu tebasan golok lawan
menderu deras menghantam perutnya. Tapi tangannya
sendiri terasa perih ketika golok mereka beradu.
“Yeaaa...!”
“Heh?!”
“Hiyaaat...!”
“Cras!”
“Aaaa...!”
“Yeaaa...!”
“Tapi....”
“Lho, kenapa ini? Apa yang terjadi dengan keris ini? Uuuh...!”
“Tolooong...! Tolooong...!”
Namun belum lagi dia berlari jauh rasa sakit yang hebat
membuat sekujur tubuhnya tak tertahankan lagi. Layang
Seta menggelepar-gelepar sambil terus berteriak-teriak.
Tiba-tiba saja keanehan terjadi pada dirinya. Kulit tubuhnya
di berbagai tempat tiba-tiba menggembung sebesar jempol
kaki, yang makin lama semakin membesar untuk kemudian
pecah mengeluarkan nanah dan darah.
“Aaaaakh...!”
“Pergi! Pergiii...!”
“Aaa...!”
“Blesss!”
“Akh...!”
********************
TIGA
“Biadab!”
“Kurang ajar!”
“Brak!”
“Tak!”
“Hiyaaat...!”
“Haram jadah!”
“Yeaaa...!”
“Brak!”
“Tapi....”
“Gadis liar! Kau pikir bisa berbuat apa pada kami!” sentak
Wongko gusar.
“Yeaaa...!”
“Hiyaaaat...!”
“Plak!”
“Yeaaa...!”
“Begkh!”
“Maaf Nisanak, kami tak tahu kalau kau murid seorang yang
sakti. Maafkanlah atas segala kelancangan kami....” sahut
mereka yang diwakili Wliyeng dengan nada lirih.
“Set!”
“Praaaak!”
EMPAT
Gadis yang tadi membentak pada Rangga cuma
mendengus sinis dengan sikap merendahkan. “Hmm... baru
punya kepandaian rendah saja sombongnya bukan main.
Segala mainan anak kecil dipamerkan!”
“Keparat!”
“Uts!”
“Yeaaa...!”
“Ha-ha-ha...!”
“Hiyaaaat...!”
“Uts!”
“Minggir! Minggiiir...!”
“Awasss...!”
“Heh?!”
“Ng...aku... aku....”
“Kejar!”
“Apa maksudmu?!”
“Tanggungjawab apa?”
LIMA
“Huh!”
“Itu tadi!”
“Aku cuma berkata laki-laki bukan berarti dirimu saja.”
“Yeaaa...!”
“Hiyaaat!”
“Uts!”
“Baiklah, baiklah....”
“Hiyaaat...!”
“Uts!”
“Plak! Tuk!”
“Ohh...!”
Dengan gerakan yang cepat tubuh Cangkring melesat cepat
memapaki serangan gadis itu. Kepalanya sedikit tertunduk,
sementara tangan kirinya menangkap pergelangan tangan
lawan yang memegang pedang, kemudian jari-jari tangan
kanannya menotok tubuh gadis itu hingga jatuh lemas tak
berdaya.
“Hiyaaat...!”
“Yeaaa...!”
“Yeaaa...!”
“Modar!”
“Belum, Sobat! Kau masih perlu belajar dua puluh tahun lagi
untuk bisa melukaiku!” ejek Rangga sambil terkekeh.
“Bedebah!”
“Yeaaa...!”
“Sriing!”
“Hiyaaa...!”
“Hei?!”
“Traaak!”
“Cras!”
“Aakh...!”
“Brengsek!”
Dari nada suara gadis itu Rangga bisa menyadari bahwa dia
seorang yang tinggi hati, dan tak mau menunjukkan
kelemahannya. Meski sebenarnya Pendekar Rajawali Sakti
yakin bahwa gadis itu tak menginginkan dia pergi dari
tempat itu. Rangga kemudian mengalah dan kembali
menghampiri gadis itu.
“Aku mau kembali ke desa itu lagi. Kalau kau mau aku suka
sekali kau temani,” kata pemuda itu dengan wajah datar
sambil tersenyum.
“Hmmm....”
“Aku Rangga....”
