Anda di halaman 1dari 5

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PPh atau pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi
atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun
pajak. Penghasilan yang dimaksud dapat berupa keuntungan usaha, gaji,
honorarium, hadiah, dan yang lainnya.

Adapun beberapa jenis PPh seperti PPh pasal 15, PPh pasal 19, PPh pasal 21,
PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 24, PPh pasal 25, PPh pasal 26, PPh
pasal 29 dan PPh final pasal 4 ayat 2. Di Indonesia pajak penghasilan awalnya
diterapkan pada perusahaan perkebunan yang banyak didirikan di Indonesia. Pajak
tersebut ditanamkan dengan pajak perseroan (PPs).

Pajak perseroan adalah pajak yang dikenakan terhadap laba perseroan dan
diberlakukan pada tahun 1925. Setelah pajak hanya dikenakan untuk perusahaan
yang didirikan di Indonesia, berangsur-angsur akhirnya diterapkan pula pajak yang
dikenakan untuk perorangan atau karyawan yang bekerja di suatu perusahaan.

Pada tahun 1932 diberlakukan yang disebut ordonansi pajak pendapatan.


Ordonansi pendapatan ini dikenakan untuk orang Indonesia maupun orang yang
bukan penduduk Indonesia tetapi memiliki pendapatan di Indonesia. Pada tahun
1935 diberlakukan ordonansi pajak upah yang mengharuskan majikan memotong
gaji atau upah pegawai untuk membayar pajak atas gaji yang diterima.

Dasar pengenaan pajak atau DPP adalah dasar pengenaan pajak yang diperoleh
dari penghasilan kena pajak dari wajib pajak penerima penghasilan. Dasar
pengenaan pajak dan pemotong PPh pasal 21 adalah penghasilan kena pajak bagi
pegawai tetap, penerima pensiun berkala, pegawai tidak tetap yang
penghasilannya dibayar bulanan, bukan pegawai. Wajib pajak yang dimaksud
adalah yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Tarif PPh pasal 21 dipotong dari jumlah penghasilan kena pajak (PKP) yang
dibulatkan ke bawah dalam ribuan penuh. Tarif PPh bersifat progresif yang artinya
semakin tinggi pengasilan yang diterima maka akan dikenakan lapis tarif lebih
tinggi.
Berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh besarnya tarif pajak yang berlaku
yaitu:

 5% untuk penghasilan tahunan sampai dengan Rp 50.000.000.

 15% untuk penghasilan diatas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000.

 25% untuk penghasilan Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000.

 30% untuk penghasilan di atas Rp 500.000.000.

 Bagi penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP dikenakan dengan


tarif yang lebih tinggi.

Penyetoran pajak penghasilan harus disetor paling lama tanggal 10 bulan


berikutnya setelah masa pajak berakhir. Sedangkan pembayarannya paling lama
tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Pemotong PPh Pasal 21

Dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan, Anda perlu mengetahui siapa
saja pemotong PPh Pasal 21/26, siapa saja penerima penghasilan yang dipotong PPh
Pasal 21/26, apa saja hak dan kewajiban pihak pemotong dan yang dipotong PPh
Pasal 21/26, bagaimana mekanisme pemotongan, dan cara pelaporan PPh Pasal
21/26.

Pemotong PPh Pasal 21/26 terdiri dari:

1. Pemberi kerja
2. Bendahara dan pemegang kas pemerintah
3. Dana pensiun
4. Orang pribadi pembayar honorarium
5. Penyelenggara kegiatan

Adapun penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21/26 terdiri dari:

1. Pegawai.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari
tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya juga merupakan wajib pajak
PPh Pasal 21. 
3. Wajib pajak PPh 21 kategori bukan pegawai yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:
o Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari
pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan
aktuaris;
o Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan
seniman lainnya;
o Olahragawan;
o Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
o Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
o Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial
serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
o Agen iklan;
o Pengawas atau pengelola proyek;
o Pembawa pesanan atau menemukan langganan atau yang menjadi
perantara;
o Petugas penjaja barang dagangan;
o Petugas dinas luar asuransi; dan/atau
o Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan
kegiatan sejenis lainnya
4. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai
Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama juga merupakan Wajib Pajak PPh
Pasal 21. Selain itu, kategori di bawah ini juga termasuk Wajib Pajak PPh 21:
5. Mantan pegawai; dan/atau
6. Wajib Pajak PPh Pasal 21 kategori peserta kegiatan yang menerima atau
memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu
kegiatan, antara lain:
o Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah
raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan
lainnya;
o Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
o Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara
kegiatan tertentu;
o Peserta pendidikan dan pelatihan; atau
o Peserta kegiatan lainnya. 