“Kaukah orangnya yang dijuluki Pendekar Rajawali Sakti?”
ENAM
“Tidak ada. Dia datang seperti angin saja. Tak seorang pun
mengetahui siapa dirinya. Tapi menurut beberapa orang,
pastilah dia salah seorang tamu yang menginap di sini.”
“Hmmm....”
“Mungkin....”
“Hmmm....”
“Mataku belum mengantuk, dan saat ini tak ada yang bisa
kulakukan. Kalau kau mau bercerita tentu aku suka sekali
mendengarnya.”
“Hmm... begitu?”
“Entahlah... saat ini aku tak tahu harus berbuat apa,” sahut
Puspita Sari gelisah.
“Kau sungguh-sungguh?!”
“Aku tak tahu, tapi bisa merasakan apa yang sedang kau
rasakan saat ini. Yang pasti memang aku mendendam,
namun bila dendamku tak terbalas biarlah itu menjadi takdir
dan Gusti Allah yang akan membalaskannya nanti.
Bagaimanapun aku percaya bahwa hidup dan mati bukan
ditentukan oleh manusia.”
“Apa?”
“Jawablah Rangga....”
********************
“Ah, Kakang Layang Seta, kau ini terlalu kuno sekali. Apakah
kalau aku berdekatan denganmu berarti berbuat tidak sopan
di hadapan mereka?”
“Nah, apakah kalau berada di sini kau akan tetap malu juga,
Kakang Layang Seta?”
“Tapi kenapa?”
“Kakang...?”
“Hmmm...”
“Blesss!”
TUJUH
“Yeaaa...!”
“Crab!”
“Aaa...!”
“Kepuuung...!”
“Yeaaa...!”
“Crab! Crab!”
“Aaaa...!”
“Hiyaaat...!”
“Yeaaa...!”
“Bet!”
“Plak!”
“Plak!”
“Crab!”
“Cincaaaang...!”
“Cras! Crab!”
“Trak!”
“Plak!”
“Hiyaaat...!”
“Huh!”
“Yeaaa...!”
“Tras!”
“Bet!”
“Hiyaaat...!”
“Plak!”
“Des!”
“Hmm... hebat kau. Bocah. Tapi jangan kira kau bisa tertawa
setelah menjatuhkan kedua orang itu. Meski setinggi apa
pun ilmu yang, kau miliki, kami tak akan mundur,” dengus
salah seorang Sepasang Penari Bukit Kemukus geram.
Tapi sejak awal tadi terlihat bahwa Layang Seta tak pernah
mau berlama-lama dengan lawannya. Gerakannya cepat
dan terarah dengan mantap. Jurus-jurusnya pun berkesan
singkat, namun amat mematikan. Belum lagi tenaga
dalamnya yang kuat hingga mampu mendesak lawan habis-
habisan.
DELAPAN
“Yeaaa...!”
“Kakeeeek...!”
“Yeaaat...!”
“Plak!”
“Sriiing!”
“Yeaaa...!”
“Huh! Keparat! Memang kau bisa meloloskan diri tapi kali ini
tidak lagi. Tubuhmu akan hancur tanpa bentuk. Kalaupun
kau mampu menahannya, umurmu tak akan lama!” desis
Layang Seta garang.
“Yeaaa...!”
“Tap!”
“Glaaaar...!”
“Hiyaaaat...!”
“Apa?”
“Tidak bisa!”
“Aku tak peduli kau mau mengajakku atau tidak. Aku akan
terus menguntitmu dari belakang.”
Tapi Puspita Sari sudah menduga hal itu. Makanya dia pun
langsung sigap dan melesat cepat mengikuti pemuda itu
dari belakang. Tapi setelah beberapa lama dia musti
mengakui bahwa ilmu lari cepat pemuda itu sungguh luar
biasa. Beberapa saat saja dia telah kehilangan jejak. Namun
ketika telinganya tiba-tiba mendengar suara suitan sayup-
sayup dikejauhan, dia langsung memburu ke sana.
SELESAI
OPEN
0 5 0 0 0
) Previous Next (
Neraka Kematian Siluman Tengkorak Gantung