Anda merupakan pemberi kerja yang memotong PPh Pasal 21/26, hal-hal yang
harus Anda lakukan adalah:

1. melakukan melakukan pemotongan PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan tarif


PPh yang berlaku;
2. membuat bukti potong PPh Pasal 21 melalui aplikasi e-SPT PPh Pasal 21;
3. melakukan penyetoran PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dengan
terlebih dahulu membuat kode billing (MAP-KJS 411121-100). Penyetoran
dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Misalnya: pemotongan PPh
Pasal 21 dilakukan pada bulan April 2019, maka penyetoran PPh-nya adalah
paling lambat dilakukan pada tanggal 15 bulan Mei 2019; dan
4. melakukan pelaporan PPh Pasal 21 dengan menggunakan aplikasi e-SPT PPh
melalui djponline.pajak.go.id atau ASP.
Jika Anda adalah orang pribadi penerima penghasilan dari pemberi kerja yang
bertindak sebagai pemotong PPh Pasal 21/26, Anda perlu melakukan hal-hal
sebagai berikut:

1. Meminta dan mendapatkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A1 dan 1721-
A2) atas penghasilan yang diterima dan dipotong PPh Pasal 21 secara berkala.
2. Apabila Anda berstatus sebagai pegawai tetap dan penerima pensiun yang PPh
Pasal 21 nya dipotong oleh pemberi kerja maupun dana pensiun, maka Anda
berhak menerima bukti pemotongan setiap awal tahun.
3. Apabila Anda berstatus sebagai penerima honorarium, bukan pegawai, dan
peserta kegiatan yang penghasilannya dipotong PPh Pasal 21-nya oleh pemberi
penghasilan, maka Anda berhak menerima bukti pemotongan PPh Pasal 21
setelah penghasilan dibayarkan.
4. Apabila Anda menerima penghasilan dari pemberi kerja, namun PPh Pasal 21-
nya tidak dipotong, maka penghasilan tersebut wajib diperhitungkan dan
dilaporkan melalui SPT Tahunan PPh Orang Pribadi pada tahun pajak yang
sama.

TATA CARA PERHITUNGAN PPH PASAL 21

WP yang harus membayar PPh 21 bukan hanya para pegawai yang bekerja saja. Sebab, masih ada
beberapa jenis pekerja lain yang wajib melunasi PPh 21 mereka, yakni:
– Pegawai.
– Penerima Uang Pesangon Ataupun Pensiunan.
– Anggota Dewan Komisaris yang bekerja pada perusahaan yang berbeda.
– Peserta Kegiatan yang Mendapatkan Gaji (Freelance dll).

Apa Saja Dasar Pengenaan Pajak?


Sebelum masuk ke dalam cara menghitung PPh 21, Anda harus mengetahui dulu tentang Dasar
Pengenaan Pajak (DPP). Sebab, tidak semua wajib pajak diwajibkan untuk membayar pajak penghasilan
21 apabila gajinya tidak menyentuh batas ambang tertentu.
Dalam kasus ini, Dirjen Pajak telah menuliskannya ke dalam PER -16/PJ/2016/ Bab V Pasal 9 yang
berisikan perihal beberapa poin penting, seperti:

1. Siapa yang wajib membayarkan Penghasilan Kena Pajak?


– Pegawai Tetap
– Anggota PNS, BUMN ataupun penerima uang pensiun berkala lainnya
– Memiliki penghasilan rata-rata di atas Rp. 4.5 juta perbulan. Karena kalau berada di bawah angka
tersebut, kewajiban seorang wajib pajak menjadi lebur. Kenapa? mereka termasuk ke dalam PTKP
atau Penghasilan Tidak Kena Pajak. 
2. Pegawai tidak tetap yang memiliki penghasilan Rp. 450 ribu/ hari dan mendapatkan bayaran lebih
dari Rp. 4.5 juta perbulan wajib membayar pajak penghasilan 21.

Berdasarkan DPP tersebut, ada beberapa pihak yang harus membayarkan kewajiban pajak. Namun, bagi
Anda yang memiliki PTKP di bawah Rp. 4.5 juta akan dilepaskan dari tanggung jawab PPh 21. Besaran ini
akan berubah sewaktu-waktu tergantung dari pemerintah terkait.
Tarif Pembayaran PPh 21
Bagaimana Anda bisa mengetahui cara menghitung PPh 21 apabila belum tahu berapa angka tarif
pembayaran PPh 21 itu sendiri? Dirjen Pajak telah mengatur besaran tarif berdasarkan UU no.3 tahun
2008 pasal 17. Jadi, tarif pembayaran tersebut dibagi ke dalam beberapa kelompok, meliputi:
 Pemilik penghasilan tahunan mencapai Rp. 50 juta per tahun dikenakan tarif mencapai 5%.
Wajib pajak yang mempunyai pendapatan di antara Rp. 50 juta – Rp. 250 juta bayar pajak sebesar
15%.
Warga negara yang berpenghasilan Rp. 250 juta – Rp. 500 juta dikenakan pembayaran 25%.
WP dengan penghasilan  di atas Rp. 500 juta pertahun diwajibkan membayar pajak sekitar 30%.
Bentuk usaha tetap dikenakan tarif flat 28%.

Cara Menghitung PPh 21


Banyak yang merasa kebingungan untuk melakukan penghitungan PPh 21 padahal sejatinya hal tersebut
tidaklah amat sulit. Terlebih lagi, jika Anda memang telah mengetahui berapa besaran gaji bruto yang Anda
dapatkan setiap bulan. Sebab, hal tersebut merupakan salah satu hal vital dalam menghitung PPh 21. Jika
Anda bingung, coba ikuti perhitungan seperti di bawah ini:
1. Hitung gaji bruto dalam satu tahun (gaji pokok, tunjangan, makan, kesehatan dll).
2. Kalkulasikan PTKP sesuai dengan status kekeluargaan (sudah menikah belum atau punya anak
dll).
3. Kurangi dengan tunjangan biaya jabatan 5% (maks. 6 juta) dan iuran pensiun 5% (maks. 2,4 juta).
Kedua biaya tersebut diambil dari penghitungan gaji bruto selama satu tahun.
4. Penghasilan Netto: Gaji Bruto – PTKP – Iuran Jabatan dan Pensiun
5. Setelah gaji bersih (netto) didapatkan, Anda bisa kali dengan besaran tarif pajak yang berlaku.
Study Case
Sindy Koesnadi
Pemasukkan
Gaji Pokok: 8 juta x 12 bulan= Rp. 96.000.000
Uang Makan: 630 ribu x 12 bulan= Rp. 7.560.000
Tunjangan: 1 juta x 12 bulan= Rp. 12.000.000
Jika ditotal: Rp. 115.560.000,-
Pengeluaran
PTKP: Rp. 63.000.000 (Sesuai ketentuan)
Biaya Jabatan: Rp. 6.000.000
Iuran Pensiun: Rp. 3.000.000
Jika ditotal: Rp. 72.000.000,-
Penghasilan Bersih: Rp. 43.560.000
Pajak di bawah 50 juta rupiah adalah: 5%.
Jadi, penghitungan pajak adalah Rp. 43.560.000 x 5%= Rp. 2.178.000/tahun
Berapa perbulannya? Rp. 2.178.000/12= Rp. 181.500,-
Kesimpulannya, Sindi harus membayar pajak penghasilan sebesar Rp. 181.500 di setiap bulannya.

Anda mungkin juga menyukai